KLASIFIKASI UVEITIS
a.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya - Akut
: Apabila serangan timbulnya mendadak, sembuh dalam waktu kurang dari 3 bulan dan penderita sembuh sempurna di luar serangan itu. 1,2 - Residif : Apabila terjadi serangan berulang disertai dengan penyembuhan yang sempurna di antara serangan-serangan tersebut. Biasanya penyembuhan sudah berlangsung tiga bulan atau lebih. 3,4 - Kronis : Apabila terjadi serangan berulang tanpa pernah sembuh di antara serangan tersebut dan biasanya menetap. 3,4 b. Berdasarkan reaksi radang yang terjadi - Non granulomatosa Diduga akibat alergi, karena tidak pernah ditemukannya kuman dan sembuh dengan pemberian kortikosteroid. Timbulnya sangat akut. Reaksi vaskuler lebih hebat dari reaksi seluler sehingga injeksinya hebat. Di iris tidak tampak nodul. Cairan COA mengandung lebih banyak fibrin daripada sel. Badan kaca tak banyak kekeruhan. Rasa sakit lebih hebat, fotofobia dan visus juga banyak terganggu. Pada stadium akut karena banyak mengandung fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak mengenai uvea anterior. Pada pemeriksaan patologi anatomi di iris dan badan siliar didapatkan sel plasma dan sel-sel mononuclear.3,4 - Granulomatosa Terjadi akibat invasi mikrobakteri patogen ke jaringan uvea, meskipun mikrobakterial sering tidak ditemukan sehingga diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan klinis saja. Timbulnya tidak akut. Reaksi seluler lebih hebat daripada reaksi vaskuler, sehingga injeksi siliar tidak hebat. Iris bengkak, menebal, gambaran bergarisnya kabur. Di permukaannya terdapat nodul busacca. Di pinggir pupil juga didapat nodul Koeppe. Keratic presipitat besar-besar, kelabu dan disebut mutton fat deposit. COA keruh seperti awan, lebih banyak sel daripada fibrin. Badan kaca keruh. Rasa sakit sedang, fotofobia sedikit. Visus terganggu hebat oleh karena media yang dialui cahaya banyak terganggu. Keadaan ini terutama mengenai uvea posterior. Patologis anatomis nodul, terdiri dari sel raksasa, sel epiteloid dan limfosit.4
Tabel 1. Perbedaan Uveitis Nongranulomatosa dengan Granulomatosa Non granulomatosa Onset
Akut
Granulomatosa Tersembunyi
c.
Nyeri
Nyata
Tidak ada atau ringan
Fotofobia
Nyata
Ringan
Penglihatan kabur
Sedang
Nyata
Merah sirkumkorneal
Nyata
Ringan
Keratic precipitates
Putih halus
Kelabu besar (mutton fat)
Pupil
Kecil dan tak teratur
Kecil dan tak teratur (bervariasi)
Sinekia Posterior
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Noduli iris
Tidak ada
Kadang-kadang
Lokasi
Uvea anterior
Uvea anterior, posterior atau difus
Perjalanan penyakit
Akut
Kronik
Kekambuhan
Sering
Kadang-kadang
Klasifikasi berdasarkan anatomis 4 - Uveitis anterior Uveitis anterior adalah peradangan intraocular pada iris dan badan siliaris. Menurut kriteria the Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN)
uveitis anterior
diklasifikasikan berdasarkan durasinya, yaitu uveitis anterior akut, uveitis anterior berulang dengan episode berulang yang dipisahkan oleh periode tidak aktif tanpa pengobatan ≥ 3 bulan, dan uveitis kronis yang berlanjut dan kambuh dalam waktu kurang dari 3 bulan setelah penghentian pengobatan. Berdasarkan etiologi uveitis anterior diklasifikasikan sebagai infeksi (seperti Sifilis, tuberculosis, lepra, herpes simplek, onkosersiasis), autoimun, keganasan, post trauma, idiopatik, dan lain-lain. - Uveitis intermediet Uveitis intermediet disebut juga siklitis, uveitis perifer atau pars planitis, adalah jenis peradanan intraocular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting adanya peradangan korpus siliaris pars plana, retina perifer dan vitreus. Uveitis intermediet khasnya bilateral dan cenderung mengenai pasien pada masa remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Penyebab uveitis intermediet tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan sklerosis multipel berperan pada 10-20% kasus, sifilis dan tuberculosis harus disingkirkan dulu kemungkinannya pada setiap pasien. Komplikasi uveitis intermdiet yang tersering meliputi edema macula kistoid, vaskulitis retina, dan neovaskularisasi pada diskus optikus. - Uveitis posterior
Uveitis posterior terditi dari retinitis, koroiditis, vaskulitis retina, dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan. Di seluruh bagian dunia, penyebab retinitis yang umum pada pasien-pasien imunokompeten adalah toksoplasmosis, sifilis, dan penyakit Behcet, penyebab koroiditis tersering adalah sarkoidosis, tuberculosis dan sindrom Vogt-Koyanagi-Harada. Papilitis inflamatorik (neuritis optik) dapat disebabkan oleh salah satu dari penyakit-penyakit tersebut, tetapi sklerosis multipel perlu dicurigai, khususnya pada kasus nyeri mata yang diperparah dengan pergerakan. Penyebab uveitis posterior yang lebih jarang, antara lain : limfoma intraokuler, sindrom nekrosis retina akut, oftalmia simpatika, dan sindrom “titik putih” seperti multiple evanescent white dot syndrome (MEWDS) atau epiteliopati plakoid posterior multifocal akut (AMPPE). Onset uveitis posterior bisa akut dan mendadak atau lambat tanpa gejala. Penyakit pada segmen posterior mata yang cenderung menimbulkan kebutaan mendadak yaitu retinokoriditis toksoplasmik, sindrom nekrosis retina akut, dan endoftalmitis bacterial. Kebanyakan penyebab uveitis posterior lainnya mempunyai onset yang lebih samar. - Panuveitis Panuveitis adalah peradangan seluruh uvea dan struktur sekitarnya seperti retina dan vitreus. Penyebab tersering adalah tuberkulosis, sindrom VKH, oftalmia simpatika, penyakit Behcet, dan sarkoidosis. Diagnosis panuveitis ditegakkan bila terdapat koroiditis, vitritis, dan uveitis anterior.
Gambar 1. Klasifikasi uveitis berdasarkan anatomi
MANIFESTASI KLINIS Klasifikasi uveitis
yang digunakan secara luas adalah klasifikasi menurut
Standardization of Uveitis Nomenclature (SUN) Working Group. Dalam klasifikasi ini uveitis dibagi menurut lokasi proses peradangan jaringan uvea, yaitu uveitis anterior, uveitis
intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Istilah panuveitis digunakan pada proses inflamasi yang terjadi pada segmen anterior, vitreus, retina dan koroid. a.
Uveitis anterior 1,4,5 Bentuk yang paling umum dan biasanya unilateral dengan onset akut. Gejala yang khas meliputi nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, sakit kepala dan lakrimasi. 1) Nyeri Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita, sehingga sulit menentukan derajat nyeri. Pasien dengan uveitis anterior biasanya mengeluh sakit, mata merah, penglihatan kabur, dan fotofobia, mata berair. Sebagian besar pasien akan terjadi serangan yang berulang dan akan pergi berobat berulang ke beberapa dokter mata akan digunakan obat topikal/sistemik. Penglihatan yang kabur dimana menjadi gejala yang umum, penyebabnya adalah kekeruhan dari aliran aqueous. Photophobia umumnya dikarenakan spasme otot siliar tetapi infiltrasi di ruang anterior seluler, edema epitel kornea dan keterlibatan otot pupil dapat juga berkontribusi. Derajat nyerinya bervariasi terlihat pada uveitis anterior dapat dikaitkan pada spasme otot siliar. Hal ini biasanya sakitnya seperti berdenyut atau dirasakan nyeri. Nyeri yang sangat parah dikaitkan dengan peningkatan tekanan intraokuler. 2) Fotofobia dan lakrimasi Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia. 3) Kabur Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang timbul, tergantung penyebab, seperti: pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin dan bisa juga disebabkan oleh kekeruhan lensa, badan kaca, dan kalsifikasi kornea.
b.
Uveitis Intermediet
Uveitis intermediet juga disebut siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis adalah jenis peradangan intraokuler terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis intermediet khasnya bilateral dan cenderung mengenai pasien pada masa remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala-gejala khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia, dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. c.
Uveitis Posterior Termasuk di dalam uveitis posterior adalah retinitis, koroiditis, vaskulitis retina, dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan. Gejala yang timbul umumnya berupa floaters, kehilangan lapangan pandang atau scotoma, atau penurunan tajam penglihatan, yang mungkin parah. Ablatio retina walaupun jarang, paling sering terjadi pada uveitis posterior; jenisnya bisa traksional, regmatogenosa atau eksudatif. 3 Dua keluhan utama uveitis posterior yaitu penglihatan kabur dan melihat “lalat berterbangan” atau floaters. Penurunan visus dapat mulai dari ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah macula. Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda peradangan sehingga sering kali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita.
DIAGNOSIS 3 a.
Uveitis Anterior 1,4,5
Gambar 2. Tanda klinis Uveitis Anterior
Pemeriksaan dilakukan dengan lampu slit, oftalmoskopik direk dan indirek, bila diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi. 1) Hiperemis Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar 360 sekitar limbus, berwarna ungu( kemerahan sirkumkorneal) merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva ( injeksi konjungtiva ) dan sekret yang minimal. 2) Konjungtiva Tampak injeksi siliar/perilimal. Pada kasus yang jarang tampak injeksi pada seluruh konjungtiva 3) Perubahan kornea -
Keratic prespitat (KPs) adalah deposit seluler pada endothelium kornea. Keratik presipitat terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi akuos humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus. Keratik presipitat dapat dibedakan :
Baru dan lama : baru bundar dan berwarna putih. lama mengkerut, berpigmen, lebih jernih.
Jenis sel : lekosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. Limfosit kemampuan aglutinasi sedang membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Makrofag kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis membentuk kelompok lebih besar dikenal sebagai mutton fat atau granulomatosa. Jika kecil dikenal dengan non granulomatosa atau stellata.
Gambar 5 . Gambaran membrane fibrous dan membrane pupil dengan hipopion4
Gambaran penyakit granulomatosa, seperti mutton fat keratic precipitates atau noduli iris pada uveitis, dapat mengindikasikan adanya penyebab infeksius atau salah satu dari sejumlah kecil penyebab non infeksius, seperti sarkoidosis, penyakit Vogt-Koyanagi-Harada, oftalmia simpatika, atau uveitis terinduksi lensa. Sel-sel aqueous dan β disebabkan oleh infiltrasi seluler dan eksudasi protein ke dalam segmen anterior. Adanya sel aqueous secara dini dinyatakan inflamasinya lagi aktif.
Jumlah sel : halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis intermedia.
KPs yang halus dianggap menjadi jenis peradangan non-granulomatosa sedangkan yang besar dan mutton fat adalah termasuk jenis inflamasi granulomatous. Keratic presipitat yang berpigmen atau berwarna merujuk pada terjadinya uveitis anterior yang sebelumnya. Secara mikroskopis, KPs adalah akumulasi sel-sel lymphoplasmacytic, dengan sel-sel epiteloid yang terlihat sebagai tambahan pada KPs granulomatous. . Keratik presipitat granulomatosa atau non granulomatosa biasanya terdapat di sebelah inferior, di daerah berbentuk baji yang dikenal sebagai segitiga Arlt. Sebaliknya keratik presipitat stellate biasanya tersebar rata di seluruh endotel kornea dan
dapat
dilihat
pada
uveitis
akibat
virus
herpes
simpleks,
zoster,toksoplasmosis, iridosiklitis heterokromik Fuch, dan sarkoidosis.
Gambar 3. Gambaran keratic presipitat4
herpes
-
Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descemet dan neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan Descemet dan vesikel pada epitel kornea. Uveitis anterior umumnya inflamasi intraokuler dan umumnya adalah unilateral dengan nyeri atau photophobia, kemerahan pada circumlimbal dan adanya sel dan flare pada bagian anterior dengan onset akut. 4
Gambar 2 . Gambaran cells dan flare pada slit lamp 3x1 mm4 Umumnya tanda-tanda klinis pasien dengan uveitis anterior adalah derajat dari edema korneanya. Kongesti sirkumkorneal dapat dilihat karena pelebaran dari pembuluh darah di episklera pada daerah badan siliar. 4) Camera Okuli Anterior (COA) Kekeruhan dalam bilik depan mata dapat disebabkan oleh meningkatnya kadar protein, sel, dan fibrin. Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk grading. Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui dengan pemeriksaan sel.
hasil
pemeriksaan
slit-lamp
yang
sama
Tabel 1. Tingkat derajat cells dan flare 4 5) Iris a) Hiperemi iris Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang tidak terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hiperemi ini harus dibedakan dari rubeosis iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa percabangan abnormal. b) Pupil Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai nyeri. c) Nodul Koeppe Penimbunan sel terlokalisasi di pinggir pupil, banyak, menimbul bundar, ukuran kecil, jernih, warna putih keabuan. Nodul-nodul iris dapat terlihat pada tepi iris (noduli Koeppe), di dalam stroma iris (noduli Busacca), atau pada sudut bilik mata depan (noduli Berlin).4
Gambar 4 . Gambaran Nodul Koeppe dan Nodul Busacca 4 d) Nodul Busacca Terlihat sebagai benjolan putih pada permukaan depan iris akibat penumpukan sel. Nodul Busacca merupakan tanda uveitis anterior granulomatosa. e) Nodul Berlin Tumpukan sel radang pada bilik mata depan f) Granuloma iris
Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris. Granuloma iris merupakan
kelainan
spesifik
pada
peradangan
granulomatosa
seperti
tuberkulosis, lepra dan lain-lain. Ukuran lebih besar dari kelainan pada iris lain. Terdapat hanya tunggal, tebal padat, menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila granuloma hilang akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan. g) Sinekia iris Sel-sel radang, fibrin dan fibroblast dapat menimbulkan perlekatan. Sinekia posterior : perlekatan iris dengan kapsul lensa bagian anterior Sinekia anterior : perlekatan iris dengan endotel kornea h) Oklusi pupil Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusi dengan membra radang pada pinggir pupil. i) Atrofi iris Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi iris dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada iridosiklitis akut disebabkan olch virus, terutama herpetik. j) Kista iris Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebab ialah kecelakaan, bedah mata dan insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan stroma yang dilapisi epitel seperti pada epitel kornea. 6) Perubahan pada lensa a) Pengendapan sel radang Akibat eksudasi ke dalam akuos di atas kapsul lensa terjadi pengendapan pada kapsul lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan, bulat, menimbul tersendiri atau berkelompok pada permukaan lensa. b) Pengendapan pigmen Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius. c) Perubahan kejernihan lensa Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan proses degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas
kekeruhan tergantung pada tingkat perlengketan lensa-iris, hebat dan lamanya penyakit. Penembusan dari aqueous dikarenakan tingkat albumin yang tinggi yang disebut aqueous flare. 7) Perubahan dalam badan kaca Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa kolagen, di depan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau bergerak. Agregasi terutama oleh set limfosit, plasma dan makrofag. 8) Perubahan tekanan bola mata Tekanan bola mata pada uveitis hipotoni, normal atau hipertoni. Hipotoni timbul karena sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi menunjukkan berkurangnya peradangan dan perbaikan bilik depan mata. Hipertoni dini ditemui pada uveitis hipertensif akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh sel radang dan fibrin yang menyumbat saluran Schlemm dan trabekula. Serangan akut dari uveitis anterior dengan inflamasi pada segmen anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler yang umumnya dapat dilihat pada keratouveitis virus atau sindrom posner schlosman. Meskipun uveitis idiopatik anterior dapat meninggikan tekanan intraokuler. Inflamasi yang hebat pada badan siliar dapat menurunkan produksi aqueous humour dan tekanan intraokuler menjadi turun dikarenakan inflamasi sendiri, sequelae atau inflamasi atau karena pengobatan dengan steroid. Pada inflamasi yang aktif, peningkatan tekanan intraokuler dapat dihubungkan karena trabekulitis atau karena penutupan sudut tertutup. Pemeriksaan dengan menggunakan fundus akan terlihat adanya edema CD dan hiperemis, vaskularisasi, eksudat perivaskular, edema macula cystoids, retinitis, infiltrate koroid, ablatio retina, eksudat pars plana. Gonioskopi akan memperlihatkan goniosinekia atau neovaskularisasi pada segitiga dan segitiga akan membuka atau menutup segitiga tersebut tergantung dari derajat uveitisnya. 4
Gambar 6. Gambaran deposit fibrin pada gonioskopi 4
b.
Uveitis Intermediet
Temuan pemeriksaan yang paling menyolok adalah vitritis- sering kali disertai dengan kondensat vitreus, yang melayang bebas seperti “bola salju” (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus cilliar seperti gundukan salju (snow banking).” Terjadinya onfiltrasi seluler pada vitreus (vitritis)
dengan
beberapa
sel
di
COA
dan
tanpa
lesi
inflamasi fundus Peradangan bilik mata depan mungkin hanya minimal, tetapi jika sangat jelas, peradangan ini lebih tepat disebut sebagai uveitis difus atau panuveitis
Gambar 6. Gambaran pars planitis6 c.
Uveitis Posterior 1,4,5 - Anamnesis Pasien akan banyak berobat ke beberapa dokter mata, riwayat yang lengkap penting sekali untuk diagnosis dan tatalaksana. Riwayat penyakit pasien dari onset dan progresi dari gejala, dan terapi yang diterima dengan terapi kortikosteroid. Riwayat dahulu dapat menimbulkan serangan rekuren dari uveitis atau sebelumnya respons dari terapi. - Usia Pasien Uveitis posterior pada pasien dibawah usia 3 tahun dapat disebabkan oleh “sindrom masquerade” seperti retinoblastoma atau leukemia. Penyebab infeksi uveitis posterior pada kelompok ini mencakup toksoplasmosis congenital, toksokariasis, dan infeksi perinatal oleh sifilis, cytomegalovirus, virus herpes simpleks, virus herpes zoster atau rubella.
Pada kelompok umur 4 sampai 15 tahun, penyebab tersering uveitis posterior adalah toksoplasmosis dan toksokariasis. Penyebab yang jarang, yaitu sifilis, tuberculosis, sarkoidosis, sindrom Behcet, dan sindrom Vogt-Koyanagi Harada. Pada kelompok umur 16 sampai 50 tahun, diagnosis banding untuk uveitis posterior adalah sifilis, tuberculosis, sarkoidosis, sindrom Behcet, sindrom Vogt-Koyanagi Harada, dan sindrom nekrosis retina akut. Pasien diatas 50 tahun dengan tampilan uveitis posterior mungkin menderita sifilis, tuberculosis, sarkoidosis, limfoma intraokuler, retinokoroiditis “birdshot”, sindrom nekrosis retina akut, toksplasmosis, atau endoftalmitis endogen. - Trauma Riwayat trauma pada pasien uveitis meningkatkan kemungkinan adanya benda asing intraocular atau oftalmia simpatika. Trauma bedah, termasuk oprasi-operasi rutin untuk katarak dan glaukoma, dapat memasukkan mikroorganisme ke dalam mata dan kelak menimbulkan endoftalmitis akut atau subakut - Onset Onset uveitis posterior bisa akut dan mendadak atau lambat tanpa gejala. Penyakit pada segmen posterior mata yang cenderung menimbulkan kebutaan mendadak yaitu retinokoriditis toksoplasmik, sindrom nekrosis retina akut, dan endoftalmitis bacterial. Kebanyakan penyebab uveitis posterior lainnya mempunyai onset yang lebih samar. - Lateralitas Uveitis posterior unilateral lebih cenderung terjadi akibat toksoplasmosis, toksocariasis, sindrom nekrosis retina akut, atau infeksi bakteri atau jamur endogen. - Gejala 1) Penurunan penglihatan- Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis uveitis posterior, tetapi erutama dijumpai pada kondisi-kondisi dengan lesi macula atau ablasio retina. Pemeriksaan pupil aferen harus dikerjakan pada setiap pasien, bila ada, menandakan disfungsi nervus optikus atau kerusakan retina luas. 2) Injeksi ocular- Kemerahan mata jarang terjadi pada uveitis yang tebatas di segmen posterior, tetapi dapat terlihat pada uveitis difus 3) Nyeri- Rasa nyeri kurang khas pada uveitis posterior, tetapi dapat terjadi pada endoftalmitis, skleritis posterior, atau neuritis optic, terutama bila disebabkan oleh sclerosis multiple
- Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda yang penting untuk mendiagnosis uveitis posterior antara lain: pembentukan hipopion, pembentukan granuloma, vitritis, morfologi lesi, vaskulitis, perdarahan retina, dan pembentukan parut. 1) Hipopion. Kelainan segmen posterior yang mungkin disertai dengan hipopion dan peradangan anterior yang nyata, yaitu sifilis, tuberkulosis, sarkoidosis, endoftalmitis endogen, penyakit Behcet, dan leptospirosis. Bila dijumpai kondisi ini, uveitisnya disebut uveitis difus atau panuveitis 2) Jenis uveitis. Uveitis granulomatosa anterior bisa disertai dengan kondisi-kondisi yang mempengaruhi retina posterior dan koroid, seperti sifilis, tuberkulosis, sarkoidosis, toksoplasmosis, sindrom Vogt-Kayanagi-Harada, dan oftalmia simpatika. Di sisi lain, uveitis anterior non-granulomatosa mungkin berkaitan dengan penyakit Behcet, sindrom nekrosis retina akut, limfoma intraocular, atau sindrom “titik putih”. 3) Glaukoma Hipertensi ocular akut yang berkaitan dengan uveitis posterior dapat disebabkan oleh toksoplasmasosi, sindrom nekrosis retina akut oleh virus herpes simpleks atau varicella zoster, sarkoidosis atau siilis. 4) Vitritis Uveitis posterior sering disertai dengan vitrits, dari pembuluh-pembuluh retina, atau dari caput nervus oprici. Vitreus berat cenderung terjadi pada infeksi yang melibatkan kutub posterior, seperti retinokoroiditis atau endoftalmitis bacterial, sedangkan peradangan ringan hingga sedang biasanya menimbulkan kelainan peradangan primer di koroid dan retina bagian luar. Koroiditis serpiginosa dan dugaan histoplasmosis ocular umumnya disertai vitritis ringan.
Lesi di segmen posterior mata bentuknya bisa fokal, multifocal, geografik, atau difus. Lesi yang cenderung menimbulkan kekeruhan pada vitreus diatasnya harus dibedakan dari lesi yang kurang atau tidak memicu sel-sel vitreus . Jenis dan distribusi kekeruhan vitreusnya harus dijelaskan. Lesi peradangan pada segmen posterior umumnya tidak kentara di awal, tetapi sebagian dapat disertai kehilangan penglihatan mendadak yang berat. 3
Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa kompikasi. Apabila proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinokoroiditis, hal yang sama terjadi pada koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi lesi yang kabur, terlihat tiga dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheathing pembuluh darah. Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina dan atau koroid. Pada lesi yang lebih lama didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu terkena. d.
Uveitis Difus Istilah “uveitis difus” menunjukkan suatu kondisi terdapatnya infiltrasi selular yang kurang lebih merata di segmen anterior maupun posterior. Gambaran yang khas, berupa retinitis, vaskulitis, atau koroiditis, bisa ditemukan dan sering kali memerlukan tes diagnostic lanjutan. Infeksi tuberkulosis, sarkoidosis, dan sifilis harus dipertimbangkan pada pasien-pasien uveitis difus. Penyebab yang lebih jarang antara lain oftalmia simpatika, sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, sindrom Behcet, retinokoroiditis bird-shot dan limfoma intraocular. 3 Gejala yang timbul umumnya berupa floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma, atau penurunan tajam penglihatan, yang mungkin parah. Ablasio retina, walaupun jarang paling sering terjadi pada uveitis posterior; jenisnya bisa traksional, regmatogenesa atau eksudatif. 3
PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Uveitis Anterior Pemeriksaan khusus oftalmologis dapat digunakan pemeriksaan biomicroscopic lamp sangat penting untuk memunculkan sebagian besar tanda-tanda uveitis.
Gambar 2.7 Uveitis anterior akut
slit
Pemeriksaan laboratorium yang mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis anterior, apalagi untuk tipe non-granulomatosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis
dapat
berguna
demikian
juga
antibodi
terhadap
toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes ini dan gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosa etiologinya 3 Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat mendukung dalam penegakan diagnosa dan
etiologi
adalah
radiografi
thorak
dan fluorescent
treponemal
antibody
absorption (FTA-ABS). Berikut adalah pemeriksaan dan indikasi pada penegakan diagnosa dan etiologi uveitis anterior menurut George (2007) dan AOA (2004): 3,5 1)
Radiografi thorak untuk Sarkoidosis dan TB
2)
Tes darah rutin untuk membedakan penyebab bakteri atau virus dan mengetahui keganasan seperti limfoma dan leukemia.
3)
Flouresence Angiografi ( FA ) FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik untuk intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema intraokular, vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, nervus optikus dan radang pada koroid.
4)
FTA-ABS test untuk Sifilis
5)
VRDL untuk sifilis
6)
Purified protein derivative (PPD) test untuk TB
7)
Angiotensin-converting enzyme (ACE) test untuk Sarkoidosis
8)
Antinuclear antibody (ANA) untuk SLE dan juvenile rheumatoid arthritis.
9)
HLA-B27 typing untuk ankylosing spondilytis, sindrom Reiter, inflammantory bowel disease,psoriasis artritis, sindrom Behcet.
10)
Gallium scan untuk Sarkoidosis
11)
Anergy evaluation untuk Sarkoidosis
12)
Toxoplasmosis enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
13)
MRI pada kepala akan membantu dalam penegakan cases of intraocular (CNS) lymphoma.
14)
Pada
pasien
dengan
indikasi sarkoidosis dan
pada
pemeriksaan radiografi
thorak negatif, pemeriksaan CT thorak untuk mengetahui hilar adenopathy.
Tabel 3. Pemeriksaan penunjang mengarah ke penyebab uveitis anterior 4 b. Uveitis Posterior Pemeriksaan Funduskopi dapat mengungkapkan tanda-tanda berikut: 1) Kekeruhan vitreous karena choroiditis biasanya hadir di bagian tengah atau belakang. Ini mungkin menjadi kekeruhan yang halus, kasar, berserabut atau bola salju. Fokus peradangan akut tampak kekuningan dan tidak tegas; sedangkan lesi yang lebih tua tampak kekuningan-coklat dengan batas tegas.
Gambar 2.8 Funduskopi koroiditis. 2) Fitur patch koroiditis.
Dalam tahap aktif terlihat sebagai kuning pucat atau area putih yang kotor dengan tepi yang tidak jelas. Retina di atasnya sering berawan dan edema. Pada tahap atrofi atau tahap sembuh, ketika peradangan reda, daerah yang terkena
menjadi lebih
tajam dari sisa area normal. Daerah yang terlibat menunjukkan sklera putih di bawah koroid yang atrofi dan hitam di pinggiran lesi.
Gambar 2.9 Lesi yang mulai sembuh pada korioretinitis luas (kiri) dan sentral (kanan)
Dalam evaluasi pasien dengan jenis tertentu dari uveitis, pemeriksaan tambahan berikut ini juga dapat sangat membantu, beberapa diantaranya adalah : 5 - Slit-Lamp, digunakan untuk menilai segmen anterior karena dapat memperlihatkan injeksi siliar dan episklera, skleritis, edema kornea, keratic precipitat, bentuk dan jumlah sel di bilik mata, hipopion dan kekeruhan lensa. Pemeriksaan oftalmoskopi indirek ditujukan untuk menilai kelainan di segmen posterior seperti vitritis, retinitis, perdarahan retina, koroiditis, dan kelainan papil nervus optikus. - Optical coherence tomography (OCT). merupakan pemeriksaan non invasive yang dapat memperlihatkan edema macula, membrane epiretina, dan sindrom traksi vitreomakula. - Fluorescein angiography (FA), dapat memberikan informasi penting yang tidak mungkin diperoleh dari biomikroskopik atau pemeriksaan fundus dan berguna baik untuk diagnosis maupun pemantauan respon terapi. FFA memberikan informasi mengenai sirkulasi pembuluh darah retina dan koroid, detail epi tel pigmen retina dan sirkulasi retina serta menilai integritas pembuluh darah saat flouresen bersirkulasi di koroid dan retina. Flouresen diekskresi dalam 24 jam dan pada jangka waktu tersebut dapat menyebabkan urin pasien berwarna oranye. Vaskulitis retina; neovaskularisasi retina atau koroidal sekunder; bidang saraf optik, peradangan retina dan choroidal, semua bisa dideteksi dengan angiografi.
- Ultrasonografi B Scan, dapat
berguna
dalam
menunjukkan
kekeruhan
vitreus, penebalan koroid, ablasi retina, dan pembentukan membran siklitik, terutama jika media yang keruh menghalangi pandangan dari segmen posterior. - Parasentesis bilik mata depan, dengan melakukan parasentesis, cairan aquos humor dapat dianalisis untuk diagnostik. - Biopsi vitreous pada pasien tertentu, dengan hati-hati direncanakan sitologi, sitoflorografik, dan pemeriksaan mikrobiologis cairan vitreous, dapat menjadi sarana yang efektif mengkonfirmasi diagnosis klinis.
DIAGNOSIS DIFFERENSIAL 3 1. Konjungtivitis: penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada sekret mata dan umumnya tidak ada sakit, fotofobia, atau injeksi siliaris. 2. Keratitis atau keratokunjungtivitis: penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zooster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya. 3. Glaukoma akut: pupil melebar, tidak ada sinekia posterior, dan korneanya beruap. 4. Setelah serangan berulang kali, uveitis non-granulomatosa dapat menunjukkan ciri uveitis granulomatosa 5. Retinoblastoma 6. Limfoma malignan 7. Pseudoeksfoliasi lensa 8. Retinal detachment
Penting untuk menentukan apakah lesi yang terjadi akibat inflamasi, tumor, proses vaskuler, atau proses degenerasi. Meksipun flare dan sel di COA merupakan tanda utama uveitis, tapi bukan merupakan suatu tanda diagnostik pasti uveitis karena proses nekrotik atau metastasis neoplasma juga dapat menyebabkan proses inflamasi. Debris seluler vitreus juga dapat terjadi akibat proses degeneratif seperti retinitis pigmentosa atau retinal detachment. 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Fakultas Kedokteran Universitas 2. 3.
4. 5. 6.
7.
Indonesia. 2014. Rao AN. Uveitis in developing countries. Indian Journal of Ophthalmology 2013;61(6):253-254. Vaughan, Asbury. Oftalmologi umum. Traktus Uvealis & Sklera. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2015. hal.150-168. Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and management of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19. American Optometric Association, 2004, Anterior Uveitis, dalam Optometric Clinical Practice Guideline, American Optometric Association, St. Louis. Foster CS. Pars Planitis 2007. http://www.uveitis.org/images/Eye.kids.NE3.jpg.files [diakses tanggal 22 Maret 2019] Schlaegel TF, Pavan-Langston D. Uveal Tract: Iris, Ciliary Body, and Choroid In: Pavan-Langston D, editors. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd Edition, Boston: Little, Brown and Company, 1980. 143-144.