Morbili Edy.docx

  • Uploaded by: dwi
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Morbili Edy.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,756
  • Pages: 34
MORBILI Eddy Rosman, Jumhari Baco

I. Pendahuluan Penyakit campak atau di kenal dengan nama lain morbilli,rubeola, campak merah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang sangat menular dan pada umumnya menyerang anak-anak, ditandai dengan panas, batuk, pilek, konjungtivitis, dan adanya spesifik eritema (koplik spot), diikuti dengan erupsi makupapuler yang menyeluruh di seluruh tubuh.1,2 Campak merupakan penyakit menular masa kanak-kanak yang paling umum. Statistik menunjukan bahwa lebih dari 70% kematian anak-anak usia dibawah 5 tahun disebabkan diare, pneumonia, campak, malaria, dan malnutrisi. UNICEF memperkirakan lebih dari kematian 1 juta pertahun disebabkan oleh campak dan komplikasinya pada anak di negara berkembang di seluruh dunia.2,3 Penyakit morbili merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, yaitu dengan dilaporkannya kejadian wabah penyakit morbili dibeberapa daerah dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi. Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga, campak menempati urutan ke 5 dari 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7 %) dan urutan ke 5 dari 10 macam penyakit pada anak umur 1-4 tahun (0,77%). Di dunia secara global 10 % dari semua penyebab kematian balita disebabkan oleh campak (kira-kira 800.000 kematian setiap tahun).4

II. Definisi Campak adalah penyakit akut yang sangat menular disebabakan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus. (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan lengan dan kaki ruam timbul dengan didahului suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.1,2,3,4,5,6,7 III. Epidemologi Dari data WHO pada tahun 2010 menyebutkan bahwa 1% penyebab kematian pada anak dibawah usia 5 tahun adalah campak. Indonesia termasuk negara berkembang yang insiden campaknya cukup tinggi. Dari profil kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2010 dilaporkan incidence rate campak di Indonesia sebesar 0,73 per 10.000 penduduk.2 Biasanya penyakit ini timbul pada masa kanak-kanak dan timbul kekebalan seumur hidup. Penyakit ini biasaya menyerang anak golongan 5-9 tahun, tetapi di negara yang belum berkembang insiden tertingginya pada umur dibawah 2 tahun.4 Bayi

yang

dilahirkan

oleh

ibu

yang

penderita

morbili

akan

mendapatkekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan

setelah umur tersebut kekebalan mulai berkurang sehingga bayi dapat menderita morbili.4,8,9 Bila ibu tidak/belum menderita morbili maka bayi yang dilahirkan tidak memiliki kekebalan terhadap morbili. Sedangkan ibu yag menderita morbili pada usia kehamilan 1-2 bulan, 50 % dapat menyebabkan abortus. Bila ibu menderita morbili pada trimester pertama, kedua dan ketiga kehamilan maka mungkin anak akan mendapatkan kelainan bawaan, BBLR, lahir mati, atau meninggal sebelum usia 1 tahun.1,8,9 Di indonesia berdasarkan survei Kesehatan Rumah Tangga, campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 penyakit utama pada bayi (0,7 %) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77 %). 5 Sejak tahun 1970 penyakit campak mendapat perhatian khusus setelah terjadi wabah campak yang cukup serius di pulau lombok (330 kasus kematian dari 12.107 kasus) dan di pulau bangka ( 65 kematian dari 407 kasus) pada tahun yang sama. Sampai sekarang permasalahan campak masih menjadi sumber perhatian dan keprihatinan.5 IV. Etiologi Campak disebabkan oleh vius RNA dari famili paramixoviridae, genus morbili virus. Selama masa prodromal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar, 15 minggu dalam

pengawet beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35 C, dan beberapa hari pada suhu 0 C. Virus tidak aktif pada suhu rendah.5,8,9,10 Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.5,8,9 V. Pathogenesis Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Virus masuk kedalam limfatik local, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Disini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limfa. Pada hari ke 5-6 setelah infeksi awal terbentuklah focus infeksi yaitu ketika virus masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih dan usus.5 Pada hari ke 9-10, focus infeksi yang berada di saluran napas dan konjungtiva akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk, pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada system saluran

nafas diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulserasi kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, yang dapat menjadi tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.5 Selanjutnya daya tahan tubuh menurun sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke 14 sesudahawal infeksi pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel T. 5 Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lain-lain. Morbili juga dapat menyebabkan penumonia dan penyebab gizi kurang.5 VI. Gejala klinis Masa inkubasi sekitar 10-12 hari dengan masa penularan 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari timbulnya erupsi. Cara penularan melalui droplet.11,12 Gejala penyakit campak dikategorikan dalam tiga stadium.8,12 a) Masa prodromal (2-4 hari). Demam tinggi terus menerus (≥38,50C) yang disertai batuk, pilek, faring hiperemis

dan

nyeri

menelan.

Stomatitis,

serta

mata

merah

(konjungtivitis) dan fotofobia. Tanda patognomik ialah eritema mukosa pipi didepan molar tiga yang disebut sebagai bercak koplik. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukalis berhadap bila ada bercak koplik dan

penderita pernah kontaan denan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza bahkan sering di diagnosis influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir. b) Stadium erupsi. Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eritema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat juga bercak koplik. Terjadi eritema yang berbentuk makula-papula disertai kenaikan suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang disertai gatal dan muka bengkak. Ruam mencapai anggota badan bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang berdasarkan urutan kejadiannya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbii biasa adalah “ black measles”, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus. c) Stadium penyembuhan (Konvalensi)

Erupsi berkurang meninggglakan bekas yang berwarna lebih hitam (hiperpigmentasi) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak indonesia sering ditemukan pada kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejalapatognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksamtema ruam kulit menghilang tampa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali ada komplikasi. VII.

Diagnosis12 1. Anamnesis a. Adanya demam tinggi terus menerus 38,50C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan mata merah dan silai bila terkena cahaya (fotofobia) seringkali diikuti diare b. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit. Didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula pada saat ini dapat mengalami kejang c. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.

2. Pemeriksaan fisis a. Demam yang diikuti batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis dan konjungtivitis. Tanda patognomik yang disebut bercak koplik b. Ruam yang bertahan selama 5-6 hari, dimulai dari batas rambut belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ke ekstremitas. c. Ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu 3. Pemeriksaan penunjang a. Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri b. Pemeriksaan untuk komplikasi 

Ensefalopati dilakukan pemeriksaan cairan cerebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisa gas darah



Bronkopneumonia dilakukan foto dada dan analisa gas darah.

VIII. Diagnosis Banding Diagnosis banding dari penyakit campak adalah sebagai berikut 1. Rubella (German measles)13 Nama rubella berasal dari bahasa Latin, yang berarti "merah kecil."Rubella pada awalnya dianggap sebagai varian campakatau demam berdarah dan disebut "penyakit ketiga". Sampai pada tahun

1814 yang pertama kali digambarkan sebagai penyakit yang terpisahdalam

literatur

medis

Jerman,

yang

dikenal

dengannamaumum "campak Jerman".Virus rubella diklasifikasikan sebagai togavirus, genus Rubivirus.Hal ini paling erat kaitannya dengan kelompok A arbovirus, sepertitimur dan barat equine ensefalitis virus. Virus Ini adalah sebuah virus RNA yang mempunyai pembungkus, dengan satu jenis antigenik yang tidak bereaksi silang dengan anggota kelompok togavirus lainnya.Virus rubela relatif tidak stabil dan tidak aktif oleh lipidpelarut, tripsin, formalin, sinar ultraviolet, pH rendah, panas,dan amantadine. Fitur Klinis Rubella yaitu Masa inkubasi 14 hari(kisaran 12 sampai 23 hari), Prodrome jarang terjadi pada anak-anak, Prodrome demam ringan pada orang dewasa, Ruam makulopapular 14 sampai 17hari setelah terpapar, Limfadenopati terjadisebelum ruam dan berlangsungbeberapa minggu. Komplikasi Rubela yaitu, Arthralgia atau arthritis (dewasa perempuan) - sampai 70%, Arthralgia atau arthritis (anak-anak) – jarang, Ensefalitis - 1/6000 kasus, Manifestasi hemoragik (misalnya trombositopenik purpura) 1/3000, Orkitis, neuritis, dan,progresif panencephalitis – jarang Penyakit ini mirip dengan morbili, namun gejala yang ditimbulkan lebih ringan dan tidak disertai batuk.Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Pada penyakit ini

tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior,dan belakang telinga. 2. Eksantema subitum14

Human herpesvirus type 6 (HHV-6) merupakan penyebab terbanyak roseola infantum atau exanthema subitum(45-86%), yang merupakan penyakit pada bayi dengan ruam dan disertai dengan infeksi saluran nafas akut dan kelainan serebral. Gejala ini harus dibedakan dengan penyakit lain pada penderita normal dan harus dicari padanannya pada penderita dengan defisiensi imun. Virus ini umumnya hanya menimbulkan gejala klinik yang ringan, namun bisa bersifat laten dan sering dikaitkan dengangejala klinik kelainan otak termasuik multiple sclerosis. Infeksi Primer HHV-6 didapat dari kasus kontak dan sumber infeksi primer HHV-6 hampir selalu tak diketahui dengan inkubasi sekitar 10 hari. Manifestasi klinis sangat bervariasi; mayoritas berupa roseola dan demam tinggi akut (39 - 400 C), berlangsung 3 - 6 hari. Demam seiring dgn viremia; disertai gejala lethargy, anoreksia atau bebetpa tak terganggu oleh demam tinggi tsb. Biasanya diagnosis awal pend inf primer HHV-6 adalah demam tanpa sebab yang jelas disertai (kadang) otitis media. Human herpesvirus type 7 (HHV-7) mirip dengan HHV 6 dan gejala klinik yang ditimbukan pun mirip, dengan prevalensi lebih rendah (10-31%)

Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum (eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum tampak ketika demam menghilang. 3. Demam Skarlatina15

Demam Scarlet adalah penyakit ruam yang disebabkan oleh bakteri yang disebut Group A Streptococcus (GAS). Penyakit ini paling sering terjadi dengan faringitis GAS ("radang tenggorokan"). Demam Scarlet bisa terjadi pada usia berapapun, tapi paling sering terjadi pada anak usia sekolah. Gejala biasanya mulai 1 sampai 5 hari setelah terpapar dan meliputi: a. Ruam seperti amplas, paling sering di leher, dada, siku, dan pada permukaan bagian dalam paha. b. Demam tinggi c. Sakit tenggorokan d. lidah merah e. Kelenjar leher yang bengkak dan bengkak f. Terkadang mual dan muntah Demam Scarlet biasanya menyebar dari orang ke orang melalui kontak langsung, Bakteri strep ditemukan di hidung dan / atau tenggorokan orang dengan radang tenggorokan, dan bisa menyebarke orang berikutnya melalui udara dengan bersin atau batuk. Orang dengan demam berdarah dapat menyebarkan penyakit ini ke orang lain sampai 24 jam setelah perawatan.

Pengobatan demam berdarah sangat penting, Orang dengan demam berdarah dapat diobati dengan antibiotik. Pengobatan penting untuk mencegah seriuskomplikasi seperti demam rematik dan penyakit ginjal. Anak yang terinfeksi harus dikecualikan dari anak. perawatan atau sekolah sampai 24 jam setelah mulai perawatan. Demam Scarlet dan radang tenggorokan bisa dicegah a. Tutup mulut saat batuk atau bersin. b. Cuci tangan setelah menyeka atau meniup hidung, batuk, dan bersin. c.

Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan.

d. Temui dokter Anda jika Anda atau anak Anda memiliki gejala demam berdarah Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosadengangejala nyeri tenggorokan dan demamtanpa konjungtivitis ataupun coryza. 4. Parvovirus (fifth desease)16 Infeksi Parvovirus B19 sering terjadidi seluruh dunia, dan kebanyakan orang yang kontak dengan virus, terinfeksi. Paling banyak menyerang usia15 tahun. Infeksi paling banyak terjadi di akhir musim dingin atau awal musim semi. Virus ditularkan melalui paparan droplet yang terinfeksi atau produk darahdan secara vertikal dari ibu ke janin. Droplet pernapasan merupakan transmini umum

yang paling banyak ditemukan. Tingkat Transmisinyamencapai sekitar 50% untuk itu, tinggal dengan orang yang terinfeksi sekitar 20-30%. Transmisi nosokomial juga peluang untuk menularkan dan telah didokumentasikan. Masa inkubasiInfeksi berkisar antara empat sampai 14 hari tapibisa bertahan selama 21 hari. Parvovirus adalah virus DNA dimana. virus ini tahan terhadap inaktivasi fisik dengan panas atau deterjen.Tempat target virus ini untuk berkembang dengan cepat yaitu pada sel progenitor erythroid, yang ditemukandi sumsum tulang manusia, hati janin, manusia, tali pusar, dan darah perifer. Untuk menjadi infektif, parvovirus menempel pada reseptor antigen P. Orang dengan infeksi parvovirusB19 tidak lagi menular saatruam muncul karena viremia telah sembuh pada titik ini. Sebagian besar gejala terjadi sekunderuntuk pembentukan kompleks imun. Kebanyakan orang dengan infeksi parvovirus B19 bersifat asimtomatik atau menunjukkan ringan, nonspesifik, Gejala mirip dengan yang tak pernah dihubungkan ke virus. Namun, kondisi klinisterkait

dengan

infeksi

meliputi

eritemainfektiosum;

arthropathy; aplastik sementarakrisis; aplasia sel darah merah; papular, purpura erupsi di tangan dan kaki ("sarung tangandan kaus kaki "sindrom); dan hidrops fetalis.

Kondisi dipostulasikan untuk memiliki kaitan dengan parvovirus yaitu ensefalopati,epilepsi, meningitis, miokarditis, kardiomiopati dilatasi,dan hepatitis autoimun 5. Kawasaki desease17 Kawasaki disease (KD) atau mucocutaneuous lymph node syndrome adalah salah satu vaskulitis akut pada anak yang paling banyak ditemui. KD pertama kali dideskripsikan oleh Tomisaku Kawasaki di Jepang pada tahun 1967 dan sampai saat ini masih ditemukan dalam bentuk endemik dan epidemik di Amerika, Eropa, dan Asia.1 Penyakit ini 80% terjadi pada anak di bawah 5 tahun. Sebagian besar anak dapat sembuh, namun 15–25% penderita KD akan mengalami abnormalitas arteri koroner (AAK) yang dapat meningkatkan risiko infark miokard, gagal jantung, dan kematian mendadak.2 Di Amerika Serikat, KD telah melampaui demam reumatik akut sebagai penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak. Diagnosis dan terapi yang akurat dapat menurunkan risiko AAK sebesar 20%. Etiologi pasti KD belum diketahui secara pasti. Penelitian menunjukkan bahwa infeksi adalah faktor yang paling mungkin menyebabkan atau memicu terjadinya KD. Namun, agen penyebab infeksi

yang

berperan

belum

ditemukan

melalui

berbagai

pemeriksaan serologi dan kultur bakteri atau virus konvensional.1 Anak 1–2 tahun merupakan kelompok usia yang paling rentan,

karena pada periode ini imunitas tubuh belum sempurna. Bayi <1 tahun masih memiliki antibodi dari ibunya dan anak >2 tahun telah mengalami perkembangan sistem imun. Hipotesis lain menyatakan bahwa KD mungkin disebabkan oleh respons imunologis yang dipicu oleh beberapa agen mikrobial yang berbeda. Hal ini didukung oleh temuan berbagai mikroorganisme pada berbagai kasus KD dan kegagalan mendeteksi mikroba atau agen lingkungan tunggal selama 3 dekade penelitian. Respons imunologis jelas terlibat dalam patogenesis KD, yaitu aktivasi kaskade sitokin dan aktivasi sel endotel. KD adalah vaskulitis sistemik yang melibatkan hampir semua pembuluh darah sedang dan besar, arteri koroner merupakan arteri yang selalu terlibat dan berpotensi menimbulkan abnormalitas yang membahayakan. Gambaran klinis utama merupakan gejala. dan tanda yang paling umum pada KD dan merupakan dasar diagnosis KD. Contoh gambaran klinis utama yaitu: a. Demam. Demam pada KD tipikal tinggi dan remiten, dengan suhu puncak 39oC sampai >40oC. Tanpa terapi, demam akan bertahan selama rata-rata 11 hari, namun dapat berlanjut sampai 3-4 minggu. Dengan terapi, demam umumnya menurun setelah 2 hari b. Perubahan pada Ekstremitas. Perubahan pada ekstremitas cukup khas. Gambaran yang ditemui pada fase akut (dalam 1-2 hari) adalah eritema atau edema pada telapak tangan atau kaki.

Dalam 2-3 minggu setelah awitan demam, terjadi deskuamasi periungual pada kuku jari kaki atau tangan. Setelah 1-2 bulan, pada beberapa penderita dapat timbul Beau’s line (garis horizontal putih yang dalam pada kuku). c. Eksantema Polimorfik. Ruam eritema umumnya timbul dalam 5 hari setelah demam. Bentuk ruam bervariasi dan tidak spesifik. Bentuk yang paling sering adalah erupsi makulopapular difus. Ruam timbul secara ekstensif meliputi trunkus, ekstremitas, dan regio perineum. d. Injeksi Konjungtiva Bilateral. Injeksi konjungtiva timbul beberapa saat setelah awitan demam. Injeksi meliputi konjungtiva bulbar dan tidak ditemui pada limbus. Injeksi ini tidak nyeri dan tidak disertai eksudat, edema konjungtiva, atau ulkus kornea. e. Perubahan pada Bibir dan Kavum Oral. Perubahan meliputi: (1) eritema, fisura, deskuamasi, dan perdarahan pada bibir, (2) strawberry tongue, di mana lidah berwarna merah terang dan papilla fungiformis menonjol, dan (3) eritema difus pada mukosa orofaringeal. Perubahan ini tidak meliputi ulkus oral atau eksudat faring. f. Limfadenopati Servikal. Limfadenopati servikal merupakan gambaran klinis yang paling jarang ditemui. Limfadenopati umumnya unilateral, pada trigonum anterior, padat, tidak

berfluktuasi, tidak disertai eritema, ≥1 nodus, dan diameter >1,5 cm. Terapi KD dengan aspirin dan IVIG dalam 10 hari setelah awitan demam dapat menurunkan risiko AAK dari 20% menjadi <5%. Namun, 10–20% pasien KD yang diobati akan mengalami demam dan gejala lain yang menetap (non-responder), dan berisiko mengalami AAK Dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam, tetapi tidak disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan pembengkakan sendi yang tidak ada pada campak. 6. Alergi Obat18 Alergi obat merupakan reaksi yang sering didefinisikan sebagai reaksi yang ditimbulkan oleh mekanisme imunologis. Merupakan hasil produksiantibodi dan / atau sel T sitotoksik akibat obat,metabolitnya, ataupun protein pembawa baik yangsoluble maupun yang berikatan dengan sel. Merupakanrespon dari paparan obat yang sebelumnya ataupemberian berkesinambungan. Tes diagnosis untuk reaksi hipersensitivitas yangbaik termasuk anamnesa yang detil dan pemeriksaanfisik sangat penting untuk mengklasifikasikan reaksi,menentukan terapi, mengidentifikasi obat yangmenimbulkan reaksi tersebut dan untuk mengetahuiinsiden alergi terhadap obat tersebut

Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan biasanya tidak disertai gejala prodromal.Tidak adanya batuk atau adanya riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali penyakit serum atau ruam karena obat 7. Infeksi enterovirus19 Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) adalah suatu penyakit infeksi sistemik akut, disebabkan oleh enterovirus, ditandai adanya lesi berbentuk ulkus pada mulut dan eksantema berbentuk vesikel pada ekstremitas bagian distal disertai dengan gejala konstitusi yang ringan dan biasanya bersifat swasirna.Anak-anak kurang dari 10 tahun paling banyak terkena penyakit ini dan wabah dapat terjadi di antara anggota keluarga dan kontak erat.Sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah dan kondisi tempat tinggal yang padat sangat mendukung dalam penyebaran infeksi. Enterovirus merupakan virus kecil nonenveloped berbentuk icosahedral yang mempunyai diameter sekitar 30 nm dan terdiri atas molekul linear RNA rantai tunggal.Virus ini ditemukan di sekresi saluran pernafasan seperti saliva, sputum atau sekresi nasal, cairan vesikel dan feses dari individu yang terinfeksi. Manusia adalah satu-satunya inang alami yang diketahui untuk enterovirus. Enterovirus dapat menginfeksi manusia melalui sel gastrointestinal dan traktus respiratorius.Penularan terjadi melalui

fecal-oral pada sebagian besar kasus. Selain itu dapat melalui kontak dengan lesi kulit, inhalasi saluran pernafasan atau oral-to-oral route Lesi kulit dimulai sebagai makula eritematus berukuran 2–8 mm yang menjadi vesikel berbentuk oval, elips atau segitiga berisi cairan jernih

dengan

dikelilingi

halo

eritematus.Literatur

lain

menggambarkan lesi vesikel ini berdinding tipis dan berwarna putih keabu-abuan. Aksis panjang lesi sejajar dengan garis kulit pada jari tangan dan jari kaki. Lesi pada kulit dapat bersifat asimtomatik atau nyeri.Jumlahnya bervariasi dari beberapa saja hingga banyak. Setelah menjadi krusta, lesi sembuh dalam waktu 7 hingga 10 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.Referensi lain menyatakan bahwa vesikel ini dapat sembuh melalui resorpsi cairan dan tidak mengalami krustasi. Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai dengan derajat demam dan berat penyakitnya.. 8. Penyakit riketsia20 . Penyakit rickettsial Tickborne (TBRD) secara klinis serupanamun secara epidemiologis dan etiologis berbeda penyakit.Di Amerika Serikat, penyakit ini meliputi 1) Rocky Mountaindemam berdarah (RMSF), 2) monositotropika (ataumonocytic) ehrlichiosis (HME), 3) granulocytotropic (atau granulocytic) anaplasmosis (HGA, sebelumnya dikenal sebagaiehrlichiosis granulocytotropic manusia atau HGE) (1), 4)Infeksi Ehrlichia ewingii, dan 5) TBRD yang

muncul lainnya.sebuah pendekatan yang mengintegrasikan keahlian dari berbagai disiplin ilmu dan memfasilitasi pemahaman tentang zoonosis kompleks ini.Penyakit rickettsial bawaan pada manusia sering samaGambaran klinis secara epidemiologis dan etiologis berbeda. Di Amerika Serikat, penyakit ini meliputi 1) Rocky Mountaindemam berdarah (RMSF) yang disebabkan oleh Rickettsia rickettsii; 2) lainnyarickettsiosis kelompok demam yang terlihat, disebabkan oleh Rickettsiaparkeri dan spesies Rickettsia 364D; 3) Ehrlichia chaffeensisehrlichiosis, juga disebut ehrlichiosis monositik manusia; 4) lainnya ehrlichioses, disebabkan oleh Ehrlichia ewingii dan Ehrlichia murislike(EML); dan 5) anaplasmosis, yang disebabkan oleh Anaplasmaphagocytophilum (2), juga disebut human granulocytic anaplasmosis. Patogen

Rickettsial

ditularkan

oleh

arthropoda

selain

kutu,termasuk kutu (Rickettsia typhi), kutu (Rickettsia prowazekii), dantungau (Rickettsia akari) tidak termasuk dalam laporan ini. Penyakit rickettsial Tickborne terus menyebabkan penyakit parah dan kematian pada orang dewasa dan anak sehat, meskipunketersediaan terapi antibakteri berbiaya rendah dan efektif. Pengakuan di awal jalur klinis sangat penting karena inilah periodenya. Bila terapi antibakteri paling efektif. Tanda dan gejala awal penyakit ini tidak spesifik atau

meniru penyakit lain,yang bisa membuat diagnosa menantang. Penyakit rickettsial terdahulu yang tidak terdeskripsikan terus dikenali, dan sejak saat itu pada tahun 2004, tiga agen tambahan telah digambarkan sebagai penyebab penyakit manusia di Amerika Serikat: Rickettsia parkeri, Ehrlichiaseperti muris, dan spesies Rickettsia 364D. Laporan ini memperbarui rekomendasi CDC 2006 tentang diagnosis danpengelolaan penyakit rickettsial tickborne di Amerika Serikat

dan

mencakup

informasi

tentang

aspek

praktis

epidemiologi,penilaian klinis, perawatan, diagnosis laboratorium, dan pencegahan penyakit rickettsial tickborne. Penyakit rickettsial bawaan biasanya tidak mempunyai tanda dan gejala spesifikdi awal perjalanan penyakit.Meski presentasi klinis penyakit ini tumpang tindih, frekuensi tanda dan tanda terkait tertentugejala (mis., ruam dan temuan kutaneous lainnya), temuan laboratoriumtipikal, dan tingkat fatalitas kasus, Keakraban dengan tanda dan gejala klinis danpatofisiologi penyakit rickettsial tickborne, termasukRMSF dan rickettsiosis SFG lainnya, ehrlichioses, dan anaplasmosis akan membantu perawatan kesehatanpenyedia dalam mengembangkan diagnosis banding, resepPengobatan antibakteri yang tepat, dan pemesanan sesuaites diagnostik konfirmassi. Tidak ada vaksin yang dilisensikan untuk pencegahan penyakit tickbornePenyakit rickettsial di Amerika Serikat. Menghindari gigitan kutudan segera mengeluarkan kutu yang menempel tetap merupakan

pencegahan

terbaik

dalam

strategi

pencegahan

gigitan

umummencakup berbagai tindakan dan perilaku dalam perlindungan pribadi(. 9. Meningokoksemia21 Disebabkan olehNeisseria meningitidis (kuman Gram negatif) . Dengan Masa inkubasiberkisar : 2-10 hari . Manifestasi klinis yang tampak pada penyakit ini biasanya: Infeksi nasofaring ringan, Bakteriemia

tanpa

meningitis,

Meningitis

Meningokoksemia

sepsis,

kronik

Meningokoksemia dengan/tanpa -

Masa

fulminan

mening

prodromal

tanpa

okoksemia, berupa

nyeri

tenggorokan, 2-8 jam kemudian diikuti dengan demam tinggi, nausea dan diare. - Ruam berupa petekie pada kulit, jarang di membran mukosa. Berwarna merah, papula/ makula terdapat pada ekstremitas dan badan. Diagnosis penyakit ini berdasarkan: Pewarnaan Gram dan kultur dari darah, lesi kulit dan cairan serebrospinal. Diagnosis banding pada penyakit ini berupa: Bakteriemia akut, endokarditis, demam rematik, purpura Henoch Schonlein, campak atipik dan rocky mountain spotted fever. Terapi yang diberikan pada penyakit ini: - Inisial terapi dengan antibiotik ampisilin dan kloramfenikol atau sefalosporin generasi ketiga. Setelah hasil kultur positif maka diberikan penisilin G 250.000 – 300.000 U/kg/hari dibagi dalam 6 kali pemberian selama 7-10 hari.

Jika alergi terhadap penisilin, diberikan kloram fenikol 100 mg/kg/hari (maksimal 4 gram/hari). Suportif, mencegah komplikasi. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Disertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai batuk dan konjungtivits IX. Penatalaksanaan Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik antitusif, ekspektoran dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit pasien perlu rawat inap. Dirumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi system pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebututan cairan dan diet yang memadai. vit min A 100.000 IU peroral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.5

Dari data yang ada menunjukan proporsi kasus campak dengan status diberi vitamin A lebih banyak dari pada yang tidak diberi vitamin A. Hal ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa pemberian vitamin A dapat meningkatkan respon antibody yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang. Hal ini mungkin terjadi karena status vitamin A pada anak tidak cukup mampu untuk melawan infeksi virus. Pertahanan tubuh terhadap infeksi virus memerlukan pertahanan yang bersifat spesifik, sedangkan pemberian vitamin A merupakan pertahan tubuh yang bersifat non spesifik.2 Pengobatan campak pada dasarnya merupakan perawatan suportif dengan pemeliharaan hidrasi yang baik dan penggantian cairan yang hilang. Rehidrasi intravena (IV) diperlukan jika dehidrasi berat. Suplemen vitamin A, terutama pada anak-anak dan pasien dengan tandatanda klinis kekurangan vitamin A, harus dipertimbangkan. Profilaksis pascapajanan harus dipertimbangkan pada kontak yang tidak divaksinasi.22 a.

Perawatan Suportif Perawatan suportif biasanya semua yang diperlukan untuk pasien dengan campak. Rawat inap dapat diindikasikan untuk pengobatan komplikasi campak (misalnya, infeksi bakteri, pneumonia, dehidrasi). Infeksi sekunder (misalnya, Otitis media atau pneumonia bakteri) harus diobati dengan antibiotik. Kadang-kadang, rehidrasi IV diperlukan pada pasien yang sangat febris yang dapat mengakibatkan dehidrasi.

Penatalaksanaan demam dengan antipiretik merupakan standar yang tepat (Parasetamol 10-15mg/KgBB/x diberikan 3-4x sehari). b.

Suplementasi Vitamin A Suplemen vitamin A telah dikaitkan dengan pengurangan sekitar 50% dalam morbiditas dan mortalitas dan muncul untuk membantu mencegah kerusakan mata dan kebutaan. Karena kekurangan vitamin A dikaitkan dengan penyakit berat dari campak, Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan semua anak yang didiagnosis dengan campak harus menerima suplemen vitamin A berdasarkan usia, sebagai berikut: - Bayi lebih muda dari 6 bulan - 50.000 IU / hari PO untuk 2 dosis - Usia 6-11 bulan - 100.000 IU / hari PO untuk 2 dosis - Lebih dari 1 tahun - 200.000 IU / hari PO untuk 2 dosis

c.

Pencegahan pasca pajanan Profilaksis pascapajanan harus dipertimbangkan pada kontak yang tidak divaksinasi. Pencegahan atau modifikasi campak pada individu rentan yang rentan melibatkan pemberian vaksin virus campak atau imunoglobulin manusia (Ig). Vaksin virus campak Di Amerika Serikat, vaksin virus campak secara rutin diberikan bersama dengan vaksin gondong dan rubella sebagai vaksin campak-gondok-rubella (MMR). Vaksin bersifat preventif jika diberikan dalam waktu 3 hari setelah terpapar. Kontraindikasi untuk vaksin termasuk imunodefisiensi; kanker umum (misalnya, leukemia, limfoma); tuberkulosis aktif dan tidak diobati; dan terapi dengan imunosupresan. Infeksi HIV hanya merupakan

kontraindikasi di hadapan imunosupresi berat (yaitu, jumlah CD4 lebih rendah dari 15%). Vaksin harus ditunda sampai setelah melahirkan pada pasien hamil dan setidaknya 5 bulan pada siapa saja yang telah menerima antibodi (yaitu, plasma, seluruh darah, setiap globulin imun). - Imunoglobulin manusia, Ig manusia mencegah atau memodifikasi penyakit pada kontak yang rentan jika diberikan dalam 6 hari paparan. Ig manusia diberikan kepada individu berikut: Mereka yang immunocompromised. Bayi berusia 6 bulan hingga 1 tahun (morbiditas tinggi pada anak-anak lebih muda dari 1 tahun). Bayi lebih muda dari 6 bulan yang dilahirkan untuk ibu tanpa kekebalan campak. Wanita hamil. - Dalam kontak untuk siapa vaksin harus ditunda (misalnya, pasien hamil), Ig manusia 0,25 mL / kg (tidak melebihi 15 mL) harus diberikan intramuskular (IM) segera setelah terpapar, dan vaksin campak

harus

diberikan

6

bulan

kemudian.

Pasien

immunocompromised terkena dengan kontraindikasi untuk vaksinasi harus menerima Ig manusia 0,5 mL / kg (tidak melebihi 15 mL) IM22 Apabila terdapat penyulit maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu:5 a. Bronkopneumonia Diberikan antibiotic ampisilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari intravena dalam

4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotic diberikan sampai tiga hari demam reda. b. Enteritis Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam keadaan dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis+dehidrasi c. Otitis media Seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotic kotrimoksazol-sulfometoksazol (TMP 4mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis) d. Ensefalopati Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

X.

Komplikasi 5 1. Laringitis Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa salurannafas, bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandaidengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demammenurun, keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang 2. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia

adalah

komplikasi

campak

yang

sering

dijumpai(75,2%). yang sering disebabkan invasi bakteri sekunder, terutamaPneumokokus,

Stafilokokus,

dan

Hemophilus

influenza.

Pneumonia terjadipada sekitar 6% dari kasus campak dan merupakan penyebab kematianpaling sering pada penyakit campak 3. Kejang demam Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncakdemam saat ruam keluar 4. Ensefalitis Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi,biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbul ruam, dan sejumlah kecilpada periode pra-erupsi. Ensefalitis imptomatik timbul pada sekitar 1:1000.Diduga jika ensefalitis terjadi pada waktu awal penyakit maka invasi virusmemainkan peranan besar, sedangkan ensefalitis yang timbul kemudianmenggambarkan suatu reaksi imunologis. Gejala ensefalitis dapat berupakejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafasmeningkat, twitching, disorientasi, juga dapat ditemukan. Pemeriksaancairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan selmononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan glukosa dalam batasnormal. 5. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE) SSPE (Dawson’s disease) merupakan kelainan degeneratif susunansaraf pusat yang disebabkan oleh infeksi oleh virus campak yang

persisten,suatu penyulit lambat yang jarang terjadi. Semenjak penggunaan vaksinmeluas, kejadian SSPE menjadi sangat jarang. Kemungkinan untukmenderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah campak adalah 0,6-2,2per 100.000. Masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun. Sebagian besar antigen campak terdapat dalam badan inklusi dan selotak yang terinfeksi, tetapi tidak ada partikel virus matur. Replikasi viruscacat karena kurangnya produksi satu atau lebih produk gen virus, seringkaliadalah protein matrix. Keberadaan virus campak intraseluler laten dalam selotak pasien dengan SSPE menandakan kegagalan sistem imun untukmembersihkan infeksi virus. Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, iritabilitas danpenurunan intelektual yang progresif serta penurunan daya ingat, diikutioleh inkoordinasi motorik, dan kejang

yang

umumnya

bersifat

mioklonik.Selanjutnya

pasien

menunjukkan gangguan mental yang lebih buruk,ketidakmampuan berjalan, kegagalan berbicara dengan komprehensi yangburuk, dysphagia, dapat juga terjadi kebutaan. Pada tahap akhir daripenyakit, pasien dapat tampak diam atau koma. Aktivitas elektrik di otakpada EEG menunjukkan perubahan yang progresif selama sakit yang khasuntuk SSPE dan berhubungan dengan penurunan yang lambat dari fungsisistem saraf pusat. Laboratorium : Peningkatan globulin dalam cairanserebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum meningkat (1: 1280) 6. Otitis media

Invasi virus ke telinga tengah umumya terjadi pada campak. Gendangtelinga biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jikaterjadi invasi bakteri menjadi otitis media purulenta 7. Enteritis dan diare persisten Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah danmencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam selmukosa usus. Diare persisten bersifat protein losing enteropathy sehinggadapat memperburuk status gizi 8. Konjungtivitis Ditandai dengan mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasidan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Viruscampak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-haripertama sakit. Konjungtivitis diperburuk dengan terjadinya hipopion danpan-oftalmitis yang dapat menyebabkan kebutaan. XI.

Pencegahan Vaksin hidup campak mencegah terjadinya infeksi campak dan direkomendasikan sebagai vaksin MMR (measles, mumps dan rubella) untuk anak berusia 12-15 bulan dan 4-6 tahun. Vaksin MMRV (yang dikombinasikan dengan vaksin varisella) merupakan vaksin alternative yang dapat diberikan pada anak 12 bulan-12 tahun. Dosis kedua MMR bukan merupakan dosis penguat (booster) tetapi ditujukan untuk mengurangi angka kegagalan vaksin yang telah diberikan pertama kali, yaitu sebesar 5%. Kontraindikasi pemberian vaksin campak adalah kondisi imunokompromais

akibat imunodefisiensi congenital, infeksi HIV berat, leukemia, limfoma, terapi

kanker

(>2mg/kghari

atau Selma

pemebrian 14

hari),

terapi

imunosupresif

kehamilan,

atau

kmortikosteroid

pernah

memerima

immunoglobulin (dalam jangka waktu 3-11 bulan, tergantung dosis yang diberikan). Vaksin MMR direkomendasikan untuk pasien HIV yang tidak memiliki gejala imunosupresif berat, pasien kanker anak yang sedang dalam remisi yang tidak menerima kemoterapi dalm waktu 3 bulan, anak yang tidak sedang dalam pengobatan terapi imunosupresan kortikosteroid pada bulan sebelumnya. Penderitan penyakit kronik atau penderita imunokompromais apabila di lingkungan keluarganya terdapat anggota keluarga yang terpajan campak harus menerima profilaksis pasca pajanan dengan vaksin campak, dalam waktu 72 jam setelah terjadinya

pajanan, atau pemberian

immunoglobulin dalm kurun waktu 6 hari setelah pajanan.10 XII.

Prognosis Pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan penyakit self limiting disease. 10

DAFTAR PUSTAKA 1. Soegijanto S.2007. Campak dalam penyakit tropis dan Infeksi di Indonesia.Jilid 6. Surabaya : Ailangga University Press. hal 91-108 2. Nurani, DS., Praba G., Lintang DS. 2012. Gambaran epidemiologi kasus campak di kota cirebon tahun 2004-2011 (studi kasus data surveilens epidemiologi campak di dinas kesehatan kota Cirebon). Jurnal kesehatan masyarakat. Vol 1:2, hal 293-304 3. Katz SL.2006. Campak dalam buku ajar pediatri. vol 1. Ed 20. Jakarta:EGC hal 740-745 belum 4. Rampengan TH.2005. Morbili dalam penyakit infeksi tropik pada anak. Ed 2. Jakarta : EGC hal 79-87 5. Soedarmo SSP, Henry G, Sri rezeki SH, Hindra IS.2008. Campak dalam buku ajar infeksi dan pediatri tropis.Ed II. Jakarta: IDAI.hal 109-118 6. Subangkit. 2012. Kejadian luar biasa campak di Indonesia tahun 2007. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan RI. Pusat peneliian dan pengembangan biomedis dan farmasi departemen kesehatan RI. CDK191/Vol.39 : 3, hal 192-193 7. Pudjiadi AH., et all. 2009. Campak. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.Ed 1. Jakarta :IDAI 8. Artikel kedokteran pediatrik. Campak. http://www.medlinux.com. Diakses 14 agustus 2017. 9. Haryowidjojo dalam Yuliana. 2008. Campak. http//www.pediatrik.com. Diakses 14 agustus 2017

10. Karen JM, Robert MK, Hal BJ, et all. 2010. Infeksi yang ditandai demam. Nelson ilmu kesehtan anak esensial. Jakarta : EGC. Hal 486-487 11. Rahayu T, Alan RT. 2012. Gambaran klinis penyakit eksantema akut pada anak.sari pediatri, Vol.4 : 3. Hal 104-113 12. Suprapto N, Karyanti MR.2014. Campak dalam kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Halaman 67-68 13. Centers for Disease Control and Prevention Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Diseases. 2015. 13th Edition National Centre For Immunisation Research and Surveillance. 14. Divisi penyakit infeksi dan pediatri tropic. 2011. Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Univeristas Airlangga/ RS Dr

Sutomo Surabaya.P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries. Surabaya, 22 - 23 Oktober 15. Maryland Department of Health Infectious Disease Epidemiology and Outbreak

Response

Bureau

Prevention

and

Health

Promotion

Administration. Februari 2013 16. Jessica T. Servey, Lt Col (Sel), Usaf, Mc, Travis Air Force Base. 2007. Clinical Presentations of Parvovirus B19 Infection. American Academy of Family Physicians.Volume 75, Number 3.February 1. 17. Natharina

Yolanda.

Panduan

Diagnosis

dan

Terapi

Kawasaki

Disease.2015. Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Atma Jaya, Jakarta, Indonesia. CDK-232/ vol. 42 no. 9, th. 2015 18. Mariyono HH, Suryani K. 2008. Adverse drug reaction. Jurnal penyakit dalam, Vol 9 no.2 mei 19. Andriyani C, Heriwati D, Sawitri. 2010. Hand-Foot- and Mouth desease. Vol 22 no.2 agustus. Staf medik fungsional ilmu kulit dan kelamin FK unair Surabaya 20. Diagnosis and Management of Tickborne Rickettsial Diseases: Rocky Mountain Spotted Fever and Other Spotted Fever Group Rickettsioses,

Ehrlichioses, and Anaplasmosis. 2016. United StatesA Practical Guide for Health Care and Public Health Professionals. Center for disease control and prevention. May13 21. Rahayu T, Alan R. Tumbelaka. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut Pada Anak. 2001.Sari Pediatri, Vol. 4, No. 3, Desember : 104 – 113 22. Chen S, Steele W.E. Measles Treatment and Management. Medscape.

Related Documents


More Documents from "Yuni Ariani Yuni"

Bab2bronkiolitis.docx
May 2020 32
Soal Us.docx
May 2020 34
2.notulen.doc
April 2020 33
1 Konsep Tumbuh Kembang.docx
December 2019 48
Cover Fix.docx
December 2019 61