PENDAHULUAN
Sebelum mempelajari Ilmu Dasar Keperawatan III secara keseluruhan, secara umum dijelaskan fokus ilmu dasar keperawatan III meliputi berbagai aspek yang terkait dengan farmakologi. Upaya kesehatan berguna untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental terhadap lingkungan yang berubah khususnya farmakologi. Untuk memudahkan mempelajari Ilmu Dasar Keperawatan III, maka sistem pembelajaran ini terbagi menjadi beberapa topik pembahasan, sebagai berikut : 1. Topik I
: Pengantar Farmakologi
2. Topik II
: Penggolongan Obat
3. Topik III
: Konsep Dasar Farmakologi
4. Topik IV
: Farmakokinetik
5. Topik V
: Farmakodinamik
6. Topik VI
: Prinsip-Prinsip Pemberian Obat
7. Topik VII
: Dosis Obat
8. Topik VIII
: Pengkajian Resep, Kombinasi dan Interaksi Obat
9. Topik IX
: Pengkajian Efek Obat
10. Topik X
: Nutrisi dan Elektrolit
11. Topik XI
: Obat Susunan Saraf Pusat
12. Topik XII
: Obat Otonom
13. Topik XIII
: Anestesi Lokal
14. Topik XIV
: Obat Kardiovaskuler
15. Topik XV
: Oksitoksik
16. Topik XVI
: Hormon dan Antagonis
17. Topik XVII
: Kemoterapi Parasite
18. Topik XVIII
: Antimikroba
19. Topik XIX
: Obat Hematologik
1
TOPIK I PENGANTAR FARMAKOLOGI A. Pengertian farmakologi Farmakologi berasal dari kata (Yunani) yang artinya farmakon yang berarti obat dalam makna sempit, dan dalam makna luas adalah semua zat selain makanan yang dapat mengakibatkan perubahan susunan atau fungsi jaringan tubuh. Logos berarti ilmu. Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi mai pun fisiknya, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasibnya dalam organisme hidup. Ada pula interaksi antara obat dan tubuh manusia serta penggunaan pada pengobatan penyakit, hal ini disebut dengan farmakologi klinis. Farmakologi meliputi beberapa bagian yaitu farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetika dan farmakodinamika, toksikologi dan farmakoterapi Farmakologi dalam arti sempit adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk diagnosis, pencegahan, dan penyembuhan penyakit. Indikasi adalah alasan penggunaan suatu obat agar dapat memberikan efek sesuai kebutuhan atau keluhan atau penyebab dari si pasien. Interaksi obat adalah interaksi antara obat yang satu dengan obat yang lain yang diberikan pada waktu yang bersamaan yang dapat bersifat sinergistik, adisi, potensiasi, atau inhibisi (antagonis).
B. Ruang Lingkup Farmakologi Farmakologi mempunyai cabang-cabang ilmu yang mempelajari obat secara lebih spesifik. Cabang-cabang farmakologi adalah sebagai berikut: 1. Farmakodinamik, adalah ilmu yang mempelajari cara kerja obat, efek obat terhadap faal tubuh dan perubahan biokimia tubuh. 2. Farmakokinetik, adalah
ilmu yang mempelajari cara pemberian obat,
biotranformasi atau perubahan yang dialami obat di dalam tubuh dan cara obat di keluarkan dari tubuh (ekskresi). 3. Farmakoterapi, merupakan cabang ilmu farmakologi yang mempelajari penggunaan obat untuk pencegahan dan menyembuhkan penyakit 4. Farmakognosi, adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat
2
5. Khemoterapi, adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari pengobatan penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen termasuk pengobatan neoplasma 6. Toksikologi, adalah ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun lingkungan hidup lain. Dalam cabang ini juga dipelajari cara pencegahan, pengenalan dan penanggulangan kasus-kasus keracunan. 7. Farmasi, adalah membidangi ilmu yang meracik obat, penyediaan dan penyimpan obat, pemurnian, penyempurnaan dan penyajian obat. Dari cabang-cabang farmakologi di atas, farmakologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari aspek yang sangat luas dan mencakup banyak bidang. Antara lain bidang kimia, botani, fisiologi, patologi, mikrobiologi, dan toksikologi. Dalam prakteknya, bahasan tentang farmakologi tidak lepas dari toksikologi karena sesuai dengan teori Paracelsus yaitu Dosis adalah yang Meyebabkan Racun.
3
TOPIK II PENGGOLONGAN OBAT
A. Pengertian Obat Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi . (Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992). Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi. Yang dimaksud dengan golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek (obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter diapotek, diserahkan oleh apoteker), obat keras, psikotropika dan narkotika. Untuk obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter maka pada kemasan dan etiketnya tertera tanda khusus.
B. Penggolongan obat Penggolongan obat lengkap: penggolongan berdasarkan banyak aspek Klasifikasi obat: obat generik, mitu, obat paten, nama dagang, wajib apotek, eselsial, dll Penggolongan obat tradisional : Jamu, obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka Penggolongan narkotika : golongan I, golongan II dan golongan III Penggolongan Jenis Obat berdasarkan berbagai undang undang dan peraturan menteri kesehatan dibagi menjadi : 1. Obat Bebas
Obat bebas sering juga disebut OTC (Over The Counter) adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Parasetamol, vitamin Obat bebas ini dapat diperoleh di toko/warung, toko obat, dan apotik. 4
5
2. Obat Bebas Terbatas (Daftar W: Warschuwing)
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Disertai tanda peringatan dalam kemasannya: P1. Awas! Obat Keras. Bacalah Aturan Memakainya. P2. Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan P3. Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dan badan. P4. Awas! Obat Keras. Hanya Untuk Dibakar. P5. Awas! Obat Keras. Tidak Boleh Ditelan. P6. Awas! Obat Keras. Obat Wasir, jangan ditelan.
Contoh obat : CTM, Antimo, nozaObat bebas terbatas dan obat bebas disebut juga OTC (over the counter). Obat bebas terbatas ini dapat diperoleh di toko obat, dan apotik tanpa resep dokter.
3. Obat Keras (Daftar G : Gevarlijk : berbahaya)
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat, semua obat antibiotik (ampisilin, tetrasiklin, sefalosporin, penisilin, dll), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat diabetes, obat penenang, dll) Obat keras ini dapat diperoleh di apotik, harus dengan resep dokter. 4. Obat Psikotropika dan Narkotika (Daftar O) a. Psikotropika Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh
:
Diazepam,
Phenobarbital,
ekstasi,
sabu-sabu .
Obat
psikotropika ini dapat diperoleh di apotik, harus dengan resep dokter. b. Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin
Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan : a) Narkotika golongan I Contohnya : Tanaman Papaver Somniferum L kecuali bijinya, Opiummentah, Opium masak, candu, jicing, jicingko, Tanamankoka, Daun
koka, Kokain
mentah, dll b) Narkotika golongan II Contohnya : Alfasetilmetadol, Alfameprodina, Alfametadol, Alfaprodina, dll c) Narkotika golongan III d) Contohnya: Asetildihidrokodeina, Dekstropropoksifena, Dihidrokodeina, Etilmorfina, dll Obat narkotika ini dapat diperoleh di apotik, harus dengan resep dokter. Lebih jelasnya lihat 5 artikel Narkotika, Penggolongan Narkotika, dan Narkotika golongan I, II, III dan UU Narkotika No. 35 thn 2009 di : LABEL NARKOTIKA 1. Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan dibagi menjadi 2 : a. sistemik : obat/zat aktif yang masuk kedalam peredaran darah. b. Lokal : obat/zat aktif yang hanya berefek /menyebar /mempengaruhi bagian tertentu tempat obat tersebut berada, seperti pada hidung, mata, kulit, dll 2. Penggolongan obat berdasarkan daya kerja atau terapi dibagi menjadi2golongan : a. farmakodinamik : obat obat yang bekerja mempengaruhi fisilogis tubuh, contoh hormon dan vitamin b. kemoterapi : obat obatan yang bekerja secara kimia untuk membasmi parasit/bibit penyakit, mempunyai daya kerja kombinasi.
3. Penggolongan obat berdasarkan asal obat dan cara pembuatannya dibagi menjadi 2 : a. Alamiah : obat obat yang berasal dari alam (tumbuhan, hewan dan mineral) tumbuhan : jamur (antibiotik), kina (kinin), digitalis (glikosida jantung) dll hewan : plasenta, otak menghasilkan serum rabies, kolagen. mineral : vaselin, parafin, talkum/silikat, dll b. Sintetik : merupakan cara pembuatan obat dengan melakukan reaksireaksi kimia, contohnya minyak gandapura dihasilkan dengan mereaksikan metanol dan asam salisi
TOPIK III KONSEP DASAR FARMAKOLOGI
A. Konsep dasar farmakologi Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologis. Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat. Farmasi (English: pharmacy, Latin: pharmacon) adalah bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Profesional bidang farmasis disebut farmasis atau apoteker. Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar. Farmakologi Terapi atau sering disebut farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari pemanfaatan obat untuk tujuan terapi. Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia yang merugikan bagi organisme hidup.
B. Konsep Dasar Farmakodinamika Farmakodinamika mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau memelajari pengeruh obat terhadap fisiologi tubuh. 1. Mekanisme Obat Efek obat terjadi karena interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dalam tubuh. Obat bekerja melalui mekanisme sbb: a. Interaksi obat-reseptor Obat+Reseptor memberikan efek farmakologi, disebut agonis. Contoh: agonis reseptor kolinergik/muskarinik a.l. carbakol, arecolin, methakolin, pilokarpin. Obat+Reseptor menghalangi obat
lain memberikan efek farmakologi, disebut antagonis. Contoh: antagonis reseptor kolinergik a.l. atropine, ipatropium, skopolamin.
b. Interaksi obat-enzim Contoh: obat penghambat enzim asetil kolin esterase (ACE) sehingga memberikan efek kolinergik a.l. neostigmin, parathion. c. Kerja non-spesifik (tanpa ikatan dengan reseptor atau enzim) Contoh: Na-bikarbonas (merubah pH cairan tubuh), alcohol (denaturasi protein), norit (mengikat racun atau bakteri)
2. Reseptor Obat Reseptor dapat berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak yang merupakan bagian dari sel, ribosom, atau bagian lain. Semakin banyak obat yang menduduki reseptor, berbanding lurus dengan kadar obat dalam plasma. Reseptor yang umumnya dikenal reseptor kolinergik/muskarinik, reseptor alfa-adrenergik (alfa-1 & alfa2), reseptor beta-adrenergik (beta-1 & beta-2). 3. Transmisi Sinyal Obat Interaksi obat dengan reseptor bisa menghasilkan efek agonis, agonis parsial, antagonis kompetitif dan antagonis non-kompetitif. 4. Interaksi Obat-Reseptor Interaksi obat-reseptor sering dianalogikan sebagai GEMBOK-KUNCI. Obat adalah Kunci, Reseptor adalah Gembok. Kecocokan obat dengan reseptor tertentu tergantung pada struktur molekulnya.
C. Farmakologi dan Sistem Hematologi Antikoagulan Dibagi menjadi 2 sub-kelompok, yaitu : 1. Antikoagulan parenteral, contoh : Heparin 2. Antikoagulan
oral,
contoh
:
Warfarin.
Antikoagulan
oral
mengantagonisasi efekvitamin K. Efek samping utama semua antikoagulan oral adalah pendarahan
Antiplatelet Antiplatelet (antitrombosit) bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, di mana trombi terbentuk melalui agregasi platelet. Contoh : Asetosal, Dipiridamol Fibrinolitik Fibrinolitik
yang
bekerja
sebagai
trombolitik
dengan
cara
mengaktifkan plasminogen untuk membentuk plasmin, yang lebih lanjut mendegradasi fibrin dan dengan demikian memecah trombus. Contoh : streptokinase, urokinase, alteplase.
Hemostatik dan antifibrinolitik -
Defisiensi
faktor
pembekuan
darah
dapat
menyebabkan
pendarahan. -
Pendarahan spontan timbul apabila aktivitas faktor pembekuan kurang dari 5% normal.
-
Contoh obat : Asam traneksamat
TOPIK IV FARMAKOKINETIK
A. Pengertian farmakokinetik Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009).
B. Proses farmakokinetik 1. Absorpsi Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili ) (Gunawan, 2009). Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dan transport pasif. a. Metode absorpsi 1) Transport Pasif Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.
2) Transport Aktif Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi b. Kecepatan Absorpsi Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level pengobatan dalam tubuh. 1) Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi 2) Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot 3) Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease. c. Faktor yang mempengaruhi penyerapan 1) Aliran darah ke tempat absorpsi 2) Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi 3) Waktu kontak permukaan absorpsi d. Kecepatan Absorpsi 1) Diperlambat oleh nyeri dan stress Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan saluran cerna, retensi gaster 2) Makanan tinggi lemak Makanan
tinggi
lemak
dan
padat
akan
menghambat
pengosongan lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat 3) Faktor bentuk obat Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained release, dll) 4) Kombinasi dengan obat lain Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis obat
Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini yang disebut dengan efek firstpass. Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang diberikan harus banyak.
2. Distribusi Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh. Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor: a. Aliran darah Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot lebih lambat b. Permeabilitas kapiler Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat c. Ikatan protein Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein
3. Metabolisme Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.
Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara: a. Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan; b. Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa dimetabolisme lanjutan. Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme baru menjadi aktif (prodrugs). Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic
reticulum
(mikrosom)
dan
di
cytosol.
Tempat
metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus). Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme: a. Kondisi Khusus Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al. penyakit hepar seperti sirosis. b. Pengaruh Gen Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme obat dengan cepat, sementara yang lain lambat. c. Pengaruh Lingkungan Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok, Keadaan stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera d. Usia Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa vs orang tua.
4. Ekskresi Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin.
Obat jugadapat dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal. Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009). Hal-hal lain terkait Farmakokinetik: a. Waktu Paruh Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism dan ekskresi. Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan. b. Onset, puncak, and durasi Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak~ puncak respon Durasi, Durasi kerjaadalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi
TOPIK V FARMAKODINAMIK
A. Pengertian farmakodinamik Farmakodinamik adalah subdisiplin farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi (Gunawan, 2009) 1. Mekanisme Kerja Obat Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organism. Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan perubahan dan biokimiawi yang merupakan respon khas dari obat tersebut. Obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen di sebut agonis, obat yang tidak mempunyai aktifitas intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu agonis disebut antagonis. 2. Reseptor Obat Protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat-reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, vanderwalls, atau kovalen. Perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan stereoisomer dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya 3. Transmisi Sinyal Biologis Penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik. Reseptor yang terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor dalam bentuk enzim. Reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologis dan biokimia, tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatic lain. Bila suatu sel di
rangsang oleh agonisnya secara terus-menerus maka akan terjadi desentisasi yang menyebabkan efek perangsangan. 4. Interaksi Obat-Reseptor Ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah (ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara subtract dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen. 5. Antagonisme Farmakodinamik a. Antagonis fisiologik Terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan. b. Antagonisme pada reseptor Obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek farmakologi secara instrinsik 6. Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor a. Efek Nonspesifik Dan Gangguan Pada Membran b. Perubahan sifat osmotic c. Diuretic osmotic (urea, manitol), misalnya, meningkatkan osmolaritas filtrate glomerulus sehingga mengurangi reabsorpsi air di tubuli ginjal dengan akibat terjadi efek diuretic d. Perubahan sifat asam/basa Kerja ini diperlihatkan oleh oleh antacid dalam menetralkan asam lambung. e. Kerusakan nonspesifik Zat perusak nonspesifik digunakan sebagai antiseptik dan disinfektan, dan kontrasepsi.contohnya, detergen merusak intregitas membrane lipoprotein. f. Gangguan fungsi membrane Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter,, halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membrane sel di SSP sehingga eksitabilitasnya menurun.
g. Interaksi Dengan Molekul Kecil Atau Ion Kerja ini diperlihatkan oleh kelator (chelating agents) misalnya CaNa2 EDTA yang mengikat Pb2+ bebas menjadi kelat yang inaktif pada keracunan Pb.
h. Masuk ke dalam komponen sel Obat yang merupakan analog puri atau pirimidin dapat berinkoporasi ke dalam asam nukleat sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti ini disebut antimetabolit misalnya : 6-merkaptopurin atau anti mikroba lain.
TOPIK VI PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN OBAT
A. Pengertian obat Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuh. Pada aspek obat ada beberapa istilah yang penting kita ketahui diantaranya: nama generic yang merupakan nama pertama dari pabrik yang sudah mendapatkan lisensi, kemudian ada nama resmi yang memiliki arti nama di bawah lisensi salah satu publikasi yang resmi, nama kimiawi merupakan nama yang berasal dari susunan zat kimianya seperti acetylsalicylic acid atau aspirin, kemudian nama dagang ( trade mark) merupakan nama yang keluar sesuai dengan perusahaan atau pabrik dalam menggunakan symbol seperti ecortin, bufferin, empirin, anlagesik, dan lain-lain. Obat yang digunakan sebaiknya memenuhi berbagai standar persyaratan obat diantaranya kemurnian, yaitu suatu keadaan yang dimiliki obat karena unsure keasliannya, tidak ada pencampuran dan potensi yang baik.selain kemurnian, obat juga harus memiliki bioavailibilitas berupa keseimbangan obat, keamanan, dan efektifitas
B. Reaksi obat Sebagai bahan atau benda asing yang masuk kedalam tubuh obat akan bekerja sesuai proses kimiawi, melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh. Adapun faktor yang mempengaruhi reaksi obat yaitu : 1. Absorbs obat 2. Distribusi obat
3. Metabolisme obat 4. Eksresi sisa
Ada 2 efek obat yakni efek teurapeutik dan efek samping. Efek terapeutik adalah obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan obatnya seperti paliatif ( berefek untuk mengurangi gejala), kuratif ( memiliki efek pengobatan) dan lain-lain. Sedangkan efek samping adalah dampak yang tidak diharapkan, tidak bias diramal, dan bahkan kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya alerg, toksisitas ( keracunan), penyakit iatrogenic, kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain. C. Prinsip 12 Benar Cara Pemberian Obat 1. Benar Pasien Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara mencocokkan program pengobatan pada pasien, nama, nomor register, alamat untuk mengidentifikasi kebenaran obat. Hal ini penting untuk membedakan dua klien dengan nama yang sama, karena klien berhak untuk menolak penggunaan suatu obat, dan klien berhak untuk mengetahui alasan penggunaan suatu obat. 2. Benar Obat Obat memiliki nama dagang dan nama generik dan pasien harus mendapatkan informasi tersebut atau menghubungi apoteker untuk menanyakan nama generik dari nama dagang obat yang asing. Jika pasien meragukan obatnya, maka perawat harus memeriksanya lagi dan perawat harus mengingat nama dan obat kerja dari obat yang diberikan. Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya, perawat harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu saat mengembalikan diprogramkan,
obat dan
ke ketika
tempat
penyimpanan,
memindahkan
obat
saat dari
obat tempat
penyimpanan obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
3. Benar Dosis Untuk menghindari kesalahan pemberian obat dan agar perhitungan obat benar untuk diberikan kepada pasien maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti alat untuk membelah tablet, spuit atau sendok khusus, gelas ukur, obat cair harus dilengkapi alat tetes. Beberapa hal yang harus diperhatikan: a. Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat tertentu. b. Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis yang akan diberikan dengan mempertimbangkan berat badan klien (mg/BB/hari), dosis obat yang diminta/diresepkan, dan tersedianya obat. Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain. c. Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan. d. Dosis yang diberikan kepada klien sesuai dengan kondisi klien
Rute Pemberian Obat 4. Benar Cara Pemberian Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda dan rute obat yang diberikan diantaranya inhalasi, rektal, topikal, parenteral, sublingual, peroral. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh tempat kerja obat yang diinginkan, sifat fisik dan
kimiawi obat, kecepatan respon yang diinginkan, dan keadaan umum pasien. a. Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan yang memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas sehingga berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya. b. Rektal yaitu pemberian obat melalui rektum yang berbentuk enema atau supositoria yang memiliki efek lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti pasien yang tidak sadar/kejang (stesolid supp), hemoroid (anusol), konstipasi (dulcolax supp). c. Topikal yaitu pemberian obat melalui membran mukosa atau kulit misalnya tetes mata, spray, krim, losion, salep. d. Parenteral yaitu pemberian obat yang tidak melalui saluran cerna atau diluar usus yaitu melalui vena (perinfus/perset). e. Oral adalah rute pemberian obat yang paling banyak dipakai karena aman, nyaman, dan ekonomis dan obat juga dapat diabsorpsi melalui rongga mulut seperti Tablet ISDN.
5. Benar Waktu Untuk dapat menimbulkan efek terapi dari obat dan berhubungan dengan kerja obat itu sendiri, maka pemberian obat harus benarbenar sesuai dengan waktu yang diprogramkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan sesuai dengan prinsip benar waktu yaitu: a. Perawat bertanggung jawab untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan untuk pemeriksaan diagnostik seperti tes darah puasa yang merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat. b. Memberikan obat-obat yang dapat mengiritasi mukosa lambung seperti aspirin dan kalium bersama-sama dengan makanan. c. Pemberian obat juga diperhatikan apakah bersama-sama dengan makanan, sebelum makan, atau sesudah makan.
d. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (T ½). Obat yang memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari dengan selang waktu tertentu, sedangkan obat yang memiliki waktu paruh panjang diberikan sehari sekali. e. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari untuk mempertimbangkan kadar obat dalam plasma tubuh. Misalnya dua kali sehari, tiga kali sehari, empat kali sehari, atau enam kali sehari. f. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan 6. Benar Dokumentasi Pemberian obat harus sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit. Perawat harus selalu mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan serta respon klien terhadap pengobatan. Perawat harus mendokumentasikan kepada siapa obat diberikan, waktunya, rute, dan dosis setelah obat itu diberikan 7. Benar Evaluasi Setelah pemberian obat, perawat selalu memantau atau memeriksa efek kerja obat kerja tersebut 8. Benar Pengkajian Sebelum pemberian obat, perawat harus selalu memeriksa tandatanda vital (TTV). 9. Benar Reaksi dengan Obat Lain Pada penyakit kritis, penggunaan obat seperti omeprazol diberikan dengan chloramphenicol. 10. Benar Reaksi Terhadap Makanan Pemberian obat harus memperhatikan waktu yang tepat karena akan mempengaruhi efektivitas obat tersebut. Untuk memperoleh kadar yang diperlukan, ada obat yang harus diminum setelah makan misalnya Indometasin dan ada obat yang harus diminum sebelum makan misalnya Tetrasiklin yang harus diminum satu jam sebelum makan.
11. Hak Klien Untuk Menolak Perawat harus memberikan “inform consent” dalam pemberian obat dan klien memiliki hak untuk menolak pemberian obat tersebut 12. Benar Pendidikan Kesehatan Perihal Medikasi Klien Perawat memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan pendidikan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan obat kepada pasien, keluarga pasien, dan masyarakat luas diantaranya mengenai perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari selama sakit, interaksi obat dengan obat dan obat dengan makanan, efek samping dan reaksi yang merugikan dari obat, hasil yang diharapkan setelah pemberian obat, alasan terapi obat dan kesehatan yang menyeluruh, penggunaan obat yang baik dan benar, dan sebagainya
TOPIK VII DOSIS OBAT
A. Dosis obat Ilmu Farmasi : Dosis adalah takaran obat yang diberikan kepada pasien yang dapat memberikan efek farmakologis (khasiat) yang diinginkan. Secara umum penggunaan dosis dalam terapi dibagi menjadi : dosis lazim dan dosis maksimum/maksimal. Dosis lazim adalah dosis yang digunakan sebagai pedoman umum pengobatan (yang direkomendasikan dan sering digunakan) sifatnya tidak mengikat (biasanya diantara dosis mimimum efek dan dosis maksimum), sedangkan dosis maksimum adalah dosis yang terbesar yang masih boleh diberikan kepada pasien baik untuk pemakaian sekali maupun sehari tanpa membahayakan (berefek toksik ataupun over dosis). Untuk terapi sebaiknya menggunakan pedoman dosis lazim.
B. Perhitungan dosis obat Takaran dosis yang ada dalam farmakope umumnya untuk dosis orang dewasa, sedangkan untuk anak-anak memerlukan rumus perhitungan khusus, sperti dibawah ini: Cara menghitung dosis untuk anak-anak : 1. Berdasarkan umur a. Rumus young (untuk anak <8 tahun)
n : umur dalam tahuN b. Rumus dilling (untuk anak Besar-sama dengan 8 tahun)
n : umur dalam tahun c. Rumus Fried (untuk bayi)
n : umur dalam bulan
2. Berdasarkan berat badan Perhitungan dosis berdasarkan berat badan sebenarnya lebih tepat karna sesuai dengan kondisi pasien ketimbang umur yang terkadang tidak sesuai dengan berat badan, bila memungkinkan hitung dosis melalui berat badan a. Rumus Thermich
n : berat badan dalam kilogram 3. Rumus untuk menentukan persentase DM obat Persentase DM sekali:
Persentase DM sehari:
TOPIK VIII PENGKAJIAN RESEP, KOMBINASI DAN INTERAKSI OBAT A. Kombinasi obat Pengobatan kombinasi berarti obat tekanan darah kelas lain ditambahkan pada obat terdahulu untuk meningkatkan efektivitas. Banyak orang dengan tekanan darah tinggi ringan merespon pada satu obat. Menemukan obat yang paling efektif dapat membutuhkan beberapa kali percobaan. Kombinasi obat yang benar biasanya satu pil yang mengandung dua jenis obat-obatan resep. Hal ini dapat bermanfaat untuk Anda karena akan lebih mudah ingat untuk menggunakan satu obat dibanding dua, dan beberapa obat-obatan lebih murah bila dikombinasikan menjadi satu obat. Beberapa contohnya adalah Lotensin HCT, kombinasi benazepril (enzim pengubah angiotensin atau penghambat ACE) dan Hydrocholorthiazide (diuretik), or Tenoretic, kombinasi dari atenolol (beta blocker) dengan chlorthalidone (diuretik).
B. Interaksi obat Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting.Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat.Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu.Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal. Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau
tekanan darah
tinggi.Dalam
hal ini terminologi interaksi obat
dikhususkan pada interaksi obat dengan obat. Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object drug biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic margin), dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin, gentamisin, warfarin, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obat-obat sistem saraf pusat. Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas: 1. Interaksi secara kimia atau farmasetis 2. Interaksi secara farmakokinetik 3. Interaksi secara fisiologi 4. Interaksi secara farmakodinamik Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan mengakibatkan inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang mencampurkan berbagai macam obat . Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi / metabolisme, atau ekskresi obat lain. Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya. Sedangkan interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat sisi reseptornya. Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang menguntungkan, misalnya (1) Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi penicillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2) Kombinasi
obat
anti
hipertensi:
meningkatkan
efektifitas
dan
mengurangi efek samping: (3) Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5) antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masingmasing. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.
C. Faktor-faktor penunjang interaksi obat Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena : 1. Dokumentasinya masih sangat kurang; 2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit; selain itu, terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk diingat; 3. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu), penyakit tertentu
( terutama gagal ginjal atau
penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain ( dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik) : a. USIA
Fisiologi tubuh, metabolisme dan eliminasi pada bayi, anak dan orang dewasa berbeda.
b. BOBOT BADAN Perbandingan
dosis
obat
–
bobot
badan
menentukan
konsentrasi obat yang mencapai sasaran. c. KEHAMILAN Pengosongan
lambung↑,
metabolisme
↑,
ekskresi/filtrasi
glomerolus ↑. d. OBAT DALAM ASI Ampisilin, eritromisin, kanamisin, linkomisin, kloramfenikol, rifampisin, streptomisin sulfat, tetrasiklin, dll. e. VARIASI DIURENAL Hormon kortikosteroid dari korteks adrenal pada pagi hari ↑, mlm hari ↓ f. TOLERANSI MK : Induksi enzim g. SUHU TUBUH Distribusi ekskresi, ikatan, aktivitas enzim h. KONDISI PATOLOGIK Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal. i.
GENETIK Defisiensi enzim
TOPIK IX PENGKAJIAN EFEK OBAT A. Efek obat Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, oleh karena seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh. Kalau suatu efek farmakologik terjadi secara ekstrim, inipun akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap sistem biologik tubuh. Pengertian efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui. Beberapa contoh efek samping misalnya:
Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik),
Hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang berlebihan),
Osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek samping karena penggunaan jangka lama),
Hipertensi
karena
penghentian
pemberian
klonidin
(gejala
penghentian obat - withdrawal syndrome),
Fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa awal kehamilan (efek teratogenik).
Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi, misalnya:
Kegagalan pengobatan,
Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat (drug-induced disease atau iatrogenicdisease), yang semula tidak diderita oleh pasien,
Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi, memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak ekonomik).
Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan terapi lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat.
B. Faktor-faktor pendorong terjadinya efek samping obat
Setelah melihat uraian di atas, maka kemudian dapat diidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong terjadinya efek samping obat. Faktor-faktor tersebut ternyata meliputi : 1) Faktor bukan obat Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah: a) Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup. b) Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya pencemaran oleh antibiotika. 2) Faktor obat a) Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping. b) Pemilihan obat. c) Cara penggunaan obat. d) Interaksi antar obat.
C. Upaya pencegahan Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan untuk melakukan hal-hal berikut:
Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif non-farmakoterapi.
Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada bayi dan anak, gejala dini efek samping seringkali sulit dideteksi karena kurangnya kemampuan komunikasi, misalnya untuk gangguan pendengaran.
Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan obat bila dirasa tidak perlu lagi.
Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena efek samping obat.
TOPIK X NUTRISI DAN ELEKTROLIT A. Nutrisi dan elektrolit Cairan adalah larutan/air(pelarut/solvent) dan solute (elektrolit dan non elektrolit) sedangkan Elektrolit adalah senyawa kimia yang terlarut dalam suatu larutan yang dibentuk oleh ion-ion. Fungsi cairan Tubuh 1. Pembentuk struktur tubuh 2. Sarana transportasi (Nutrisi,hormon,dan protein) 3. Sebagai sarana metabolisme sel 4. Membantu mengeluarkan sisa-sisa metabolisme 5. Mengatur suhu tubuh 6. Memelihara suhu tubuh dengan kulit
Distribusi cairan Tubuh Jumlah cairan tubuh tergantung umur dan jenis kelamin.Pada bayi lebih besar dari pada orang dewasa.Orang gemuk lebih kurang dari orang kurus dan perempuan lebih kurang dari pada laki-laki. 1. Total Body Water (TBW) Pada orang dewasa 60 % dari berat badan dalam kg. 2. Cairan Tubuh dibagi dalam 3 bagian : a. Cairan Intra seluler Adalah Cairan dalam semua sel tubuh mengandung 2/3 TBW (40%) b. Cairan Ekstra seluler Adalah Cairan yang berada di luar sel tubuh meliputi : 1) Interstitial 15 % 2) Intra vaskuler 5% c. Cairan Transeluler Cairan yang terdapat dalam rongga badan 1-3 % dari berat badan.
B. Pengaturan Normal Keseimbangan cairan dan Elektrolit 1. Ketentuan Volume cairan Kebutuhan cairan tubuh yang normal intake dan output 2. Intake cairan normal Orang dewasa sehat memasukkan cairan 90% dari intake cairan /harinya (2500 cc) dari 10% intake cairan di hasilkan dari metabolisme 3. Out Put cairan normal a. Balance cairan dipertahankan karena: paru-paru, kulit, saluran cerna, ginjal menekresikan sejumlah cairan sama dengan intake cairan total. b. IWL (Insensible water Loss) adalah hilangnya cairan yang tidak dapat dilihat melalui evaporasi dan respirasi. 1) Dewasa : 8-10 cc/kgBB/24 jam 2) Anak
: 30 cc/kgBB/24 jam
c. SWL (Sensible Water Loss) adalah hilangnya cairan yang dapat diamati 1) Urine
: 1-2 CC/kgBB/24 Jam
2) Feases
: 100-200 cc/kgBB/24 jam
d. Output urine setiap hari hampir sama dengan intake balance cairan individu dapat diperkirakan dengan membandingkan intake cairan oral dan output urine.
C. Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh 1. Difusi Adalah Peristiwa dimana gas atau Zat dalam larutan tercampur karena gerakan-gerakan molekulnya, cenderung mengisi ruang yang ada dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah 2.
Osmosis Adalah
perpindahan
suatu
larutan
melewati
membran
semipermeabel ke larutan yang lain yang mempunyai konsentrasi yang lebih rendah.
Pengaturan Cairan Tubuh secara Endokrin 1. Anti Diuretik Hormon Diproduksi di hypothalamus yang dikeluarkan oleh kelenjar pitutary posterior, bekerja terhadap tubulus renalis untuk menahan air dan menurunkan urine out put 2. Aldosteron :Disekresi oleh adrenal kortex bkerja terhadap tubulus renalis untuk reabsorpsi. 3. Parathormon :Dihasilkan oleh kelenjar paratyroid, melancarkan absorpsi Calsium dari tulang.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit 1. Umur Kebutuhan intake cairan berbeda-beda pada berbagai usia, berhubungan dengan luasnya permukaan tubuh, kebutuhan metabolik dan berat badan. USIA
KEBUTUHAN ML
CAIRAN ML/KGBB
3 hr
250-300
80-100
1 thn
1150-1300
120-135
2 thn
1350-1500
115-125
4 thn
1600-1800
100-110
10 thn
2000-2500
70-85
18 thn
2200-2700
40-50
Dewasa
2400-2600
20-30
2. Temperatur Lingkungan 3. Stress 4. Penyakit 5. Lemak dalam tubuh 6. Nutrisi
Pengeluaran cairan Melalui : Urine, feases, keringat dan uap air oleh sistem pencernaan, perkemihan, pernapasan.
Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit 1. Overhydrasi Disebut juga oedam, terjadi karena kelebihan cairan pada interstitial sebagai akibat dari beberapa gangguan sirkulasi cairan tubu seperti infeksi dan kongesti paru. 2. Dehidrasi 3. Terjadi apabila total output cairan melebihi intake bisa di akibatkan : muntah dan diare serta luka bakar.macam-macam dehidrasi a. Dehidrasi Isotonis b. Adalah dehidrasi dimana adanya kekurangan pada cairan extraseluler.
c. Dehidrasi Hipertonik Adalah kekurangan banyak cairan yang melebihi kekurangan elektrolit dimana Air keluar dari sel ke ECF. d. Dehidrasi Hypotonik Adalah kebanyakan air dalam tubuh, tanpa peningkatan elektrolit sehingga air masuk ke dalam sel menyebabkan sel bengkak. 4. Gangguan keseimbangan asam dan basa
TOPIK XI OBAT SUSUNAN SARAF PUSAT A. Susuan syaraf pusat Susunan syaraf yang mengkoordinasi sistem-sistem syaraf lainnya di dalam tubuh manusia dibagi dalam dua golongan yaitu : 1. Susunan saraf pusat (SSP) yang terdiri dari : a. Otak b. Sumsum tulang belakang (spinal cord) 2. Susunan saraf perifer yang tediri atas : a. Syaraf otak dan tulang belakang b. Syaraf otonom Obat-obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu: 1. Merangsang atau menstimulasi, yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang aktivitas otak, sum-sum tulang belakang beserta syarafnya. 2. Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak langsung memblokir proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan syaraf – syarafnya.
B. Anestetik umum Sampai saat ini mekanisme terjadinya anestesia belum jelas meskipun dalam bidang fisiologi SSP dan susunan saraf perifer terdapat kemajuan hebat, maka timbul berbagai teori berdasarkan sifat obat anestetik, misalnya penurunan tranmisi sinaps, penurunan konsumsi oksigen dan penurunan aktifitas listrik SSP. Beberapa teori dibawah ini telah dikemukakan . 1. Teori koloid 2. Teori lipid 3. Teori adsorpsi dan Tegangan Permukaan 4. Teori biokimia
5. Teori Neurofisiologi 6. Teori fisika
Efek samping obat Anestetik Umum 1. Efek Anestetik Inhalasi a. Muntah yang dapat menyebabkan aspirasi bisa terjadi sewaktu induksiatau sesudah operasi b. nfluran dan halotan menyebabkan depresi miokard yang dose related, sedangkan insoflurandan N2O tidak c. Gangguan fungsi hati ringan sering timbul pada penggunaan anestetik inhalasi d. Dapat terjadi oliguria reversibel karena menurunnya aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus e. Suhu badan menurun karena vasodilatasi dan penekanan termoregulasi 2. Efek Anestetik Parenteral a. Efek samping derivat barbiturat antara lain kantuk disertai menguap, batuk dan spasme laring b. Hipotensi terjadi terutama pada penderita dengan kontraktilitas jantung menurun c. Ekstravasasi dapat menimbulkan nekrosis jaringan dan gangren
Macam-macam Obat Anestetik Umum 1. Anestetik gas 2. Anestetik yang menguap 3. Anestetik parenteral
TOPIK XII OBAT OTONOM A. Pengertian obat otonom Obat saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Sistem saraf otonom atau sistem saraf tidak sadar mengatur kerja otot yang terdapat peda organ dan kelenjar.Contohnya fungsi vital seperti denyut jantung, salivasi dan pencernaan yang berlangsung terus-menerus diluar kesadaran baik waktu bangun maupun waktu tidur. Sistem saraf otonom dapat dibagi kedalam dua kelompok besar yang umumnya satu sama lain saling menyeimbangkan. Kedua sestem saraf tersebut adalah :Sistem saraf simpatik dan sistem parasimpatik. Berdasarkan hal diatas tadi maka obat-obatan sistem syaraf otonom dibedakan menjadi beberapa bagian berikut: a. Agonis Kolinergik b. Antagonis Kolinergik c. Agonis Adrenergik, dan d. Antagonis Adrenergi
B. Obat obat untuk saraf otonom a. Agonis kolinergik Istilah agonis kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor dan dapat menimbulkan efek.Obat-obatan disini berarti
aksinya
menyerupai
neurotransmitter
utama
yaitu
asetilkolin. Istilah agonis kolinegik ini juga dapat disebut dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik b. Antagonis Kolinergik Aktifitas obat antagonis berarti melawan, yaitu melawan dari aksi neurotransmitter : asetilkolin. Secara definitif berarti obat yang
menghambat atau mengurangi aktifitas dari asetilkolin atau persyarafan kolinergik. Antagonis kolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antikolinergik) mengikat koffloseptor tetapi tidak memicu efek intraselular diperantarai oleh reseptor seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa imbangan. Kelompok kedua obat ini, penyekat ganglioník nampaknya lebib menyekat reseptor nikotinik pada ganglia simpatis dan parasímpatis. Keluarga ketiga senyawa ini, obat penyekat neumuscular mengganggu transmisi impuls eferon yang menuju otot rangka. c.
Agonis Adrenergik Agonis
adrenergik
merupakan
obat
yang
memacu
atau
meningkatkan syaraf adrenergik.Oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini beraksi menyerupai neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin.Agonis adrenergik juga dinamakan dengan Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini bereaksi dengan reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik α & reseptor adrenergik β. Reseptor α sendiri terdapat 2 tipe, dan reseptor β juga terdapat 2 tipe yang digunakan obat-obat golongan ini untuk berinteraksi. d. Antagonis Adrenergik Antagonis adrenergik merupakan obat-obat yang kerjanya yaitu menghambat kerja atau efek dari neurotransmitter utama yaitu norepinefrin.Obat golongan ini dapat juga disebut dengan Adrenolitik. Penghambatan efek dari obat-obat ini kebanyakan dengan cara mengeblok reseptor adrenergik, maka dapat juga disebut dengan Blocker. Obat-obatannya dapat dibagi berdasarkan kerja terhadap reseptornya.
TOPIK XIII ANESTESI LOKAL A. Definisi Anastesi local Anestesi Lokal adalah obat yang mampu menghambat konduksi saraf terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
B. Indikasi 1. Jika
nyawa
penderita
dalam
bahaya
karena
kehilangan
kesadarannya, sebagai contoh sumbatan pernafasan atau infeksi paru. 2. Kedaruratan karena tidak ada waktu untuk mengurangi bahaya anestesi umum. Hal ini dapat terjadi pada kasus seperti partus obstetik operatif, diabetes, penyakit sel bulan sabit, usia yang sangat lanjut, dan pembedahan yang lama. 3. Menghindari bahaya pemberian obat anestesi umum, seperti pada anestesi halotan berulang, miotonia, gagal ginjal atau hepar dan porfiria intermiten akut. 4. Prosedur yang membutuhkan kerjasama dengan penderita, seperti pada perbaikan tendo, pembedahan mata, serta pemeriksaan gerakan faring. 5. Lesi superfisial minor dan permukaan tubuh, seperti ekstraksi gigi tanpa penyulit, lesi kulit, laserasi minor, dan revisi jaringan parut. 6. Pemberian analgesi pascabedah, contohnyasirkumsisi, torakotomi, herniorafi, tempat donor cangkok kulit, serta pembedahan abdomen.
7. Untuk menimbulkan hambatan simpatik, seperti pada free flap atau pembedahan reimplantasi, atau iskemia ekstremita.
C. Kontra Indikasi 1. Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah diketahui. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular. 2. Kurangnya
tenaga
terampil
yang
mampu
mengatasi
atau
mendukung teknik tertentu. 3. Kurangnya prasarana resusitasi. 4. Tidak tersedianya alat injeksi yang steril. 5. Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan. 6. Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksisanestesi lokal. 7. Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks. 8. Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu. 9. Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan. 10. Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk bekerja dengan sempurna. 11. Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
D. Bahan dan Alat Anastesi Lokal 1. Bahan Anastesi Lokal Anestetika lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara.Gugus antara dan gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan ikatan ini, anestetika lokal digolongkan menjadi : a. senyawa ester (prokain, tetrakain, benzokain, kokain) b. senyawa amida (lidokain, dibukain, mepivakain, prilokain)
TOPIK XIV OBAT KARDIOVASKULER
A. Pengertian obat kardiovaskuler Obat kardiovaskuler: adalah obat yang digunakan untuk kelainan jantung dan pembuluh darah Obat kardiovaskuler dibedakan: 1. Anti Angina a. Antiangina
adalah
obat
untuk
angina
pectoris
(ketidak
seimbangan antara permintaan (demand) dan penyediaan (supply) oksigen pada salah satu bagian jantung b. Penyebab angina: c. Kebutuhan O2 meningkat → exercise berlebihan d. Penyediaan O2 menurun → sumbatan vaskuler Cara kerja Antiangina: a. Menurunkan kebutuhan jantung akan oksigen dengan jalan menurunkan kerjanya. (penyekat reseptor beta) b. Melebarkan pembuluh darah koroner → memperlancar aliran darah (vasodilator) c. Kombinasi keduanya Obat Antiangina: 1. Nitrat organik 2. Beta bloker 3. Calsium antagonis
Farmakodinamik Khasiat farmakologik: a. Dilatasi pembuluh darah → dapat menyebabkan hipotensi → sinkop b. Relaksasi otot polos → nitrat organik membentuk NO → menstimulasi guanilat siklase → kadar siklik-GMP meningkat → relaksasi otot polos (vasodilatasi) c. Menghilangkan nyeri dada → bukan disebabkan vasodilatasi, tetapi karena menurunya kerja jantung d. Pada dosis tinggi dan pemberian cepat → venodilatasi dan dilatasi arteriole perifer → tekanan sistol dan diastol menurun , curah jantung menurun dan frekuensi jantung meningkat (takikardi) e. Efek hipotensi terutama pada posisi berdiri → karena semakin banyak darah yang menggumpul di vena → curah darah jantung menurun f. Menurunya kerja jantung akibat efek dilatasi pembuluh darah sistemik → penurunan aliran darah balik ke jantung g. Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi pada hampir semua otot polos: bronkus, saluran empedu, cerna, tetapi efeknya sekilas → tidak digunakan di klinik Farmakokinetik a. Metabolisme nitrat organik terjadi di hati b. Kadar puncak 4 menit setelah pemberian sublingual c. Ekskresi sebagian besar lewat ginjal Sediaan dan Posologi a. Untuk serangan, baik digunakan sediaan sublingual: isosorbit dinitrat 30%: 2,5 – 10 mg dan nitrogliserin 38%: 0,15 – 0,6 mg b. Untuk pencegahan digunakan sediaan per oral: kadar puncak 60 – 90 menit, lama kerja 3 – 6 jam
c. Par enteral (IV) baik digunakan untuk vasospasme koroner dan angina pectoris tidak stabil, angina akut dan gagal jantung kongestif d. Salep untuk profilaksis: puncak 60 menit, lama kerja 4 – 8 jam
Sediaan Nitrat kerja singkat (serangan akut) a. Sediaan
sublingual (nitrogliserin,
isosorbit
dinitrat,
eritritil
tetranitrat) b. Amil nitrit inhalasi Nitrat kerja lama: a. Sediaan oral (nitrogliserin, isosorbit dinitrat, eritritil tetranitrat, penta eritritol tetranitrat) b. Nitrogliserin topikal (salep 2%, transdermal) c. Nitrogliserin transmucosal/buccal d. Nitrogliserin invus intravena Efek Samping Efek samping: sakit kepala, hipotensi, meningkatnya daerah ischaemia
Indikasi: a. Angina pectoris b. Gagal jantung kongestif c. Infark jantung
2. Beta Blocker a. Beta bloker adalah obat yang memblok reseptor beta dan tidak mempengaruhi reseptor alfa b. Beta Bloker menghambat pengaruh epineprin → frekuensi denyut jantung menurun
c. Beta bloker → meningkatkan supply O2 miokard → perfusi subendokard meningkat
Farmakodinamik a. Beta bloker menghambat efek obat adrenergik, baik NE dan epi endogen maupun obat adrenergik eksogen b. Beta bloker kardioselektif artinya mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor beta-1 daripada beta-2 c. Propanolol, oksprenolol, alprenolol, asebutolol, metoprolol, pindolol dan labetolol mempunyai efek MSA (membrane stabilizing actvity) → efek anastesik lokal d. Kardiovaskuler: mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard e. Menurunkan tekanan darah f. Antiaritmia: mengurangi denyut dan aktivitas fokus ektopik g. Menghambat efek vasodilatasi, efek tremor (melalui reseptor beta-2) h. Efek bronkospasme (hati2 pada asma) i.
Menghambat glikogenolisis di hati
j.
Menghambat aktivasi enzim lipase
k. Menghambat sekresi renin → antihipertensi
Farmakokinetik a. Beta bloker larut lemak (propanolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol dan metoprolol) diabsorbsi baik (90%) b. Beta bloker larut air (sotolol, nadolol, atenolol) kurang baik absorbsinya c. Sediaan d. Kardioselektif: asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolol e. Non
kardioselektif:
oksprenolol, alprenolol
propanolol,
timolol,
nadolol,
pindolol,
Contoh Obat Beta Blocker: a. Propanolol: tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg b. Alprenolol: tab 50 mg c. Oksprenolol: tab 40 mg, 80 mg, tab lepas lambat 80 mg d. Metoprolol: tab 50 dan 100 mg, tab lepas lambat 100 mg e. Bisoprolol: tab 5 mg f. Asebutolol: kap 200 mg dan tab 400 mg g. Pindolol: tab 5 dan 10 mg h. Nadolol: tab 40 dan 80 mg i. Atenolol: tab 50 dan 100 mg Efek Samping a. Akibat efek farmakologisnya: bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme b. Sal cerna: mual, muntah, diare, konstipasi c. Sentral: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi d. Alergi; rash, demam dan purpura
Dosis lebih: hipotensi, bradikardi, kejang, depresi
Indikasi Dan Kontraindikasi a. Indikasi: angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard, kardiomiopati obstruktif hipertropik, feokromositoma (takikardi dan aritmia akibat tumor), tirotoksikosis, migren, glaukoma, ansietas b. Kontra indikasi: Penyakit Paru Obstruktif, Diabetes Militus (hipoglikemia), Penyakit Vaskuler, Disfungsi Jantung.
3. Calsium Antagonis a. Nama lain Ca antagonis = Calcium entry blocker = Calcium channel blocker b. Macam: c. Dihidropiridin: nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin d. Difenilalkilamin: verapamil, galopamil, tiapamil e. Benzotizepin: diltiazem f. Piperazin: sinarizin, flunarizin g. Lain-lain: prenilamin, perheksilin Farmakodinamik a. Ion ca diperlukan untuk kontraaksi otot polos dan jantung b. Ca antagonis → menghambat masuknya Ca kedalam membran sel (sarkolema) → kontraksi menurun c. Mekanisme antiangina: d. Vasodilatasi perifer e. Pengurangan kontraktilitas miokard f. Penurunan frekuensi jantung Farmakokinetik Mudah diabsorbsi pada pemberian po dan sublingualNifedipin, verapamil dan diltiazem mudah larut dalam lemak.
Dosis: a. Nifedipin (3x10-20mg), b. Verapamil (3x80-120mg) dan c. Diltiazem (3-4x60mg) Efek Samping a. Nyeri kepala berdenyut b. Muka merah c. Pusing d. Edema perifer
e. Hipotensi f. Takikardia g. Kelemahan otot h. Mual i.
Konstipasi
j.
Gagal jantung
k. Syok kardiogenik
Glikosida Jantung a. Digitalis berasal dari daun Digitalis purpurea b. Digitalis adalah obat yang meningkatkan kontraksi miokardium c. Digitalis
mempermudah
penyimpananya
di
masuknya
sarcolema
Ca
kedalam
dari sel
tempat →digitalis
mempermudah kontraksi d. Digitalis menghambat kerja Na-K-ATP-ase → ion K didalam sel menurun → aritmia (diperberat jika dikombinasi dengan HCT) Farmakodinamik a.
Efek pada otot jantung: meningkatkan kontraksi
b.
Mekanisme kerjanya:
c.
Menghambat enzim Na, K ATP-ase
d.
Mempercepat masukanya Ca kedalam sel
e.
Efek pada payah jantung: menurunya tekanan vena, hilangnya edema, meningkatnya diuresis, ukuran jantung mengecil
f.
Konstriksi vaskuler, sal cerna (mual, muntah, diare), nyeri pada tempat suntukan (iritasi jaringan)
Farmakokinetik a. Absorbsi dipengaruhi makanan dalam lambung, obat (kaolin, pectin) serta pengosongan lambung b. Distribusi glikosida lambat c. Eliminasi melalui ginjal
Intoksikasi a. Keracunan biasanya terjadi karena: b. Pemberian dosis yang terlalu cepat c. Akumulasi akibat dosis penunjang yang terlalu besar d. Adanya predisposisi keracunan Dosis berlebihan Gejala: sinus bradikardi, blokade SA node, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, gangguan neurologik (sakit kepala, letih, lesu, pusing, kelemahan otot), penglihatan kabur
Sediaan a. Tablet Lanatosid C (cedilanid) 0,25 mg b. Digoksin 0,25 mg c. Beta-metildigoksin 0,1 mg
4. Anti Hipertensi Obat yang dipergunakan untuk menurunkan tekanan darah Obat Antihipertensi dibedakan: a. Diuretik b. Beta bloker c. Alfa bloker d. Ca antagonist e. Penghambat ACE f. Penghambat saraf sentral g. Vasodilator Tahapan Terapi HT . Modifikasi pola hidup: a. Penurunan BB b. Aktivitas fisik teratur c. Pembatasan garam dan alkohol d. Berhenti merokok
Pilihan antihipertensi . Diuretik atau beta bloker a. Penghambat ACE, antagonis Ca, alfa bloker, alfa,beta bloker
Diuretik a. Cara kerja: meningkatkan ekskresi Na, Cl dan air → mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel → tekanan turun b. Efek samping: hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperuresemia,
hiperkalsemia,
hiperglikemia,
hiperkolesterolemia, dan hipertrigliseridemia → mengurangi efek dengan dosis rendah dan pengaturan diet c. Diuretik tiazid: Hidroklorotiazid, Klortalidon, Bendroflumetiazid, Indapamid, Xipamid d. Diuretik kuat: furosemid e. Diuretik hemat kalium: Amilorid, Spironolakton
TOPIK XV OKSITOKSIK A. Pengertian oksitosik Oksitosik adalah obat yang digunakan untuk menstimulasi kontraksi uterus,mengaugmentasi persalinan,mempercepat pelahiran janin,dan pada kala tiga mempercepat pelahiran dan menghentikan hemoragi pascapartum. Uterus dipersarafi oleh saraf kolinergik dari saraf pelvik,adrenergik dari ganglion mesenterik inferior, dan ganglion hipogastrik. Otot polos memiliki aktivitas spontan yang cukup besar tetapi dapat diubah oleh pemberian obat-obatan.Kontraksi otot polos uterus dipicu oleh gelombang eksitasi elektris yang dengan cepat menyebar dari sel yang satu ke sel yang lainnya.Aktivitas elektris tersebut diawali oleh potensial “spike” yang muncul spontan di daerah pacemaker di sepanjang miometrium uterus.Kekuatan kontraksi uterus bergantung pada jumlah sambungan celah(gap junctions) dan frekuensi serta durasi aktifitas elektris di daerah pacemaker uterus.Daya spontan uterus berfariasi menurut usia kehamilannya,derajat peregangan uterus dan regio miometrium.Aktivitas elektris,dan demikian pula kotaktilitasnya,dipengaruhi oleh: 1. Oksitosin Oksitosin fetal dan maternal memainkan peranan fasilitasi yang penting dalam proses melahirkan anak,sekresi kedua hormon ini akan meningkat selama persalinan.Jumlah reseptor oksitosin dalam uterus bertambah banyak lebih dari 100 kalinya selama kehamilan. 2. Sistem Saraf Simpatik Stimulasi
reseptor
alfa1
akan
menghasilkan
eksitasi
uterus,sedangkan stimulasi reseptor beta2 menghambat kontraksi uterus.Jika seorang ibu hamil mengalami rasa takut atau cemas,hormon epinefrin(adrenalin)endogenus dapat mengurangi kontraksi
uterus
persalinan(Hoffman
dan &
menunda
atau
memperpanjang
Lefkowitz,1996).Peristiwa
ini
.;[lebih
cenderung
terjadi
bila
ibu
hamil
tersebut
menghadapi
petugas,lingkungan dan teknologi yang asing baginya(Niven,1992). 3. Hormon Steroid Progesteron
memainkan
peranan
dalam
mempertahankan
kehamilan dengan menurunkan kontraktilitas uterus.Konsentrasi progesteron yang menurun dan ditambah lagi dengan kenaikan konsentrasi estrogen dalam masa menjelang aterm,umumnya dianggap bertanggung jawab atas peningkatan sensitivitas di sepanjang kehamilan. 4. Relaksin menghambat aktifitas uterus di sepanjang kehamilan 5. Prostaglandin dan substansi yang ada kaitannya seperti platelet activating factor merupakan regulator yang penting dalam peristiwa melahirkan anak.Produksi prostaglandin oleh membran fetal akan meningkat
dalam
bulan
terakhir
kehamilan.Pelepasan
prostaglandin distimulasi oleh pemeriksaan vaginal dan ruptura membran amnion(Kelsey & Prevost,1994). 6. Serotonin merupakan neurotransmiter yang penting dalam semua otot polos. Substansi ini akan meningkatkan kontraktilitas uterus. Kerja serotonin ditiru oleh preparat alkaloid ergot, misalnya ergometrin. 7. Peregangan Uterus meningkatkan jumlah reseptor oksitosin dan kontraktilitas uterus. 8. Stimulasi Mekanis membran janin atau serviks dapat menginduksi persalinan.
B. Obat yang Termasuk Oksitosik Obat Oksitosik yang sering digunakan adalah Oksitosin sintetis, Methylergometrine Maleate (turunan Alkaloid Ergot), Dinoprostone (golongan Prostaglandin semisintetik). Sedangkan obat yang bekerja pada uterus dengan efek dan kegunaan lainnya adalah Isoxsuprine HCl dan Ritodrine HCl.
Obat-obat oksitosik yang digunakan adalah: 1. Alkaloid ergot berasal dari Claviceps purpurea, jamur parasit pada gandum,bekerja pada regio internal miometrium 2. Oksitosin, bekerja pada regio eksternal miometrium 3. Prostaglandin ,bekerja pada regio eksternal miometrium
TOPIK XVI Hormon dan Antagonis A. Pengertian Hormon Hormon adalah pembawa pesan kimiawi antar sel atau antarkelompok sel. Hormon berfungsi untuk memberikan sinyal ke sel target yang selanjutnya akan melakukan suatu tindakan atau aktivitas tertentu. Hormon adalah zat kimiawi yang dihasilkan tubuh secara alami. Begitu dikeluakan, hormon akan dialirkan oleh darah menuju berbagai jaringan sel dan menimbulkan efek tertentu sesuai dengan fungsinya masing-masing.
B. Ciri - Ciri Hormon 1. Diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dalam jumlah sangat kecil. 2. Mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapat di sel target. 3. Memiliki pengaruh mengaktifkan enzim khusus. 4. Memiliki pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target, tetapi dapat juga mempengaruhi beberapa sel target berlainan.
C. Klasifikasi Hormon Hormon dapat diklasifikasikan melalui berbagai cara yaitu menurut komposisi kimia, sifat kelarutan, lokasi reseptor dan sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di dalam sel. Klasifikasi hormon berdasarkan senyawa kimia pembentuknya: 1. Golongan Steroid→turunan dari kolestrerol 2. Golongan Eikosanoid yaitu dari asam arachidonat 3. Golongan
derivat
Asam
Amino
dengan
molekul
→Thyroid,Katekolamin 4. Golongan Polipeptida/Protein →Insulin,Glukagon,GH,TSH
yang
kecil
Berdasarkan sifat kelarutan molekul hormone: 1. Lipofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam lemak 2. Hidrofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam air
Berdasarkan lokasi reseptor hormone: 1. Hormon yang berikatan dengan hormon dengan reseptor intraseluler 2. Hormon yang berikatan dengan reseptor permukaan sel (plasma membran) D. Penggolongan Hormon Hormon terbagi atas 6 golongan yaitu : a. Hormon androgen dan sintetisnya /testoteron b. Hormon estrogen dan progesteron c. Hormon kortikosteroid d. Hormon tropik dan sintetiknya e. Obat anabolic
E. Contoh Efek Hormon Pada Tubuh Manusia: 1. Perubahan Fisik yang ditandai dengan tumbuhnya rambut di daerah tertentu dan bentuk tubuh yang khas pada pria dan wanita (payudara membesar, lekuk tubuh feminin pada wanita dan bentuk tubuh maskulin pada pria). 2. Perubahan Psikologis: Perilaku feminin dan maskulin, sensivitas, mood/suasana hati. 3. Perubahan Sistem Reproduksi: Pematangan organ reproduksi, produksi organ seksual (estrogen oleh ovarium dan testosteron oleh testis). Analog hormon adalah zat sintetis yang berkaitan dengan reseptor hormon. Analog hormon sangat mirip dengan hormon alami dan sering kali fungsi klinisnya lebih baik dari pada hormon alaminya sebab mempunyai beberapa sifat yang lebih menguntungkan. Misalnya estradiol adalah hormon alami yang masa kerjanya sangat pendek, sedangkan etinilestradiol adalah analog hormon yang masa kerjanya
lebih panjang.Juga ada beberapa obat atau zat kimia yang menghambat sintesis, sekresi maupun kerja hormon pada reseptornya disebut antagonis hormon. Indikasi utama hormon adalah untuk terapi pengganti kekurangan hormon misalnya padahipotiroid.. Walaupun hormon merupakan zat yang disintesis oleh badan dalam keadaan normal, tidak berarti hormon bebas dari efek toksis/racun. Pemberian hormon eksogen/ dari luar yang tidak tepat dapat menyebabkan
gangguan
keseimbangan
hormonal
dengan
segala
akibatnya.Terapi dengan hormon yang tepat hanya mungkin dilakukan bila dipahami segala kemungkinan kaitan aksi hormon dalam tubuh penderita. Contoh antagonis hormon pada penggunaan terapi 1. Tiourasil digunakan pada hipertiroidisme 2. Metirapon digunakan untuk membedakan hipofungsi korteks adrenal primer atau sekunder 4. Dopamin : menekan sekresi hormon pertumbuhan yg berlebihan 5. Bromokriptin : menekan sekresi prolaktin yang berlebihan 6. Klomifen meniadakan mekanisme umpan balik oleh estrogen sehingga sekresi gonad otropin dari hipofisis tetap tinggi.
TOPIK XVII KEMOTERAPI PARASITE A. Pengertian kemoterapi Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia (obat) untuk mengurangi, menghilangkan atau menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba di tubuh hospes (pasien). Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Penggolongan antimikroba dan kemoterapi Kemoterapi dan antimikroba lain dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Antimikroba untuk tuberkulosa / obat tb 2. Antimikroba untuk virus/ anti virus 3. Kemoterapi untuk kanker/ obat kanker B. Pemberian Kemoterapi Dapat dengan suntikan (iv,IM, atau subkutan) dapat dengan cara khusus, yaitu: 1. suntikan intrathecal lewat pungsi lumbal 2. suntikan intrapleura untuk melekatkan pleura viceralis dan pleura parietalis 3. suntikan intra arteri seperti intra arteri hepatis 4. suntikan intra peritoneal seperti peritoneal dialisis untuk pengobatan cairan asites yang maligna
5. kemoterapi sebagai radiosensitizer è kemoterapi disuntik segera sebelum atau tepat bersamaan waktu penyinaran. C. Efek samping kemoterapy Bagi penderita kanker salah satu pengobatan yang ditempuh adalah kemoterapi. Hal ini dimaksudkan agar sel kanker tidak menyebar ke organ tubuh lainnya. Namun, kemoterapi seringkali menimbulkan efek samping
yang
menyiksa. Efek samping kemoterapi yang sering dialami penderita kanker adalah mual – mual, rambut rontok, sariawan, kelelahan hingga produksi darah yang berkurang. Sehingga tak jarang akibat dari efek samping kemoterapi pasien kanker harus melakukan transfusi darah. Efek samping kemoterapi ini terjadi karena obat dari kemoterapi tidak hanya membunu sel kanker tetapi juga membunuh sel – sel normal lainnya. Seperti sel rambut, kulit, pencernaan dan sperma. Walaupun terdengar menakutkan efek samping kemoterapi ini tidak bersifat permanen. Setelah proses kemoterapi selesai maka efek samping kemoterapi juga akan hilang dengan sendirinya. Efek samping kemoterapi pada pasien kanker biasanya berbeda. Semua tergantung dari ketahanan tubuh pasien masing -masing.
TOPIK XVIII ANTIMIKROBA A. Pengertian antimikroba Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat mikroba jenis lain. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba , tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Sifat toksisitas selektif absolut belum atau mungkin tidak akan diperoleh.
B. Mekanisme kerja Berdasarkan mekanisme kerja, antimikroba dibagi menjadi 5 kelompok 1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim, asam paminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik. 2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin,sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri, terdiri dari polipeptidoglikan. 3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba. Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan polien, serta berbagai antimikroba kemoterapeutik umpamanya antiseptik surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa amonium-kuartener dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fospolipidmembran sel mikroba. 4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba. Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah golongan aminooglikosid makrolit, linkomisin,tetrasklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensisntesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas 2 sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 3OS dan 5OS. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada
pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. 5. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah rifamfisin, dan golongan kuinolon.
Yang
lainnya
walaupun
bersifat
antimikroba,
karena
sifat
sitotoksisitasnya, pada umumnya hanya digunakan sebagai obat antikanker; tetapi beberapa obat dalam kelompok terakhir ini dapat pula digunakan sebagai antivirus. Yang akan dikemukakan di sini hanya kerja obat yang berguna sebagai antimikroba, yaitu rifampisin dan golongan kuinolon.
1) Resistensi Secara garis besar kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu AM melalui 3 mekanisme : a)
Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya didalam sel mikroba.
b)
Inaktifasi obat.
c)
Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) AM.
2) Efek samping a) reaksi alergi Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh hospes.terjadinya tidak bergantung pada besarnya dosis obat . Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat bervariasi. b) Reaksi idiosinkrasi Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik terhadap pemberian antimikroba tertentu. Sebagai contoh 10% pria berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat primakulin. Ini disebabkan mereka kekurangan enzim G6PD. c) Reaksi Toksik AM pada umumnya bersifat toksik-selektif , tetapi sifat ini relatif. Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba. d) Perubahan biologik dan metabolik Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi, terdapat populasi mikroflora normal.
3) Faktor yang mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik a.
Umur
b.
Kehamilan
c.
Genetik
d.
Keadaan patologik tubuh hospes
4) Sebab kegagalan terapi a)
Dosis yang kurang
b)
Masa terapi kurang
c)
Adanya faktor mekanik
d)
Kesalahan dalam menetapkan etiologi.
e)
Faktor farmakokinetik
f)
Pilihan antimikroba yang kurang tepat.
5) Kombinasi antimikroba Kombinasi AM yang digunakan menurut indikasi yang tepat dapat memberi mannfaat klinik yang besar. Terapi kombinasi AM yang tidak terarah akan meningkatkan biaya dan efek samping, akan menseleksi galur kuman yang resisten terhadap banyak antimikroba, dan tidak meningkatkan efek aktifitas terapi
TOPIK XIX OBAT HEMATOLOGIK A. Pengertian Hematologik Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang marfologi darah dan jaringan pembentuk darah. Salah satu contoh penyakit yang berhubungan dengan kekurangan darah adalah Anemia. Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit hingga di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935). Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patofisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesa yang seksama, pemeriksaan fisik, dan informasi laboratorium. Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain: besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan lain-lain. Batas bawah dari nilai normal untuk wanita dan laki – laki dewasa berbeda yaitu: 1. Untuk laki – laki dewasa: 13,0 gr/dl. 2. Untuk wanita dewasa: 11,5 gr/dl. Sel darah merah (eritrosit) dibuat dalam sumsum tulang–tulang pipih dan pembentukan eritrosit ini memerlukan zat besi (Ferum–Fe) untuk pembentukan warna sel darah merah (hemopoese), sedang asam folat dan vitamin B 12 untuk pembentukan sel darah merah (eritropoese). B. Jenis – Jenis Obat 1. Koagulansia Koagulansia merupakan zat atau obat untuk menghentikan pendarahan. Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Obat ini berguna untuk menekan atau menghentikan perdarahan. Yaitu dengan mempercepat perubahan protombin menjadi thrombin dan secara langsung mengumpalkan
fibrinogen.
Transamin, vitamin K.
Misalnya:
Anaroxil,
Adona
AC,
Coagulen,
Sediaan Kongulansi a. Sediaan Oral Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah hidrat sulfas ferosus (FeSO4.7 H2O) 300 mg yang mengandung 20% Fe. Untuk anemia berat biasanya diberikan 3 x 300 mg Sulfas Ferosus sehari selama 6 bulan. Dalam hal ini mula-mula absorpsi berjumlah ± 45 mg/hari, dan setelah depot Fe terpenuhi, dosis diturunkan menjadi 5–10 mg/hari. Berbeda dengan Fero Sulfat, Fero Fumarat tidak mudah mengalami oksidasi pada udara lembap; dosis efektifnya 600–800 mg/hari adalah dosis terbagi. b. Sediaan Parenteral Iron-dekstran (imferon) mengandung 50 mg Fe setiap ml-nya (larutan 5%) untuk penggunaan intra muskular (IM) atau intra vena (IV). Total yang diperlukan dihitung berdasarkan tingkat kekurangan Hbnya, yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb. Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh melebihi 25 mg, dan dengan peningkatan bertahap untuk 2–3 hari sampai mencapai dosis 100 mg/hari. Obat harus diberikan perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 20–50 mg/menit.
2. Antikoagulan Antikoagulan dapat digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini antikongulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah di luar tubuh pada pemeriksaan laboratorium atau tranfusi.
Sediaan Antikongulansia Vitamin B12 diindikasikan untuk penderita defisiensi vitamin B12 misalnya anemia pernisiosa. Vitamin B12 tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral dan larutan untuk suntik. Penggunaan sediaan oral pada pengobatan anemia pernisiosa kurang bermanfaat dan biasanya terapi oral lebih mahal dari pada terapi pariteral. Tetapi sediaan oral dapat bermanfaat sebagai supplement diet, namun kecil manfaatnya untuk penderita yang kekurangan faktor intrinsik atau penderita dengan penyakit pada ileum, karena absorbsi secara difusi tidak
dapat diandalkan sebagai terapi efektif. Maka cara pemberian yang terbaik adalah secara IM atau SK. Dikenal tiga jenis suntikan vitamin B12 yaitu: (1) Sianokobalamin yang berkekuatan 10-1000 ncg/ml, (2) Larutan ekstrak hati dalam air, (3) Suntikan depot vitamin B12. Suntikan larutan sianokobalamin jarang sekali menyebabkan reaksi alergi dan iritasi di tempat suntikan, adapun manfaat larutan ekstrak hati terhadap anemia pernisiosa di sebabkan oleh vitamin B12 yang terkandung di dalamnya penggunaan suntikan ekstrak hati ini dapat menimbulkan reaksi alergi lokal maupun umum, dan dari yang ringan sampai berat. Dosisianokobalamin untuk penderita anemia pernisiosa tergantung dari berat anemianya, ada tidaknya komplikasi dan respon trhadap pengobatan. Pada terapi awal, di berikan dosis 100 mcg sehari parenteral selama 5-10 hari. Dengan terapi ini respon hematologi baik sekali, tetapi respon depot kurang memuaskan terdapat keadaan yang menghambat hematopoesis misalnya, infeksi, urenia atau penggunaan kloramfenikol. Respon yang buruk dengan dosis 100 mcg/hari selama 10 hari, mungkin juga disebabkan oleh salah diagnosis atau potensi obat yang kurang. Terapi penunjang, dilakukan dengan memberikan dosis penunjang 100-200 mcg/bulan sampai diperoleh remisi yang lengkap yaitu jumlah eritrosit dalam darah ± 4,5 juta/mm3 dan morfologi hematologik berada dalam batas-batas normal.
Contoh-Contoh Obat Hematologi 1. Adfer Komposisi
: Fe glukonat 250 mg, Mangan sulfat 200 µg, Tembaga sulfat 200 µg, Vitamin C 50 mg, Asam folat 1000 µg, Vitamin B12 7,5 µg, dan Sorbitol 25 mg.
Indikasi
: Anemia yang disebabkan oleh kekurangan Fe, anemia akibat traumatik atau anemia endogenik, anemia akibat perdarahan selama masa pertumbuhan, usia lanjut dan masa penyembuhan, kehamilan, menyusui, dan anemia yang disebabkan malnutrisi umum atau diet.
Kontra Indikasi
: Penumpukan Fe, gangguan penggunaan Fe.
Efek Samping
: Gangguan saluran pencernaan.
Kemasan
: Kapsul 100 biji.
Dosis
: Dosis awal 1-2 kapsul sehari.
2. Bufiron Komposisi
: Fe (II) Fumarat 250 mg, Vitamin B12 10 ug, Mn (II) Sulfat 0,2 mg, Cu (II) Sulfat 0,2 mg, dan Dioktil Natrii Sulfosuccinate 20 mg.
Indikasi
:Pencegahan dan penyembuhan berbagai bentuk anemia seperti anemia makrositik, anemia hipokromik, anemia pernisiosa. Untuk mengobati keadaan kurang darah yang disebabkan oleh karena kekurangan zat besi yaitu karena pendarahan,
pada
wanita
hamil
dan
pada
masa
pertumbuhan karena kebutuhan akan zat besi meningkat. Kontra Indikasi : -
Dosis
Efek Samping
:-
Kemasan
: Dus 10x10 kapsul
: Pencegahan 1 x 1 kapsul/hari, pengobatan 3 x 1 kapsul/hari
3. Dasabion Kapsul Komposisi
: Besi (II) Fumarat 360 mg, Kalsium 20 mg, Asam Folat 1,5 mg, Vitamin B12 15 mkg, Vitamin C 75 mg, Vitamin D3 400 SI, dan Sorbitol 25 mg.
Indikasi
: Segala macam anemia
Kontra Indikasi
:-
Efek Samping
: Nyeri pada saluran pencernaan disertai mual, muntah dan diare. Pemberian secara terus menerus dapat menyebabkan konstipasi dan feses menjadi hitam.
Kemasan
: Dus 100 kapsul
Dosis
: Sehari 1 kapsul atau menurut resep dokter
4. Emineton Komposisi
: Ferrous Fumarate 90 mg, Cupric Sulfate 0,35 mg, Cobaltous Sulfate 0,15 mg, Manganese Sulfate 0,05 mg, Pyridoxine Hydrochloride 0,192 mg, Cyanocobalamine 5 mg, Ascorbicacid 60 mg, Dl-A-Tocopherol Acetate 5 mg, Folicacid 400 mg, Calcium Phosphate Dibasic 60 mg.
Indikasi
: Membantu mengurangi gejala anemia
Kontra indikasi : Efek Samping
:
Pemakaian
Emineton
secara
berlebihan
dapat
menyebabkan gangguan gastroenterik seperti diare atau gastritis, mual dan muntah. Kemasan
:
Dosis
: Dewasa (1–2 tablet/hari pada waktu atau sesudah makan), Anak-anak (1 tablet/hari pada waktu atau sesudah makan).