FARMAKOLOGI Edisi 2
DIII Keperawatan POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA Fina Ratih Wira Putri Fitri Yani., M.Sc.,Apt
KATA PENGANTAR
Penjaminan terapi pengobatan yang tepat memerlukan kajian dan pembuktian ilmiah. Salah satu ilmu yang berperan penting dalam perkembangan dunia pengobatan adalah farmakologi. Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan sistem biologis. Dengan perkembangan ilmu farmakologi, prinsip kerja dan nasib obat didalam tubuh dapat di jelaskan secara ilmiah. Selain itu, dengan berkembangan jenis dan jumlah obat yang ada dipasaran, menuntut para tenaga kesehatan untuk lebih memahami prinsip masing-masing kerja obat beserta efek yang dihasilkan. Pembuatan buku ajar edisi 2 ini bertujuan untuk membantu mahasiswa untuk mempelajari mata kuliah farmakologi. Adapun materi yang disajikan dalam buku ini telah disesuaikan dan disempurnakan dari edisi 1 yang meliputi konsep obat dan pengobatan, biofarmasetika, farmakokinetika, farmakodinamika, interaksi obat, konsep penggunaan obat bagi ibu hamil dan menyusui, perhitungan dosis, ilmu resep, obatobat sistem saraf pusat dan otonom, obat kegawatdaruratan, obat-obat NSAID dan obat-obat pada sistem pernapasan. Buku ajar ini juga disertai tes formatif sebagai salah satu bentuk bantuan untuk mengukur tingkat kepahaman mahasiswa. Keinginan penyusun masih banyak yang belum tersalurkan dalam buku ajar ini, Tetapi semua kekurangan tersebut, Insya Allah akan disempurnakan lagi pada edisiyang akan datang. Akhir kata, buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa. Kritik dan saran membangun senantiasa penyusun nantikan guna penyempurnaan buku ini. Palangka Raya, 20 Januari 2018
Fina Ratih Wira Putri Fitri Yani., M.Sc., Apt
Sejarah obat
Uji Obat
Konsep Obat
DASAR-DASAR FARMAKOLOGI TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu memahami dasar-dasar farmakologi meliputi sejarah pengobatan, uji obat, ruang lingkup ilmu farmakologi, konsep obat dan tujuan pengobatan
URAIAN MATERI Awal mula pengetahuan tentang obat didasarkan pada pengalaman empirik masyarakat yang diturunkan secara turun temurun yang disimpan dan dikembangkan. Kebanyakan obat yang digunakan pada saat itu berasal dari tanaman. Pengetahuan tersebut tidak hanya meliputi kemampuan suatu tanaman dalam mengatasi penyakit namun juga pengetahuan tentang racun, ilmu sihir dan kosmetik. Obat selanjutnya berkembang menjadi suatu kajian ilmiah yang berbasis pada rasionalitas dengan adanya pemikiran beberapa ilmuwan seperti :
Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat
perlu
pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya.
Hippocrates
(459-370
SM)
yang
dikenal
dengan
“bapak
kedokteran”
dalam
praktek
pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan.
Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi.
Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik.
Johan Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia mengatakan :”I pondered at length, finallyI resolved to clarify the
1
matter by experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita . Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat diawetkan dengan pengeringan. Contoh 2 tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah getah Papaver somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan obat penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan mengekstraksi getah tanaman tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin, kodein, narkotin (noskapin), papaverin dll. Yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain walaupun dari sumber yang sama. Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung pada tempat asal tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan. Maka untuk menghindari variasi dosis, F.W.Sertuerner (1783-1841) pada th 1804 mempelopori isolasi zat aktif dan memurnikannya dan secara terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit. Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu dari tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan (heparin untuk mencegah pembekuan
darah),
kultur
mikroba
(penisilin
G
sebagai
antibiotik
pertama),
urin
manusia
(choriogonadotropin) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan human insulin untuk menangani penyakit diabetes. Dengan mempelajari hubungan struktur obat dan aktivitasnya maka pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan ilmu baru yaitu kimia medisinal dan farmakologi molekular. Tahapan Penelitian Obat Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat diawetkan dengan pengeringan. Contoh 2 tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah getah Papaver somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan obat penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan mengekstraksi getah tanaman tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin, kodein, narkotin (noskapin), papaverin dll. Yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain walaupun dari sumber yang sama. Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi tergantung pada tempat asal tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan. Maka untuk menghindari variasi dosis,
2
F.W.Sertuerner (1783-1841) pada th 1804 mempelopori isolasi zat aktif dan memurnikannya dan secara terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit. Isolasi bahan aktif obat Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu dari tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan (heparin untuk mencegah pembekuan
darah),
kultur
mikroba
(penisilin
G
sebagai
antibiotik
pertama),
urin
manusia
(choriogonadotropin) dan dengan teknik bioteknologi dihasilkan human insulin untuk menangani penyakit diabetes. Uji praklinik Merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi yang disebut uji in vitro, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh yang disebut uji in vivo. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan obat. Uji klinik Uji klinik adalah suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia. Pada dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Uji klinik terdiri dari 4 fase yaitu : 1.
Fase I , calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat yang diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
2.
Fase II, calon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efikasi pada penyakit yang diobati. Yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial dengan efek samping rendah atau tidak toksik. Pada fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan obat.
3.
Fase III melibatkan kelompok besar pasien, di sini obat baru dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui. Selama uji klinik banyak senyawa calon obat dinyatakan tidak dapat digunakan. Akhirnya obat baru hanya lolos 1 dari lebih kurang 10.000 senyawa yang disintesis karena risikonya lebih besar dari manfaatnya atau kemanfaatannya lebih kecil dariobat yang sudah ada.
Keputusan untuk mengakui obat baru dilakukan oleh badan pengatur nasional,
3
Di Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Di Amerika Serikat oleh FDA (Food and Drug Administration),
Di Kanada oleh Health Canada,
Di Inggris oleh MHRA (Medicine and Healthcare Product Regulatory Agency),
Di negara Eropa lain oleh EMEA ( European Agency for the Evaluation of Medicinal Product) dan
Di Australia oleh TGA (Therapeutics Good Administration).
Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri pengusul harus menyerahkan data dokumen uji praklinik dan klinik yang sesuai dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan keamanannya harus sudah ditentukan dari bentuk produknya (tablet, kapsul dll) yang telah memenuhi persyaratan produk melalui kontrol kualitas. Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta dapat diresepkan oleh dokter. 4.
Fase IV, setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran (post marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai usia dan ras, studi ini dilakukan dalam jangka waktu lama untuk melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat.
Setelah hasil studi fase IV dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik dari perdagangan jika membahayakan sebagai contoh cerivastatin suatu obat antihiperkolesterolemia yang dapat merusak ginjal, fenil propanol amin yang sering terdapat pada obat flu harus diturunkan dosisnya dari 25 mg menjadi tidak lebih dari 15 mg karena dapat meningkatkan tekanan darah dan kontraksi jantung yang membahayakan pada pasien yang sebelumnya sudah mengidap penyakit jantung atau tekanan darah tinggi, talidomid dinyatakan tidak aman untuk wanita hamil karena dapat menyebabkan kecacatan pada janin, troglitazon suatu obat antidiabetesdi Amerika Serikat ditarik karena merusak hati . Definisi dan Cabang Ilmu Farmakologi Farmakologi berasal dari bahasa yunani, yang terdiri dari pharmacon yangberartisenyawa bioaktif dan logos yang berarti ilmu. Secara umum, farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek dan nasib obat dalam tubuh. Farmakologi adalah ilmu yang terintegrasi karena berkaitan dengan cabang ilmu kesehatan lain, dan menjembatani ilmu preklinik dan ilmu klinik. Penelitian pengembangan obat yang semakin pesat, menghasilkan cabang-cabang ilmu baru dari farmakologi, seperti :
Kimia medisinal Disiplin ilmu kimia yang mengkaji hubungan struktur aktivitas, modifikasi struktur kimia obat dapat mengubah aktivitas, jenis efek maupun nasib obat dalam tubuh
Farmakokinetika Ilmu yang mempelajari perjalanan obat didalam tubuh
4
Farmakodinamika
Ilmu yang mempelajari kemampuan obat menghasilkan efek dan mempengaruhi sistem biologis tubuh.
Farmakologi klinik
Farmakologi molekuler
Ilmu yang mengaplikasi farmakodinamika dan farmakokinetika pada pasien dengan penyakit. Disiplin ilmu yang mengkaji kerja obat pada tingkat molekuler
Farmakoterapi Disiplin ilmu yang mengkaji penggunaan obat untuk terapi
Toksikologi :
Farmakoepidemiologi
Ilmu farmakologi yang berhubungan dengan efek samping dan efek toksik suatu senyawa kimia. Ilmu yang meneliti antara kerja atau efek obat pada masyarakat luas
Farmakogenetik Disiplin ilmu yang fokus pada hubungan faktor genetik dengan respon terapi
Farmakognosi Ilmu yang mempelajari tentang sumber-sumber obat alamiah
Konsep Obat Obat adalah setiap zat kimia (alami maupun sintetik) selain makanan yang mempunyai pengaruh terhadap atau dapat menimbulkan efek pada organisme hidup, baik efek psikologis, fisiologis, maupun biokimiawi.
Obat pada dasarnya adalah benda asing yang dianggap racun oleh tubuh, karena dapat mempengaruhi sistem kerja tubuh. Perbedaan tipis antara obat dan racun adalah dosis, dimana jika dosis yang diberikan berada dalam dosis terapi maka akan menimbulkan efek terapi, sedangkan apabila dosis yang diberikan berada dalam dosis toksik maka akan menimbulkan efek toksik yang menimbulkan kekacuan homeostasis tubuh dengan resiko terberat adalah kematian. Sumber Obat Bahan baku obat diperoleh dari berbagai macam sumber, yaitu : a.
Tumbuhan Sejumlah tumbuhan memiliki khasiat obat dan telah dipergunakan selama berabad-abad sebagai obat alami untuk sakit dan luka, Contoh obat yang berasal dari tumbuhan adalah digitalis. Digitalis dibuat dari daun tanaman foxglove dan digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif dan aritmia jantung. Digitalis juga digunakan untuk menguatkan kontraksi otot jantung.
b.
Hewan Produk sampingan dari hewan merupakan salah satu sumber obat karena produk-produk tersebut mengandung hormon yang diperlukan oleh manusia dalam rangka mempertahankan homeostasis tubuhnya. Salah satu contoh hormon yang berasal dari hewan adalah premarin yang berisi esterogen berasal dari urin kuda betina digunakan untuk mengatasi gejala-gejala
5
menopause. Selain itu, insulin adalah salah satu contoh obat yang digunakan untuk mengatur kadar gula darah pada pasien penderita diabetes mellitus. c.
Mineral Tubuh membutuhkan mineral untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Mineral merupakan substansi kristal anorganik yang ditemukan secara alami dibumi. Sebagai contoh, suplemen besi (Fe) diberikan pada pasien yang mengalami kekurangan zat besi dengan kondisi yang mengarah pada kelelahan. Zat besi adalah logam alam yang merupakan bagian tak terpisahkan dari protein tubuh (hemoglobin) yang mengangkut oksigen keseluruh tubuh.
d.
Mikroorganisme Beberapa jenis mikroorganisme dimanfaatkan manusia sebagai penghasil obat-obatan. Obatobatan yang dihasilkan tersebut digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Hal ini dikarenakan beberapa jenis mikroorganisme mampu menghasilkan antibiotik. Contoh obat yang berasal dari mikroorganisme adalah senyawa penisillin yang isolasi dari jamur Penicillin sp dan Streptomycin yang diisolasi dari bakteri
Streptomyces griseus yang kemudian digunakan untuk pengobatan penyakit
tuberculosis. e.
Sintesis Kimiawi Obat sintesis dibuat dengan menggunakan sintesis kimia, dimana senyawa turunan kimia disusun kembali untuk membentuk senyawa baru. Contoh obat yang dihasilkan dari sintesis kimia adalah asam mefenamat dan parastemol yang digolongkan dalam obat analgesik berguna sebagai obat penghilang rasa sakit.
f.
Biotehnologi Tubuh manusia dan hewan terus-menerus menghadapi serangan virus, bakteri, jamur, dan senyawa kimia yang terdapat dalam lingkungan. Untuk mengatasi serangan tersebut, tubuh membutuhkan golongan protein yang disebut antibodi. Suatu teknik pembentukan antibodi telah dikembangkan
berkat
mengembangkan
kemajuan
produksi
bioteknologi.
antibodi
secara
Para
pakar
besar-besaran.
bioteknologi Sebuah
telah
dapat
antibodi
yang
disebut antibody monoklonal telah mampu mengatasi berbagai penyakit pada manusia, mulai dari penyakit kanker dan kegagalan ginjal sampai dengan penyakit infeksi oleh virus atau bakteri. Antibodi monoklonal juga meningkatkan keberhasilan pencangkokan organ. Selain antibodi monoklonal, Interferon juga merupakan obat hasil dari rekayasa biotehnologi. Sejarah interferon dimulai pada tahun 1957, ketika Alick Isaacs dan Jean Lindenmann meneliti tanggapan tubuh terhadap infeksi virus. Mereka menemukan bahwa suatu substansi yang disekresikan oleh sel yang terserang dapat membantu sel lain untuk menentang virus penyerang. Senyawa tersebut dinamakan interferon. Interferon digunakan untuk mengobati penyakit oleh virus dan beberapa penyakit kanker. Pada tahun 1980 Charles Weissman
berhasil
mengklonkan gen pengendali pembuatan satu tipe interferon manusia dengan menyisipkannya ke dalam bakteri, lalu sel bakteri tersebut segera membuat interferon. Kini interferon telah dapat diproduksi secara besar-besaran dan digunakan untuk mengobati berbagai infeksi virus (herpes, hepatitis, rabies) dan kanker.
6
Tujuan Pengobatan Pemberian obat memiliki beberapa tujuan yang didasarkan pada manfaat yang diharapkan, yaitu :
Penetapan diagnosa Penggunaan barium sulfat yang digunakan dalam tindakan radiografi pada pemeriksaan saluran pencernaan.
Pencegahan (preventif) Vaksin dibuat dari mikroorganisme yang telah matikan atau dilumpuhkan bertujuan untuk mengembangkan sistem imun tubuh untuk mencegah infeksi mikrorganisme
Penyembuhan (kuratif) Amoksisilin adalah salah satu jenis obat golongan antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan bakteri gram positif dan gram negatif.
Pemulihan kembali (rehabilitatif) Pemberian vitamin dan mineral guna memperbaiki kondisi metabolisme tubuh terganggu akibat serangan penyakit.
Peningkatan kesehatan (promotif) Pemberian vitamin c guna menjaga dan meningkatkan kesehatan kulit pada proses produksi collagen.
Kontrasepsi Pemberian preparat hormon guna mencegah terjadinya ovulasi maupun implantasi sel telur.
LABEL OBAT Label obat yang berada pada tempat kemasan obat berisi informasi penting yang berkaitan tentang penggunaan obat tersebut, adapun informasi yang biasanya tersedia adalah : 1.
Nama Dagang Nama dagang adalah nama obat yang biasanya dituliskan paling menyolok di kemasan obat. Nama obat ini adalah nama yang diberikan oleh industri farmasi sebagai salah satu identitas produknya atau dengan istilah lain merupakan merk dagang produk.
2.
Nama Generik Nama generik adalah suatu nama resmi zat obat berdasarkan rumus struktur obat. Nama generik ini harus dicantumkan di kemasan obat. Contoh dari nama generik antara lain: paracetamol, chlorpheniramine maleat (CTM), asam mefenamat, amoksisilin, guafenesin, dexamethason, dan cefadroxil.
3.
Bentuk sediaan Bentuk sediaan adalah bentuk obat itu sendiri, ada tablet, kapsul, kaplet, sirup, emulsi, suspensi, krim, gel, dan suppositoria. Biasanya informasi tentang bentuk sediaan seperti contoh pada gambar sebagai berikut: -
4.
Film coated caplet
Tanda khusus untuk obat Tanda khusus ini merupakan tanda penggolongan obat berdasarkan penggunaannya.
5.
7
Komposisi
keamanannya
Komposisi yang tercantum pada kemasan obat adalah komposisi zat – zat yang berkhasiat. 6.
Dosis Dosis adalah takaran obat yang menimbulkan efek farmakologi (khasiat) yang tepat dan aman bila dikonsumsi oleh pasien
7.
Indikasi Istilah indikasi diartikan sebagai petunjuk kondisi – kondisi dimana tubuh membutuhkan terapi menggunakan obat tersebut.
8.
Kontraindikasi Kontraindikasi yang dituliskan pada kemasan obat merupakan petunjuk kondisi – kondisi dimana penggunaan obat tersebut tidak tepat atau tidak dikehendaki
9.
Efek Samping Efek samping yang dituliskan pada kemasan obat adalah suatu keadaan yang bisa saja terjadi pada saat penggunaan obat dalam rentang dosis terapi. Namun, efek yang disebutkan pada kemasan bukan berarti semua efek samping akan kita alami. Ada efek samping yang umum dialami ketika mengonsumsi obat tertentu, ada juga yang jarang terjadi atau hanya terjadi pada beberapa orang saja.
10. Interaksi Obat Interaksi obat merupakan suatu keadaan dimana efek obat berubah dengan adanya penggunaan obat lain, makanan, minuman, atau zat kimia di lingkungan. Informasi tentang interaksi obat di kemasan obat biasanya menuliskan apa – apa saja yang mempengaruhi efek obat tersebut. 11. Cara Kerja Obat Cara kerja obat yang dituliskan berkaitan dengan efek farmakologi obat, yaitu suatu kerja obat dalam tubuh. Istilah – istilah yang tertulis pada bagian ini bermacam – macam, ada yang mudah dimengerti, adapula yang menggunakan istilah medis, seperti analgesik, antasida, dekongestan, laksatif dan masih banyak lagi. 12. Aturan Pakai Aturan pakai menginformasikan tentang penggunaan obat. Aturan pakai ini tidak sama dengan dosis. Dosis adalah sejumlah obat yang harus digunakan untuk suatu keadaan sakit tertentu. Aturan pakai biasanya dituliskan sebagai berikut: 1 kapsul 3 kali sehari atau ada pula yang menuliskannya 3 kali sehari 1 kapsul yang artinya obat diminum setiap 8 jam. 13. Nomor Batch/Lot Nomor ini merupakan suatu identitas produksi yang diberikan oleh industri farmasi terhadap suatu obat dalam satu satuan produksi. 14. Nomor Registrasi Nomor registrasi adalah nomor yang diberikan sebagai tanda obat telah terdaftar di BPOM dan mendapat izin edar. 15. Nama dan Alamat Industri Farmasi Nama dan Alamat Industri Farmasi dituliskan sebagai identitas industri yang memproduksi obat. 16. Tanggal Kadaluwarsa
8
Tanggal kadaluwarsa merupakan istilah yang umum digunakan untuk menunjukkan suatu waktu dimana produk sudah selayaknya tidak digunakan lagi. Biasanya pada kemasan obat akan tertulis sebagai “Exp. Date”. Jangan tertukar dengan “Mfg. Date” yaa. Karena “Mfg. Date” adalah manufacturing date, yaitu tanggal dimana obat tersebut diproduksi.
OBAT OFF LABEL Penggunaan obat off-label adalah penggunaan obat di luar indikasi yang disetujui oleh lembaga yang berwenang. Lembaga berwenang itu kalau di Amerika adalah Food and Drug Administration
(FDA), sedangkan di Indonesia adalah Badan POM. Tetapi karena umumnya obat-obat yang masuk ke Indonesia adalah obat impor yang persetujuannya dimintakan ke FDA, maka bisa dibilang bahwa indikasi yang dimaksud adalah indikasi yang disetujui oleh FDA. Satu macam obat bisa memiliki lebih dari satu macam indikasi atau tujuan penggunaan obat. Jika ada lebih dari satu indikasi, maka semua indikasi tersebut harus diujikan secara klinik dan dimintakan persetujuan pada FDA atau lembaga berwenang lain di setiap negara. Suatu uji klinik yang umumnya berbiaya besar itu biasanya ditujukan hanya untuk satu macam indikasi pada keadaan penyakit tertentu pula. Namun, seringkali, dokter meresepkan obat untuk indikas yang belum diujikan secara klinik. Itu disebut penggunaan obat off-label atau obat mungkin sudah ada bukti-bukti klinisnya, tetapi memang tidak dimintakan approval kepada lembaga berwenang karena berbagai alasan (misalnya alasan finansial), maka penggunaannya juga dapat digolongkan penggunaan obat off-label. Penggunaan obat off-label sendiri ada dua jenis. Yang pertama, obat disetujui untuk mengobati penyakit
tertentu,
tapi
kemudian
Misalnya amitriptilin yang
disetujui
digunakan sebagai anti
untuk
penyakit
yang
depresi, digunakan
sama untuk
sekali
berbeda.
mengatasi nyeri
neuropatik. Yang kedua, obat disetujui untuk pengobatan penyakit tertentu, namun kemudian diresepkan untuk keadaan yang masih terkait, tetapi di luar spesifikasi yang disetujui. Contohnya adalah Viagra, yang
9
diindikasikan untuk mengatasi disfungsi ereksi pada pria, tetapi digunakan untuk meningkatkan gairah sexual buat pria walaupun mereka tidak mengalami impotensi atau disfungsi ereksi. OBAT HIGH ALERT Obat yang terdaftar dalam kategori obat berisiko tinggi, dapat menyebabkan cedera serius pada pasien jika terjadi kesala!an dalam penggunaannya. Contoh obat High alert adalah epinefrin, heparin, obat kanker, analgesik opiod, obat LASA (look alike sound alike).
TES FORMATIF 1.
Sebutkan 5 tahapan pengujian obat a.
.........................
b. ........................ c.
.........................
d. ........................ e. 2.
.........................
Sebutkan subjek uji dari uji praklinik dan klinik ? a. Praklinik............................ b. Klinik........................
3.
Sebutkan dua jenis uji praklinik a.
.......................
b. ....................... 4.
Sebutkan 4 jenis uji klinik dan masing-masing fokus tujuan uji? a.
.........................dengan fokus tujuan uji............................................................
b. .........................dengan fokus tujuan uji............................................................ c.
.........................dengan fokus tujuan uji............................................................
d. .........................dengan fokus tujuan uji............................................................ 5.
Ilmu yang mempelajari perjalanan obat didalam tubuh..........................................
6.
Ilmu yang mempelajari sumber-sumber obat dari tumbuhan....................................
7.
Sebutkan contoh obat yang bersumber dari ? a.
Tumbuhan :..................................
b. Hewan : ....................................... c.
Mineral : .....................................
d. Proses sintetik..............................
8.
e.
Mikroorganisme..........................
f.
Biotehologi......................................
Sebutkan contoh obat berdasarkan tujuan pengeobatan ? a.
Tujuan 1..................................contoh........................................
b. Tujuan 2..................................contoh........................................
10
c.
Tujuan 3..................................contoh........................................
d. Tujuan 4..................................contoh........................................
11
e.
Tujuan 5..................................contoh........................................
f.
Tujuan 6..................................contoh........................................
Logo Obat
Bentuk Sediaan
Penamaan
Obat
PENGGOLONGAN OBAT TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu menggolongkan obat berdasarkan keamanan, bentuk sediaan, penamaan obat dan obat tradisional dan kelas terapi
URAIAN MATERI Obat dapat digolongan berdasarkan keamanan, bentuk sediaan, penamaan, obat tradisional dan kelas terapi
Distribusi Keamanan Penggolongan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X /1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat dimaksudkan
untuk
peningkatan
keamanan
dan
ketepatan
penggunaan
serta
pengamanan
distribusi.Golongan obat tersebut meliputi : a.
Obat bebas (obat OTC : Over The Counter) Merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat dan warung.
b. Obat bebas terbatas Merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter diapotek dan toko obat. Obat-obat yang umumnya masuk dalam golongan ini antara lain obat batuk, obat influenza, obat-obat antiseptik dan tetes mata untuk iritasi ringan. Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera
12
peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut :
c.
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) Disebut obat keras karena jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan hanya bisa diperoleh di Apotek. Dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat ini adalah amoksilin, asam mefenamat dan semua obat dalam bentuk injeksi.
d. Obat-obat psikotropika Merupakan Zat atau obat baik ilmiah atau sintesis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selekti pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Contoh : alprazolam, diazepam. Mengenai obat-obat psikotropika ini diatur dalam UU RI Nomor 5 tahun 1997.Psikotropika dibagi menjadi :
Golongan I : sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan contohnya metilen dioksi metamfetamin, Lisergid acid diathylamine (LSD) dan metamfetamin
Golongan II,III dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah didaftarkan, contohnya diazepam, fenobarbital, lorazepam dan klordiazepoksid
e.
Obat Narkotika Merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan
kesadaran,
hilangnya
rasa,
mengurangi
sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. (UU RI no. 22 th 1997 tentang Narkotika). Obat ini pada kemasannya dengan lingkaran
yang
didalamnya
terdapat
palang
(+)
berwarna
merah.Obat
narkotika
penggunaannya diawasi dengan ketat sehingga obat golongan narkotika hanya dapat diperoleh di apotek dengan resep dokter asli (tidak dapat menggunakan copy resep). Dalam bidang kesehatan, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi/obat bius dan
13
analgetik/obat penghilang rasa sakit. Contoh obat narkotika adalah : codipront (obat batuk), MST (analgetik) dan fentanil (obat bius). Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan :
Golongan I Hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan Tidak digunakan dalam terapi Potensi ketergantungan sangat tinggi Contoh : Heroin (putauw), kokain, ganja
Golongan II Untuk pengobatan pilihan terakhir Untuk pengembangan ilmu pengetahuan Potensi ketergantungan sangat tinggi Contoh : fentanil, petidin, morfin
Golongan III Digunakan dalam terapi Potensi ketergantungan ringan Contoh : kodein, difenoksilat
Bentuk sediaan Bentuk sediaan obat (BSO) diperlukan agar penggunaan senyawa obat/zat berkhasiat dalam farmakoterapi dapat digunakan secara aman, efisien dan atau memberikan efek yang optimal. Umumnya BSO mengandung satu atau lebih senyawa obat zat berkhasiat dan bahan tambahan yang diperlukan untuk formulasi tertentu. Bentuk sediaan obat dipilih sesuai dengan manfaat yang diinginkan seperti :
Dapat melindungi dari kerusakan baik dari luar maupun dalam tubuh
Dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari bahan obat
Dapat melengkapi kerja obat yang optimum (topikal, inhalasi)
Sediaan yang cocok untuk : - obat yang tidak stabil, tidak larut - penyakit pada berbagai tubuh 5. Dapat dikemas/dibentuk lebih menarik dan menyenangkan.
Dalam memilih bentuk sediaan Obat, perlu diperhatikan :
Sifat bahan obat
Sifat sediaan obat
Kondisi penderita
Kondisi penyakit
Harga
Macam Bentuk Sediaan Obat
14
Bentuk Sediaan Padat : pulvis, pulveres, tablet, kapsul
Bentuk Sediaan Cair : solusio/mikstura, suspensi, emulsi, linimentum. losio
Bentuk Sediaan Setengah Padat : unguentum, him, jeli,
Bentuk sediaan khusus : injeksi , supositoria, ovula, spray, inhalasi,
Pulvis Dan Pulveres (Serbuk) Bahan atau campuran obat yang homogen dengan atau tanpa bahan tambahan berbentuk serbuk dan relatif satbil serta kering. Serbuk dapat digunakan untuk obat luar dan obat dalam. Serbuk untuk obat dalam disebut pulveres (serbuk yang terbagi berupa bungkus-bungkus kecil dalam kertas dengan berat umumnya 300mg sampai 500mg dengan zat tambahan umumya Saccharum lactis dan untuk obat luar disebut Pulvis adspersorius (Serbuk tabur).
Tablet Tablet adalah sediaan padat yang kompak, yang dibuat secara kempa cetak, berbentuk pipih dengan kedua permukaan rata atau cembung, dan mengandung satu atau beberapa bahan obat, dengan atau tanpa zat tambahan. ( Berat tablet normal antara 300- 600 mg ). Beberapa jenis tablet yang ada dipasaran adalah : 1.
Tablet Hisap ( Lozenges) Sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut.
2.
Trochici Tablet hisap yang dibuat dengan cara kempa, Bentuk sediaan seperti donat untuk mencegah tersedak. Rasanya manis sehingga mudah diberikan pada anak-anak.Contoh : FG Trochees
3.
Tablet Sublingual. Tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah, sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.Contoh : Tablet Cedocard
4.
Tablet Kunyah ( Chewable Tablet ) Tablet yang penggunaanya dengan dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit, tablet ini umumnya menggunakan manitol, sorbitol atau sukrosa sebagai pengikat dan pengisi yang mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa.Contoh obat Antasida
5.
Tablet Effervescent Tablet selain mengandung zat aktif, juga mengandung campuran asam ( asam sitrat, asam tartar) dan Natrium bikarbonat , apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbondioksida yang akan memberikan rasa segar.Contoh : Tablet Ca-D- Rhedoxon
6.
Tablet Salut Tujuan penyalutan tablet : Melindungi zat aktif dari udara, kelembaban, atau cahaya Menutupi rasa dan bau tidak enak Membuat penampilan lebih baik dan mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cema.Jenis tablet salut : o
Tablet Salut Gula (Tsg) Untuk obat yang rasa dan bau tidak menyenangkan. Contoh : Supra livron
o
Tablet Salut Film (Tsf) Untuk bahan obat yang rasa dan bau tidak menyenangkan. Contoh : Ferro gradumet
15
o
Tablet Salut Enterik (Tse) Sediaan ini disalut dengan tujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet telah melewati lambung, dilakukan untuk obat yang rusak atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi lambung.Contoh : Dulcolax 5 mg, Voltaren
7.
Tablet Multilayer Obat yang dicetak menjadi tablet kemudian ditambah granulasi diatas tablet yang dilakukan berulang-ulang sehingga terbentuk tablet multiplayer.Contoh : Bodrex
8.
Tablet Forte Tablet yang mempunyai komposisi sama dengan komponen tablet biasa tapi mempunyai kekuatan yang berbeda ( Biasanya 2 kali tablet biasa ). Contoh : Bactrim Forte
9.
Tablet Pelepasan Terkendali Tablet ini dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Fungsinya mempertahankan efek terapi untuk batas waktu yang lama, sehingga efek obat lebih seragam, hal tersebut akan mengurangi frekuensi pemberian sehingga ketaatan pasien bertambah. Istilah efek diperpanjang ( prolong action ) ; efek pengulangan ( repeat action) dan pelepasan lambat (sustained action) telah digunakan untuk menyatakan sediaan tersebut. Istilah lain yang sering digunakan antara lain retard, time release, sustained
release, oros. Kapsul Sediaan obat yang bahan aktifnya dapat berbentuk padat atau setengah padat dengan atau tanpa bahan tambahan dan terbungkus cangkang yang umumnya terbuat dari gelatin. Cangkang dapat larut dan dipisahkan dari isinya.
Kapsul Lunak ( Soft Capsule ): berisi bahan obat berupa minyak/larutan obat dalam minyak.
Kapsul keras ( Hard Capsule ): berisi bahan obat yang kering
Solutio Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Solute adalah zat yang terlarut sedangkan solven adalah cairan pelarut umumnya adalah air. Contoh : Enkasari 120 Ml Solution, Betadin Gargle
Sirup Penggunaan istilah untuk bentuk sediaan cair yang mengandung gula ( 64-66%). Lebih kental dan lebih manis dibandingkan dengan solutio. Cocok untuk anak-anak maupun dewasa. Contoh Sirup : Biogesic Sirup, Dumin Sirup
Sirup Kering adalah sediaan padat yang berupa serbuk atau granula yang terdiri dari bahan obat, pemanis, perasa, stabilisator dan bahan lainnya, kecuali pelarut. Apabila akan digunakan ditambah pelarut (air) dan akan menjadi bentuk sediaan suspensi. Pada umumnya bahan obat adalah antimikroba atau bahan kimia lain yang tidak larut dan tidak stabil dalam bentuk cairan dalam penyimpanan lama. Apabila sudah ditambahkan aquadest, hanya bertahan + 7 hari pada
16
suhu kamar, sedang pada almari pendingin + 14 hari. Contoh Sirup Kering : Cefspan Sirup (Untuk Dibuat Suspensi )
Suspensi Sediaan cair yang mengandung bahan padat dalam bentuk halus yang tidak larut tetapi terdispersidalam cairan/vehiculum, umumnya mengandung stabilisator untuk menjamin stabilitasnya, penggunaannya dikocok dulu sebelum dipakai.Contoh : Sanmag suspensi, Bactricid suspensi
Elixir Larutan oral yang mengandung etanol sebagai pelarut, untuk mengurangi jumlah etanol bisa ditambah pelarut lain seperti gliserin dan propilenglikol, kegunaan alcohol selain sebagai pelarut, juga sebagai pengawet atau korigen saporis. Sifat : cocok untuk penderita yang sukar menelan Contoh : batugin 300 ml, mucopect 60 ml ( pediatrik )
Guttae Sediaan cair yang pemakaiannya dengan cara meneteskan.
Dibagi menjadi beberapa jenis
berdasarkan tempat penggunaannya.
Tetes oral Volume pemberian kecil sehingga cocok untuk bayi dan anak-anak. Contoh : apialys drop 15 ml, triaminic 10 ml, termagon
Tetes mata Harus steril dan jernih, isotonis dan isohidris sehingga mempunyai aktivitas optimal. Contoh : Catarlent 5 ml, albucid
Tetes telinga Bahan pembawanya sebaiknya minyak lemak atau sejenisnya yang mempunyai kekentalan yang cocok ( misal gliserol, minyak nabati, propilen glikol ) sehingga dapat menempel pada gendang telinga. - ph sebaiknya asam ( 5-6 ) Contoh : otolin 10 ml, otopain 8 ml
Tetes hidung Contoh : iliadin 10 ml, vibrosil, otrivin
Lotion Sediaan cair yang digunakan untuk pemakaian luar pada kulit. Contoh : caladine lotion
Unguenta (salep) Sediaan setengah padat untuk digunakan sebagai obat luar, mudah dioleskan pada kulit dan tanpa perlu pemanasan terlebih dahulu , dengan bahan obat yang terkandung harus terbagi rata atau terdispersi homogen dalam zat pembawa. Jenis salep :
Salep berlemak ( fatty ointment ) Suatu sediaan obat berbentuk setengah padat yang mudah dioleskan, bahan obat hares terdispersi homogen dalam dasar salep yang bebas air ( berlemak ).
17
Salep mata. Steril dan obat dapat kontak lama dengan mata sehingga lebih efektif dibandingkan dengan tetes mata. Hari. Contoh : cendocycline 1%, 3,5 gram, cendomycos 3,5 g, kemicitine 5g
Jelly (gel ) Sediaan semi padat yang sedikit cair, kental dan lengket yang mencair waktu kontak dengan kulit, mengering sebagai suatu lapisan tipis, tidak berminyak. Contoh : bioplasenton jelly 15 mg, voltaren emulgel 100 g.
Cream Sediaan semi padat yang banyak mengandung air, sehingga memberikan perasaan sejuk bila dioleskan pada kulit. Dapat berfungsi sebagai pelarut dan pendingin. Sediaan ini cocok untuk dermatosa akut. Contoh : chloramfecort 10 g, hydrokortison 5g, scabicid 1 og.
Pasta Masa lembek dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentu serbuk dalam jumlah besar ( 4060% ). Contoh : pasta lassari
Inhalasi Obat atau larutan obat yang diberikan lewat nasal atau mulut dengan cara dihirup dimasudkan untuk kerja setempat pada cabang-cabang bronchus atau untuk efek sistemik lewat paru-paru
Penamaan obat Penamaan obat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : 1.
Nama Kimia Obat dengan nama zat aktif yaitu penamaan obat yang berdasar pada struktur kimia obat. Penamaan ini jarang digunakan dalam praktek sehari-hari karena sukar untuk dihapalkan.
2.
Obat Paten adalah hak paten yang diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang baru ditemukan berdasarkan riset industri farmasi tersebut dan diberi hak paten untuk memproduksi dan memasarkannya setelah melalui berbagai tahapan uji klinis sesuai aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Obat yang telah diberi hak paten tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan nama generik oleh industri farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa hak paten. Masa hak paten umumnya adalah 20 tahun sesuai UU no 14 tahun 2001 pasal 8 tentang paten dan tidak dapat diperpanjang.
3.
Obat Generik yang dikenal sekarang berasal dari obat paten yang telah habis masa hak patennya. Obat paten itu menjadi obat dengan status umum dan disebut obat generik. Nama generik dapat berua dan/atau nama trivial, nama lazim, nama singkatan,nama singkatan, nama kimia atau nama resmi Internasional seperti International Nonpropietary Name (INN). Obat generik berlogo adalah obat generik yang menyandang logo yang diciptakan pemerintah sebagai lambang yang menyatakan bahwa, obat generik tersebut diproduksi pabrik obat yang sudah mendapatkan sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB).
18
4.
Obat Branded/Obat dengan nama dagang adalah obat generik tertentu yang diberi nama atau merek dagang sesuai kehendak produsen obat.
Contoh Obat Parasetamol 1.
Nama Kimia : N-asetil-4 aminofenol
2.
Nama Generik : Parasetamol, Asetamonifen
3.
Nama Dagang : Panadol, Sanmol, Dumin.
Contoh Obat Paten Amoksisilin Antibiotik ini ditemukan pada tahun 1972 oleh Beecham, perusahan farmasi Inggris yang sekarang menjadi GlaxoSmithKline. Beecham memberi nama dagang obat ini menjadi Amoxil®. Amoxil® inilah yang disebut dengan obat paten (atau juga disebut inovator, originator atau pioner). Selama sepuluh tahun, Beecham mendapatkan keuntungan dari monopoli penjualan amoxillin diseluruh dunia. Baru ketika masa patennya kedaluwarsa di tahun 1982,
perusahaan-perusahaan farmasi lainnya
berlomba-lomba membuat versi generiknya. Semua produk yang mengandung amoxillin selain Amoxil® dianggap sebagai obat generik. Amoxillin yang dijual dengan kehendak produsen contoh perusahaan sanbe farma dijual dengan nama amoxan® maka disebut dengan nama dagang.
Obat Essensial Obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Obat tradisional Pengelompokan obat bahan alam Indonesia sesuai SK Kepala Badan POM No. HK.00.05.2411 tanggal 17 Mei 2004, yaitu a.
Jamu (Empirical based herbal medicine) Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.
b. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine) Obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses
19
produksi dengan tehnologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis. Contoh : kiranti c.
Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine) Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah. Contoh : stimuno
Kelas Terapi Kelas terapi obat didasarkan pada efek farmakologi obat yang dihasilkan. Berikut beberapa contoh daftar kelas terapi obat “ a.
Analgesik-anti piretik-anti inflamasi Golongan obat yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri, demam dan diantaranya untuk mengatasi peradangan. Contoh: parasetamol, asam mefenamat, natrium diklofenak, ibuprofen, ketorolac, fenilbutazon, asetosal
b. Anti biotik Obat yang ditujukan untuk menghambat atau membasmi bakteri. Contoh : amoksisilin, ampisillin, cefadroxil, ciprofloxacin, tetrasiklin, tiamfenikol c.
Antifungi Golongan obat yang digunakan untuk terapi mikosis patologi yang disebabkan oleh invasi jamur parasit. Contoh : ketokonzaol, miconazole, griseofulvin, itrakonazole
d. Antidiabetik Golongan obat yang digunakan dalam terapi pengobatan diabetes mellitus. Contoh: metformfin, glibenklamid, glipizid e.
Diuretik Golongan obat yang digunakan untuk meningkatkan volume pengeluaran cairan tubuh melalui mekanisme berkemih. Contoh : furosemida, tiazid, manitol
f.
Kortikosteroid Golongan obat yang digunakan dalam terapi pengobatan dengan kondisi patologis akibat berbagai sebab dengan manisfestasi, mulai dari simptom insufisiensi adrenokorteks, disfungsi
20
sistem neuroendrokrin hingga alergi dan peradangan. Contoh : hidrokortison, prednison, dexametason, betametason g. Vasodilator Meruapakan golongan obat yang digunakan untuk melebarkan pembuluh darah. Contoh : Hidralazin, minoksidil
TES FORMATIF Perhatikan gambar obat disamping !! Nama generik.................................................. Nama dagang................................................... Golongan keamanan obat.................................. Bentuk sediaan.................................................. Pabrik............................................................... Kelas terapi....................................................... Forte adalah.......................................................
Perhatikan obat herbal disamping ! Golongan obat herbal tolak angin adalah.......................................... Tahapan pengujian sampai.........................................
21
Bio farmasetika
Farmako kinetika
Farmako dinamika
PERJALANAN OBAT DIDALAM TUBUH TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu memahami konsep biofarmasetika, farmakokinetika dan farmakodinamika
URAIAN MATERI |DASAR-DASAR FARMAKOLOGI Sebelum obat tiba pada target aksi, obat akan banyak mengalami proses. Secara garis besar prosesproses ini dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
22
1.
Fase biofarmasetik/farmasetik
2.
Fase farmakokinetik
3.
Fase farmakodinamik
Untuk menghasilkan efek terapi, obat harus mencapai target aksinya dalam kadar yang cukup agar dapat menimbulkan respon. Tercapainya kadar obat tersebut tergantung dari jumlah obat yang diberikan, keadaan dan kecepatan obat di absorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian lain dari badan. Efek obat akan hilang apabila obat telah bergerak keluar dari badan. BIOFARMASETIKA ATAU FARMASETIKA Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia obat, formulasi obat, dan rute pemberian terhadap bioavailabilitas obat, sedangkan bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Biofarmasetika bertujuan mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.
Faktor yang mempengaruhi biofarmasetika : 1.
Stabilitas obat dalam produk obat tidak mengalami perubahan sifat fisika kimia dalam proses penyimpanan
2.
Pelepasan obat dalam produk obat zat aktif obat dapat dilepaskan dari bentuk sediaan
3.
Kecepatan pelepasan obat ditempat absorbsi contoh tablet yang baik dapat akan mengalami disintegrasi (waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit)
4.
Absorbsi sistemik obat obat mempunyai lipofilisitas yang optimal Suatu sediaan obat tidak hanya terdiri dari zat aktif obat, namun memerlukan zat tambahan
lainnya agar sediaan obat stabil dalam penyimpanan namun ketika berada didalam tubuh dapat melepaskan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Tablet merupakan salah satu sediaan obat yang memerlukan bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelicin dan penghancur dalam proses formulasi pembuatannya. Ketika tablet ditelan maka tablet akan pecah dilambung menjadi granul-granul kecil terdiri dari zat aktif tercampur dengan zat pengisi, pengikat, pelicin dan penghancur. Setelah granul pecah, maka zat aktif terlepas. Bila daya larutnya cukup besar, maka zat aktif tersebut larut dalam cairan lambung atau usus tergantung dimana obat berada pada saat itu.
23
Faktor bentuk sediaan (tablet) dan formulasi terhadap bioavabilitas 1.
Derajat kehalusan serbuk
2.
Sifat fisika kimia zat aktif •
3.
4.
Kristal atau amorf?
Keadaan kimia obat •
Bentuk Hidrat/anhidrat
•
Ester
Zat-zat tambahan •
Zat pengisi Kalsium sufat dan laktosa
•
Zat pengikat agar waktu dikempa dapat menjadi masa yang kompak
•
Zat pelicin mempercepat terlarutnya zat aktif Mg stearat menghambat, amilum kering mempercepat.
Pemilihan bentuk sediaan obat akan mempengaruhi kecepatan dan efek terapi. Obat yang berada dalam bentuk cairan atau sirup akan mencapai ketersediaan farmasi dalam waktu singkat, karena tidak mengalami fase disintegrasi menjadi granul dan fase melarut. Urutan besarnya persentase obat yang diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan sesuai dengan bentuk sediaan adalah larutan - suspensi oral - emulsi - kapsul – tablet - tablet bersalut. Evaluasi produk obat •
Penilian in vitro disintegrasi dan disolusi
•
Penilaian in vivo bioavabilitas
Perbandingan dua produk •
Uji Bioavailabilitas
•
Uji Bioekivalen
FARMAKOKINETIKA Fase farmakokinetika adalah perjalanan obat mulai titik masuk obat ke dalam badan hingga mencapai tempat target aksi. Untuk memberi efek terapi, obat harus mencapai tempat target aksi obat dalam kadar yang cukup agar dapat menimbulkan respon sehingga tujuan terapi dalam hal ini adalah mempertahankan kadar obat dalam batas-batas jendela terapetik. Terdapat empat fase utama dalam farmakokinetika, yaitu: Absorbsi Distribusi Metabolisme/biotransformasi Ekskresi
24
Rute pemberian Obat Rute pemberian tidak termasuk dalam 4 fase utama farmakokinetika. Namun mempengaruhi obat apakah melewati proses absorbsi dalam salah fase utama dalam farmakokinetika. Obat yang ditujukan pada penggunaan sistemik masuk ke dalam tubuh melalui dua cara, yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Intravaskular adalah pemberian obat yang langsung masuk ke sirkulasi sistemik/pembuluh darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh seperti pemberian intravena (suntikan atau infus). Pemberian obat dengan cara intravaskular tidak perlu mengalami fase pertama untuk memberikan efek, yaitu fase absorbsi. Konsentrasi obat dalam plasma atau darah selanjutnya ditentukan oleh kecepatan metabolisme/biotransformasi obat dan kecepatan ekskresi atau eliminasi obat dari tubuh. Ekstravaskular adalah pemberian obat yang diberikan tidak langsung masuk ke sirkulasi sistemik/ pembuluh darah (vaskular) sehingga obat harus mengalami proses absorbsi terlebih dahulu, kemudian baru masuk ke pembuluh darah. Rute pemberian obat secara ekstravaskular, yakni:
1. Oral 2. Selaput lendir (mukosa) 3. Transdermal 4. Intradermal 5. Subkutan 6. Intramuskulus 7. Intrakardial (i.k.d.) 8. Intratekal/intraspinal/intradural 9. Intratikulus 10. Subkonjungtiva 11. Intraperitoneal (i.p.) 12. Peridural (p.d.) 13. Intrasisternal
Absorbsi Absorbsi adalah gerakan suatu obat dari tempat pemberian masuk ke sistem sirkulasi darah. Proses absorbsi obat hanya terjadi pada pemberian obat melalui rute ekstravaskuler dimana Untuk memasuki aliran sistemik/pembuluh darah obat harus dapat melintasi membran/barrier yang merupakan faktor terpenting bagi obat untuk mencapai tempat aksinya ( misal: otak, jantung, anggota badan lain). Obat harus dapat melewati berbagai membran sel (misalnya sel usus halus, pembuluh darah, sel glia di otak, sel saraf).
25
Pada umumnya obat melintasi lapisan sel ini dengan cara menembusnya, sehingga peristiwa terpenting dalam proses farmakokinetik adalah transport lintas membran. Membran sel terdiri dari dua lapis lemak yang membentuk fase hidrofilik dikedua sisi membran dan fase hidrofobik diantaranya. Terdapat molekul-molekul protein yang menembus dikedua sisi membran yang berfungsi sebagai kanal hidrofilik untuk transport air dan molekul kecil lain yang larut didalam air. Air mengalir melalui kanal hidrofilik pada membran akibat perbedaan tekanan hidrostatik maupun tekanan osmotik. Hanya zat-zat bukan ion yang terlarut dalam air dengan berat molekul 100-200 saja yang dapat melintasi membran bersama air, seperti urea, etanol dan antipirin.
Obat melintasi membran dengan cara : 1. Difusi Pasif dan 2. Transport aktif. Difusi Pasif Pada difusi pasif, kemampuan obat melintasi membran sel bergantung pada: o
Ukuran dan bentuk obat
o
Kelarutan obat dalam lipid Membran sel tersusun oleh molekul lipid (lemak). Akibatnya, obat yang dapat larut dalam lipid (lipid soluble) akan berdifusi melalui membran lebih mudah dibandingkan obat yang larut dalam air (water soluble)
o
Derajat ionisasi Derajat ionisasi adalah banyaknya obat yang terionkan (menjadi bermuatan) ketika dilarutkan dalam air. Faktor penentu utama ionisasi adalah:
Sifat asam-basa obat : asam lemah atau basa lemah (sebagian besar obat adalah asam lemah atau basa lemah)
26
Sifat asam-basa cairan solven (pelarut)-nya : asam atau basa (obat yang bersifat asam lemah akan lebih terionisasi pada suasana basa, sedangkan obat yang bersifat basa lemah akan terionisasi pada suasana asam)
Molekul akan menjadi kurang bermuatan (tidak terionisasi) jika berada pada suasana pH yang sama, dan akan lebih bermuatan jika berada di pH yang berbeda. Semakin bermuatan, suatu molekul akan semakin sulit menembus membran. Semakin kurang bermuatan, suatu molekul akan lebih mudah menembus membran. Dapat menjadi prediktor terhadap sifat absorpsi obat. Contoh: Aspirin (bersifat asam lemah) akan lebih mudah terabsorpsi di lambung atau usus Pada proses difusi pasif obat bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi lain. Setelah terjadi keadaan mantap (steady state) tercapai, kadar obat bentuk non ion dikedua sisi membran akan sama. Maka dapat dikatakan bahwa obat yang melintasi membran secara difusi pasif yang pada dasarnya memerlukan suatu gradien konsentrasi ketika melintasi membran. Transport aktif Transport obat secara aktif, biasanya terjadi pada sel saraf, hati dan tubuli ginjal. Proses ini membutuhkan energi yang diperoleh dari aktivitas membran sendiri, sehingga zat dapat bergerak melawan perbedaan kadar (melawan gradien konsentrasi). Selain dapat dihambat secara kompetitif, transport aktif ini bersifat selektif dan memperlihatkan kapasitas maksimal (dapat mengalami kejenuhan). Beberapa obat bekerja mempengaruhi transpor aktif zat-zat endogen, dan transport aktif suatu obat dapat pula dipengaruhi oleh obat lain. Contoh obat yang menggunakan transpor aktif adalah levodopa dan metildopa.
Bioavailabilitas Bioavailabilitas atau ketersediaan hayati adalah jumlah obat yang diabsorbsi setelah pemberian melalui rute X dibandingkan dengan jumlah obat yang diabsorbsi setelah pemberian intravena (IV). X adalah rute pemberian obat selain IV. Sejumlah faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas adalah : Ukuran partikel dan formulasi obat mempengaruhi kelarutan obat Keadaan saluran cerna (gastrointestinal)
27
Gerakan lambung dan usus mempunyai pengaruh yang besar terhadap absorbsi obat. Obat yang meningkatkan (metoklorpropamid) dan menurunkan (obat antimuskarinik) motilitas lambung akan mempengaruhi absorbsi obat. Gerakan usus yang cepat (misalnya diare) juga mengganggu absorbsi obat. Obat yang diminum sesudah makan biasanya absorbsinya juga lambat sebab jalannya menuju usus halus diperlambat. First pass effect Obat-obat yang diberikan per oral diabsorbsi dari saluran gastrointestinal. Selanjutnya darah dari saluran gastrointestinal berjalan melalui hati. Banyak obat yang mengalami metabolisme dihati saat melintasi saluran pencernaan menuju tubuh. Distribusi Distribusi obat di definisikan sebagai proses meninggalkan aliran sirkulasi darah dan masuk ke dalam cairan ekstraseluler dan jaringan-jaringan. Setelah obat masuk sirkulasi darah (sesudah absorbsi), obat akan dibawa ke seluruh tubuh oleh aliran darah dan kontak dengan jaringan-jaringan tubuh saat distribusi terjadi. Sesaat sebelum distribusi terjadi, mula-mula tidak ada obat didalam jaringan, tetapi dengan berlangsungnya distribusi, kadar obat dalam jaringan akan meningkat sampai akhirnya terjadi keadaan yang disebut keadaan mantap (steady state). Kecepatan distribusi obat masuk ke jaringan sama dengan kecepatan distribusi obat keluar dari jaringan sehingga perbandingan kadar obat dalam jaringan dan kadar dalam darah konstan dan mantap, hal ini disebut dengan keseimbangan distribusi. Kecepatan distribusi obat ke jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Aliran darah ke jaringan/organ Obat dibawa ke seluruh jaringan tubuh oleh aliran darah sehingga makin cepat obat mencapai jaringan makin cepat pula obat terdistribusi ke jaringan.
Sifat membran Membran yang memisahkan jaringan atau organ dari darah bersifat lipofil sehingga hanya obatobat yang lipofilikyang dapat menembus membran dengan mudah. Molekul-molekul obat yang terionisasi tidak mudah melewati membran tersebut.
Sifat fisika kimia obat Kalau suatu jaringan dapat mengikat lebih banyak obat, diperlukan waktu yang lama untuk mencapai keseimbangan distribusi sehingga menyebabkan makin banyaknya ambilan suatu obat oleh jaringan karena sangat mudahnya obat melarut dalam lipid
Ikatan protein plasma Obat-obat yang terikat protein plasma tidak dapat didistribusikan ke jaringan-jaringan karena molekul-molekul protein sangat besar dan tidak dapat melewati membran lipid, sehingga hanya obat bebas yang dapat didistribusikan ke dalam jaringan tubuh.
Terdapat beberapa sawar (penghalang) dalam proses distribusi obat; yaitu sawar darah otak,plasenta dan testis. Fungsi sawar tubuh tersebut untuk melindungi bahan-bahan yang mungkin berbahaya. Maka obat yang ditujukan untuk dapat melewati sawar tersebut haruslah : tetap tak terionkan dalam pH darah, mempunyai kelarutan dalam lipid yang tinggi,
28
mempunyai BM kurang dari 600. Pada sawar darah otak, distribusi obat dapat dibantu oleh suatu mekanisme transport (mis LDOPA). Metabolisme/Biotransformasi Metabolisme/biotransformasi ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim mikrosomal. Pada proses ini molekul diubah menjadi lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak, sehingga mudah di ekskresikan melalui ginjal. Selain itu, obat menjadi inaktif sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif atau toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir. Perubahan metabolik molekul obat terjadi melalui dua jenis reaksi biokimia, yaitu:
Reaksi Fase I;
ialah oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Reaksi fase I mengubah obat menjadi
metabolit yang lebih polar dan dapat bersifat inaktif, kurang aktif atau lebih aktif dibandingkan bentuk aslinya. Enzim utama yang berperan dalam proses metabolisme obat adalah sitokrom P450 dihati. Selain itu, terdapat enzim lain meliputi aldehid dehidrogenase, alkohol dehidrogenase, deaminase, esterase, amidase, epoksida hidratase.
Reaksi Fase II; disebut reaksi sintetik yaitu reaksi konjugasi yang selalu menghasilkan senyawa tidak aktif dimana terjadi reaksi konjugasi yaitu ditempelkan gugus-gugus yang lebih besar seperti gugus glukoronil, sulfat, asetil sehingga mudah dieksresikan melalui air (hidrofilik). Enzim utama yang berperan dalam reaksi fase II adalah glukoronil transferase.
Perubahan metabolit obat oleh enzim pemetabolisme adalah
Aktif Tidak Aktif Contoh : Aspirin
Tidak Aktif Aktif (pro drug) Contoh : Prednison Prednisolon Azatioprin (imunosupresan) merkaptopurin
Aktif Aktif Parasetamol N-Acetyl-P-Benzoquinomine(NAPQI)
Kecepatan metabolisme obat dipengaruhi oleh :
Kadar Obat Kadar terapi obat biasanya jauh dibawah kemampuan maksimal enzim pemetabolisme, namun semakin tinggi kadar obat maka semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengubah obat menjadi metabolitnya.
Fungsi hati Metabolisme obat di hati terganggu bila terjadi kerusakan parenkim hati misalnya hepatotoksik atau sirosis hepatis sehingga mempengaruhi kemampuan
29
Perbedaan Individu
Aktivitas enzim mikrosom ditentukan oleh faktor genetik sehingga kecepatan metabolisme obat antar individu bervariasi
Penggunaan obat lain Beberapa jenis obat (misalnya fenobarbital, etanol, fenilbutazon, fenitoin, rifampicin, dan griseofulvin) mempunyai efek meningkatkan aktivitas enzim mikrosomal. Efek ini dikenal sebagai induksi enzim, sehingga penggunaan obat secara terus menerus dalam jangka waktu lama dapat mengurangi efektivitas obat karena peningkatan metabolisme. Contoh Obat yang menginduksi enzim: o
Rifampicin menurunkan efek obat anti hamil obat-obat kontrasepsi hormonal.
o
Penderita yang mendapat fenobarbital secara rutin memerlukan dosis warfarin yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek anti koagulan yang dikehendaki. Namun penghentian fenobarbital menyebabkan pengurangan metabolisme warfarin dan memungkinkan terjadinya pendarahan.
Terdapat pula obat-obat yang dapat menghambat aktivitas enzim pemetabolisme sehingga menghasilkan pengurangan metabolisme obat lain. Obat yang berperan sebagai inhibitor enzim adalah simetidin, allopurinol, isoniazid, kloramfenikol, ketokonazol dan antibiotika makrolida. Contoh obat yang menginhibisi enzim : o
Eritromisin dapat menghambat metabolisme antihistamin terfenadin sehingga terjadi akumulasi terfenadin sehingga mengakibatkan aritmia jantung yang kemungkinan fatal.
o
Simetidin dapat menghambat metabolisme sehingga meningkatkan dan memperpanjang efek obat anti koagulan dan obat sedatif.
Penghambatan kompetitif metabolisme dapat terjadi pada obat yang kadar terapinya mendekati kapasitas maksimal enzim pemetabolisme. Contoh obat yang bekerja secara kompetitif:
Difenilhidantoin dihambat metabolismenya oleh dikumarol karena keduanya bersaing untuk dapat di metabolisme oleh enzim yang sama.
Ekskresi Ekskresi obat merupakan eliminasi obat dari tubuh melalui proses eksresi atau konversi menjadi bentuk metabolit. Obat dieliminasikan dengan berbagai rute, yaitu: Ginjal (urin) Empedu dan usus (feses) Paru-paru (udara) Kulit (keringat) ASI Obat yang larut dalam air lebih cepat diekskresikan dibandingkan dengan obat yang larut dalam lipid. Ginjal merupakan organ ekskresi utama. Kebanyakan obat, yang diekskresi melalui urin, mempunyai ciri : Obat larut dalam air Mempuyai BM < 300 Mengalami biotransformasi secara lambat oleh hati
30
Ekskresi pada ginjal merupakan resultan dari 3 proses yakni filtasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, sekresi tubulus. Mekanisme obat yang di ekskresikan oleh ginjal melalui proses : transport pasif (filtrasi glomeruli, reabsorbsi tubulus) transport aktif (sekresi tubulus)
Obat yang dimetabolisme oleh hati disekresikan ke dalam empedu dan kemudian melewati usus dieliminasi melalui feses. Selama proses ini berlangsung, aliran darah akan menyerap kembali obat yang larut dalam lemak dan mengembalikannya ke hati dimana mereka dimetabolisme untuk selanjutnya di eliminasi oleh ginjal. Inilah yang disebut dengan siklus enterohepatik. Paru-paru mengeliminasi obat yang utuh serta nonmetabolit, seperti gas dan obat bius. Obat yang mudah menguap seperti obat bius dan alkohol dimetabolisme menjadi CO2 dan H2O diekskresikan melalui paru-paru. Keringat dan kelenjar ludah bukan jalur ekskresi obat yang utama karena ekskresi obat bergantung pada difusi obat larut lemak yang melalui sel epitel kelenjar. Beberapa obat yang diberikan melalui intravena di ekskresikan melalui air liur yang menyebabkan pasien dapat “merasakan” obat tersebut. Namun, pada akhirnya obat yang dieksresikan kedalam air liur ditelan kembali, diserap dan dieliminasi melalui urine. Bromida adalah salah satu obat yang di ekskresikan melalui keringat. Beberapa jenis obat atau metabolitnya di ekskresikan dalam kelenjar payudara seperti morfin, kodein dan chloramfenikol sehingga ASI pada ibu menyusui mengandung obat. Hal tersebut menyebabkan obat terakumulasi sehingga menyebabkan efek yang tidak diinginkan pada bayi yang menerima ASI.
31
Kurva Obat dalam Plasma Vs Waktu Keterangan : Beberapa parameter yang harus kita perhatikan dalam grafik ini: MEC
atau
Concentration
Minimum
Effect
merupakan
kadar
minimal yang harus dicapai obat agar berefek. Jika konsentrasi obat masih dibawa MEC maka obat belum berefek MTC atau Minimum Toxic Concentration merupakan kadar dimana obat mulai bersifat toksis bagi tubuh. Therapeutic Range merupakan konsentrasi dimana obat berefek dalam batas yang aman dan tidak toksik. beberapa obat seperti digoksin memiliki therapeutic range yang sempit sehingga dalam pengobatan harus berhati-hati karena jika berlebihan dapat menyebabkan toksisitas Onset merupakan waktu dimana obat mulai berefek atau memasuki MEC t max merupakan waktu dimana kadar obat dalam plasma sampai pada puncaknya Cmax merupakan kadar maksimum yang dapat dicapai obat pada plasma AUC atau Area Under Curve menunjukkan jumlah obat di dalam plasma Duration of Action menunjukkan rentang waktu dimana obat berefek (memasuki MEC) sampai tidak berefek (turun dari MEC) Selain itu ada pula yang disebut Frekuensi Pemberian. Frekuensi Pemberian merupakan jarak (interval) antar pemberian obat. Plasma Half life = t½ adalah Waktu yang diperlukan untuk mencapai ½ Cmax. Bila obat diberikan setiap kali t½ nya maka kadarnya menjadi tetap (steady state, setelah 4x waktu paruh) Frekuensi obat sehari = 24 / t½ Loading dose Dosis awal obat yang diberikan lebih besar dari biasanya supaya lebih cepat mencapai steady state yang diikuti dengan maintanance dose. Margin of safety Area yang berada antara kadar terapi dan kadar toksik Dosis toksik Dosis yang dapat menimbulkan efek toksik Dosis letal Dosis yang menimbulkan kematian
32
Dosis terapi Dosis yang menimbulkan efek yang diinginkan Parameter Farmakokinetik Parameter Farmakokinetik merupakan besaran yang diturunkan secara matematis dari hasil pengukuran obat atau metabolit aktif dalam darah atau urin. Parameter farmakokinetik dibagi menjadi: 1.
Parameter primer Merupakan parameter yang harganya dipengaruhi secara langsung oleh variabel fisiologis, yaitu: a.
Clearance (Cl) menunjukkan berapa banyak urin yang dikeluarkan per waktu / kemampuan mengeliminasi (satuannya: volume/waktu). parameter ini dipengaruhi oleh ginjal. Rumus : Cl = Konstanta eliminasi (Ke) x Vd (Volume distribusi)
b. Volume distribusi (Vd) menggambarkan volume teoritis dimana obat terdistribusi pada plasma darah c.
Tetapan Kecepatan absorbsi (Ka) dipengaruhi oleh enzim, luas permukaan, fili dan fisiologi usus
2.
Parameter sekunder dipengaruhi oleh parameter primer a.
Waktu paruh (t1/2) Jika terjadi gangguan pada ginjal yang menyebabkan clearance terganggu maka waktu paruh juga terpengaruh Jika Clearance naik maka t1/2 turun -> karena obat cepet dieksresi Jika Clearance turun maka t1/2 naik -> karena obat lama dieksresi
3.
Parameter turunan Parameter ini dipengaruhi oleh parameter primer, sekuinder maupun besaran lain misalnya Area
Under Curve (AUC) yang dipengaruhi oleh Clearance. Jika fungsi eliminasi turun maka AUC akan naik dan sebaliknya.
33
FARMAKODINAMIKA Farmakodinamik ialah Ilmu yang mempelajari kemampuan kerja obat beserta mekanisme aksinya sehingga dapat menghasilkan efek pada organisme hidup. Efek obat umumnya timbul karena interaksi obat dengan reseptornya mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas untuk obat tersebut.
Mekanisme Kerja Obat
Non Spesifik
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Spesifik
Enzim
Kanal Ion
Molekul Pembawa
Reseptor
Cara kerja obat menghasilkan efek : Non Spesifik Aksi tidak diperantarai oleh interaksi obat dengan target aksi obat spesifik (reseptor) berdasarkan pada sifat fisika kimia sederhana. 1.
Berdasarkan sifat fisika
Massa Fisis Laktulosa yang diberikan secara peroral akan mengadsorbsi air mengembangkan volume menyebabkan peristaltik vegeta herbal.
Osmosis Manitol diuresis osmosis
Adsorbsi Kaolin dan Karbon aktif penyerapan racun new diatab, guanistrep
Rasa Gentian (senyawa pahit) perangsang pengeluaran asam lambung menambah nafsu makan
Radioaktivitas Senyawa 131I pada pengobatan hipertiroidisme
Pengendapan Protein Fenol denaturasi protein mikroorganisme disinfekta
Barier Fisi Sukralfat melapisi membran mukosa lambung melindungi lambung dari serangan pepsin asam
34
Surfaktan Sabun pembersih kulit, antiseptik, disinfektan
2. Berdasarkan sifat kimia
Aktivitas asam basa Antasida aktivitas basa menetralisir kelebihan asam lambung pengobatan ulser lambung
Pembentukan khelat EDTA (etilen diamin tetra asetat) dan dimerkapol membentuk kelompok khelat dengan logam-logam seperti timbal dan tembaga logam dikeluarkan dari tubuh toksisitas berkurang
Aktivitas oksidasi reduksi Kalium permanganat aktivitas oksidasi morfin toksisitas berkurang Vitamin C reduktor
Spesifik Aksi obat diperantarai oleh interaksi obat dengan target obat spesifik target obat spesifik yaitu enzim, molekul pembawa, kanal ion dan reseptor. 1.
Enzim Enzim merupakan salah satu target aksi obat yang mekanisme aksinya diperantarai oleh sedikitnya dua mekanisme, yaitu: Molekul obat bertindak sebagai substrat analog yang beraksi sebagai inhibitor kompetitif bagi enzim. Molekul obat bertindak sebagai substrat palsu sehigga membentuk produk yang abnormal dan membuat jalur metabolik terganggu. Contoh : Obat golongan anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja menghambat rasa nyeri dengan cara menghambat pembentukan mediator nyeri yaitu prostaglandin yang merupakan senyawa endogen hasil metabolisme asa arakhidonat yang berasal dari lapisan fosfolipid pada membran sel. Metabolisme asam arakhidonat terjadi melalui dua jalur, yaitu lipooksigenasi yang dikatalisis oleh enzim lipooksigenase yang menghasilkan leukotrien, dan jalur siklooksigenase yang dikatalisis oleh enzim siklooksigenase yang menghasilkan prostaglandin dan tromboxan. Obat AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase sehingga dapat mengambat produksi prostaglandin yang merupakan mediator nyeri utama.
2.
Molekul pembawa Obat yang berkerja dengan cara menghambat kerja suatu molekul pembawa yang mekanismenya banyak dijumpai pada obat-obat sistem saraf. Contohnya adalah pengunaan tiagabin dalam pengobatan epilepsi. Penyakit epilepsi disebabkan karena pemicuan saraf yang berlebihan akibat ketidakseimbangan antara kerja saraf penghambatan dan kerja saraf pemicuan dalam hal ini kurangnya neurotransmitter GABA. Untuk itu tiagabin menghambat kerja transpoter gaba sehingga re-uptake gaba terhambat dan jumlah GABA dicelah sinaptik meningkat.
3.
Kanal Ion Kanal ion merupakan target aksi obat anastesi lokal seperti kokain, lidokain dan prokain. Obatobat ini dapat berikatan dengan sisi sitoplasmik kanal ion dan juga menyebabkan Na mengikat
35
kanal ion pada kondisi teraktivasi, sehingga kanal ion tersekat yang pada akhirnya menghambat hantaran transmisi impuls rasa sakit.
4.
Reseptor Reseptor merupakan target aksi obat yang utama dan paling banyak. Fungsi reseptor adalah mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifitas tinggi dan meneruskan sinyal tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara: Perubahan permeabilitas membran Pembentukan second messenger Mempengaruhi transkripsi gen
Teori Reseptor Syarat interaksi ligan/obat dan reseptor dapat menghasilkan efek : 1.
Afinitas Kemampuan suatu ligan/obat untuk berinteraksi dengan satu tipe reseptor tertentu.
2.
Aktivitas Intrinsik Kemampuan obat untuk menghasilkan respon fisiologi
3.
Efikasi Intrinsik Kemampuan obat untuk menghasilkan stimulus yang pada akhirnya menimbulkan suatu efek
Ligan adalah molekul spesifik yang dapat mengikat reseptor. Ligan dapat berupa : 1.
Hormones – dihasilkan oleh kelenjar eksokrin dan disekresikan melalui peredaran darah menuju sel target yang jauh (e.g.’s: insulin, testosterone)
Autocrine/paracrine factors – hormon yang beraksi lokal (e.g.: prostaglandins) 3. Neurotransmitters – dilepaskan oleh ujung saraf sebagi respon dari depolarisasi (e.g.’s: 2.
acetylcholine, norepinephrine) 4.
Cytokines – ligan yang diproduksi oleh sel-sel pada sistem imunitas. Targetnya bisa jauh atau dekat (e.g.’s: interferons, interleukins)
5.
Membrane-bound ligands – terdapat pada permukaan sel, mengikat pada reseptor komplementer sel yang lain menjembatani interaksi antar sel (e.g.: integrins)
6.
36
Drug/chemicals – merupakan senyawa yang dipaparkan dari luar
Untuk menghasilkan efek, reseptor harus berikatan dengan ligan mengikuti teori lock and key mechanism
Lock- and Key Mechanism Tipe ligan 1.
Agonis a. Agonis Penuh b. Agonis Parsial c. Inverse Agonis
2.
Antagonis a. Antagonis Kompetitif b. Antagonis Non Kompetitif
Ikatan ligan agonis dan antagonis dalam menghasilkan efek Pembentukan kompleks obat-reseptor menghasilkan suatu respon biologis. Cara yang lazim untuk menyatakan hubungan antara konsentrasi obat dan respon biologis adalah dengan kurva konsentrasi (atau dosis) terhadap respon. 1.
Suatu agonis adalah suatu senyawa yang berikatan dengan suatu reseptor dan menghasilkan respon biologis. Suatu agonis dapat berupa ligan (obat, hormon, neurotransmitter) untuk reseptor tersebut. Peningkatan konsentrasi agonis akan meningkatkan respon biologis hingga tidak ada lagi reseptor yang dapat mengikat agonis atau respin maksimal telah tercapai.
2.
Suatu agonis parsial menghasilkan respon biologis, tetapi tidak dapat menghasilkan 100% respon biologis meskipun pada dosis yang sangat tinggi.
37
3.
Agonis inversi mempunyai efek yang berlawanan dengan efek agonis penuh jika berikatan dengan reseptor yang sama dengan agonis.
4.
Suatu antagonis mempunyai efek yang dapat mengurangi kemampuan agonis dalam menghasilkan respon maksimum.Antagonis terbagi menjadi dua jenis, yaitu; a.
Antagonis kompetitif dimana mengikat reseptor secara reversibel pada daerah yang sama dengan tempat ikatan agonis, tetapi tidak menyebabkan efek.
b. Antagonis non kompetitif yaitu antagonis yang dapat mengurangi efektifitas suatu agonis melalui mekanisme selain berikatan dengan tempat ikatan agonis pada reseptor.
Dosis Vs Respon Potensi Jumlah obat yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon tertentu. Makin rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respon yang diberikan, makin poten obat tersebut. Potensi paling sering dinyatakan sebagai dosis obat yang memberikan 50% dari respon maksimal (ED50). Efikasi Kemampuan obat untuk menghasilkan efek maksimal pada suatu sistem biologik setelah berinteraksi dengan reseptor Slope Menunjukkan batasan keamanan obat. Suatu slope yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis yang kecil menghasilkan suatu perubahan yang besar. Variasi biologik Variasi antar individu dalam besarnya respons terhadap dosis obat yang sama pada populasi yang sama.
38
Spesifisitas dan Selektifitas Obat yang ideal adalah yang bersifat spesifik dan selektif.
Spesifik Kerja obat hanya pada satu jenis reseptor
Selektif Menghasilkan satu efek pada dosis rendah dan pada dosis lebih tinggi baru timbul efek yang lain. Contoh : Klorpromasin, bukan obat yang spesifik karena bekerja pada berbagai jenis reseptor Atropin adalah bloker spesifik untuk reseptor muskarinik, tetapi tidak selektif karena reseptor muskarinik terdapat di berbagai organ. Salbutamol adalah agonis ß-adrenergik yang spesifik dan relatif selektif karena memblok reseptor ß2 dan pada dosis terapi hanya berefek dibronkhus. Selain tergantung pada dosis: Selektifitas juga tergantung cara pemberian obat. Contoh: Salbutamol ( pada dosis terapi hanya berefek di bronkhus, memblok reseptor ß-2 )bila diberikan sebagai obat semprot langsung ke saluran napas, maka selektifitasnya akan meningkat. Pada intinya tidak ada obat yang menghasilkan satu efek saja, dan makin banyak efek obat, makin banyak efek sampingnya. Dengan demikian, selektifitas merupakan sifat obat yang penting dalam terapi. Efek Obat Efek Terapeutik Efek terapeutis adalah efek obat yangtimbul dengan penggunaan dosis obat sesuai dengan dosis terapi. Efek tersebut sesuai dengan tujuan terapi pengobatan yang dibedakan berdasarkan efek yang ditimbulkan, yaitu : 1.
Terapi kausal, yaitu pengobatan dengan meniadakan atau memusnahkan penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria dan sebagainya.
39
2.
Terapi simptomatis, yaitu pengobatan untuk menghilangkan atau meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebabnya yang lebih mendalam tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada reumatik atau sakit kepala, obat hipertensi dan obat jantung.
3.
Terapi substitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zatzat yang seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit , misalnya insulin pada penderita diabetes, oralit pada penderita diare, tiroksin pada penderita hipotiroid, estrogen pada hipofungsi ovarium dimasa klimakterium wanita.
Efek terapeutis obat tergantung dari banyak sekali faktor, antara lain dari bentuk dan cara pemberian, sifat fisikokimia yang menentukan absorbsi, biotransformasi dan ekskresinya dalam tubuh. Begitu pula dari kondisi fisiologis pasien (fungsi hati, ginjal, usus dan peredaran darah). Faktor-faktor individual lainnya, misalnya etnik, kelamin, luas permukaan badan dan kebiasaan makan juga dapat memegang peranan penting. Plasebo Plasebo adalah sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu. Obat plasebo biasanya berisi laktosa yang ditambahkan sedikit kinin untuk memberikan rasa pahit sering pula diberikan penambahan warna. Pemberian obat plasebo memiliki beberapa tujuan, yaitu : Pengobatan sugesti Bertujuan untuk memanipulasi pikiran, pada pasien yang sebenarnya tidak memerlukan pengobatan atau pada pecandu serta penderita kanker stadium akhir. Uji Klinis Digunakan sebagai pembanding pada penelitian tahap akhir obat untuk mengukur efek farmakologis obat baru Pelengkap dan penggenap pil KB Bertujuan agar pasien tidak lupa minum obat setiap hari. Efek samping Efek yang timbul dengan pemberian dosis terapi namun bukan menjadi tujuan pengobatan dan timbul pada kebanyakan individu. Efek samping dapat bersifat merugikan namun juga menguntungkan. Contoh adalah CTM dengan efek samping menyebabkan rasa kantuk, dapat berefek merugikan jika kondisi dan situasi penggunaan mengharuskan untuk bekerja namun menguntungkan jika kondisi dan situasi penggunaan menginginkan istirahat. Efek Toksik Efek yang timbul jika obat digunakan berulang-ulang dan dalam dosis tinggi. Klasifikasi efek toksik berkaitan dengan organ / sistem yang menjadi sasaran obat yang bersangkutan. Efek toksik dapat dibedakan menjadi : 1.
Toksisitas hemopetik Efek seperti anemia sampai berbagai diskrasias darah seperti leukopenia, granulositopenia, agranulositosis, trombositopenia.Contoh obat : pada penggunaan kloramfenikol
40
2.
Hepatotoksisitas Obat yang dapat menimbulkan kerusakan hati sehingga dapat merusak sel-sel hati. Contoh obat: Parasetamol, klorpromazin, karbon tetraklorida
3.
Nefrotoksisitas Obat yang bersifat toksik pada ginjal. Contoh obat : Antibiotik neomisin tidak pernah diberikan secara parenteral toksisitasnya pada ginjal Bentuk terasetilasi sulfonamida dapat mengendap pada saluran air kemih jika air kemih bereaksi asam timbul batu ginjal
4.
Toksisitas Perilaku Contoh obat : Obat reserpin menimbulkan kecenderungan bunuh diri Amfetamin menyebabkan disorientasi, bingung, dan kesukaran berkonsentrasi
5.
Teratogenisitas Contoh obat :Obat sedatif thalidomide mengakibatkan anomali perkembangan janin Tragedi thalidomide mengharuskan dilakukannnya uji teratogenisitas terhadap setiap obat baru
6.
Ketergantungan Obat seperti opiat, alkohol, barbiturat dapat menyebabkan timbul ketergantungan psikologik dan fisiologis jika diberikan secara berulang-ulang
Toleransi Toleransi obat adalah sebuah kondisi yang ditandai oleh penurunan efek obat pada pemberian berulang. Dalam beberapa kasus, toleransi obat menyebabkan kebutuhan untuk meningkatkan dosis obat agar mencapai efek yang sama. 1.
Toleransi primer terjadi pada berbagai spesies hewan dan juga pada berbagai suku bangsa seperti pada penggunaan atropin.
2.
Toleransi sekunder dapat timbul setelah penggunaan suatu obat selama beberapa waktu. Tubuh menjadi kutang peka terhadap obat tersebut
3.
Toleransi silang terjadi antara zat-zat dengan struktur kimia serupa seperti phenobarbital dan butobarbital atau kadang-kadang dengan zat yang berlainan seperti alkohol dan barbiturat.
4.
Takifilaksis adalah toleransi yang berkembang sangat cepat, bila obat diulangi dalam waktu singkat.
Intoleransi Gejala dan tanda yang tampak sama sekali berbeda dari gejala yang timbul setelah pemberian obat dosis terapi. Meliputi : idiosinkrasi, anafilaksis, alergi 1.
Idiosinkrasi Merupakan efek abnormal dan terjadi secara individu, familial atau rasial. Contoh :Primakuin hemodialisis pada sekelompok orang kulit berwarna, sekelompok orang kekurangan glukosa-6-fosfat dehydrogenase
2.
41
Anafilaksis
Reaksi alergi yang terjadi dalam waktu singkat setelah pemberian obat. Dapat menimbulkan syok syok anafilaksis berakibat fatal 3.
Alergi Pada beberapa individu, obat dapat menimbulkan zat anti (antibody). Pada pemberian obat berikutnya terjadi reaksi antara obat (antigen) dengan zat antibody sehingga melepaskan histamine pada akhirnya timbul gangguan pada kulit (gatal-gatal) dan/atau asma bronchial. Reaksi tersebut berlangsung lambat. Contoh obat : Penisillin
Habituasi Habituasi adalah kebiasaan dalam mengkonsumsi suatu obat. Habituasi dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu : 1.
Induksi enzim Misalnya barbital dan fenibutazon menstimulasi enzim yang menguraikan obat-obat tersebut
2.
Reseptor sekunder yang dibentuk ekstra obat-oba tertentu
3.
Penghambatan absorbsi setelah pemberian oral
Misalnya morfin sehingga jumlah molekul obat yang dapat diduduki reseptornya berkurang Dengan meningkatkan dosis obat terus menerus pasien dapat menderita keracunan, karena efek samping menjadi lebih kuat pula. Habituasi dapat dihentikan dnegan pemberian obat dan pada umumnya tidak menimbulkan gejala-gejala adiksi Adiksi Adiksi berbeda dengan habituasi dalam dua hal, yaitu : 1.
Adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah bila obat dihentikan
2.
Penghentian penggunaan obat adiktif menimbulkan efek hebat pada fisik dan mental.
Resistensi Resistensi obat adalah perlawanan yang terjadi ketika bakteri, virus dan parasit lainnya secara bertahap kehilangan kepekaan terhadap obat yang sebelumnya dapat menghambat dan membunuh mereka. Saat obat lebih banyak digunakan, risiko resistensi obat meningkat karena kasus penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau putus obat meningkat.
TES FORMATIF 1. Pengertian dari masing-masing ilmu Biofarmasetika : ....................................... Farmakokinetik : ..................................... Farmakodinamik : ...................................... 2. Urutankan bentuk sediaan peroral dari yang paling cepat mencapai tersedian di cairan hayati adalah.......... a. Suspensi oral b. Larutan c. Emulsi
42
3.
2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
d. Kapsul e. Tablet bersalut f. Tablet Sebutkan rute pemberian yang termasuk dalam golongan intravaskular, yaitu... a. ....................... b. ....................... c. ....................... Perbedaan fase perjalanan obat didalam tubuh pada pemberian obat secara peroral dan intravena adalah.... Pernyataan yang tepat berkaitan dengan kecepatan distribusi obat dibawah ini adalah... a. Semakin sedikit aliran darah ke organ/jaringan maka semakin cepat obat terdistribusi b. Semakin banyak obat terikat protein maka semakin sedikit obat yang mencapai jaringan c. Semakin besar ukuran suatu obat maka semakin cepat obat mencapai jaringan d. Semakin obat bersifat lipofilik maka semakin lambat dapat mencapai jaringan Salah satu enzim yang bertanggung jawab pada metabolisme reaksi fase I adalah....................................... Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat dan jelaskan masingmasing pengaruhnya?? Obat yang menginduksi enzim pemetabolisme adalah........... Ekskresi adalah proses pengeluaran obat dari dalam tubuh. Maka pada penggunaan anestesi inhalasi, proses ekskresi dilakukan oleh organ... Dosis awal obat yang diberikan lebih besar dari biasanya supaya lebih cepat mencapai kondisi steady state adalah pengertian dari.... Frekuensi pemberian ampisilin dalam sehari adalah 2x, maka dapat diketahui waktu paruhnya (t1/2) selama... Pemberian obat kaolin pektin yang terdapat pada new diatabs untuk mengatasi kasus diare non spesifik, didasarkan pada cara kerja obat.... Lidokain merupakan salah satu obat yang digunakan sebagai agen anestesi lokal yang mempunyai target obat spesifik, yaitu...
ADE
ADR
Interaksi Obat
ADVERSE DRUG EVENT TUJUAN PEMBELAJARAN
43
Mahasiswa mampu untuk memahami adverse drug event, adverse drug reaction dan proses interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan penyakit dan obat dengan obat herbal
URAIAN MATERI | Adverse drug event adalah kejadian medis temporal dikaitkan dengan penggunaan produk obat, namun belum tentu berhubungan kausal seperti hasil laboratorium yang abnormal atau gejala, penyakit yang bersifat sementara.
Adverse drug reaction (ADR) adalah respon terhadap obat yang berbahaya dan tidak disengaja, dan yang terjadi pada dosis yang biasa digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis, atau terapi penyakit atau modifikasi fungsi fisiologis. ADR merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas perawatan kesehatan. Dilaporkan oleh Institute
of Medicine sejak januari 2000 dari 44 ribu hingga 98 ribu kematian diakibatkan oleh medication error. Medication error adalah Kegagalan dalam proses perawatan yang yang berpotensi membahayakan pasien. Hal ini dapat terjadi akibat dalam kesalahan order obat, menyalin, mengeluarkan, atau mengelola obat, sehingga dapat mencederai atau berpotensi cederai. Dari total tersebut sebanyak 7000 kematian disebabkan oleh ADR. Terdapat beberapa alasan mengapa ADR dapat terjadi yaitu Pertama, lebih banyak obat-obatan dan lebih banyak kombinasi obat yang digunakan untuk mengobati pasien daripada sebelumnya. Sebagai contoh, 64% dari semua kunjungan pasien ke dokter menghasilkan resep. Kedua, sebanyak 2,8 miliar resep sepanjang tahun 2000 sehingga jika dihitung setiap setiap orang di Amerika Serikat mendapatkan 10 resep.
Hal ini tentunya akan
memacu terjadinya polifarmasi dan interaksi obat. Menurut WHO, Polifarmasi merupakan salah satu bentuk Penggunaan Obat Irasional, yakni pemberian lebih dari lima macam obat untuk satu pasien dalam satu resep. Beberapa ciri Penggunaan Obat Irasional antara lain, Peresepan Berlebih (Overprescribing), Peresepan Kurang (Underprescribing), Peresepan Majemuk (Multiple Prescribing) dan Peresepan Salah (Incorrect Prescribing). Overprescribing adalah jumlah obat lebih dari lima jenis dengan total jumlah zat aktif sepuluh (Tremenza mengandung Pseudoephedrine & Triprolidine; sedangkan Alpara mengandung Paracetamol, Phenylpropanolamine Chlorpheniramine Maleat/CTM, dan Dextromethorphan). Dikatakan multiple Prescribing jika resep tersebut mengandung tiga jenis obat dengan fungsi yang sama sebagai antihistamin (anti-alergi) yaitu Triprolidine, CTM dan Dexamethason. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat secara klinis penting apabila mengakibatkan
peningkatan toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat.
Interaksi menjadi
perhatian khusus pada obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yaitu :
44
1. Interaksi Farmasetik 2. Interaksi Farmakokinetik 3. Interaksi Farmakodinamik Interaksi Farmasetik Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan dapat secara fisik atau kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi karbenisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi. Interaksi Farmakokinetik Mekanisme interaksi obat terjadi pada empat fase dalam farmakokinetik yaitu fase absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. 1. Absorbsi Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal dapat terjadi melalui beberapa cara: a.
Secara langsung, sebelum absorpsi Digoksin, siklosporin, asam valproat menjadi inaktif jika diberikan bersama adsorben (kaolin, charcoal) atau anionic exchange resins (kolestiramin, kolestipol)
b.
Terjadi perubahan pH cairan gastrointestinal; Peningkatan pH karena penggunaan obat tukak lambung seperti
antasida, penghambat-H2,
ataupun penghambat pompa-proton akan menurunkan absorpsi basa-basa lemah (misal, ketokonazol, itrakonazol) dan akan meningkatkan absorpsi obat-obat asam lemah (misal, glibenklamid, glipizid, tolbutamid). Peningkatan pH cairan gastrointestinal akan menurunkan absorpsi antibiotika golongan selafosporin seperti sefuroksim aksetil dan sefpodoksim proksetil c.
Perubahan fungsi saluran cerna (percepatan atau lambatnya pengosongan lambung Absorbsi obat diperlambat oleh obat yang menghambat gerakan gastrointestinal (atropin & opiad) atau dipercepat oleh obat yang mempercepat gerakan lambung usus (metoklorpropamid)
d.
Pembentukan senyawa kompleks tak larut atau khelat, dan adsorsi Calsium dan besi (Fe)membentuk komplek tidak larut air dengan tetrasiklin hingga menghambat.
2. Distribusi Mekanisme interaksi yang terjadi pada fase distribusi terjadi akibat pergeseran ikatan protein plasma. Interaksi terjadi terutama pada obat-obat yang berkompetisi untuk berikatan dengan protein plasma. Displacing agent seperti fenilbutazon, aspirin, sulfonamid yang dengan dosis tinggi dapat mengusir obat lain dari
ikatannya dengan protein plasma seperti warfarin(anti koagulan oral), tolbutamid
(antidiabetik oral) dan metotreksat (anti kanker). 3. Metabolisme
45
Mekanisme interaksi dapat berupa induksi metabolisme dan penghambatan (inhibisi) metabolisme. Konsentrasi obat dalam darah dapat dipengaruhi oleh obat lain yang mampu
menginduksi dan
menginhibisi enzim pemetabolisme. Obat seperti barbiturat, rifampisin, etanol, griseofulvin, fenitoin, fenibutazon, karbamazepin dapat menginduksi aktivitas enzim konjugasi sehingga mempercepat proses metabolisme obat seperti warfarin, kontrasepsi oral, digitoksin. Inhibisi enzim hepar dilakukan oleh ketokonazol, eritromisin, disulfiram, alopurinol, simetidin dan kloramfenikol. Alopurinol menghambat enzim xantin oksidase sehingga metabolisme merkaptopurin dan azatioprin terhambat sehingga memperpanjang dan memperkuat efek obat sitostatik. Eritromisin bersama-sama dengan teofilin berbahaya karena menghambat metabolisme teofilin sehingga kadar teofilin meningkat dan memudahkan terjadinya toksisitas teofilin seperti stimulsi jantung dan kejang-kejang. 4. Ekskresi Interaksi obat pada fase ekskresi bekerja dengan cara: 1. Mengubah ikatan protein sehingga mengubah kecepatan filtrasi glomeruli 2. Menghambat sekresi tubuli 3. Mengubah aliran urin dan/atau pH Contoh kasus : Probenesid menghambat sekresi penisilin sehingga memperpanjang kerja antibakteri penisilin. Pemberian furosemida (anti diuretik) pada kasus keracunan bertujuan untuk meningkatkan aliran urine dan mempercepat sekresi obat.
Interaksi Farmakodinamika Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat. Antagonis reseptor beta (contoh:
propanolol) mengurangi efektivitas agonis
beta (contoh
salbutamol) Diuretika tiazid (HCT) dapat menimbulkan jantung (digoksin).
46
hipokalemia sehingga menguatkan efek
glikosid
Sulfonamid mencegah sintesis dihidrofolat
oleh bakteri, trimetroprim menghambat
reduksi
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat sehingga kombinasi akan memberikan efek sinergistik yang kuat sebagai obat anti bakteri. Kloramfenikol bersifat bakteristatik (mencegah pembelahan sel-sel bakteri) . Penisilin bersifat bakterisid (membunuh bakteri dalam proses membelah diri) , pemberian secara bersamaan akan menjadi tidak efektif. Interaksi Obat dan Makanan Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Adapun mekanisme yang terjadi adalah : •
Mengikat (binding)
•
Menginhibisi (inhibition)
•
Meningkatkan kerja
Contoh : Antibiotika tetrasiklin. Tetrasiklin dapat berikatan dengan senyawa kalsium membentuk senyawa yang tidak dapat diserap oleh tubuh, sehingga mengurangi efek tetrasiklin. Jadi jika tetrasiklin diminum bersama susu, atau suplemen vitamin-mineral yang mengandung kalsium, efek tetrasiklin bisa jadi berkurang. Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus dibatasi konsumsinya jika sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya warfarin), untuk mengencerkan darah. Sayuran itu mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan risiko trombosis (pembekuan darah). Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi atau aspirin juga dapat memicu rasa panas dan asam di perut. Meminum segelas jus jeruk bersamaan dengan suplemen yang mengandung zat besi akan sangat bermanfaat karena vitamin C yang ada dalam jus akan meningkatkan penyerapan zat besi.
Interaksi Obat dan Penyakit Interaksi antara obat dan penyakit dapat terjadi antara beberapa obat tertentu dan penyakit spesifik.
Penyakit hepatik dapat menurukan kemampuan pembersihan obat dari dalam tubuh terutama pada pasien penyakit hepatik terminal.
Penyakit ginjal dapat berefek pada eliminasi obat melalui ginjal, namun hal tersebut sudah dapat diprediksi dan terdapat guidelines perhitungan penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan ginjal.
Gagal jantung dapat menurunkan kecepatan aliran darah sehingga dapat menurunkan pembersihan obat dari dalam tubuh seperti lidokain dan propanolol
Gangguan fungsi tiroid dan infeksi viral akut dapat mengganggu pembersihan beberapa obat seperti teofillin dan warfarin.
Interaksi Obat dan Obat Herbal
47
Interaksi obat dengan obat herbal telah dicurigai selama ini. Salah satu contoh obat herbal yang digunakan sebagai anti depresan sebagai obat kecemasan, insomnia dan gangguan mood adalah St. John’s wort. St. John’s wort diketahui secara signifikasn berinteraksi dengan indinavir (antivirus HIV), siklosporin (imunosupresan) dan digoxin (anti aritmia). Indinavir dan siklosporin berinteraksi dengan st john’s wort terkait dengan induksi enzim sitokrom p450 dan transporter obat yang menurunkan konsentrasi obat pada plasma darah sedangkan interaksi digoxin terkait dengan p glikoprotein yaitu suatu sistem pompa transport obat melalui membran. Data interaksi obat dan obat herbal masih sedikit karena minimnya informasi berkaitan dengan obat herbal dan penggunaan obat herbal yang digunakan tanpa resep.
TES FORMATIF Isilah kotak nama obat yang berinteraksi sesuai dengan jenis interaksi farmasetika yang terjadi beserta efek interaksi obat!! Interaksi obat
Nama Obat Vs Obat
Farmakokinetik
Abso rbsi √
Distri busi
Metab olisme
Ekskr esi
Efek dari interaksi obat
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Isilah nama obat yang berinteraksi secara farmakodinamik serta efek dari interaksi obat tersebut !!! Interaksi obat Farmakodinamik
48
Nama Obat Vs Obat
Efek dari interaksi obat
Berilah tanda √ pada mekanisme interaksi pada masing-masing obat dan makanan yang berinteraksi dan tuliskan efek dari interaksi tersebut !!! Nama Obat Vs Makanan
Mekanisme interaksi Mengikat
49
Tetrasiklin
Susu
Bayam
Warfarin
Jeruk
Aspirin
Jeruk
Suplemen Fe
Inhibisi
Kompetisi
Efek dari interaksi obat
Perubahan Farmakokin etika
Ibu Hamil
Ibu Menyusui
KONSEP PENGGUNAAN OBAT PADA IBU HAMIL DAN MENYUSUI TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasisiwa memahami konsep penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui
URAIAN MATERI PRINSIP PENGGUNAAN OBAT PADA IBU HAMIL Farmakoepidemiologi penggunaan obat pada ibu hamil Wanita hamil rata-rata minum 3 jenis obat atau lebih Gejala penyakit saat hamil: nyeri, mual, muntah, udema, masuk angin, serta penyakit lain seperti : DM, infeksi atau hipertensi 35 % wanita hamil gunakan obat jangka pendek 40 % wanita hamil gunakan obat pada trimester pertama Perkembangan Janin •
Periode perkembangan janin manusia 38 minggu, terbagi menjadi 3 trimester (masing-masing 3 bulan)
•
Tahap perkembangan janin terbagi 3, yaitu •
Pra-embrionik
Pra-embrionik mulai konsepsi smp akhir minggu ke-2; sel masih totipotensial (bila rusak oleh obatdiganti) •
Embrionik
Embrionik mulai dari awal minggu ke-3 hingga akhir minggu ke-8 setelah konsepsi, pembentukan organ utama (organogenesis) •
50
Janin (fetus)
Janin mulai awal minggu ke-9 hingga minggu 38, penyempurnaan organ & perkembangan otak
Perubahan Farmakokinetik Obat Pada Kehamilan Distribusi o
kadar air dan lemak total meningkat
o
volume distribusi obat meningkat
o
penurunan drastis pada albumin plasmakadar obat bebas meningkat
Metabolisme o
peningkatan hormon progesteron endogen
o
hormon berpengaruh sebagai induktor enzim
o
perubahan metabolisme beberapa obat (Efek sulit diramalkan)
Ekskresi o
GFR meningkat 50% pada minggu-minggu awal kehamilan hingga kelahiran
o
Pembersihan obat yang diekskresi melalui ginjal naik
o
Obat-obat β-laktam dan lithium terpengaruh
Pengaruh Obat Pada Janin Obat dapat berefek teratogenik pada janin, pengertian teratogen adalahbahan apa pun yang diberikan
pada ibu yang menyebabkan atau berpengaruh pada malformasi, kelainan fungsi fisiologis maupun perkembangan jiwa janin. Dari hasil penelitiandiketahui 2-4% bayi yang lahir hidup,menderita cacat bawaan. Penyebabnya adalah genetik dan lingkungan yang 5% nya karena penggunaan obat. Efek Teratogen Tergantung •
Dosis dan polifarmasi
•
Kemampuan perkembangan janin
•
Waktu pemberian obat : – – –
51
fase pra-embrionik : Prinsip “all or nothing “ Fase embrionik : rentan kecacatan fisik Fase fetal : perkembangan sistem saraf pusat
Mekanisme Penyebab Efek Teratogen
Obat dapat bekerja langsung pada jaringan juga secara tidak langsung mempengaruhi jaringan 2. Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga 1.
mempengaruhi jaringan janin. 3.
Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal. Derivat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang potensial.
4.
Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan pada selubung saraf , yang menyebabkan timbulnya spina bifida.
Prinsip Pengobatan Wanita Hamil 1.
Pertimbangkan terapi non farmakologis
2.
Hanya digunakan jika manfaat > risiko
3.
Hindari pada trimester 1
4.
Hindari obat-obat baru
5.
Hindari polifarmasi
6.
Gunakan dosis efektif terendah dengan durasi minimal
7.
Hindari obat teratogenik
8.
Pertimbangkan penyesuaian dosis pada beberapa obat (Fenitoin, Litium)
PENGGOLONGAN OBAT BERDASARKAN KEAMANAN PADA KEHAMILAN Penggolongan keamanan obat pada kehamilan yang dikeluarkan oleh FDA. FDA (Food and Drug
Administration) adalah Badan POM-nya Amerika Serikat.
52
1.
Kategori A : Studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin pada kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester selanjutnya), dan sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin. Contoh : Vitamin C, asam folat, vitamin B6, zinc. Kebanyakan golongan obat yang masuk dalam kategori ini adalah golongan vitamin, meski demikian terdapat beberapa antibiotik yang masuk dalam Ketegori A ini
2.
Kategori B : Studi pada sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil belum pernah dilakukan. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping obat (selain penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester berikutnya).
3.
Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi terkontrol pada wanita, atau studi terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat dilakukan. Obat hanya dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh melebihi besarnya resiko yang mungkin timbul pada janin.
4.
Kategori D : Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan)
5.
Kategori X : Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya abnormalitas janin dan besarnya resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas melebihi manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi wanita hamil atau wanita usia subur.
Lebih gampangnya dapat diartikan sebagaimana berikut : A= Tidak berisiko B= Tidak berisiko pada beberapa penelitian C= Mungkin berisiko D= Ada bukti positif dari risiko X= Kontraindikasi PRINSIP PENGGUNAAN OBAT BAGI WANITA MENYUSUI Semua obat terdistribusi ke dalam ASI melalui mekanisme difusi pasif . Perkiraan jumlah obat yang masuk dalam ASI menjadi titik krusial Faktor yang mempengaruhi laju difusi obat kedalam ASI adalah: 1.
Farmakokinetika ibu,
2.
Sifat fisiologis ASI
3.
Sifat fisikokimiawi obat
Gradien Ph Plasma Dan Asi
53
pH plasma sekitar 7,4
pH ASI sekitar 7
sifat asam-basa lemah obat
•
Obat bersifat asam terionisasi pada pH basa kadar obat lebih banyak di ASI
•
Obat bersifat basa terionisasi pada pH asam kadar obat lebih banyak di plasma
Lipofilisitas Kadar lemak dalam ASI lebih besar dibandingkan dalam darah. Obat yang mempunyai sifat lipofil mempunyai laju perpindahan ke ASI lebih besar Pendekatan Untuk Meminimalisasi Expose Bayi •
Tidak Minum Obat; beberapa jenis obat seperti: sakit kepala, obat flu, dapatdihindari dg kerjasama ibu.
•
Tunda Pemberian Obat; jika ibu ada rencana utk menyapih ASI,maka penggunaan obat dapat ditunda terlebih dahulu.
•
Pilih obat yang sedikit diekskresikan dlm ASI; utk kelas terapi yangsama dapat dipilih yg paling sedikit melewati ASI.
•
Pilih alternatif rute pemberian lainnya; utk kurangikonsentrasi obat dalam darah ibu maka digunakan sediaan lokal (mis. Kortikosteroid inhalasi, dll)
•
Tidak menyusui bayi pada saat konsentrasi
obat dalam ASI maksimal; secara umum
konsentrasi obat dalam ASI capai maksimal 1-3 jamsetelah dosis oral sang ibu, menyusui tepat sebelum minum obat dapat kurangi expos e obat terhadap bayi, hanya untuk obat dengan waktu paruh pendek, tidak untuk obat slow release. Juga, jadwal bayi minum ASI sulit utk diatur scr tetap. •
Minum obat sebelum bayi tidur lama; berguna utk obatlongacting yg diminum sekali sehari.
•
Berhenti menyusui; bila demi kesehatan ibu & utk obat yg sangattoksik (khemoterapi kanker).
•
Tidak menyusui bayi untuk sementara waktu; bila digunakanobat jangka pendek setelah prosedur operasi/perawatan gigi, sebelum tindakan medis-ASI dipompa untuk dapat diberikan pada bayi.
•
Memompa ASI (tapi tidak diberikan kepada bayi) selama terapi obattetap dilakukan utk menjaga aliran ASI.
•
ASI dapat diberi kan lagi segera setelah 1-2 x t½ eliminasi obat (50-75% tereliminasi).
•
Utk obat yg sangat toksis meski dlm dosis kecil, pemberian kembali ASI setelah 4-5 kali t½ eliminasi obat (94-97% obat telah tereliminasi
Pertimbangan Pengobatan 1.
Mempertimbangkan rasio manfaat/resiko - Farmakologi Obat rasio yang tidak dikehendaki - Adanya Metabolit aktif -Multi obat : adiksi efek samping Neonatus berisiko lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI
54
2.
Rute pemberian dipilih yang memberikan kadar terkecil pada ASI
3.
Hindari obat-obat baru
4.
Pemantauan bayi secara cermat terhadap kemungkinan efek samping
Anjuran berhenti untuk menyusui jika mengalami beberapa keadaan yaitu : 1.
Obat diketahui berefek berbahaya bagi bayi
2.
Obat sangat poten (sitotoksik, radio aktif, kortikosteroid dosis besar) walaupun masuk kedalam dalam ASI dalam jumlah kecil namun dapat berefek pada bayi
3.
Ibu mengalami gangguan hati maupun ginjal
Obat Yang Mempengaruhi Produksi Asi
Bromokriptin : Menekan Produksi ASI
Ergotamine : Menekan Suplai ASI
Kombinasi Oral Kontrasepsi : Menurunkan Pasokan ASI
PERUBAHAN SISTEM PELABELAN Sejak tahun 2015, FDA mengganti kategori penggunaan obat pada kehamilan (A,B,C,D dan X) menjadi
Pregnancy and Lactation Labeling Rule (PLLR). Hal ini dianggap perlu karena sistem yang sebelumnya dipandang
terlalu sederhana dan disalahartikan sebagai
tingkatan kelas keamanan obat.
Sebagai
contoh, obat dengan informasi data pada hewan sama dengan obat tanpa informasi data informasi pada hewan. Pada kategori C, terdapat beberapa kemungkinan, seperti :
a.
b.
Animal reproduction studies have shown an adverse effect on the fetus, there are no AWC studies in humans, BUT the benefits from the use of the drug in pregnant women may be acceptable despite its potential risks Studies in pregnant women and animals are not available
Sistem Pregnancy and Lactation Labeling Rule (PLLR) terdiri dari :
a. Pregnancy (Labor dan Delivery) yang berisi Pregnancy Exposure Registry Risk Summary Clinical Considerations Data b. Lactation (Nursing Mother)
Risk Summary
Clinical Considerations
Data
c. Female and Males of Reproductive Potential
Pregnancy Testing
Contraception
Infertility
Contoh obat yang menggunakan sistem Pregnancy and Lactation Labeling Rule (PLLR) adalah addyi, descovy, Entresto, Harvoni dan praluent (akses melalui drug.com)
55
TES FORMATIF Carilah nama obat pada masing-masing kelas terapi yang aman digunnakan untuk ibu hamil dan menyusui sesuai dengan kategori yang dibuat oleh FDA KELAS TERAPI Analgesik Antibiotik Anti hipertensi Anti diabetic Anti diare Obat tukak lambung Obat mual muntah
56
SELAMA KEHAMILAN
SELAMA MENYUSUI
Rumus Konversi Dosis
Rumus Umur, BB dan BSA
Rumus Infus IV
PERHITUNGAN DOSIS OBAT TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu menghitung dosis sesuai dengan rumus dasar, menghitung konversi dosis berdasarkan umur, berat badan dan luas permukaan tubuh serta dosis untu sediaan infuse i.v
URAIAN MATERI Kemampuan untuk menghitung dosis obat dengan tepat merupakan aspek penting daripemberian obat kepada pasien. Dosis yang diresepkan mungkin tidak sama dengan dosis yang tersedia sehingga perawat harus menghitung dosis yang sebanding berdasarkan dosis yang tersedia. Dalam menentukan dosis yang tepat dari obat tertentu untuk pasien, perawat harus mempertimbangkan jenis kelamin, berat badan, usia dan kondisi fisik pasien dan juga obat-obat lain yang tengah digunakan pasien. SISTEM PENGUKURAN Sedikitnya terdapat tiga sistem berbeda yang saat ini digunakan dalam persiapan dan pemberian obat : sistem metrik, sistem apotek, sistem rumah tangga. Beberapa Konversi Antar Sistem Pengukuran Yang Umum digunakan Satuan Metrik
Sistem Apotek
Sistem Rumah Tangga
PENGUKURAN ZAT PADAT 1 kg
2,2 pon (lb)
454 g
1,0 pon (lb)
1 mg = 1000 mcg PENGUKURAN ZAT CAIR
57
1 liter = 1000 ml = 1000 cc
32 ons
500 ml = 500 cc
16 ons
30 ml = 30 cc
1 fl oz
1 ons
1 sendok teh (tsp)
60 tetes (gtt)
5 ml = 5 cc
1 sendok teh (tsp)
15 ml =15 cc
1 sendok makan (tbs)
30 ml = 30 cc
2 sendok makan (tbs)
PERHITUNGAN DOSIS Seringkali, dosis yang tersedia dari suatu bentuk sediaan obat tidak sesuai dengan dosis permintaan pada resep, sehingga diperlukan perhitungan untuk menyesuaikan jumlah obat yang diberikan sesuai dengan permintaan resep. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung dosis yang diinginkan sesuai dengan resep dengan dibandingkan dengan dosis yang tersedia sesuai dengan bentuk sediaan, yaitu: D xV=A H D = dosis yang diinginkan (seperti yang tercantum dalam resep obat) H = dosis yang tersedia V = satuan obat yang tersedia A = Jumlah sediaan (dosis) yang diberikan kepada pasien Obat Oral Contoh soal :
Sediaan Kapsul Berapa tablet digoksin diperlukan untuk mendapat dosis 0,125 mg? 1 tablet mengandung 62,5 mcg digoxin. Jawab: D = dosis yang diinginkan 0,125mg = (0,125 x 1000)mcg = 125 mcg H = dosis sediaan yang tersedia 62,5 mcg V = bentuk sediaan 1 tab 125 𝑚𝑐𝑔 𝑥 1 𝑡𝑎𝑏 = 2 𝑡𝑎𝑏 62,5 𝑚𝑐𝑔
58
Maka jumlah tablet yang diberikan kepada pasien sebanyak 2 tab.
Sediaan Sirup Berikan 375 mg ampisilin setiap kali minum jika dosis ampisilin adalah 250 mg/5 ml Jawab : D = dosis yang diinginkan 375 mg H = dosis yang tersedia 250 mg V = bentuk sediaan yang tersedia 5 ml 375 mg x 5 ml = 7,5 ml 250 mg
Obat Parenteral Obat parenteral adalah obat yang diberikan kepada pasien melalui injeksi Contoh soal
Injeksi Pasien di instruksikan diberi 75 mg pethidin. Tersedia ampul berisi 100 mg dalam 2 ml. Berapa ml kah yang disuntikkan? Jawab : D = dosis yang diinginkan 75 mg H = dosis yang tersedia 100 mg V = bentuk sediaan yang tersedia 2 ml
maka
75 𝑚𝑔 𝑥 2 𝑚𝑙 = 1.5 𝑚𝑙 100 𝑚𝑔
Cairan Intravena Larutan intravena digunakan untuk memberikan cairan, elektrolit, vitamin, nutrien dan obat yang diresepkan secara langsung ke dalam aliran darah. Laju tetesan adalah jumlah tetes cairan intravena yang diterima pasien dalam waktu satu menit. Rumus yang digunakan adalah: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠𝑎𝑛 = 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠𝑎𝑛 (𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ) 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑗𝑎𝑚)𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 = 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑖𝑛𝑓𝑢𝑠 ℎ𝑎𝑏𝑖𝑠 (𝑗𝑎𝑚) 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠𝑎𝑛 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑗𝑎𝑚)𝑥 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 Sebagian besar sistem pemberian i.v memilik kontrol standar yang disebut mikrodrip yang setiap mililiter yang dihantarkan dalam 60 tetes atau faktor tetes 60 tetes/ml biasa digunakan pada anak-anak. Selain mikrodrip, terdapat pula sistem makrodrip yang faktor tetesnya menghantarkan 20 tetes/ml atau 15 tetes/ml bergantung merek slang. Contoh :
1.
Seorang pasien dewasa dipasang Infus set Makro diperlukan rehidrasi dengan 1000 ml (2 botol) dalam 1 jam atau mendapat advis dari dokter 1000ml/1jam, maka tetesan per menit adalah:
59
Jawab : Jumlah Cairan 1000 ml Faktor tetesan 20 tetes/ml Jumlah jam 1 jam 1000 𝑚𝑙 𝑥 20 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑙 = 333 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 1 𝑗𝑎𝑚 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 2.
Pasien mendapat 50 ml antibiotik selama 30 menit. Set IV yang digunakan adalah 60 tetes/ml, maka hitung seberapa cepat pemberian tersebut.... Jawab : Jumlah cairan 50 ml Faktor tetes 60 tetes/ml Jumlah jam 0,5 jam 50 𝑚𝑙 𝑥 60 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑙 = 100 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0,5 𝑗𝑎𝑚 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
3.
Dokter meresepkan obat heparin 7500 unit s.c yang tersedia heparin 10.000 unit/ml. Hitung berapa ml yang sediaan heparin yang perlu diberikan ? Jawab : 7500 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝑚𝑙 = 0,75 𝑚𝑙 10000 𝑢𝑛𝑖𝑡
PERTIMBANGAN PEDIATRIK Untuk sebagian besar obat, anak-anak memerlukan dosis yang berbeda dengan orang dewasa. Dosis obat standar yang tercantum pada kertas informasi obat dan berbagai referensi lain adalah dosis paling efektif untuk pria dewasa, kecuali terdapat keterangan tambahan dimana dosis anak-anak tercantum dalam bentuk x mg/ KgBB.
Jika tidak terdapat keterangan dosis tambahan bagi anak-anak, maka
diperlukan perhitungan konversi lebih lanjut yang berdasar pada usia, berat badan atau luas permukaan tubuh. Metode yang digunakan untuk menentukan dosis pediatrik, yaitu : Aturan Fried, dipakai pada anak berusia dibawah 1 tahun. Aturan ini mengasumsikan bahwa dosis dewasa cocok untuk anak-anak yang berusia 12,5 tahun atau 150 bulan. Maka rumus yang digunakan adalah : 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑏𝑎𝑦𝑖 (𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛) 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑢𝑠𝑖𝑎 < 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) 150
60
Aturan Young, dipakai untuk anak-anak dibawah usia 8 tahun, menyatakan : 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑢𝑠𝑖𝑎 < 8 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑛𝑎𝑘(𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) + 12 Aturan Dilling, dipakai untuk anak-anak diatas usia 8 tahun, menyatakan : 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑢𝑠𝑖𝑎 > 8 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) 20 Aturan Clark, menggunakan berat badan anak untuk menghitung dosis yang tepat dan mengasumsikan bahwa dosis dewasa ditentukan berdasarakan berat 150 lb (pon). Rumus tersebut menyatakan : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑝𝑜𝑛) 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘 150 𝑝𝑜𝑛 Selain dalam pon, rumus berdasarkan berat badan, dapat pula berbentuk Kg. Diasumsikan berat badan orang dewasa dalah 70 kg, maka rumus yang digunakan adalah : 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 (𝑘𝑔) 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐴𝑛𝑎𝑘 70 𝑘𝑔 Aturan Luas Permukaan Tubuh, berdasarkan luas permukaan tubuh anak. Biasa digunakan pada pemberian obat-obat untuk anak penderita kanker sebab dibandingkan dengan rumus pediatrik lainnya, rumus menggunakan aturan luas permukaan tubuh lebih akurat. Luas Permukaan tubuh (BSA) = (
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (𝑐𝑚) 𝑥 𝐵𝐵 (𝑘𝑔) ) 3600
𝐵𝑆𝐴 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑛𝑎𝑘 1,73 Pada beberapa obat, pabrik obat sudah mempunyai dosis tersendiri bagi anak-anak biasanya tertulis dalam bentuk mg/Kg BB, sehingga dosis bagi anak-anak mudah untuk didapatkan. Contoh : Dokter meresepkan Sefaklor 50 mg, q.i.d pada anak dengan Berat anak 7 kg. Dosis obat anak : 20 – 40 mg/kg/hari dalam dosis terbagi empat. Sediaan sefaklor yang tersedia adalah 125 mg/ 5 ml Pertanyaan : 1.
Apakah resep yang diresepkan aman?
2.
Berapa ml obat yg harus diberikan?
Parameter obat: Minimal : 20 x 7
61
= 140 mg / hari
Maksimal 40 x 7 = 280 mg /hari Perintah dosis :
50 x
4
= 200 mg/hari
Resep aman diberikan Obat yang diberikan: 50 𝑚𝑔 𝑥 5 𝑚𝑙 = 2 𝑚𝑙 diberikan 125 𝑚𝑔
tiap 6 jam (4 x sehari)
Pasien Tn. X dengan Berat Badan 65 Kg, mendapatkan instruksi pemberian dopamine dari dokter sebanyak 6 mcg/KgBB/menit menggunakan infus pump.
Sediaan 400 mg dopamine dalam 250 ml.
Berapakah kecepatan infus perjamnya? Jawab : 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 400 𝑚𝑔 = 250 𝑚𝑙 = 1,6 𝑚𝑔/𝑚𝑙= 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟
1600 mcg/ml
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝑘𝑔𝐵𝐵 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚 = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑓𝑢𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑜𝑏𝑎𝑡
(ml/jam)
6 𝑚𝑐𝑔 𝑥 65 𝑘𝑔𝐵𝐵 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚 = 15 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚 1600 𝑚𝑐𝑔/𝑚𝑙
TES FORMATIF 1.
Digoksin 0,125 mg diprogramkan untuk pasien yang mengalami kesulitan menelan. Pada botoldigoksin eliksir tertulis 0,5 mg/2 ml. Berapa banyak yang akan anda berikan kepada pasien?
2.
Tertulis pada resep obat : clindamicin 200 mg p.o q.i.d. Sediaan clindamicin kapsul yang tersedia 300 mg. Berapa banyak kapsul yang perlu disediakan jika clindamicin akan diberikan selama 3 hari?
3.
Hitung dosis Parasetamol untuk anak 5 bulan dengan berat badan 8 kg, jika diketahui dosis paracetamol untuk orang dewasa adalah 500 mg per sekali pakai.
4.
Hitung dosis Gliseril guaiakolat (GG) atau guaifenesin untuk anak 4 tahun dengan berat badan 15 kg, jika diketahui dosis paracetamol untuk orang dewasa adalah 100 mg per sekali pakai. Jika dokter meresepkan pemberian GG sehari 3x setiap 8 jam dengan lama pemberian selama 3 hari, maka berapa banyak tablet GG yang perlu diberikan untuk pemberian selama 3 hari?
5.
Seorang dokter meresepkan antibiotik cefadroxil kepada an. Ati yang berusia 10 tahun. Dosis dewasa cefadroxil adalah 500 mg dengan interval pemberian 12 jam. Sediaan yang tersedia 125 mg/5 ml dalam sediaan sirup 60 ml. Berapa ml obat yang harus diberikan dalam 1 x minum. Jika resep tertulis harus dihabiskan, maka setelah berapa hari obat tersebut harus diberikan?
6.
Dokter meresep kan 1000 ml 0,9% normal saline melalui intravena selama 8 jam. Faktor tetesan 15 tetes/ml. Berapa banyak tetes per menit yang anda dibutuhkan?
7.
Dosis benadryl untuk orang dewasa biasanya adalah 50 mg. Berapa dosis aman yang harus diberikan kepada anak dengan berat badan 35 kg?
62
8.
Seorang anak mendapat resep metotrexat. Dosis dewasa metotrexat adalah 5 mg. Berat badan anak tersebut 35 mg dengan tinggi badan 100 cm. Berapakah dosis yang dapat diberikan kepada pasien anak tersebut?jika sediaan yang tersediat 2,5 mg, berapa banyak banyak tablet yang harus diberikan?
9.
Pada program tertulis 700 mg ampisillin p.o. Obat tersebut tersedia dalam bentuk cair 1 g/3,5 ml. Berapa banyak ml cairan yang harus diberikan?
10.
Pada program obat tertulis 1000 ml salin normal harus diberikan dalam 10 jam. Faktor tetes set i.v yang digunakan adalah 15 tetes/ml. Berapa kecepatan aliran i.v yang harus diberikan?
11.
Rata-rata dosis dewasa untuk meperidin adalah 75 mg. Berapakah usia yang tepat bagi bayi usia 10 bulan
12.
Aminofilin tersedia dalam bentuk larutan 500 mg/2,5 ml. Berapa banyak yang harus diberikan jika pada program obat tertulis 100 mg aminofillin i.v?
63
Bahasa latin
Resep
Etiket
ILMU RESEP TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu untuk memahami proses interaksi obat antara obat dengan obat dan obat dengan makanan
URAIAN MATERI Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peratuan perundangan yang berlaku. Resep yang benar adalah ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku. Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Inscriptio 1.
Identitas Dokter Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
2.
Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
Invocatio 1.
Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
64
Signatura 1. Aturan pemakaian obat yang tertulis yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi. 2. Aturan pakai ditandai dengan S atau Signa
Subscriptio 1. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan perundang-undangan hal ini berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.
Pro 1. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan perundang-undangan hal ini berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut. 2. Identitas pasien di belakang kata Pro: Nama pasien umur alamat lengkap. Bila penderita seorang anak harus ditulis umurnya. Bila resep untuk orang dewasa tercantum Tuan/Nyonya/Bapak/Ibu diikuti nama penderita dan umurnya 3. Untuk hewan harus tercantum jenis hewan, nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan
Tanda tanda pada resep : 1.
Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu:
2.
Cito = segera
Urgent = penting
Statim = penting sekali
PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda,
Urutan yang didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!.
Tanda resep dapat diulang Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kalau oleh diulang.
65
Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x.
Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1 + 2 = 3 x
Hal ini tidak berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru.
3.
Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obatobatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang
telah ditetapkan oleh pemerintah/
Menkes Republik Indonesia. 4.
Tanda dosis sengaja dilampaui Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja memberi obat dosis maksimum dilampaui.
5.
Resep yang mengandung narkotik Resep yang mengadung narkotik tidak boleh ada
iterasi yang artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mi hipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui
Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obat lainnya.
66
Singkatan Bahasa Latin yang sering ditulis dalam resep : Singkatan
Kepanjangan
S a.c. d.c. p.c. a.p. a.h. abs.febr h.v. N h.s. h.m.
Signa ante coenam durante coenam post coenam ante prandium alternis horis absente febre hora vespertina Nocte hora somni hora matutina
s.d.d. b.d.d. t.d.d. q.d.d
p.r.n s.o.s
67
semel de die bis de die ter de dir quarter de dir
Pro renata si opus sit
u.p
usus propius
u.c
usus cognitus
i.m.m gtt.
In manus medici Guttae
C atau cochl C.p
Cochlear cochlear parvum
C.th
cochlear theae
Arti
Tandai Sebelum makan Pada waktu makan Setelah makan Sebelum sarapan pagi Selang satu jam Bila tidak demam Malam hari Malam hari Waktu tidur Pagi hari
Sekali sehari Dua kali sehari Tiga kali sehari Empat kali sehari
Bila perlu Bila perlu
Untuk dipakai sendiri Cara pakai sudah diketahui
Berikan kepada dokter Tetes Sendok makan (15ml) Kadang tertulis C.besar Sendok bubur (8ml) Sendok teh Ukuran 5 ml, namun
Keterangan Singkatan untuk aturan pakai terlihat pada bagian signatura atau yang diawali dengan signa
Kadang juga tertulis dengan variasi in.d misal t.in.d (ter in die), namun maksudnya masih sama.
Biasanya digunakan untuk obat yang digunakan bila perlu saja, contoh analgetik, anticemas Biasanya dokter menulis resep untuk dipakai sendiri
Untuk obat-obat yang perlu aplikasi khusus oleh dokter contoh sediaan fletcher
Karena ukuran sendok yang ada di rumah
Singkatan
Kepanjangan
Arti Farmakope Belanda menulis 3 ml.
C.orig C. kecil
Cochlear original
Sendok dari pabrik Sendok 5 ml
Keterangan pasien bervariasi (sendok makan 5-7 ml, sendok teh hanya 2-3 ml) maka untuk meminimalisir kesalahan akan lebih baik jika pada etiket dituliskan langsung berapa ml tiap kali pemakaian.
Aturan Peracikan Singkatan
68
Kepanjangan
Arti
m.f
misce fac
Campur dan buatlah
a.a.
Ana
Masing-masing
Keterangan Aturan peracikan atau pembuatan terlihat pada bagian yang diawali dengan m.f. Hati-hati, ad berbeda dengan aa. Jika ad maka ditambahkan bahan tersebut sampai volume/bobot total sesuai dengan yang tercantum dalam resep. Jadi angka yang tertulis adalah hasil akhir. Namun jika tertulis aa maka tambahkan bahan tersebut sesuai yang tercantum dalam resep. Jadi angka yang tertulis adalah jumlah bahan yang ditambahkan. Jika tertulis aa ad, maka perlu dihitung dahulu selisih bobot/volume antara sediaan akhir yang ingin dibuat dengan bobot/volume bahan yang ada. Selisih bobot/volume tersebut lalu dibagi
Singkatan
aa p.aeq. a.d.
69
Kepanjangan
ana partes aequales Ad
Arti
Keterangan dengan bahan yang terkena perintah ini, sehingga hasil akhir sediaan tetap sama dengan yang tertulis dalam resep
Masing-masing sama banyak sampai
Add
Adde
Tambahkan
ad.libit. q.s
ad libitum quantum satis
Sesukanya Secukupnya
d.t.d
da tales doses
Berikan dalam dosis demikian
d.i.d
da in dimidio
Berikan setengahnya
Berbeda lagi dengan aa dan ad. Kalo adde berarti tinggal ditambahkan bahan sesuai yang tertulis dalam resep. Contoh pada pembuatan pulveres maka bahan pengisi dapat diberi perintah ini agar hasil akhir pulveres dapat didekatkan ke 250mg atau 500mg. Lihat komen atas Jika ada dtd maka penimbangan dilakukan dengan mengalikan masing masing bahan dengan jumlah sediaan yang dibuat, sehingga bobot setiap bahan dalam tiap sediaan akhir akan sesuai dengan yang tertulis di resep. Jika tanpa dtd maka penimbangan dilakukan sesuai yang tertulis dalam resep. Oleh karena itu dosis obat yang menggunakan dtd akan lebih besar daripada yang tidak menggunakan dtd. Ingat yang dimaksud setengah adalah jumlah sediaannya, bukan
Singkatan
Cito p.i.m div.in.part.aeq.
Kepanjangan
Cito periculum in mora Divide in partes aequales
G Gr
Gramma Grain
d.c.f
da cum formula
Arti
Segera Berbahaya jika ditunda Bagilah dalam bagianbagian yang sama
Gram Kurang lebih 65 mg Berikan dengan resepnya
Keterangan dosisnya. Contoh di resep tertulis 10 kapsul, maka dibuat 5 kapsul saja, bukan dibuat 10 kapsul dengan dosis setengahnya. Jika ada aturan ini maka resep harus didahulukan.
Jika bahan dalam resep tidak tertulis satuannya, maka diasumsikan adalah dalam gram. Hati-hati penulisan gram cukup g saja, jika gr maka akan menjadi grain.
Lokasi penggunaan Singkatan a.d. a.l.
Arti Telinga kanan Telinga kiri
i.o.d i.o.s us. ext. u.e.
in oculo dextro In oculo sinistro
Pada mata kanan Pada mata kiri
usus externum
ext.ut.
externe untendum
Untuk pemakaian luar Pemakaian sebagai obat luar
us.int.
70
Kepanjangan auris dextrae auris laevae
usus internum
Untuk pemakaian dalam
Keterangan
Jika kedua mata maka dapat ditulis dengan o.d.s (oculo dextro et sinistro) Kadang tertulis ad.us.ext (ad usum externum)
Lihat topik etiket, untuk membedakan etiket obat luar dengan obat dalam.
Singkatan loc.dol
Kepanjangan locus dolens
Keterangan
intra vena Intra muscular per oral sub cutan Oris Flesh
Arti Tempat yang nyeri Ke dalam pembuluh darah Ke dalam jaringan otot Melalui mulut Di bawah kulit Mulut Botol
i.v i.m p.o s.c Oris Fl
Kepanjangan Ampula Auristillae Boli Capsule
Arti Ampul Obat tetes telinga Pil besar Kapsul
Keterangan
Bentuk sediaan Singkatan ampl. aurist. bol. caps.
71
collut. garg. crem. emuls. pulv. narist. oculent. past.dentifr. pil. pot. pulv. pulv.adsp. sol.
Collutio Gargarisma Cremor Emulsum Pulveres Naristillae Oculentum pasta dentrificia Pilula Potio Pulvis pulvis adspersorius Solutio
tinc.
Tinctura
Obat cuci mulut Obat kumur Krim Emulsi Serbuk terbagi Obat tetes hidung Salep mata Pasta gigi Pil Obat minum Serbuk Serbuk tabur Larutan Tingtur
Bedanya gargarisma untuk kumur di mulut dan tenggorokan, namun collutio cukup di mulut saja.
Analisa Resep 1.
Sebuah Resep yang diantaranya Harus Mencantumkan Nama Dokter dan Alamat Prakteknya, seperti terlihat dibagian atas Resep ini.
2.
Di bagian R/ yang pertama terlihat ada beberapa obat dalam satu R/.
3.
Terdapat obat racikan dalam resep disamping
4.
Obat yang terdapat didalam R/ yang pertama terdiri dari : CTM, Efedrin, Aminophyline,
Laktas Calsium,
Glyceril guaicolate. Jumlah Miligram (mg) atau Tablet (tab) disamping obat, adalah jumlah obat yang dibutuhkan. 5.
Masih diresep R/ pertama, ada perintah Cara Pembuatan dengan kata-kata seperti ini : ” m.f. pulv. dtd No. XC da in caps”. Ini adalah singkatan dalam Bahasa Latin yakni “Misce Fac Pulveres Da Tales Dosis Numero XC, Da In Capsule”. m.f= Misce Fac = Buatlah pulv = Pulvis = Serbuk dtd = Da Tales Dosis = Sesuai Dosis No. XC = Nomero XC = Banyaknya 90 da in caps = Da In Capsule = Buat dalam bentuk Kapsul
6.
Masih di R/ yang pertama, tertulis “S. 3 dd caps I”. Ini dapat diartikan : Signa Ter De Die Capsule Uno. Artinya : Tandailah 3 Kali Sehari Satu Kapsul.
7.
Pada R/ yang kedua. Tertulis “Salbutamol 2mg tab No VL”. Artinya : Obat Salbutamol 2mg Berbentuk Tablet Sebanyak 45 Tablet. Setelah itu tertulis juga : “S. 3 dd ½”, artinya “Pakailah Salbutamol 2mg itu, 3 kali sehari 1/2 Tablet sekali minumnya”
8.
Pada R/ yang ke tiga. Tertulis “Interhistin tab No XXX”. Serupa dengan R/ yang kedua, Obat Interhistin diminta sejumlah 30 tablet. Dan dibawahnya tertulis aturan pakainya : “S. 2 dd 1″, artinya Minumlah 2 Kali sehari masing-masing 1 tablet.
9.
Masuk ke R/ ke empat. Disana tertulis “OBH Syr fl. I”. Bahasa latinnya : “OBH Sirup Flesh Uno”. Artinya : “OBH Sirup sebanyak 1 Botol. Dibawahnya tertulis aturan pakai nya “S. 3 dd C I”. Bahasa
72
Latinnya : “Signa Ter De Die Cochlear Uno”. Artinya : “Minum OBH Sirup 3 Kali Sehari Satu Sendok Makan”. 10. Setelah pembahasan semua jumlah obat, tidak kalah pentingnya, bahwa Nama Pasien, Umur dan Alamat. Jangan terima jika resep bila Nama Pasien Anda tidak jelas atau lengkap (Bagi Petugas Apotek). 11. No. RM = Nomer Rekam Medik. Artinya Pasien Tn Sodikin sedang menjalani Rawat Inap di RSAL Mintohardjo. Etiket Obat Etiket adalah kertas atau label yang berisi keterangan cara pemakain obat. Ada dua jenis etiket yaitu etiket untuk obat dalam (warna putih) dan etiket obat luar (warna biru). Ketika obat tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kerongkongan lalu masuk ke saluran cerma maka ia termasuk obat dalam. Tapi, jika obat tersebut tidak melewati kerongkongan maka obat tergolong obat luar.
TES FORMATIF dr. Anissatulaila.,Sp.A Jl. Pemuda No. 10 Telp. (0536) 3224567 Perhatikan gambar resep disamping R/ Stimuno syrup S 2 dd 1 cth ac Parasetamol syrup S.p.r.n 1 cth pc
60 ml
120 mg
Vicks Vaporub cream 10 gr S. u. e
Pro : an Hanna Umur : 6 tahun Alamat : Jl. Beruk Lucu
73
Pertanyaan 1. 2. 3. 4. 5.
Analisa kelengkapan resep (4 point)? Jelaskan indikasi masing-masing obat ? Berapa hari obat R/ 1 habis? Jelaskan aturan pakai pada R/ 2 ? Warna etiket pada R/3 adalah ?
Sedatif
Anti Konvulsi
Analgesik Opiod
OBAT SISTEM SARAF PUSAT TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mengetahui obat-obat yang bekerja di system saraf pusat seperti obat sedatif/ hipnotik, anlgesik opiod, anestesi dan anti konvulsi .
URAIAN MATERI Sistem saraf pusat (CNS) terdiri dari otak dan medula spinalis, mengatur fungsi-fungsi tubuh. CNS menterjemahkan informasi yang disampaikan oleh rangsangan dari sistem saraf perifer (PNS) dan mengembalikan instruksi melalui CNS untuk kerja seluler yang sesuai. Rangsangan dari CNS dapat meningkatkan aktivitas sel saraf (neuron) atau menghambat aktivitas sel saraf. Obat yang bekerja mempengaruhi CNS dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a.
Obat yang berefek menstimulasi kerja CNS Kelompok utama dari perangsang CNS adalah amfetamin dan kafein yang merangsang korteks serebri dari otak dan medula untuk merangsang pernapasan.
b. Obat yang berefek mendepresi kerja CNS Obat penekan CNS menimbulkan depresi (penurunan aktivitas fungsional). Klasifikasi besar dari penekan CNS adalah sedatif-hipnotik, anestetik umum dan lokal, analgesik, analgesik narkotik dan anti konvulsi, anti psikotik dan antidepresan.
Obat yang menstimulasi CNS Analeptika merupakan perangsang CNS terutama mempengaruhi batang otak dan medulla spinalis tetapi juga mempengaruhi korteks serebri. Penggunaan utama dari analeptik adalah merangsang pernapasan. Salah satu kelompok analeptik adalah xantin yaitu kafein dan teofilin.
74
Kafein pada dosis tinggi dapat merangsang pernapasan sedangkan teofilin digunakan untuk merelaksasi bronkiolus. Dapat digunakan pada bayi baru lahir dengan apnea untuk merangsang pernapasan; meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Teofilin dipakai untuk bayi baru lahir dengan apnea untuk merangsang pernapasan yang diberikan melalui selang nasogastrik. Amfetamin selain bekerja pada sistem saraf perifer juga bekerja pada sistem saraf pusat, Amfetamin bekerja pada korteks serebri dan hipotalamus untuk menekan napsu makan sehingga sering disalahgunakan sebagai
obat diet yang dapat menyebabkan anoreksia. Dalam pengobatan klinik
amfetamin hanya boleh dipergunakan pada kasus narkolepsi dan hiperkinetik pada anak.
Obat yang mendepresi CNS Sedatif-hipnotik dan antiansietas (anti kecemasan) Bentuk paling ringan dari penekanan CNS adalah sedasi dimana penekan CNS tertentu dengan dosis rendah dapat menghilangkan respon fisik dan mental tapi tidak mempengaruhi kesadaran. Dengan peningkatan dosis, dapat menimbulkan efek hipnotik yaitu suatu bentuk alami dari tidur. Jika diberikan dalam dosis tinggi, obat sedatif-hipnotik dapat mencapai anestesi, seperti obat golongan barbiturat dengan masa kerja singkat yang dipergunakan sebagai anestesi adalah natrium tiopental atau (pentotal). Kategori obat sedatif-hipnotik adalah barbiturat, benzodiazepin. Barbiturat Barbiturat diklasifikasikan kedalam masa kerja panjang, sedang, singkat dan sangat singkat. 1.
Masa kerja panjang adalah fenobarbital yang dipakai untuk mengendalikan kejang pada epilepsi. Untuk barbiturat yang digunakan pada
2.
Masa kerja sedang seperti amobarbital digunakan untuk mempertahankan tidur dalam jangka waktu panjang.
3.
Masa kerja singkat adalah pentobarbital yang dipakai untuk menimbulkan tidur bagi penderita insomnia.
4.
Masa kerja sangat singkat adalah natrium thipental (pentothal) yang dipakai sebagai anestesi umum barbiturat untuk Pengawasan ketat perlu diberikan pada penggunaan obat tersebut. Adapun efek samping yang
merugikan dari penggunaan barbiturat adalah letih, mengantuk, hangover, pusing, mual, muntah dan diare. Reaksi yang merugikan adalah depresi pernapasan, ketergantungan obat dan toleransi. Mekanisme kerja barbiturat menyerupai GABA, suatu asam amino yang berperan sebagai neurotransmiter inhibitor, sehingga jika GABA berikatan dengan reseptor GABA maka akan menghalangi penghantaran impuls di serabut saraf. GABA akan membuka gerbang ion klorida yang bermuatan negatif sehingga serabut saraf akan bermuatan sangat negatif, dengan begitu impuls sulit untuk dihantarkan melalui serabut saraf. Barbiturat sendiri berikatan dengan tempat ikatan tertentu pada reseptor GABA sehingga kanal klorida terbuka lebih lama yang membuat Cl lebih banyak masuk sehingga menyebabkan
75
hiperpolarisasi dan pengurangan sensitivitas sel-sel GABA. Dalam hal ini barbiturat merupakan agonis GABA. Benzodiazepin Benzodiazepin tertentu mula-mula dipergunakan sebagai antiansietas yaitu klordiazepoksid, yang dipakai sebagai sedatif-hipnotik untuk menimbulkan tidur akibat peningkatan rasa cemas. Benzodazepin yang digunakan sebagai hipnotik adalah flurazepam dan pada penderita insomnia dengan kecemasan dipergunakan lorazepam untuk mengurangi kecemasan. Mekanisme kerja dari benzodiazepin adalah dengan meningkatkan afinitas reseptor terhadap GABA pada tempat ikatannya sehingga meningkatkan frekuensi pembukaan kanal ion.
ANALGESIK Analgesik berasal dari bahasa yunani terdiri dari kata ‘an’ yang berarti tanpa dan ‘algia’ yang berarti nyeri, Jadi analgesik adalah suatu senyawa yang dalam dosis terapetik dapat menimbulkan efek penghilangan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anestesi umum. Nyeri merupakan suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya ‘alarm’ tentang adanya gangguan pada sistem tubuh seperti; a. Peradangan (Inflamasi) b. Infeksi mikroorganisme, c. Kejang otot d. Pertanda adanya penyakit Berdasarkan durasinya, nyeri digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: a. Nyeri akut
76
Adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi tidak nyaman yang memiliki onset mendadak dan reda dengan pengobatan. Misalnya pada kasus patah tulang yang menyebabkan nyeri akut sehingga sensasitidak nyaman terjadi tiba-tiba ketika tulang mengalami kerusakan dan mereda ketika tulang diimobilisasi (di-gips). Nyeri yang berhubungan dengan infark miokard (serangan jantung, radang usus buntu dan bantu ginjal juga merupakan contoh nyeri akut. Nyeri ini dapat diobat i dengan NSAID atau analgesik opiod. Berdasarkan sumber nyerinya, nyeri ini digolongkan menjadi 3, yaitu : 1.
Nyeri permukaan: sumbernya adalah luka luar, iritasi bahan kimia, dan rangsangan termal, yang hanya permukaan kulit saja.
2.
Nyeri somatis :dengan sumber neyri berasal dari kulit, tulang, sendi, otot atau jaringan penghubung yang dapat diakibatkan oleh luka/iritasi di dalam tubuh, seperti karena injeksi atau dari ischemia
3.
Nyeri viseral merupakan nyeri ini berasal dari organ-organ besar dalam tubuh, seperti hati, paruparu, usus, atau pankreas, dll
b. Nyeri Kronis Nyeri persisten atau berulang yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Contoh nyeri kronis adalah rasa sakit pada kanker dan artritis reumatoid, Nyeri kronis diobati dengan kombinasi NSAID dan analgesik opiod serta obat untuk mengurangi pembengkakan dan kecemasan. Salah satu tipe nyeri kronis adalah nyeri neuropatik yang disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Beberapa sumber yang dapat menyebabkan nyeri neuropati ini adalah herpes zoster, neuropati diabetik, luka pada sum-sum tulang belakang. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kalor, listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut dengan mediator nyeri seperti histamin, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin. Histamin bertanggung jawab pada kebanyakan reaksi alergi (bronkokontriksi, pengembangan mukosa dan pruritis) dan nyeri. Bradikinin merupakanpeptida yang ditemukan dalam tubuh yang membantu untuk memperbesar atau membuka pembuluh darah (vasodilatasi), sedangkan prostaglandin yang mirip struktur asam lemak dan terbentuk dari asam arakidonat berfungsi sebagai pembawa sinyal yang mengakibatkan terjadinya kontraksi dan relaksasi otot polos termasuk otot polos pembuluh darah. Obat-obat yang bekerja menghambat mediator nyeri tersebut digolongkan dalam NSAID (Non steroid Anti Inflamation Disease) dan anestesia lokal Semua mediator nyeri tersebut merangsang reseptor nyeri (nociceptor) yang berada di seluruh jaringan dan organ tubuh kecuali CNS untuk disalurkan ke otak melalui divisi neuron sensorik yang dilanjutkan melalui sumsum tulang belakang (spinal cord) dan otak tengah. Dari talamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri. Pada proses ini
77
tubuh mengatur rasa nyeri melalui beberapa proses. Sistem opiod endogen terdiri dari neurotransmitter seperti enkepalin, dinorfin dan endorfin yang mempunyai reseptor khusus yaitu µ. δ, κ yang ditemukan di seluruh sistem saraf pusat (CNS). Opiod endogen terikat pada reseptor opiod dan menghambat rangsangan nyeri. Obat-obat yang kerjanya menyerupai opiod endogen adalah analgesik opiod dan yang bekerja memblokade nyeri di sistem saraf pusat adalah analgesia umum. Analgesik Opiod Analgesik opiod adalah obat yang menyerupai peptida opiod endogen dan menyebabkan aktivasi reseptor opiod yaitu reseptor µ (miu). Adapun peptida endogen tersebut adalah endorfin, dinorfin dan enkefalin. Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, serta pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opiod endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal. Analgetik opiad merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal: 1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin 2. Tanpa bahaya adiksi Mekanisme penghambatan nyeri oleh analgetik opiod pada reseptor opiod dapat menghasilkan suatu pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti Prostaglandin, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat. Berdasarkan aksinya terhadap reseptor opiod analgesik opiod dibagi menjadi dua kategori yaitu : 1.
Agonis opiod a.
Agonis Kuat -
Morfin Morfin dianggap oleh banyak klinisi sebagai obay pilihan pertama untuk nyeri sedang sampai berat. Dapat diberikan secara oral, parenteral atau rektal. Morfin menyebabkan analgesia, depresi pernapasan, spasme otot polos gastrointestinal (GI) dan genitourinaria (GU), depresi pernapasan dan dilatasi vena dan arteriol.
-
Meperidin Meperidin kurang poten dan lebih singkat lama kerja nya dibandingkan dengan morfin, dan digunakan dalam obstetrik karena depresi pernapasan yang ditimbulkan meperidin pada janin tidak sebesar pada penggunaan morfin. Dua turunan meperidin (difenoksilat dan loperamid) digunakan dalam pengobatan diare karena keduanya tidak diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral sehingga kerjanya tetap dalam saluran GI.
78
-
Fentanil Opiod sintesis yang strukturnya mirip dengan meperidin, Seringkali digunakan pada anestesi tambahan bagi anestesi umum. Fentanil lebih poten dengan durasi lebih singkat dibandingkan meperidin. Terdapat fentanil patch dan lozengers yang tersedia untuk pengobatan nyeri kronis hebat seperti pada penderita kanker.
-
Metadon Metadon efektif pada pemberian peroral, lama kerja panjang dan kemapuan untuk menekan putus obat pada ketagihan heroin. Umumnya digunakan untuk nyeri kronis.
-
Heroin Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat karena lebih larut dalam lipid dibandingakan dengan morfin sehingga menembus sawar darah otak dengan cepat. Heroin dihidrolisis menjadi morfin di dalam otak sehingga dapat dikatakan bahwa heroin merupakan pro drug.
b. Agonis Sedang-Ringan -
Kodein Obat ini jauh kurang poten dibandingkan dengan morfin. Digunakan sebagai penekan batuk karena bekerja menekan reflek batuk di sistem saraf pusat
-
Denoksifilat dan Loperamid Dua turunan meperidin (difenoksilat dan loperamid) digunakan dalam pengobatan diare karena keduanya tidak diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral sehingga kerjanya tetap dalam saluran GI.
2.
Agonis Parsial(Mixed Opioid Agonist–Antagonists) -
Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial
reseptor
mu.
Penggunaan
klinik
lebih
banyak
untuk,mendetoksifikasi
dan
mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin. 3.
Antagonis Opiod -
Nalokson dan Nalterkson Merupkan antagonis opiod murni yang terikat secara kompetitif ke reseptor opiod, tetapi tidak menghasilkan respon analgesik. Digunakan untuk mengatasi efek toksik dari opiod agonis dan opiod agonis-antagonis. Nalokson mempunyai masa kerja singkat sedangkan Nalterkson mempunyai masa kerja panjang.
ANESTESIA Tindakan anestesia-analgesia berlandaskan kepada farmakologi dan fisiologi. Tindakan anestesiaanalgesia sesungguhnya adalah tindakan “meracuni” penderita, mempergunakan obat-obatan khusus yaitu obat anestetikum yang umumnya bersifat depresan yang bersifat reversibel pada sistem organ tubuh. Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen:
79
1.
Hipnotik (tidak sadarkan diri=mati ingatan)
2.
Analgesia (bebas nyeri = mati rasa)
3.
Relaksasi otot rangka (mati gerak)
Untuk mencapai ketiga target tersebut dapat dipergunakan satu jenis obat, misalnya eter, atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus sebagai hipnotik, khusus sebagai anelgesia dan khusus sebagai obat pelumpuh otot. Ketiga target tersebut populer disebut trias anestesia. Dalam prakteknya, tindakan anestesia berarti memberikan pelayanan anestesia umum pada pasien yang akan dilakukan pembedahan yaitu meliputi trias anestesia, sedangkan tindakan analgesia berarti memberikan pelayanan anestesia atau analgesia regional yang hanya mencakup analgesia dan relaksasi otot pada area tertentu, misalnya operasi pada daerah perut kebawah. Maka berdasarkan luas kerja anestesia terhadap tubuh, maka jenis anestesia dibagi menjadi tiga golongan yaitu: a.
Anestesia Umum
b. Anestesia Lokal yang meliputi Anestesia Regional. c.
Anestesia Topikal
Anestesia Umum Dalam proses pembedahan menggunakan agen anestesi umum, diperlukan pengetahuan stadium dari anestesia. Pemahaman tentang stadium pada anestesi umum menjadi penting dalam mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi dan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi yang mungkin mengancam keselamatan pasien selama dibius. Adapun stadium pada anastesi umum dibagi menjadi empat yaitu:
Stadium I. Stadium Analgesia. Penderita tetap sadar tetapi telah mengalami pengurangan kesadaran akan nyeri
Stadium II. Stadium Eksitasi. Dimulai dari hilangnya kesadaran sampai stadium operasi. Penderita mengalami amnesia setelah kejadian tersebut, tetapi refleks dan otonomik jadi tidak teratur serta kontrol respirasi meningkat selama stadium ini. Dapat disertai dengan aritmia jantung, spasme bronkus, spasme laring dan muntah.
Stadium III. Stadium anestesi operasi. Penderita tidak sadar dan tidak memiliki refleks nyeri. Ditandai paling sering dengan adanya relaksasi otot rangka, tetapi respirasi teratur dan tekanan darah dapat dipertahankan dengan baik.
Stadium IV.
Stadium depresi medular. Penderita mengalami depresi pernapasan (paralisis
diagfragma) dan depresi tekanan darah yang berat. Tanpa ventilasi mekanik dan bantuan farmakologi terhadap tekanan darah, pasien akan meninggal. Anestesi seimbang merupakan kombinasi obat-obatan yang sering dipakai dalam anestesi umum. Anestesi
seimbang mengurangi masalah kardiovaskular, mengurangi jumlah anestesi umum yang
diperlukan, mengurangi kemungkinan mual dan muntah pasca anestesi dan mempercepat pemulihan pasca anestesi. Anestesi seimbang terdiri dari: 1. Obat golongan Hipnotik yang diberikan semalam sebelumnya. 2. Obat golongan Premedikasi yang diberikan kira-kira 1 jam sebelum pembedahan.
80
Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan obat-obatan pendahuluan yang terdiri dari obat-obat anti kolinergik, sedatif/trankuikizer dan analgetik. Tujuan pemberian pramedikasi agar dapat menimbulkan rasa nyaman dan menghilangkan rasa cemas. Selain itu mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus, memudahkan induksi, mengurangi dosis obat anestesia serta mengurangi rasa sakit dan gelisah. a.
Obat antikolinergik Contoh turunan preparat alkaloid belladona seperti atropin sulfas dan skopolamin. Pemberian obat tersebut bertujuan mengurangi penngeluaran sekresi kelenjar, saliva, saluran cerna dan saluran napas. Selain itu, mencegah spasme laring dan bronkus, mencegah bradikardi, mengurangi motilitas usus, mengurangi efek depresi narkotik terhadap pusat saraf.
b. Obat sedatif/tranquiler Contohnya derivat benzodiazepin seperti diazepam, midazolam, klordiazepoksid. Obat golongan ini berkhasiat sedasi dan mengurangi rasa cemas. Contoh derivat barbiturat seperti pentobarbital dan sekobarbital digunakan sebagai sedasi dan penenang prabedah, terutama pada anak-anak. c.
Obat analgetik opiod Golongan narkotik yang sering digunakan adalah petidin dan morfin, sedangkan fentanil digunakan sebagai suplemen anestesia. Digunakan karena mempunyai efek analgesik dan efek sedasi.
3. Golongan Anestesi Intravena sebagai induksi anestesi Anestesi intravena dapat dipakai untuk anestesi umum atau tahap induksi dari anestesi. Bagi pasien rawat jalan untuk pembedahan jangka waktu singkat, anestetik intravena merupakan bentuk pilihan. Adapun anestetik iv yang sangat poluler dalam praktek anestesi di Indonesia adalah tiopental, ketamin, propofol dan fentanil. Tiopental, merupakan obat golongan barbiturat yang dapat menginduksi status hipnotik cepat dalam waktu singkat. Tiopental dimetabolisme di hati secara perlahan sehingga akumulasi racun dapat terjadi. Maka penggunaan dengan infus berkelanjutan sebaiknya tidak dilakukan. Ketamin, dapat mempengaruhi indra dan menimbulkan anestesi disosiatif (katatonia, amnesia dan analgesia) dimana pasien mungkin tampak sadar dan reaktif namun tidak dapat bereaksi terhadap rangsang sensori. Ketamin sering digunakan pada pasien anak karena efek anestesi dan analgesia dapat dicapai dengan pemberian intramuskular. Juga dapat digunakan pada lansia dengan resiko tinggi dan pada kasus syok karena agen anestesi ini dapat juga menstimulasi jantung. Propofol, merupakan agen hipnotik non barbiturat dan anestesi intravena yang paling baru dikembangkan. Induksi cepat dan durasi singkat aksinya mirip tiopental, namun pasien dapat pulih lebih cepat dengan sedikit kejadian mual dan muntah. Selain propofol dimetabolisme cepat dihati dan diekskresikan di urine sehingga dapat digunakan untuk durasi anestesi yang panjang. Fentanil, sering digunakan untuk anestesi dalam tindakan operasi sebagai sedatif dan analgesik. Selain itu dapat pula digunakan sebagai anestesi primer dengan penggunaan infus secara kontinue. Analgesik opiod jarang mempengaruhi sistem kardiovaskular maka obat ini berguna untuk operasi jantung dan operasi yang beresiko tinggi. Opiod bereaksi secara langsung di sum-sum tulang
81
belakang, dan sering digunakan di epidural untuk anestesi spinal. Efek samping meliputi mual dan muntah, gatal dan depresi sistem pernapasan. 4. Golongan Anestesia Inhalasi sebagai maintanance proses anestesi Anestesi inhalasi (gas atau cairan menguap yang diberikan sebagai gas) dipakai untuk menimbulkan anestesi umum. OBAT
WAKTU
PERTIMBANGAN PEMAKAIAN
INDUKSI Inhalasi : Cairan Menguap Eter
Lambat
Sangat Mudah terbakar. Tidak menimbulkan efek yang berat pada sistem kardiovaskular atau hati Pemulihan cepat. Dapat menurunkan tekanan darah,
Halotan
Cepat
mempunyai efek bronkodilator. Kontraksi pada
Enfluran
Cepat
obstetri Dapat menyebabkan hipotensi. Kontraindikasi pada
Isofluran
Cepat
gangguan ginjal Mempunyai efek yang minimal pada kardiovaskular. Dapat menimbulkan disterss pernapasan.
Inhalasi : Gas Nitrous Oksida
Sangat cepat
Pemulihan cepat. Mempunyai efek yang minimal pada kardiovaskular. Harus diberikan bersama-sama oksigen. Potensi rendah
Siklopropan
Sangat cepat
Sangat mudah terbakar dan meledak. Jarang digunakan.
5. Golongan Obat Pelumpuh Otot dan Penawarnya Relaksasi otot rangka merupakan salah satu dari trias anestesi yang harus dipenuhi pada operasioperasi besar seperti laparotomi, toraktomi dan operasi-operasi yang memerlukan napas kendali. Relaksasi otot rangka ini bisa diperoleh dari efek obat anestesi seperti eter, halotan dan obat inhalasi yang lain dengan penggunaan dosis besar, namun memunculkan efek samping yang lebih berbahaya, sehingga digunakan obat pelumpuh otot. Pilihan obat pelumpuh otot
82
1.
Gangguan Fungsi Ginjal : atrakurium dan vekuronium
2.
Gangguan Fungsi Hati : atrakurium
3.
Miastenia gravis : kalau perlu dosis 1/10 atrakurium
4.
Bedah singkat
: atrakurium, rokuronium, mivakurium
5.
Kasus obstetri
: semua dapat digunakan kecuali galamin
Pemulihan tonus otot rangka akibat pengaruh obat pelumpuh otot bisa berlangsung secara spontan setelah masa kerja berakhir. Namun untuk mempercepat pemulihannya perlu diberikan obat antagonisnya yaitu golongan antikolinesterase seperti neostigmin atau prostigmin. Anestesi Lokal Anestesi lokal menghilangkan sakit pada tempat dimana obat diberikan, dan kesadaran tetap di pertahankan. Pemakaian anestetik lokal mencakup prosedur gigi, menjahit laserasi kulit, pembedahan (minor) jangka pendek pada daerah tertentu, anestesi spinal dengan menghambat impuls saraf (nerve block) yang terletak dibawah tempat masuknya anestetik. Jenis anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, lidokain dan bupivakain. Obat anestesi lokal mencegah proses terjadinya depolarisasi membran saraf pada tempat suntikan obat tersebut sehingga membran akson tidak akan dapat bereaksi dengan asetilkolin sehingga membran akan tetap dalam keadaan semipermiabel dan tidak terjadi perubahan potensial aksi. Keadaan ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf tersebut terhenti, sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke susunan saraf pusat. Anestesi spinal membutuhkan anestetik lokal untuk diinjeksikan pada ruang subarakhnoid setinggi ruang lumbal tiga atau empat. Jika anestetik lokal diberikan terlalu tinggi pada kolumna spinalis maka dapat mempengaruhi otot-otot pernapasan dan dapat terjadi distres atau gagal pernapasan. Sakit kepala mungkin timbul setelah pemberian anestesi spinal yang mungkin dikarenakan oleh adanya kebocoran cairan pada tempat jarum disuntikkan. Dengan menganjurkan pasien untuk tetap berbaring rata setelah pembedahan dan minum lebih banyak untuk mengurangi kemungkinan kebocoran. Hipotensi dapat timbul setelah anestesi spinal. Anestesi Topikal Anestesi topikal adalah larutan, spray, salep, krim dan gel yang digunakan pada membran mukosa permukaan kulit baik yang rusak maupun utuh dan luka bakar untuk mengurangi sensitivitas ujung saraf di daerah yang terkena. Contoh anestesi topikal adalah lidokain cream dan ethylcloride
83
ANTI KONVULSI Epilepsi adalah suatu gangguan kejang berulang secara periodik yang yang disebabkan oleh muatan listrik abnormal dari neuron-neuron serebral dan ditandai dengan hilangnya atau terganggunya kesadaran dan biasanya disertai dengan kejang. Kejang menyatakan kontraksi otot polos yang tidak terkendali. Klasifikasi Internasional tentang Kejang Epilepsi I
Kejang Parsial (awal serangan kejang terjadi secara lokal) A. Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
B.
1.
Disertai gejala motor
2.
Disertai gejala sensori khusus atau somatosensori
3.
Disertai gejala kejiwaan
Kompleks (disertai gangguan kesadaran) 1.
Mula kejang parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran dengan atau tanpa gerakan otomatis
2.
Gangguan kesadaran pada mula kejang dengan atau tanpa gerakan otomatis.
C. Umum sekunder (mula kejang parsial berubah menjadi kejang tonik klonik umum II
Kejang Umum (simestris bilateral dan tanpa mula kejang lokal A. Absen B.
Myoklonik
C. Klonik D. Tonik E.
Tonik-Klonik
F.
Atonik
G. Spasme Infantil III
Kejang yang tidak dapat diklasifikasi
IV
Status Epileptikus
Patofisiologi Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat penghambatan neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitatori dan inhibitori. Defisiensi neurotransmiter inhibitori seperti Gamma Amino Butyric Acid (GABA) atau peningkatan neurotransmiter eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang) yaitu, glutamat, aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin, purin, peptida, sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu, dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid (GABA). Serangan kejang juga diakibatkan oleh abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATPase yang berkaitan dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan membran neuron.
84
Obat-obat yang dipakai untuk serangan kejang epilepsi disebut sebagai antikonvulsi atau antiepilepsi. Obat-obat antikonvulsi menekan impuls listrik abnormal dari pusat serangan kejang ke daerah korteks lainnya, sehingga mencegah serangan kejang tetapi tidak menghilangkan penyebab serangan kejang. Antikonvulsi diklasifikasikan sebagai penekan CNS. Ada banyak jenis antikonvulsi yang dipakai dalam mengobati epilepsi, yaitu 1.
Hidantoin (fenitoin),
2.
Barbiturat dengan masa kerja panjang (fenobarbital, mefobarbital)
3.
Suksinimid (etosuksimid)
4.
Benzodiazepin (diazepam, klonazepam)
5.
Karbamazepin
6.
Valproat (asam valproat)
Fenitoin Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang tonik-klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf. Fenitoin memiliki range terapetik sempit dengan konsentrasi plasma adalah 10-20 µg/ml dengan konsentrasi dibawah 10 µg/ml akan kurang efektif untuk pengendalian kejang
yang terjadi, sedangkan konsentrasi diatas 20 µg/ml akan menyebabkan efek
toksik sehingga pada beberapa pasien dibutuhkan pengukuran kadar obat dalam darah. Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal ion sodium (Na+) yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ ke dalam membran sel berkurang sehingga terjadi penghambatan potensial aksi oleh karena terjadi depolarisasi terus-menerus pada neuron Dosis awal penggunaan fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6 jam. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada CNS, sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan mengantuk. Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh dan nystagmus. Fenobarbital Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik.
Efikasi,
toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang penting untuk tipetipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak sehingga telah dikurangi penggunaannya sebagai obat utama. Fenobarbital bekerja dengan menempati situs khusus pada reseptor GABA sehingga meningkatkan durasi pembukaan reseptor GABA dan meningkatkan konduksi post-sinap klorida.
85
Etosuksimid Etosuksimid digunakan pada terapi kejang absens. Etosuksimid menghambat pada kanal Ca2+ di talamus yang berperan dalam pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ pada kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi sentakan pada kejang absens Efek samping penggunaan etosuksimid adalah mual dan muntah, efek samping penggunaan etosuksimid yang lain adalah ketidakseimbangan tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah (tidak dapat berdiri tegak), pusing dan cegukan Benzodiazepin Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang merupakan agonis GABA, sehingga aktivasi reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor GABA. Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan kesadaran, pusing, depresi, mengantuk, kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual. Karbamazepin Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik. Karbamazepin menghambat kanal Na+ yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang dan menghambat terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan karbamazepin adalah gangguan penglihatan (penglihatan berganda), pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak dapat berdiri tegak) dan Hiponatremia. Asam Valproat Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan termasuk mual, muntah, anorexia, dan peningkatan berat badan. Asam valproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan dan menyebabkan hepatotoksik.
TES FORMATIF 1.
Sebutkan obat-obat yang bekerja sebagai sedatif/hipnotik? Nama Obat
86
Tempat aksi kerja
Indikasi
Efek Samping utama
2.
Sebutkan obat-obat yang bekerja sebagai analgesik opiod? Golongan Opiod Agonis Opiod Kuat
Nama Obat
Tempat aksi kerja
Indikasi
Efek Samping utama
Indikasi
Efek Samping utama
Agonis Opiod Lemah
Agonis Parsial
Antagonis Opiod
3.
Sebutkan obat-obat yang bekerja sebagai anastesi ? Golongan Anestesi IV
87
Nama Obat
Tempat aksi kerja
Anestesi Inhalasi
Anestesi Lokal
4.
Sebutkan obat-obat yang bekerja sebagai anti konvulsi? Nama Obat
88
Tempat aksi kerja
Indikasi
Efek Samping utama
Simpatik
Parasimpatik
Reseptor
OBAT SISTEM SARAF OTONOM TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mengetahui obat-obat yang bekerja pada system saraf otonom.
URAIAN MATERI Sistem saraf otonom (ANS) terbagi menjadi dua cabang yaitu cabang simpatik dan
parasimpatik.
merangsang
Cabang
simpatik
dan
cabang
respon
parasimpatik menekan respon sel organ. Keduanya
bekerja
saling
berlawanan
bertujuan untuk menjaga homeostatis kerja organ.
Reseptor
Simpatik
Parasimpatik
Sistem Adrenergik
Sistem Kolinergik
Neurotransmiter
Reseptor
Neurotransmiter
Beta 1
Norephiferin (NE) atau
Muskarinik
Asetilkolin (Ach)
Beta 2
Noradrenalin
Nikotinik
Alfa 1 Alfa 2
89
Obat Yang Bekerja Pada Sistem Adrenergik Cabang simpatik merangsang respon menggunakan neurotransmiter NE. Zat aktif yang dapat meniru kerja NE disebut dengan obat adrenergik. Obat ini juga dikenal dengan istilah agonis adrenergik
atau simpatomimetik karena memulai responnya pada situs reseptor adrenergik. Selain obat yang dapat meniru kerja NE, terdapat pula obat yang bekerja menghambat kerja NE sehingga tidak dihasilkan respon fisiologis pada reseptor adrenergik. Obat ini dikenal dengan istilah antagonis adrenergik atau simpatolitik. Masing-masing reseptor adrenergik apabila diaktifkan akan menimbulkan berbagai macam respon fisiologis. Berikut respon yang dihasilkan oleh reseptor adrenergik : Reseptor Alfa 1
Respon Fisiologis Meningkatkan tenaga untuk kontraksi jantung Vasokontriksi: meningkatkan tekanan darah Mydriasis : dilatasi pupil mata Kelanjar saliva : menurunkan sekresi Kandung kemih dan prostat : meningkatkan kontraksi dan ejakulasi
Alfa 2
Mencegah pelepasan NE, melebarkan pembuluh darah, memicu hipotensi, menurunan motilitas gastrointestinal
Beta 1
Meningkatkan denyut dan kontraksi jantung Meningkatkan sekresi renin : meningkatkan tekanan darah
Beta 2
Melebarkan bronkiolus Merelaksasi gstrointestinal dan rahim (uterus) Meningkatkan kenaikan kadar gula darah melalui glukogenolisis dalam hati Meningkatkan aliran darah di otot skelet
Beta 3 Agonis adrenergik/Simpatomimetik Agonis adrenergik mempunyai efek memperkuat aktivitas syaraf adrenergik yang diklasifikasikan kedalam dua kategori yaitu : 1. Agonis adrenergik langsung Obat yang termasuk tipe ini beraksi langsung dengan cara berikatan pada reseptor adrenergik. sehingga mengaktivasi reseptor tersebut. Obat2 yg bertindak sebagai agonis adrenergik langsung memiliki afinitas terhadap reseptor-reseptor tertentu.Misalnya :
90
a. Norepinefrin
: memiliki afinitas terhadap reseptor α, β1
b. Epinefrin
: memiliki afinitas terhadap reseptor α, β1, β2
c. Isoproterenol
: memiliki afinitas terhadap reseptor β1, β2
d. Fenilefrin
: memiliki afinitas terhadap reseptor α1
e. Metaraminol
: memiliki afinitas terhadap reseptor α1
f. Klonidin
: memiliki afinitas terhadap reseptor α1
g. Salbutamol
: memiliki afinitas terhadap reseptor β2
h. Terbutalin
: memiliki afinitas terhadap reseptor β2
i. Dobutamin
: memiliki afinitas terhadap reseptor β1
Contoh : Epinefrin merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi syok kardiogenik dan analafilaksis. Hal ini disebabkan karena epinefrin bekerja pada reseptor α, β1 yang dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung. Pada reseptor β2, epinefrin bekerja meningkatkan aliran udara dari paru-paru melalui bronkodilatasi, serta menginduksi proses glukogenolisis sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah. Namun karena epineprin bekerja pada tiga jenis reseptor maka dapat dikatakan epinefrin tidak bekerja secara selektif. Fenileprin dan metaraminol, Kedua obat tersebut bekerja pada reseptor α sehingga tidak bekerja secara langsung ke jantung. Efek yang dihasilkan obat-obat tersebut adalah vasokontriksi
dan
peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Oleh sebab efeknya sebagai vasokonstriktor maka ketiga obat tersebut digunakan untuk mengembalikan tekanan darah selama anestesi spinal maupun keadaan hipotensif lainnya. Fenileprin juga secara luas dipakai sebagai nasal dekongestan namun jangan diberikan kepada penderita glaukoma karena dikhawatirkan terjadi peningkatan tekanan intraokular. Dobutamin, bekerja pada reseptor β1 sehingga dapat meningkatkan denyut dan kontraksi jantung, digunakan pada pasien aritmia. Dobutamin bekerja menyerupai dopamin (suatu neurotransmitter yang jika dioksidasi dapat berubah menjadi NE dengan bantuan kofaktor askorbat) yang efeknya lebih besar dibanding dopamin sehingga efek samping yang dihasilkanpun lebih besar. Salbutamol dan terbutalin, merupakan agonis selektif reseptor β2 yang menghasilkan respon fisiologis bronkodilatasi sehingga digunakan untuk mengatasi penyakit dan serangan asma. 2. Agonis Adrenergik tidak langsung Beberapa obat bekerja secara tidak langsung dengan cara : a.
Meningkatkan pengeluaran norepinefrin,
b. Apabila NE yang dikeluarkan terlalu banyak maka mengalami proses reuptake (penyerapan kembali) maka kerja obat agonis tidak langsung dengan cara menghambat proses reuptake c.
Mencegah proses inaktivasi neurotrasmitter NE dengan cara menghambat kerja enzim mono amin oksidase (MAO) .
Contoh : Efedrin, bekerja pada reseptor α1, β1, β2 digunakan untuk sebagai obat asma ringan dan meredakan alergi serbuk bunga, sinusitis, dan rhinitis alergi karena mempunyai efek sebagai bronkodilator. Efedrin dapat menembus sawar darah otak dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Obat ini dipake per oral dan durasinya lebih lama dari norepinefrin. Cara kerjanya adalah melepaskan norepinefrin. Amphetamin yang resisten terhadap MAO mempunyai efek perifer takikardi dan hipertensi, selain mempunyai efek perifer, amfetamin juga mempunyai aksi stimulansia pada sistem saraf pusat yang yang
91
digunakan untuk kasus narkolepsi dan hiperkinetik pada anak-anak. Aksi amfetamin pada CNS sering disalahgunakan sebagai obat diet. Kokain digunakan sebagai anestesi lokal yang digolongkan menjadi simpatomimetik karena menghambat reuptake NE oleh terminal saraf. Kokain mempunyai efek stimulan sentral yang kuat sehingga sering disalahgunakan. Antagonis Adrenergik/Simpatolitik Antagonis adrenergik/simpatolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengeblok sistem saraf simpatik dengan mekanisme: 1.
Menurunkan rangsang simpatik dari otak
2.
Mengeblok reseptor adrenergik
3.
Menurunkan pengeluaran NE
Dibagi menjadi : 1.
α Blocker α blocker menghambat respon di situs respon α adrenergik. Ada dua jenis penghambat α adrenergik, yaitu penghambat non selektif dan penghambat non selektif. Obat ini memulihkan efek penekanan epinefrin karena efek vasodilatasi dan resistensi perifer menurun. Sebagai obat anti hipertensi, golongan antagonis adrenergik jarang digunakan karena menyebabkan hipotensi orthostatik (penurunan tekanan darah ketika seseorang berdiri), pusing dan reflek takikardi. a.
α Blocker Non selektif Mengeblok reseptor α secara tidak spesifik (α1 dan α2 dihambat secara bersamaan) sehingga jarang digunakan karena menyebabkan efek takikardi yang kuat. Contoh obat: fentolamin, tolazolin
b.
α Blocker Selektif -
Pengeblok α-1 Merupakan pengeblok spesifik yang bekerja pada reseptor α-1 sehingga menyebabkan takikardi yang relatif ringan. Digunakan sebagai obat anti hipertensi. Contoh obat: prazosin, trimazolin, terazolin
-
Pengeblok α-2 Obat yang spesifik untuk mengeblok reseptor α-2 adalah yohimbin, dimana efek yang digunakan adalah sebagai aprodisiaka yaitu peningkatan libido dan mengatasi disfungsi ereksi.
2.
β Blocker β Blocker menghambat respon di reseptor beta adrenergik menghasilkan respon penurunan denyut jantung dan tekanan darah yang mengakibatkan bronkokontriksi sehingga harus dipergunakan dengan hati-hati oleh pasien yang menderita asma atau PPOK. β Blocker dibagi menjadi: a.
β1 Blocker Non Selektif Obat yang bekerja dengan cara mengeblok reseptor β secara tidak spesifik sehingga jarang digunakan. Fungsi dari obat dari golongan ini adalah menurunkan denyut jantung,
92
kardiak output dan tekanan darah pada kasus angina dan hipertensi dengan efek samping bronkospasme. Contoh : Propanolol, pindolol dan timolol. b.
β 1 Blocker Selektif Obat golongan ini hanya mengeblok pada reseptor β1 sehingga bersifat kardioselektif. Blokade reseptor β1 selektif cenderung menyebabkan vasokontriksi perifer yang lebih ringan (tangan dan kaki dingin) dan tidak mengurangi respon hipoglikemia yang diinduksi oleh olahraga (stimulasi glukoneogenesis dalam hati yang diperantarau oleh reseptor
β2). Fungsi obat golongan ini digunakan sebagai obat anti hipertensi dan
angina. Contoh :Acebutolol, atenolol -
Pengeblok β-2 Obat yang spesifik mengeblok reseptor β-2 yang mempunyai efek bronkokontriksi sehingga hanya digunakan dalam penelitian. Contoh : butaxamine
3.
Central Blocker Obat yang bekerja sebagai central bloker , mekanismenya menurunkan aktivitas sel syaraf simpatik. dengan menghambat rangsangan simpatetik dari otak maupun menghambat pengeluaran NE dari ujung syaraf simpatik.
Obat Yang Bekerja Pada Sistem Kolinergik Pada sistem saraf kolinergik, ada dua jenis reseptor kolinergik yaitu muskarinik dan nikotinik yang neurotransmitternya berupa asetilkolin (Ach). Reseptor muskarinik merangsang otot polos dan memperlambat otot denyut jantung. Reseptor nikotinik merangsang otot rangka. Obat yang kerjanya menyerupai asetilkolin disebut dengan agonis kolinergik atau parasimpatomimetik, sedangkan obat yang menghambat kerja asetilkolin disebut dengan parasimpatolitik. Asetilkolin merupakan neurotransmitter yang dibentuk dari asetil koenzim A (acetyl-CoA) dan kolin dengan bantuan cholyne acetyltransferase. Asetilkolin juga dapat diinaktivasi oleh enzim asetilkolinesterase menjadi asetat dan kolin. Kolin akan masuk kembali ke dalam sel syaraf untuk menjadi bahan baku pembuatan Ach berikutnya. Agonis Kolinergik/Parasimpatomimetik Obat agonis kolinergik mempunyai dua mekanisme kerja, yaitu : 1. Agonis kolinergik yang bekerja langsung Berdasarkan rumus kimianya, agonis kolinergik dibagi menjadi 3, yaitu : a. Golongan ester Merupakan agonis kolinergik muskarinik yang memiliki bentuk yg hampir mirip dengan struktur asetilkolin, namun obat golongan ini lebih tahan terhadap enzim pendegradasi Asetilkolinesterase sehingga efek obat dapat bertahan lama. Contoh : Karbakol yang digunakan sebagai tetes mata dapat menurunkan tekanan intraokular pada pasien glaukoma.
93
Betanekol digunakan untuk menstimulasi kandung kemih pada retensi urin, namun sekarang telah digantikan oleh kateter. b. Golongan alkaloid Merupakan agonis kolinergik muskarinik yang berasal dari tanaman sehingga tidak dapat dimetabolisme oleh enzim asetilkolinesterase. Contoh : Pilokarpin yang digunakan untuk mengurangi tekanan intraokular dengan menyempitkan pupil mata dan membuka kanal schlemm yang memungkinkan aqueous humor (cairan) untuk mengalir pada pasien yang menderita glaukoma. c. Golongan nikotin Obat nikotin yang dikemas dalam bentuk nikotin patch digunakan untuk menghentikan kebiasaan merokok. 2. Agonis kolinergik yang bekerja secara tidak langsung Agonis kolinergik yang bekerja secara tidak langsung merupakan golongan obat yang mekanisme kerjanya dengan cara menghambat kerja enzim asetilkolinesterase yang bertugas untuk mendegradasi asetilkolin. Golongan agonis ini dibagi menjadi 2, yaitu ; a. Golongan reversibel Dengan dihambatnya enzim asetilkolinesterase maka respon fisiologi yang terjadi semakin lama karena pemecahan neurotransmiter menjadi terhambat. Pada penghambatan reversibel enzim asetilkolintransferase, enzim tersebut diikat oleh suatu agonis kolinergik dalam jangka waktu tertentu dan kemudian melepasnya sehingga memungkinkan enzim kolinesterase melakukan fungsinya dengan benar. Contoh :
Neostigmin dan piridostigmin bekerja dengan cara memperpanjang kerja dari asetilkolin dengan cara menghambat aksi dari enzim asetilkolinesterase. Asetilkolin menstimulasi satu tipe reseptor yang dinamakan reseptor muskarinik. Reseptor muskarinik terdapat diseluruh tubuh terutama di otot. Ketika reseptor muskarinik distimulasi akan menimbulkan tingkat efek tertentu yang menimbulkan kontraksi pada otot. Pada penderita Miastenia Gravis, sistem imunitas tubuh merusak banyak reseptor muskarinik, sehingga otot menjadi kurang responsif oleh stimulasi saraf. Neostigmine meningkatkan jumlah asetikolin pada ujung saraf. Peningkatan kadar asetilkolin ini membuat reseptor yang tersisa berfungsi lebih efisien. Neostigmine biasanya mengembalikan fungsi otot mendekati taraf normal. Selain digunakan untuk Miastenia Gravis, Neostigmine juga digunakan untuk mengatasi retensi urinaria yang disebabkan anestesi umum dan mengatasi keracunan obat jenis kurare.
b. Golongan irreversibel Pada agonis kolinergik penghambatan irreversibel bekerja mengikat enzim kolinesterase secara permanen. Jika asetilkolinesterase dihambat kuat, maka kadar asetilkolin akan meningkat sehingga proses inaktivasi tidak terjadi yang mengakibatkan otot terasa kuat dan juga keringat berlebihan. Obat yang bekerja pada golongan ini biasanya senyawa yang digunakan pada insektisida. Pada senyawa organofosfat dapat menembus semua membran: kulit bahkan barier darah otak.
94
Antagonis Kolinergik/Parasimpatolitik Obat antikolinergik menghambat asetilkolin dengan menempati reseptor asetilkolin sehingga menghambat saraf parasimpatik yang memungkinkan impuls dari saraf simpatik untuk mengambil kendali. Obat antikolinergik dan adrenergik menghasilkan banyak respon yang sama. Contoh : Atropin, digunakan pada proses anestesia, pada dosis rendah menyebabkan bradikari, pada dosis tinggi menyebabkan takikardi. Papaverin hcl dan hiosin digunakan untuk mengurangi spasme usus pada sindrom iritasi usus dan dysmenorea. Skopolamin digunakan pada untuk mencegah motion sickness dimana pusat mual diatur oleh reseptor asetilkolin muskarinik. Ipratropium digunakan untuk mencegah kontraksi otot bronkus dengan inhibisi sistem syaraf parasimpatik sehingga menimbulkan efek bronkodilatas Agonis Kolinergik/Parasimpatomimetik
Antagonis Kolinergik/Parasimpatolitik
Bereaksi secara langsung (direct-acting)
Menurunkan tekanan darah
Meningkatkan denyut jantung
Menurunkan denyut jantung
Menurunkan sekresi mukus
Menyempitkan bronkiolus
Menurunkan
Menyempitkan pupil mata
Meningkatkan
kontraksi
kandung
kemih
motilitas
gastrointestinal
Meningkatkan retensi urin
Melebarkan pupil mata
Meningkatkan peristaltik
Bereaksi secara tidak langsung (indirect acting) Inhibitor reversibel kolinesterase Meningkatkan kontraksi otot
TES FORMATIF 1. Tuliskan nama obat berdasarkan golongannya dan beri tanda √ pada target reseptor. Isilah indikasi dan efek samping utama pada masing-masing obat !!! Golongan Obat Simpatomimetik
95
Nama Obat
Target reseptor α-1 α-2 β- 1
Indikasi β- 1
Efek Samping Utama
Golongan Obat
Simpatolitik
96
Nama Obat
Target reseptor α-1 α-2 β- 1
Indikasi β- 1
Efek Samping Utama
Golongan Obat
Nama Obat
Target reseptor α-1 α-2 β- 1
Indikasi
Efek Samping Utama
β- 1
Agonis non spesifik
Golongan Obat
Nama Obat
Target Reseptor Langsung
Parasimpatomime tik
Parasimpatolitik
97
Tidak Langsung
Sifat Revers ibel
Irreversi bel
Indikasi
Efek Samping Utama
DOPAMIN
ATROPIN
EPINEFRIN
OBAT KEGAWATDARURATAN TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mengetahui obat-obat yang digunakan dalam kegawatdaruratan.
URAIAN MATERI Syok merupakan keadaan darurat medis yang dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi. Penyebab mendasar syok seperti perdarahan, sepsis atau insufisiensi miokard harus diatasi. Syok pada hipotensi berat harus diatasi segera untuk mencegah hipoksia jaringan dan gagal organ. Terapi penggantian cairan sangat penting untuk mengatasi hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan dan sepsis namun pada syok jantung dapat menyebabkan kerusakan. Berdasarkan status hemodinamik, curah jantung dapat dipulihkan dengan penggunaan simpatomimetik inotropik seperti adrenalin (epinefrin), dobutamin, atau dopamin. Pada syok septik (septic shock), apabila terapi penggantian cairan dan inotropik gagal untuk mengendalikan tekanan darah, noradrenalin vasokonstriktor (norepinefrin) dapat digunakan. Pada syok jantung, hambatan perifer sering tinggi dan kenaikan yang lebih tinggi dapat memperburuk kinerja miokard dan memperparah iskemia jaringan. Vasokonstriktor simpatomimetik meningkatkan tekanan darah sementara dengan cara bekerja pada reseptor alfa adrenergik untuk menimbulkan konstriksi pembuluh darah perifer. Kadang-kadang obat golongan ini digunakan sebagai metoda darurat untuk peningkatan tekanan darah ketika terapi lain gagal. Seperti halnya sebagai konstriksi pembuluh perifer, efedrin juga mempercepat kerja jantung (dengan bekerja pada reseptor beta). Efek ganda efedrin ini digunakan untuk mengendalikan bradikardi (meskipun mungkin juga diperlukan injeksi intravena atrofin sulfat 400 sampai 600 mcg jika bradikardi berlangsung dalam waktu lama).
98
Pada kondisi henti jantung, adrenalin (epinefrin) 1 dalam 1000 (100 mcg/mL) dianjurkan dalam dosis 10 mL melalui injeksi intravena, dianjurkan pemberian melalui pembuluh darah sentral. Jika melalui perifer, obat harus dilarutkan sekurangnya dalam 20 mL larutan injeksi NaCl 0,9% (agar dapat memasuki sirkulasi pusat). Pemberian injeksi intravena amiodaron 300 mg (dari prefilled syringe atau dilarutkan dalam larutan infus intravena glukosa 5%), harus dipertimbangkan setelah injeksi adrenalin untuk mengatasi fibrasi ventrikel atau takikardia ventrikel yang pulseless pada kondisi henti jantung yang sulit diatasi dengan defibrilator. Injeksi intravena atropin 3 mg dosis tunggal juga digunakan pada resusitasi jantung paru untuk menahan aktivitas vagal. Syok anafilaktik adalah reaksi alergi yang tergolong berat karena dapat mengancam nyawa penderitanya Kondisi fisiologi yang terjadi berupa udem larings, bronkospasme dan hipotensi memerlukan terapi sesegera mungkin. Individu yang atopik mudah terkena syok anafilaksis. Sengatan serangga adalah salah satu risiko (terutama sengatan tawon dan lebah). Makanan tertentu seperti telur, ikan, protein susu sapi, kacang-kacangan dan biji-bijian juga dapat menjadi penyebab anafilaksis. Langkah awal terapi anafilaksis yaitu melancarkan saluran napas, memperbaiki tekanan darah (pasien dibaringkan pada posisi datar dengan kaki lebih tinggi), dan pemberian injeksi adrenalin (epinefrin)
intramuscular.
Pemberian
oksigen
juga
sangat
penting.
Antihistamin,
seperti
klorfeniramin yang diberikan sebagai injeksi intravena lambat dengan dosis 10–20 mg merupakan terapi tambahan yang bermanfaat, diberikan setelah injeksi adrenalin. Injeksi kortikosteroid intravena seperti hidrokortison harus diberikan untuk mencegah memburuknya kondisi pasien yang parah.
TES FORMATIF Lengkapi informasi berikut
99
Adrenalin Indikasi Mekanisme kerja Dosis Kontraindikasi Efek Samping Interaksi Sediaan
: : : : : : :
Dopamin Indikasi Mekanisme kerja Dosis Kontraindikasi Efek Samping Interaksi Sediaan
: : : : : : :
10 0
Dobutamin Indikasi Mekanisme kerja Dosis Kontraindikasi Efek Samping Interaksi Sediaan
: : : : : : :
Norepinefrin Indikasi Mekanisme kerja Dosis Kontraindikasi Efek Samping Interaksi
: : : : : :
Amiodaron Indikasi Mekanisme kerja Dosis Kontraindikasi Efek Samping Interaksi Sediaan
: : : : : : :
Atropin Sulfat Indikasi Mekanisme kerja Dosis Kontraindikasi Efek Samping Interaksi Sediaan
: : : : : : :
Efedrin Indikasi Mekanisme kerja Dosis Kontraindikasi Efek Samping Interaksi Sediaan
: : : : : : :
PROSTAGLANDIN
ASETOSAL
PARASETAMOL
OBAT NSAID TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mengetahui obat-obat yang digunakan sebagai anti piretik, analgesik, dan anti inflamasi dalam golongan Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID).
URAIAN MATERI Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri dan radang. Salah satunya adalah prostaglandin yang terbentuk dari asam arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX). Dengan penghambatan pada enzim COX, maka prostaglandin tidak terbentuk, sehingga nyeri atau radang menjadi reda. Prostaglandin
juga
merupakan
senyawa
yang
mengganggu
pengaturan
suhu
tubuh
oleh hipotalamus sehingga menyebabkan demam. Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari otak depan kita yang berfungsi sebagai semacam “termostat tubuh”, di mana di sana terdapat reseptor suhu yang disebut termoreseptor. Termoreseptor ini menjaga tubuh agar memiliki suhu normal, yaitu 36,5 – 37,5 derajat Celcius. Pada keadaan tubuh sakit karena infeksi atau cedera sehingga timbul radang, dilepaskanlah prostaglandin tadi sebagai hasil metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus, di mana hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini disebabkan karena termostat tadi menganggap bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam. Karena itu, untuk bisa mengembalikan setting termostat menuju normal lagi, perlu menghilangkan prostaglandin tadi dengan obat-obat yang bisa menghambat sintesis prostaglandin.
10 1
Enzim COX sendiri terbagi menjadii ada dua jenis, yaitu disebut COX-1 dan COX-2. COX-1 ini selalu ada dalam tubuh secara normal, untuk membentuk prostaglandin yang dibutuhkan untuk proses-proses normal tubuh, antara lain memberikan efek perlindungan terhadap mukosa lambung, sedangkan COX-2, adalah enzim yang terbentuk hanya pada saat terjadi peradangan/cedera, yang menghasilkan prostaglandin yang menjadi mediator nyeri/radang, sehingga prostaglandin yang perlu dihambat dalam proses mediator nyeri adalah COX-2 yang berperan dalam peradangan, sedangkan COX-1 harus tetap dipertahankan. Kebanyakan obat-obat NSAID ini bekerja secara tidak selektif yang dapat menghambat COX-1 dan COX-2 sekaligus sehingga dapat menghambat pembentukan prostaglandin pada peradangan, tetapi juga menghambat prostaglandin yang dibutuhkan untuk melindungi mukosa lambung. Hal ini mengakibatkan iritasi lambung sehingga pada obat-obat NSAID lebih baik diberikan setelah makan. Selain berefek samping terhadap lambung, NSAID juga dapat memicu kekambuhan asma pada penderita riwayat asma. Penghambatan terhadap enzim COX akan mengarahkan metabolisme asam arakidonat ke arah jalur lipoksigenase yang menghasilkan leukotrien. Leukotrien sendiri adalah suatu senyawa yang memicu penyempitan saluran nafas (bronkokonstriksi). Parasetamol Pada pasien dengan riwayat gangguan lambung dan asma dapat mempergunakan parasetamol sebagai analgesik. Parasetamol termasuk obat lama yang bertahan lama sebagai analgesik, karena relatif aman terhadap lambung. Juga merupakan analgesik pilihan untuk anak-anak maupun ibu hamil/menyusui. Parasetamol memiliki sedikit perbedaan dalam target aksi obatnya. Parasetamol tidak berefek sebagai anti radang, tetapi lebih sebagai analgesik dan anti piretik (obat penurun panas). Selain COX-1 dan COX-2, ada pula COX-3 dimana COX-3 merupakan varian dari COX-1, yang terdistribusi di sistem saraf pusat. Dengan penghambatan terhadap COX-3 diotak/sistem saraf pusat, maka efeknya lebih terpusat dan tidak menyebabkan gangguan pada lambung. Efek samping utama dari parasetamol adalah
10 2
hepatotoksis dimana dosis maksimal penggunaan parasetamol adalah 4 gram/sehari atau 8 tablet @ 500 mg/sehari. Melebihi itu, akan berisiko terhadap hati. Nama generik dan contoh obat di pasaran Zat aktif
Golongan
Asetosal, natrium salisilat,
Merek
Turunan asam salisilat
Asetosal (OG), Aspirin, Aspilet, Puyer 16, Naspro
Piroksikam, meloksikam
Asam enolat
Piroksikam (OG), Feldene, Mevicox (mekoksikam)
Asam mefenamat, asam
Asam antranilat (fenamat)
Asam mefenamat, Ponstan, Mefinal
Asam arilpropionat
Ibuprofen (OG), Proris (Pharos)
Asam asetat heteroaril
Na-diklofenak (OG), Cataflam (isinya K
meklofenamat Ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen, fenoprofen, oksaprozin Na diklofenak, K diklofenak, tolmetin, ketorolak
diklofenak, Novartis), Nonflamin, Voltaren (isinya Na diklofenak, Novartis), Voltadex (isinya Na diklofenak, Dexa Medica)
Parasetamol (nama lain
Turunan para-aminofenol
Parasetamol (OG), Panadol, Tempra,
asetaminofen)
Paramex. Decolgen, Neozep, Bodrex
Antalgin dan tramadol
Antalgin (gol Dypyron);
Neuralgin, Tramadol (OG), Tramal
tramadol (seminarkotik) Indometasin, sulindak
Asam asetat indol dan inden
Asam Asetil Salisilat (Asetosal/Aspirin) Selain memiliki efek utama sebagai obat anti radang dan turun panas, asetosal memiliki beberapa efek lain sebagai efek samping. Efek samping yang pertama adalah asetosal dapat mengencerkan darah karena
asetosal
bekerja
secara
cukup
kuat
pada
enzim COX-1 yang
mengkatalisis
pembentukan tromboksan dari platelet, suatu keping darah yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Penghambatan sintesis tromboksan oleh asetosal menyebabkan berkurangnya efek pembekuan darah. Sehingga, asetosal bahkan dipakai sebagai obat pengencer darah pada pasien-pasien pasca stroke untuk mencegah serangan stroke akibat tersumbatnya pembuluh darah.Implikasi, asetosal tidak dapat digunakan sebagai obat penurun panas yang disebabkan demam berdarah. Pasien demam berdarah mempunyai risiko perdarahan karena berkurangnya trombosit, sehingga dengan adanya efek lain asetosal sebagai pengencer darah maka akan meningkatkan resiko pendarahan. Efek samping yang kedua dari asetosal atau Aspirin, dan sering menimpa anak-anak, adalah terjadinya Sindrom Reye, suatu penyakit mematikan yang menganggu fungsi otak dan hati. Gejalanya berupa muntah tak terkendali, demam, mengigau dan tak sadar. Banyak studi telah menunjukkan adanya
10 3
hubungan antara kejadian syndrome Reye pada anak-anak dengan penggunaan aspirin sehingga, aspirin direkomendasikan untuk tidak digunakan sebagai penurun panas pada anak-anak. Efek samping asetosal yang ketiga dan keempatsama dengan obat analgesik golongan AINS lainnya, adalah gangguan lambung dan risiko kekambuhan asma bagi mereka yang punya riwayat asma. Aspirin atau asetosal termasuk salah satu analgesik yang sering dilaporkan memicu kekambuhan asma, sehingga perlu hati-hati juga untuk pasien yang punya riwayat asma Antalgin/Metampiron/Metamizol Penggunaan antalgin sebagai analgetik banyak mudah dijumpai di berbagai tempat pelayanan kesehatan di Indonesia, yang menarik penggunaan antalgin sudah dilarang di Amerika (1977), Swedia (1974), dan di beberapa negara lain termasuk Jepang, Australia, dan beberapa negara Eropa karena menyebabkan yaitu agranulositosis dan diskrasia darah. Sementara itu di Mexico, India, Brazil, Rusia, dan di negara dunia ketiga lain, termasuk Indonesia, obat ini masih tersedia secara luas dan termasuk analgesik populer. Adanya kontroversi tentang angka prevalensi kejadian agranulositosis di berbagai negara, memunculkan dugaan kuat adanya faktor genetik sebagai penyebab perbedaan tersebut. NSAID penghambat COX-2 Setelah diketahui bahwa enzim lebih berperan dalam peradangan adalah COX-2, dan bukan COX-1, maka para ahli membuat obat yang khusus menghambat COX-2 yaitu celecoxib, rofecoxib, valdecoxib dengan
harapan
obat
NSAID
tersebut
tidak
menimbulkan
efek
iritasi
lambung.
Penelitian
farmakoepidemiologi terbaru menyatakan bahwa, penghambatan secara selektif terhadap COX-2 memunculkan masalah lain. Diketahui bahwa selain prostaglandin, COX-1 juga mengkatalisis pembentukan tromboksan A2, suatu senyawa dalam tubuh yang berperan dalam pembekuan darah dan bersifat vasokonstriktor (menyebabkan penyempitan pembuluh darah). Ketika COX-1 dibiarkan tidak terhambat, maka pembentukan tromboksan jalan terus, dan
ini
ternyata
meningkatnya
dapat risiko
gumpalan-gumpalan clots) yang
menyebabkan terbentuknya
darah
dapat
kecil
(blood
menyebabkan
tersumbatnya pembuluh darah sehingga meningkatkan resiko gangguan jantung dan stroke
iskemi.
Hal
ini
berimbas
pada
penarikan rofexocib dan pelabelan ulang celoxib pada kemasannya, di mana perlu dinyatakan bahwa obat ini harus digunakan secara hati-hati oleh mereka yang memiliki riwayat gangguan kardiovaskuler.
10 4
TES FORMATIF
1. Tandailah √ pada masing-masing obat jika mempunyai indikasi sebagai antipiretik, analgesik dan anti inflamasi Golongan Obat NSAID Parasetamol Ibuprofen Diklofenak Asam asetil salisilat/Aspirin/Asetosal Fenilbutazon Piroxicam Meloxicam Asam mefenamat Antalgin/Metamizol Indometasin Ketorolac
10 5
Anti Piretik
Analgesik
Anti Inflamasi
Efek Samping khusus obat
ANTI TUSIF
EKSPECTOR ANT
ASTMHA
OBAT SISTEM PERNAPASAN TUJUAN PEMBELAJARAN of your document.
URAIAN MATERI Bernafas adalah pergerakan udara dari atmosfer ke sel tubuh dan pengeluaran CO2 dari sel tubuh sampai ke luar tubuh. Sistem respirasi berperan untuk menukar udara dari luar ke permukaan dalam paru-paru. Setelah udara masuk dalam sistem pernapasan, akan dilakukan penyaringan, penghangatan dan pelembaban udara. Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveoli.Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli dan suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin. Tujuan umum dari pengelolaan penyakit saluran napas adalah : 1.
Mengurangi obstruksi dengan memperbaiki diameter saluran napas
2.
Menghilangkan sekresi yang tertahan
3.
Memberantas infeksi
4.
Mengoreksi ventilasi yang abnormal
Batuk Batuk merupakan mekanisme fisiologis untuk membersihkan dan melindungi saluran
napas dari
sekret, benda asing dan zat lain. Reflek batuk muncul karena adanya mekanisme yang berurutan dari komponen reflek batuk. Komponen reflek batuk adalah reseptor, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferan dan efektor. Adanya rangsangan pada reseptor batuk (eksogen dan endogen) akan diteruskan oleh saraf aferen ke pusat batuk di medula. Dari pusat batuk, impuls akan diteruskan oleh saraf eferen ke efektor yaitu beberapa otot yang berperan dalam proses respiratorik.
10 6
Klasifikasi batuk berdasarkan tanda klinis, yaitu 1. Batuk produktif, yaitu batuk yang menghasilkan pengeluaran sekret/dahak 2. Batuk kering, seringkali sangat mengganggu, tidak dimaksudkan untuk memersihkan saluran napas. Klasifikasi berdasarkan durasi, yaitu 1. Batuk akut (< 3 minggu) , biasanya disebabkan oleh ISPA, common cold, pertusis 2. Batuk sub kronis (3-8 minggu) disebabkan oleh sinusitis bakterial, batuk yang menyertai asma, TBC 3. Batuk kronis (> 8 minggu) pada penderita yang merokok dapat disebabkan oleh Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD),kanker paru sedangkan pada penderita yang tidak merokok dapat disebabkan oleh penggunaan obat ACE Inhibitor, post nasal drip, gastroesophageal reflux Jenis obat batuk 1. Anti tusif Digunakan untuk menekan batuk kering terutama yang sangat mengganggu. 2. Ekspectorant Obat yang bekerja dengan meningkatkan refleks batuk untuk memudahkan pengeluaran dahak. 3. Mukolitik Obat yang membantu menurunkan viskositas atau ke kentalan dahak/sputum khususnya dari saluran napas bagian bawah. Obat golongan ini menghilangkan ikatan disulfida mukoprotein dan mukopolisakarida yang terdapat pada dahak/ sputum.
ANTI TUSIF
Anti tusif yang bekerja sentral Anti Tusif Narkotik
•
-
Contoh : Kodein
Bekerja dengan cara mendepresi SSP yang dapat mempengaruhi pusat batuk di medula oblogata. Berpotensi dapat menyebabkan adiksi •
Anti Tusif Non Narkotik -
Contoh : Dektrometorfan
Derivat morfin sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang reflek batuk seperti kodein Tidak berpotensi menyebabkan adiksi -
Contoh : Noskapin
Derivat benzilsokuinolon yang diperoleh dari alkaloid opium yang bekerja sentral dengan meningkatkan ambang rangsang reflek batuk seperti kodein. Tidak berpotensi menyebabkan adiksi -
Contoh : Difenhidramin
Antihistamin H1 dengan efek sedasi dan efek antikolinergik yang dapat menekan batuk.
10 7
Anti tusif yang bekerja di perifer •
Lidokain Obat anastesi lokal yang bekerja langsung direseptor saluran napas bagian yang mengurangi iritasi lokal melalui pengaruhnya pada mukosa saluran napas dan relaksasi otot polos bronkus pada saat spasme bronkus
•
Demulsen -
Contoh : gliserin, madu, kayu manis dan asam sitrat pada sirup.
Zat pelega tenggorokan yang bekerja secara tidak langsung pada serabut aferen dari reflek batuk dengan melapisi mukosa dinding faring, laring, dan trakea sehingga mengurangi rangsangan /iritasi saluran napas EKSPECTORANT Ekspectoran bekerja secara reflek merangsang kelenjar sekretori saluran napas bagian bawah sebagai refleks iritasi mukosa lambung. Obat yang bekerja sebagai ekspectorant adalah : 1.
Gliseril Guaikolat /guafenesin (GG)
2.
Succus Liquiritae OBH
3.
Amonium Clorida
4.
Sirup Ipekak
5.
Kalium Iodida
Mukolitik Obat yang berkerja sebagai mukolitik adalah; 1.
Bromheksin Merupakan derivat sintetik dari alkaloid tumbuhan adhatoda vasica yang digunakan sebagai ekspectorant
2.
Ambroksol Derivat sintetik dari bromhexin yang dapat digunakan sebagai alternatif lain dari bromhexin.
3.
Asetil sistein dan karbosistein Mempunyai gugus sulfhidril bebas yang dapat membuka ikatan disulfida pada mukus dan menurunkan viskositas sputum. Efek lain selain mukolitik adalah anti oksidan yang dapat melindungi saluran napas bawah dari bahaya oksidan yang berlebihan. Dapat diberikan secara inhalasi dan peroral.
ASTHMA Merupakan gangguan inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Karakteristik asma adalah :
10 8
1.
Sel epitel mengalami inflamasi
2.
Otot polos mengalami bronkokonstriksi
3.
Hipersekresi mucus
4.
Hiperresponsivitas
Mekanisme yang menginduksi asthma Adanya paparan alergen yang akan dideteksi dan berinteraksi dengan T cell. Setelah berinteraksi dengan T cell akan menghasilkan sitokin (IL4). Sitokin kemudian berikatan dengan B cell yang akan teraktivasi menghasilkan Ig E. Ig E yang dilepaskan akan berikatan dengan sel mast yang di dalamnya terdapat selsel inflamatory. Ketika terjadi paparan alergen kedua, antigen akan berikatan dengan Ig E sehingga menyebabkan mediator (histamin, leukotrien dan sitokin) release. Obat yang digunakan dalam pengobatan Asthma 1.
Bronkodilator
2.
Anti Inflamasi
3.
Anti histamin
Untuk memperoleh konsentrasi lokal yang tinggi dan efek samping sistemik yang paling ringan, semua obat asthma dapat diberikan secara inhalasi kecuali teofilin.
BRONKODILATOR Bronkodilator bekerja mendilatasi bronchus dan bronchiolus
sehingga meningkatkan aliran udara.
Bronkodilator dapat berupa zat endogen atau berupa obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi kesulitan bernafas. Golongan obat bronkodilator adalah : 1.
Adrenergik/Simpatomimetik -
Efedrin Derivat – adrenalin ini memiliki efek sentral bekerja pada α/β1/β2 lebih kuat namun efek bronchodilatasi lebih ringan dan bertahan lebih lama (4 jam). Efedrin dapat diberikan secara oral maka banyak digunakan sebagai obat asma (bebas berbatas tanpa resep) dalam berbagai sediaan populer seperti asmthasolon, neonapacin, walaupun efek sampingnya dapat membahayakan. Efek samping, pada orang yang peka, efedrin dalam dosis rendah sudah dapat menimbulkan kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan berkemih. Pada overdose, timbul efek berbahaya terhadap SSP dan jantung (palpitasi)
-
10 9
Isoproterenol
Bronkodilator bekerja pada β1/β2 yang efektif dan poten, namun karena sifatnya yang non selektif dan efek samping seperti aritmia jantung, sehingga pemanfaatan dalam terapi asthma terbatas. Resorpsinya dari mulut (oromukosal sebagai tablet atau larutan agak lebih baik dan cepat, dan efeknya sudah timbul setelah beberapa menit dan bertahan sampai 1 jam. -
Salbutamol Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikan pertama yang pada dosis biasa memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap reseptor b2. Selain berdaya bronchodilatasi baik, salbutamol juga memiliki efek lemah terhadap stabilisasi mast cell, maka sangat efektif mencegah maupun meniadakan serangan asma. Dewasa ini obat ini sudah lazim digunakan dalam bentuk dosis-aerosol dengan onset yang cepat namun dengan efek samping yang lebih ringan daripada penggunaan per oral
-
Terbutalin
-
Derivat metil dari orsiprenalin ini juga berkhasiat b2 selektif. Secara oral, mulai kerjanya sesudah 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya mencapai 6 jam. Lebih sering mengakibatkan takikardia.
-
Fenoterol Derivat terbutalin dengan daya kerja dan penggunaan yang sama. Efeknya lebih kuat dan bertahan mencapai 6 jam, lebih lama daripada salbutamol mencapai 4 jam.
2.
Antikolinergik/ Parasimpatolitik -
Ipratropium Bromida Ipratropin berkerja mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak. Khususnya digunakan sebagai inhalasi, efeknya dimulai lebih lambat (15 menit) dari pada b2mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam dan bertahan rata-rata 6 jam.
3.
Xanthin -
Teofilin Merupakan bronkodilator dengan potensi sedang. Kurang efektif dibandingkan dengan agonis b2 dalam merelaksasi saluran napas yang berkontraksi. Mempunyai kisaran indeks terapi sempit (10-20 mg) sehingga perlu berhati-hati dan pemantauan kadar teofilin dalam darah Mekanisme kerjanya
dengan cara menghambat aktivitas fosfodiesterase yang
dihasilkan oleh peningkatan kadar cAMP dalam otot polos saluran napas. Teofilin yang bersifat basa memiliki kelarutan yang rendah sehingga dibuat dalam bentuk komplek garamnya yang bernama aminofilin. ANTI INFLAMASI Inflamasi kronik adalah dasar penyebab penyakit asma, Oleh karena itu obat-obat antiinflamasi berguna untuk mengurangi inflamasi yang terjadi pada saluran napas. Obat anti inflamasi yang digunakan dalam penanganan astmha adalah :
11 0
1.
Kortikosteroid Kortikosteroid inhlasi merupakan terapi tambahan pada b2 adrenergik/simpatomimetik reseptor beta yang efektif pada pengobatan asma sedang dan berat. Pemberian secara inhalasi lebih diutamakan karena dapat mengurangi efek samping sistemik. Kortikosteroid inhalasi
yang
tersedia adalah beklometason, budesonid, triamsinolon, flunisolid, flutikason. Pemberian secara peroral masih diperlukan pada beberapa pasien seperti metilprednisolon, prednison, prednisolon. 2.
Stabilizer sel mast Mempunyai mekanisme kerja : a.
Menghambat reflek serabut sensorik sistem non adrenergik non kolinergik sehingga
b.
Mencegah degradasi sel matosit paru dan kemudian mencegah pembebasan mediator inflamasi; yang selanjutnya menurunkan aktivitas eosinofil, neutrofil, makrofag
Contoh obat golongan ini adalah 1.
Kromolin
2.
Nedokromolin
Rute pemberian pada terapi asma melalui bentuk sediaan inhalasi.
TES FORMATIF 1. Sebutkan masing-masing contoh obat yang digunakan untuk pengatasan batuk Jenis Obat Anti Tusif
Mekanisme Kerja
Jenis Obat Expectorant
Mekanisme Kerja
Jenis Obat Mukolitik
Mekanisme Kerja
2. Sebutkan masing-masing contoh obat yang digunakan untuk pengatasan asthma Bronkodilator
11 1
Golongan Obat
Durasi kerja
Anti Inflamasi
Golongan Obat
Durasi Kerja
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008.ISO. Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta Anonim., 1995., Farmakologi Therapy Edisi 4., Universitas Indonesia., Jakarta Anonim., 2004., Kumpulan kuliah farmakologi Ed 2., EGC., Jakarta Anonim, 2013, ISO: Informasi Spesialite Obat Indonesia., ISFI Penerbitan.,Jakarta Anonim, 2017, IONI, http://pionas.pom.go.id/ioni diakses pada tanggal 2 Maret 2017 Anief, M., 2000, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 9th edition, Mc Graw Hill, New. York. Lee, Joyce L., Hayes, Evelyn. R. 1996. FarmakologiPendekatan Proses. Keperawatan. EGC. Amy, Karch., 2003, Buku Ajar Farmakologi Keperawatan, alih bahasa komalasari dan lusiana Ed 2, EGC, Jakarta, Katzung., 2007, Farmakologi Dasar dan Klinik, alih bahasa aryadhito widhi nugroho, dr, dkk Ed 10., Jakarta, EGC Neal, Michael.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Erlangga: Jakarta Nugroho, Agung, 2013, Farmakologi; Obat-obat penting dalam pembelajaran ilmu farmasi dan dunia kesehatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Nugroho, Agung, 2013, Prinsip aksi dan nasib obat dalam tubuh, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Tambayong., J., 2002, Farmakologi untuk keperawatan Ikawati, zullies. 2006. Pengantar Farmakologi Molekuler, Yogyakarta Ikawati, Zullies 2009, Memilih analgetik yang pas, 2009, diakses dari https://zulliesikawati.wordpress.com/2009/05/21/memilih-analgesik-yang-pasti-pas pada tanggal 10 Maret 2017 Stringer., Janet, 2006, Konsep dasar Farmakolog: panduan untuk mahasiswa, alih bahasa Hartanti, EGC, Jakarta
11 2