Molahidatidosa.docx

  • Uploaded by: Xlevi Kim
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Molahidatidosa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,640
  • Pages: 15
LAPORAN PENDAHULUAN MOLA HIDATIDOSA

A. PENGERTIAN Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999). Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh

bergandang

berupa

gelembung-gelembung

kecil

yang

mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000). Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villi-villi yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villi kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. (Prawirohardjo, 2007) Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. (Prawirohardjo, 2008).

B. ETIOLOGI Penyebab

mola

hidatidosa

tidak

diketahui,

faktor-faktor

yang

menyebabkannya antara lain: 1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi terlambat dikeluarkan.

2. Imunoselektif dari trofoblas 3. Kekurangan Vitamin A 4. Kekurangan Protein 5. Keadaan sosio ekonomi yang rendah. 6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas.

C. KLASIFIKASI Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu mola komplit dan mola parsialis. 1. Mola Komplit Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin. Pada pemeriksaan kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma membuahi sel telur dengan gen yang sudah tidak aktif, kemudian kromosom paternal berkembang menjadi kromosom 46 XX atau 46 XY yang sepenuhnya merupakan kromosom sang ayah, sehingga didapati perkembangan plasenta tanpa adanya janin. 2. Mola Parsialis Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat perkembangan abnormal dari plasenta tetapi masih didapati janin. Kehamilan mola parsialis biasanya disebabkan karena 2 sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan terjadi nya kehamilan triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai perkembangan janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis biasanya juga meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom dan kelainan kongenital seperti bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya pembuahan sel telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi. Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita kekurangan carotene dan defisiensi vitamin A. Sedangkan mola

parsialis lebih sering tejadi pada wanita dengan tingkat pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita perokok.

D. MANIFESTASI KLINIS Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat dibedakan dari kehamilan normal, kemudian perdarahan pervagina terjadi pada hampir setiap kasus. Pengeluaran pervagina mungkin berwarna coklat tua (menyerupai juice prune) atau merah terang, jumlahnya sedikitsedikit atau banyak, itu berlangsung hanya beberapa hari atau terusmenerus untuk beberapa minggu. Pada awal kehamilan beberapa wanita mempunyai uterus lebih besar dari pada perkiraan menstruasi berakhir, kira-kira 25% wanita akan mempunyai uterus lebih kecil dari perkiraan menstruasi terakhir. Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut: 1. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata dari kehamilan biasa dan amenore 2. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak. 3. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan seharusnya. 4. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

E. KOMPLIKASI Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut: 1. Anemia 2. Syok 3. Preeklampsi atau Eklampsia 4. Tirotoksikosis

5. Infeksi sekunder. 6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan. 7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.

F. PATOFISIOLOGI Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda, yang dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias : 1. Proliferasi dari trofoblas. 2. Degenerasi hidropik dari stroma villi. 3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih

( 25-60%). Kista lutein akan berangsur - angsur

mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu : 1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah pengenceran (titrasi):

a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa. b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau hamil kembar. Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau imunologik cairan serebrospinal dapat menjadi positif. 2. Pemeriksaan dalam Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek, tidak ada bagianbagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik. 3. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati - hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison). 4. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan). 5. Arteriogram khusus pelvis 6. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat janin.

H. PENATALAKSANAAN 1. Terapi a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah; barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan kuretase. b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil: 1) Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12 jam.

2) Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati. Pakailah cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian - bagian lainnya pada kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih. 3) Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero - vaginal selama 24 jam. c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2 porsi: 1) Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum. 2) Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase. d. Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan umum penderita. e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk membersihkan sisa-sisa jaringan,

dan kirim lagi

hasilnya

untuk pemeriksaan laboratorium. f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,

ada

beberapa

institut

yang

melakukan

histerotomia untuk mengeluarkan isi rahim ( mola). g. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola) : usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih. 2. Periksa ulang ( follow-up ) Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun: a. Setiap minggu pada trimester pertama b. Setiap 2 minggu pada trimester kedua. c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d. Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan. Setiap perikas ulang penting diperhatikan : a. Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll b. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo : tentang keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil atau tidak dll. c. Reaksi biologis atau imonologis air seni : 

Satu kali seminggu sampai hasil negatif



Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya



Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya



Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya

Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, : 62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1 tahun setelah mola keluar. 3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit yang berat.

ASUHAN KEPERAWATAN MOLA HIDATIDOSA

A. PENGKAJIAN Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah : 1. Biodata, mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi: nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat 2. Keluhan utama, Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang. 3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas : a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. b. Riwayat kesehatan masa lalu 4. Riwayat pembedahan, Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. 5. Riwayat penyakit yang pernah dialami, Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya, DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakitpenyakit lainnya. 6. Riwayat kesehatan keluarga, Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga. 7. Riwayat kesehatan reproduksi, Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya

8. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas, Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. 9. Riwayat seksual, Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya. 10. Riwayat pemakaian obat, Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya. 11. Pola aktivitas sehari-hari, Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

PEMERIKSAAN FISIK 1. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya

terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung. Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya. 2. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan

jari. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor. Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal 3. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada

permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya. Menggunakan jari : ketuk lutut, dada, dan dengarkan bunyi yang menunjukkan

ada

tidaknya

cairan,

massa

atau

konsolidasi.

Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya

refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak. 4. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bantuan

stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pembesaran uterus. 2. Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan perdarahan. 3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan output yang berlebihan. 4. Ansietas berhubungan dengan pseudokiasis. 5. Resiko infeksi berhubungan dengan histrektomi.

C. INTERVENSI (RENCANA TINDAKAN) 1. DX 1 Diagnose

: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan

pembesaran uterus. Tujuan

: Mengurangi rasa nyeri dan memberi rasa nyaman.

Intervensi : a. Kaji skala nyeri b. Medikasi para nastetik (jika pasien mau menjalani pembedahan) c. Preparat analgetik (periode pasca operatif) d. Atur posisi e. Ciptakan lingkungan yang aman f. Anjurkan dan ajarkan teknik relaksasi dan distraksi 2. DX 2 Diagnose perdarahan.

:

Resiko

terjadi

komplikasi

berhubungan

dengan

Tujuan

: Mengurangi terjadinya perdarahan yang berlanjut dan

terjadinya komplikasi. Intervensi : a. Bersihkan dengan hati-hati jaringan dan bekuan darah b. Perbaiki keadaan umum pasien c. Observasi tanda-tanda syok d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan infuse, tranfuse, kuretase

3. DX 3 Diagnose

: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan output yang berlebihan. Tujuan

: Kebutuhan nutrisi tercukupi.

Intervensi : a. Kaji pola makan b. Timbang berat badan setiap hari c. Beri makan sedikit tapi sering d. Hindari makanan yang merangsang muntah e. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang dietnya

4. DX 4 Diagnose

: Ansietas berhubungan dengan pseudokiasis.

Tujuan

: Pasien merasa nyaman dan menerima keadaannya.

Intervensi : a. Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan prosedur tindakan yang akan dilakukan b. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik d. Libatkan anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien. e. Kolaborasi dengan ahli psikologi untuk memberi support mental

5. DX 5 Diagnose

: Resiko infeksi berhubungan dengan histrektomi.

Tujuan

: Tidak terjadi infeksi yang memicu keganasan.

Intervensi : a. Siapkan prosedur pra pasca histrektomi, kueratase steril b. Lakukan teknik antiseptic c. Lakukan perawatan vulva d. Kaji tanda-tanda infeksi

D. IMPLEMENTASI 1. DX 1 Diagnose

: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan

pembesaran uterus. Implementasi

:

a. Mengaji skala nyeri b. Melakukan medikasi para nastetik (jika pasien mau menjalani pembedahan) c. Preparat analgetik (periode pasca operatif) d. Mengatur posisi e. Menciptakan lingkungan yang aman f. Menganjurkan dan mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi

2. DX 2 Diagnose

: Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan

perdarahan. Implementasi

:

a. Membersihkan dengan hati-hati jaringan dan bekuan darah b. Memperbaiki keadaan umum pasien c. Mengobservasi tanda-tanda syok d. Mengkolaborasi dengan dokter untuk pemasangan infuse, tranfuse, kuretase

3. DX 3 Diagnose

:

Gangguan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan output yang berlebihan. Implementasi

:

a. Mengkaji pola makan b. Menimbang berat badan setiap hari c. Memberi makan sedikit tapi sering d. Menghindari makanan yang merangsang muntah e. Mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang dietnya

4. DX 4 Diagnose

: Ansietas berhubungan dengan pseudokiasis.

Implementasi

:

a. Memberikan penjelasan tentang penyakitnya dan prosedur tindakan yang akan dilakukan b. Mengdorong klien untuk mengungkapkan perasaanya c. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik d. Melibatkan anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien. e. Mengkolaborasi dengan ahli psikologi untuk memberi support mental

5. DX 5 Diagnose

: Resiko infeksi berhubungan dengan histrektomi.

Implementasi

:

a. Menyiapkan prosedur pra pasca histrektomi, kueratase steril b. Melakukan teknik antiseptic c. Melakukan perawatan vulva d. Mengkaji tanda-tanda infeksi

E. EVALUASI 1. Rasa nyeri berkurang 2. Tidak terjadi komplikasi 3. Nutrisi terpenuhi 4. Pasien tidak cemas 5. Tidak terjadi infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, Perry, 1999. Maternity Nursing, Fifth Edition. New York: J.B. Lippincott Company. Doengoes, Marylin, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Ke-3. Jakarta: EGC. Farrer, Helen, 1999. Perawatan Maternitas, Edisi Ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Himawan, Sutisna, 1973. Patologi. Jakarta: Bagian Patologi Anatomik. FKUI. Liewllyn, Derek, Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi, Edisi Ke-6 Jakarta: Hipokrates. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid 1, Edisi Ke-3. Jakarta: Buku Kedokteran. EGC. Wikajosastro, Hanifa, dkk. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

More Documents from "Xlevi Kim"

Molahidatidosa.docx
December 2019 2
Sik Dinkes.doc
June 2020 9
Bec Outline
October 2019 21
Soal Selidik
May 2020 22
Salmon.docx
April 2020 16