MODUL 1 BENGKAK PADA MUKA DAN PERUT SKENARIO 2 Blok Uronefrologi
Tutor : dr. Nesyana Nurmadilla, M.GK KELOMPOK 8 Sitti Nur Misla AK
11020160002
Putri Nadila Iryanti S.
11020160021
M. Farizan Atjo
11020160032
Nurul Ismira Kusumawardani
11020160066
Dwi Puji Astuti
11020160075
Muh. Agung Gunadi
11020160096
Rifka Misbah Syarifah
11020160105
Andi Nurul Fadillah
11020160123
Fauzia Suparjo
11020160134
Ratri Ayu Imran
11020160144
Muhammad Hamzah Rizal Kunu
11020160159
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 2018
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga laporan hasil Tutorial dari kelompok 8 ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan menuju ke alam yang penuh dengan ilmu. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini dan khususnya kepada dr. Nesyana Nurmadilla, M.GK yang telah banyak membantu selama proses Tutorial. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses Tutorial kami telah berbuat salah,baik disengaja maupun tidak disengaja. Semoga laporan hasil PBL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai Sistem Uronefrologi.
Makassar, 16 Desember 2018
Kelompok 8
SKENARIO 2 Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun diantar oleh ibunya ke praktek dokter umum dengan keluhan perut tampak membesar dan bengkak pada tungkai. Ibu pasien juga mengeluhkan urin tampak merah. Hasil urinalisis didapatkan protein +1, darah +3, nitrit +2, dan hasil sedimentasi didapatkan eritrosit penuh, leukosit 10-20. KATA SULIT 1. Urinalisis: Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urine secara fisik, kimia dan mikroskopik untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya dan untuk mengetahui kelainan-kelainan di berbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, dan lain-lain.1
2. Sedimentasi: pemeriksaan sedimen urin yang berupa pemeriksaan mikroskopik untuk melihat unsur yang larut di dalam urin yang berasal dari darah, ginjal dan saluran kemih dan membantu diagnosis serta memantau perjalanan penyakit penderita dengan kelainan ginjal dan saluran kemih.1 KATA KUNCI 1. Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun 2. Diantar oleh ibunya ke praktek dokter 3. Keluhan perut tampak membesar dan bengkak pada tungkai 4. Ibu pasien juga mengeluhkan urin tampak merah 5. Hasil urinalisis didapatkan: Protein +1 (proteinuri) Darah +3 (mikrohematuri) Nitrit +2 (bakteriuri) 6. Hasil sedimentasi didapatkan: Eritrosit penuh (mikrohematuri) Leukosit 10-20 (piuri)
PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING 1. Sebutkan penyakit-penyakit apa saja yang dapat menyebabkan perut membesar dan tungkai membengkak! 2. Sebutkan nilai-nilai normal dari hasil pemeriksaan laboratorium berdasarkan skenario! 3. Bagaimana patomekanisme edema berdasarkan skenario? 4. Jelaskan etiologi dari keluhan perut membesar dan tungkai membengkak! 5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis berdasarkan skenario? 6. Jelaskan diagnosis banding berdasarkan skenario! 7. Bagaimana patomekanisme munculnya urin berwarna merah? 8. Bagaimana perspektif islam berdasarkan skenario? JAWABAN PERTANYAAN Sebelum membahas penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan perut membesar dan tungkai membengkak, kita akan membahas anatomi dan fisiologi dari ginjal. ANATOMI GINJAL Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga disebut organ retroperitoneal. Ginjal berwarna coklat kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri kolumna vertebralis setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal dexter terletak sedikit lebih rendah daripada sinistra karena adanya lobus hepatis yang besar. Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior, fasies inferior, margo lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior.2 Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula adiposa, fasia renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing ginjal memiliki bagian yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang disebut korteks dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang. Medulla renalis terdiri dari kira-
kira 12 piramis renalis yang masing- masing memiliki papilla renalis di bagian apeksnya. Di antara piramis renalis terdapat kolumna renalis yang memisahkan setiap piramis renalis. 2
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa darah dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Secara khas, di dekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima cabang arteri segmentalis yang melintas ke segmenta renalis. Beberapa vena menyatukan darah dari ren dan bersatu membentuk pola yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis. Vena renalis terletak ventral terhadap arteri renalis, dan vena renalis sinistra lebih panjang, melintas ventral terhadap aorta. Masing-masing vena renalis bermuara ke vena cava inferior Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri segmentalis di mana masing-masing arteri lobaris berada pada setiap piramis renalis. Selanjutnya, arteri ini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan menuju korteks di antara piramis renalis. Pada perbatasan korteks dan medula renalis, arteri interlobaris bercabang menjadi arteri arkuata yang kemudian
menyusuri
lengkungan
piramis
renalis.
Arteri
arkuata
mempercabangkan arteri interlobularis yang kemudian menjadi arteriol aferen. 2
FISIOLOGI GINJAL (PEMBENTUKAN URIN)
Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden. Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa juga memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes modular hingga urin mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian bergabung membentuk struktur pelvis renalis.3 Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden. Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa juga memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes modular hingga urin mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian bergabung membentuk struktur pelvis renalis.3 Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat
darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk ratarata 180 liter filtrat glomerulus. Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal setiap harinya. Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin, volume plasma total akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang dapat mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh. Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan.3 Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai urin. Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. 3 Cara pertama adalah dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasma yang mengalir melewati kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari plasma ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar ginjal tersebut, terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi.3 Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan
darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel darah merah. Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasi dari elektrolitelektrolit seperti sodium dan potassium, dan keseimbangan asam-basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk-produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua produk sisa dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin (Cr). Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi apa dari elektrolitelektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasi dari latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak mungkin air dan urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urin adalah jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin, suatu hormon yang diproduksi dalam ginjal yang merupakan sebagian daripada sistem regulasi cairan dan tekanan darah tubuh.3 PENYAKIT-PENYAKIT
YANG
DAPAT
MENYEBABKAN
PERUT
MEMBESAR DAN TUNGKAI MEMBENGKAK Pasien datang dengan keluhan bengkak. Ada beberapa penyakit yang dapat menyebabkan bengkak diantaranya adalah kelainan ginjal, penyakit jantung, hati, alergi, malnutrisi, obstruksi vena, induksi obat-obatan, dan idiopatik. 4 Obstruksi Drainase Vena (dan Limfatik) pada Ekstremitas Pada keadaan obstruksi, tekanan hidrostatik dalam anyaman kapiler bagian hulu dari obstruksi meningkat, sehingga cairan dalam jumlah abnormal berpindah dari vaskuler ke ruang interstitial. Karena rute alternatif (yaitu limfatik) dapat juga mengalami obstruksi, maka terjadi peningkatan volume cairan interstital di ekstremitas (terdapat cairan terjebak dalam ekstremitas) yang menyebabkan edema lokal. Keadaan tersebut akan mengurangi volume darah efektif arteri. 4
Gagal Jantung Kongestif Pada kelainan ini, gangguan pengosongan pada saat sistolik dan/atau gangguan relaksasi ventrikel menyebabkan akumulasi darah dalam jantung dan sirkulasi vena, sehingga menurunkan volume arteri, dan mencetuskan berbagai keadaan yang telah disebutkan di atas. Pada gagal jantung ringan, sedikit peningkatan volume darah total dapat memperbaiki defisit volume arteri dan membentuk keadaan yang stabil. Melalui kerja hukum Starling di jantung, peningkatan volume darah dalam ruang jantung menyebabkan kontraksi jantung yang lebih kuat dengan demikian dapat meningkatkan curah jantung. Namun, apabila gangguan jantung yang terjadi lebih berat, retensi cairan tidak dapat memperbaiki defisit volume darah arteri. Volume darah akan terakumulasi di sirkulasi vena, dan peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler dan limfatik menyebabkan pembentukan edema. Pada gagal jantung, reduksi terjadi akibat penghambatan pusat vasomotor yang diperantarai oleh barorefleks. Hal ini akan menyebabkan aktivasi saraf vasokonstriktor ginjal dan sistem RAA sehingga terjadi retensi natrium dan air. 4 Sindroma Nefrotik dan Keadaan Hipoalbuminemia lainnya Perubahan primer pada kelainan ini adalah menurunya tekanan onkotik koloid yang disebabkan oleh hilangnya protein secara masif melalui urin. Hal ini mendorong perpindahan cairan ke dalam interstitial, menyebabkan hipovolemia, dan mencetuskan pembentukan edema sebagai konsekuensi dari berbagai peristiwa di
atas, termasuk
aktivasi
sistem RAA. Dengan
adanya
hipoalbuminemia berat dan penurunan tekanan onkotik koloid, maka retensi garam dan air dalam kompartemen vaskuler tidak dapat dipertahankan, akibatnya terjadi penurunan colume darah arteri total dan efektif, sehingga stimulus untuk terjadinya retensi garam dan air tidak dapat dikurangi. Peristiwa serupa terjadi pada keadaan lain yang menyebabkan hipoalbuminemia berat, termasuk defisiensi nutrisi berat, enteropati yang disertai kehilangan protein, hipoalbuminemia kongenital, dan penyakit hati kronis yang berat. Namun, pada sindroma nefrotik, yang berperan dalam pembentukan edema adalah gangguan ekskresi natrium di ginjal, walaupun tidak terjadi hipoalbuminemia berat. 4
Sirosis Kelaianan ini ditandai dengan adanya hambatan aliran vena hepatik, yang selanjutnya menyebabkan ekspansi volume darah splanknik dan meningkatkan pembentukan limf hepatik. Hipertensi intrahepatik yang terjadi bekerja sebagai stimulus poten terhadap retensi natrium dalam ginjal dan mungkin terhadap vasodilatasi sistemik serta penurunan volume darah arteri efektif. Perubahanperubahan ini seringkali disertai komplikasi berupa hipoalbuminemia sekunder untuk mengurangi sintesis di hepar, yang akan menurunakan volumedarah arteri efektif lebih jauh lagi. Akibatnya teraktivasi sistem RAA oleh saraf simpatis renal dan mekanisme retensi garam dan air lainnya. 4 Malnutrisi Malnutrisi protein yang berat disebabkan karena asupan karbohidrat yang adekuat tapi protein kurang adekuat. Penurunan tekanan koloid osmotik dalam plasma menyebabkan keluarnya cairan secara berlebihan ke ruang interstitial dan menetap di sana. penyakit kronis bisa berhubungan dengan keadaan katabolik dan derajat malnutrisi yang bisa cukup berat untuk menurunkan kadar albumin serum dan menyebabkan edema tungkai. Bengkak terjadi diseluruh tubuh tanpa penyebab yang jelas biasanya pada kwashiorkor atau marasmus kwashiorkor.4 Edema akibat Induksi Obat Sejumlah besar obat-obatan yang selama ini telah dikonsumsi secara luas dapat menyebabkan edema. Mekanisme terbentuknya edema meliputi vasokonstriksi renal (agen antiinflamasi nonsteroid dan siklosporin), dilatasi arteriol (vasodilator), peningkatan reabsorpsi natrium ginjal (hormon steroid) dan kerusakan kapiler (interleukin-2).
Obat antiinflamasi nonsteroid Obat antihipertensi Vasodilator arteri/arteriol direk Minoksidil Hidralazin Kklonidin Metildopa Guanetidin Antagonis Kalsium Antagonis adrenergik Hormon steroid Glukokortikoid Steroid anabolik Estrogen Progestin Siklosporin Growth hormone Imunoterapi Interleukin-2 OKT3 atibodi monoklonal
Tabel 1. Obat-obatan yang Menyebabkan Edema5 Edema Idiopatik Sindroma ini, yang sebagian besar timbul pada wanita, ditandai dengan episode edema periodik (tidak berhubungan dengan siklus haid), seringkali
disertai dengan distensi abdomen. Perubahan berat badan diurnal terjadi akibat retensi ortostatik garam dan air, sehingga berat badan penderita bertambah beberapa gram setelah berada dalam posisi tegak selama beberapa jam. Adanya perubahan berat diurnal yang besar pada berat badan diduga akibat peningakatan permeabilitas kapiler yang tampaknya berfluktuasi dalam derajat dan diperberat dengan cuaca panas. Terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa terjadi reduksi volume plasma pada kondisi ini disertai dengan aktivasi sekunder sistem RAA dan gagalnya supresi pelepasan AVP.5
JANTUNG ANAMNESIS
HATI
GINJAL
Dispnea akibat Dispnea jarang Biasanya
kronis:
aktivitas fisik
terjadi,
dapat
(utama)
kecuali bila
dengan
tanda
sering
disertai
dan
gejala
disertai
dengan
uremia.
dengan
asites yang
Dispnea dapat
signifikan;
terjadi
tersering
biasanya
ada riwaya
kurang
penyalahgu
menonjol
naan etanol
dibandingkan
-
–
ortopnea atau PND
disertai
pada
tapi
gagal
jantung. PEMERIKSAAN FISIK
Peningkatan JVP,
Sering disertai Tekanan S3
darah
dengan
mungkin naik,
gallop:
asites; JVP
retinopati
kadangkala
normal atau
hipertensif atau
dengan
rendah;
diabetik
denyut apikal
tekanan
kasus tertentu;
diskinetik
darah lebih
fetor nitrogen;
pada
atau
rendah
edema
displaced;
daripada
periorbital
sianosis
penyakit
dapat
perifer,
jantung atau
menonjol;
ekstremitas
ginjal;
pericardial
dingin,
mungkin
frkction
tekanan nadi
terdapat
pada
kasus
lemah
satu
tingkat
lanjut
bila
berat
atau
lebih tanda
rub
dengan uremia.
tambahan penyakit hati kronis LABORATORIUM
Sering
terjadi Apabila berat, Albuminuria,
peningkatan
terjadi
hipoalbuminem
urea nitrogen
reduksi
ia; kadangkala
terhadap
serum
serum
rasio
albumin,
kreatinini
kreatinin;
kolesterol,
urea
peningkatan
dan protein
meningkat;
asam
hepatik
hiperkalemia,
natrium
lainnya;
asidosis
serum sering
enzim
menurun;
meningkat
hiperfosfatemia
enzim-enzim
tergantung
, hipokalsemia,
hati biasanya
pada
anemia
meningkat
penyebab
(biasanya
dengan
dan akutnya
normositik).
kongesti hati.
kerusakan
urat;
hati; tendensi terhadap
hati
dan
nitrogen
metabolik,
hipokalemia ,
alkalosis
respiratoir, makrositosi s
akibat
defisiensi folat. Tabel 2. Diagnosis Banding Edema Generalisata5 NILAI-NILAI NORMAL DAN INTERPRETASI HASIL LABORATORIUM SESUAI SKENARIO Nilai normal Warna urin Nilai normal: kekuningan jernih Dalam keadaan normal, warna urin pagi (yang diambil sesaat setelah bangun pagi) sedikit lebih gelap dibanding urin di waktu lainnya. Perubahan warna urin dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu:
Hitam: baru mengkonsumsi tablet besi (ferri sulfat), sedang minum obat parkinson (levodopa), methemoglobunuria.
Biru: mengkonsumsi obat antidepresi (amitriptilin), antibiotik saluran kemih (nitrofurantoin), atau karena infeksi Pseudomonas pada saluran kemih.
Coklat: gangguan fungsi ginjal, mengkonsumsi antibiotik (sulfonamid atau metronidazol), dan konsumsi obat parkinson (levodopa).
Kuning gelap (seperti teh): hepatitis fase akut, ikterus obstruktif, kelebihan vitamin B2 / riboflavin, antibiotika (nitrofurantoin dan kuinakrin).
Oranye-merah: dehidrasi sedang, demam, konsumsi antikoagulan oral, trauma ginjal, konsumsi deferoksamin mesilat, rifampisin, sulfasalazin, laksatif (fenolftalein).
Hijau: infeksi bakteri, kelebihan biliverdin, konsumsi vitamin tertentu.
Bening (tidak berwarna sama sekali): terlalu banyak minum, sedang minum obat diuretik, minum alkohol, atau diabetes insipidus.
Seperti susu (disebut juga chyluria): filariasis atau tumor jaringan limfatik.6
Protein Nilai normal: negatif (uji kuantitatif) Protein dapat diuji dengan asam sulfosalisilat 20%, asam sulfat 6%, atau dengan reagen strip. Pemeriksaan dengan reagen strip lebih banyak digunakan saat ini. Untuk anak-anak di bawah 10 tahun nilai kuantitatif normal protein dalam urin sedikit lebih rendah daripada dewasa, yaitu <100 mg/24 jam.
Reagen strip
Hasil
Asam sulfosalisilat
0-0.05 gram/L
Negatif
Jernih
0.05-0.2 gram/L
Sangat sedikit
Keruh, tanpa butiran
0.3 gram/L
+1
Keruh, butiran halus
1.0 gram/L
+2
Keruh, butiran sedang
3.0 gram/L
+3
Keruh, berkepingan
10.0 gram/L
+4
Bergumpalan
Hasil abnormal (positif) dalam uji proteinuria dapat berarti: Masalah nonginjal (gagal jantung kongestif, asites, infeksi bakteri, keracunan). Keganasan (leukemia dan keganasan tulang yang bermetastasis). Proteinuria sementara (pada dehidrasi, diet tinggi protein, stres, demam, postpendarahan). Penyakit ginjal (lupus, infeksi saluran kemih, nekrosis tubular ginjal). Pada anak-anak sering karena sindroma nefrotik atau penyakit bawaan (ginjal polikistik). Faktor farmakologis (amfoterisin B, semua aminoglikosida, fenilbutazon, sulfonamid). 6
Nitrit Nilai normal: negatif (kurang dari 0.1 mg/dL, atau kurang dari 100.000 mikroorganisme/mL) Nitrit urin digunakan untuk skrining infeksi saluran kemih. Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen. Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urine tinggi. 6
Eritrosit Nilai normal: 0-3 sel per lapang pandang besar Eritrosit dalam urin yang berlebihan (mikrohematuria) dapat ditemukan pada urin wanita menstruasi dan perlukaan pada saluran kemih; baik oleh batu, infeksi, faktor trauma, maupun karena kebocoran glomerulus. 7
Nilai normal
+1
0-3 sel per 4-8sel lapang
lapang
+2 per 8-30sel
+3
+4
per >30 sel per Penuh sel per
lapang
lapang
lapang
pandang besar pandang besar pandang besar pandang besar pandang besar
Leukosit Nilai normal: 2-4 sel per lapang pandang besar Leukosit yang berlebihan dalam urin (piuria) biasanya menandakan adanya infeksi saluran kemih atau kondisi inflamasi lainnya, misalnya penolakan transplantasi ginjal.7 Nilai normal
+1
+2
+3
+4
2-4 sel per 5-20 sel per 20-50 sel per >50 sel per Penuh sel per lapang
lapang
lapang
lapang
lapang
pandang besar pandang besar pandang besar pandang besar pandang besar
Jadi, pada skenario hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan : Warna urin : Tampak merah (menandakan dehidrasi sedang, demam, konsumsi antikoagulan oral, trauma ginjal, konsumsi deferoksamin mesilat, rifampisin, sulfasalazin, laksatif (fenolftalein). Protein +1 : Menandakan kadar protein yang terkandung dalam urin 0.3 gram/L dan tampak keruh, butiran halus menandakan :
Masalah nonginjal (gagal jantung kongestif, asites, infeksi bakteri, keracunan).
Keganasan (leukemia dan keganasan tulang yang bermetastasis).
Proteinuria sementara (pada dehidrasi, diet tinggi protein, stres, demam, post-pendarahan).
Penyakit ginjal (lupus, infeksi saluran kemih, nekrosis tubular ginjal).
Pada anak-anak sering karena sindroma nefrotik atau penyakit bawaan (ginjal polikistik).
Faktor farmakologis (amfoterisin B, semua aminoglikosida, fenilbutazon, sulfonamid).
Nitrit +2 : Pada skenario hasil Lab. Ditemukan nitrit +2 yaitu, adanya bakteriuri menandakan infeksi saluran kemih. Eritrosit +3 : >30 sel per lapang pandang besar Eritrosit dalam urin yang berlebihan (mikrohematuria) dapat ditemukan pada urin wanita menstruasi dan perlukaan pada saluran kemih; baik oleh batu, infeksi, faktor trauma, maupun karena kebocoran glomerulus. Leukosit 10 – 20 : Menandakan hasilnya +1 atau 10 - 20 sel per lapang pandang besar. Leukosit yang berlebihan dalam urin (piuria) biasanya menandakan adanya infeksi saluran kemih atau kondisi inflamasi lainnya, misalnya penolakan transplantasi ginjal. PATOMEKANISME EDEMA BERDASARKAN SKENARIO Glomerulus normal sangat permeabel terhadap air dan zat terlarut kecil, karena fenestrasi dari endotelium, dan impermeabel untuk protein ukuran albumin (~ 3,6-nm radius; 70 kilodaltons [kD] berat molekul) atau lebih besar. Karakteristik permeabilitas dari filtrasi glomerulus memungkinkan diskriminasi di antara berbagai molekul protein, tergantung pada ukurannya (semakin besar, kurang permeabel) dan muatan (semakin kationik, semakin permeabel). Fungsi barrier yang berdasarkan muatan ini, penting dalam pengecualian albumin dari filtrat, karena albumin adalah molekul anionik. Sel epitel viseral penting untuk pemeliharaan fungsi barrier glomerulus; diafragma celahnya berperan sebagai penghalang difusi distal ukuran selektif terhadap penyaringan protein, dan itu
adalah jenis sel yang sebagian besar bertanggung jawab untuk sintesis komponen GBM.8 Pada kasus di skenario, berdasarkan gejala dan tanda, pasien dicurigai mengalami sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik disebabkan oleh gangguan pada dinding kapiler glomerulus sehingga meningkatkan permeabilitas protein plasma. Peningkatan permeabilitas yang dihasilkan baik dari perubahan struktural atau fisikokimia dalam barrier ini memungkinkan protein untuk ikut tersaring dari plasma ke ruang kemih dan menyebabkan proteinuria. Proporsi terbesar protein yang hilang dalam urin adalah albumin. Proteinuria berat mengurangi serum albumin pada tingkat di luar kapasitas sintetis pengganti oleh hati,
yang
menyebabkan hipoalbuminemia. Generalized edema adalah efek langsung dari penurunan tekanan osmotik koloid intravaskular, yang disebabkan oleh berkurangnya albumin dalam darah. Ada juga retensi natrium dan air, yang memperberat edema. Jika berat, dapat menyebabkan efusi pleura dan asites.8 ETIOLOGI DARI KELUHAN PERUT MEMBESAR DAN TUNGKAI MEMBENGKAK Edema pada Sindrom Nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipo albuminemia merupakan factor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hypovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskuler tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hypoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.9 Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Terjadi defek primer pada kemampuan nefron distal untuk mengesksresikan natrium, hal ini dapat disebabkan oleh aktivasi kanal natrium epitel (EnaC) oleh enzim proetolitik yang memasuki lumen tubulus pada keadaan proteinuria massif,
akibatnya terjadi peningatan volume darah, penekanan renin-angiotensin dan vasopressin dan kecenderungan untuk terjadinya hipertensi dibandingkan hipotensi; ginjal juga relative resisten terhadap efek natriuretic peptide. Meningkatnya volume darah, akibat tekanan onkotik yang rendah, memicu transudasi cairan ke ruang ekstraseluler sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.9 LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS BERDASARKAN SKENARIO Anamnesis Dan Riwayat Penyakit Kemampuan seorang dokter dalam melakukan wawancara dengan pasien ataupun keluarganya melalui anamnesis yang sistematis sangat penting dalam menentukan diagnosis suatu penyakit. Anamnesis yang sistematik mencakup : 1. Keluhan utama pasien 2. Riwayat penyakit lain yang pernah diderita 3. Maupun pernah diderita oleh keluarganya 4. Riwayat penyakit yang pernah diderita saat ini Pasien datang kedokter mungkin dengan membawa keluhan Sistemik yang merupakan
penyulit
dari
kelainan
urologi,
antara
lain
gagal
ginjal (malese, pucat, uremia), demam disertai menggigil akibat infeksi; urosepsis lokal (urologi) antara lain nyeri akibat kelainan neurologi, keluhan miksi,disfungsi seksual atau infertilitas. 10 Nyeri Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenital dirasakan sebagai nyeri yaitu nyeri yang dirasakan di sekitar organ itu sendiri, atau berupa referred pain yaitu nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ sakit.
Nyeri Ginjal Nyeri ginjal adalah nyeri yang terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ginjal ini dapat terjadi karena pielonefritis akut yang menimbulkan edema,obstruksi saluran kemih yang mengakibatkan hidronefrosis atau tumor ginjal yang mengakibatkan teregangnya kapsul ginjal. Nyeri Kolik Nyeri kolik terjadi akibat spasmus otot polos ureter karena gerakan peristal tiknya terhambat oleh batu, bekuan darah atau benda asing lainnya. Nyeri Vesika Nyeri vesika dirasakan di supra simpisis. Nyeri ini terjadi akibat distensi buli – buli yang penuh atau terdapat radang pada buli – buli. Nyeri Prostat Nyeri prostat disebabkan oleh radang pada prostat atau abses prostat yang dirasakan pada daerah perineum dan dapat dirasakan sampai ke daerah lumbosacral.10 Keluhan Miksi 1. Urgensi Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing sehingga terasa sakit. Keadaan ini dalah akibat hiperiritabilitas dan hiperaktifitas buli – buli karena inflamasi, adanya obstruksi infra vesika atau karena kelainan buli – buli neurogen. 2. Hesistansi Hesistansi adalah sulit untuk memulai berkemih, sehingga untuk memulai berkemih kadang – kadang harus mengedan. Pancaran urine melemah dan mengecil. Pancaran urin melemah dan kadang – kadang jarak pancar urin sangat dekat.Hal ini merupakan obstruksi infra vesika, sedangkan pancaran urin yang kecil dan deras menunjukkan adanya penyempittan uretra.
3. Pneumaturi Pneumaturi
adalah berkemih bercampur udara. Keadaan ini dapat terjadi
karena terdapat fistula antara buli – buli dengan usus. atau adanya proses fermentasi glukosa menjadi gas CO2 di dalam urin pada pasien diabetes mellitus. 4. Hematospermi Hematospermi adalah didapatkannnya darah di dalam cairan ejakulat (semen).Keadaan
ini
dapat
terjadi
pada
keradangan
Vesikulaseminalis
(Vesikulitis), karsinoma prostat atau prostatitis tuberkulosa. 5. Cloudy urine Cloudy Urine adalah urin berwarna keruh dan berbau busuk akibat dari suatu infeksi saluran kemih. 10 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan urologi, seringkali kelainan-kelainan di bidang orologi memberikan manifestasi penyakit umum (sistemik), atau tidak jarang pasien urologi kebetulan menderita penyakit lain. 10 Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, tungkai
satu
sisi
mungkin
akibat
obstruksi
pembuluh
vena
edema tungkai
karena penekanan tumor buli – buli, dan ginekomastia mungkin ada hubungan den gan karsinoma testis. Hal diatas mengharuskan untuk memeriksa keadaan umum pasien secara menyeluruh. Sedang pada pemeriksaan urologi perlu diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal, buli – buli, genitalia eksterna, dan pemeriksaan neurologi. 10 1. Pemeriksaan Ginjal Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi di daerah ini. Pembesaran itu mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor di daerah retroperitoneum. Palpasi ginjal dilakukan
secara
bimanual
yaitu
dengan
menggunakan
dua tangan. Tangan kiri diletakkan di sudut kostovertebra untuk mengangkat ginjal keatas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan. Perkusi atau pemeriksaan
ketok
ginjal
dilakukan
dengan
mengetuk
ginjal
pada
sudut kostoverterbra (yaitu sudut yang dibentuk oleh kostae terakhir dengan ulang verterbrae. Adanya pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi. Transiluminasi dapat memberikan pembuktian secara cepat pada anak – anak dibawah satu tahun, yang dilakukan pada supra pubik atau masa dipanggul. Auskultasi pada daerah costovertebra dan kuadran atas abdomen dapat menimbulkan bunyi bruit sistolik, dimana hal ini dihubungkan dengan adanya stenosis (penyempitan) atau aneurisma (Pelebaran) dari arteri renal. Bruit di atas arteri femoralis dapat menemukan adanya hubungan dengan syndrom Leriche yang dapat disebabkan oleh impoten. 2. Pemeriksaan Buli-Buli Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan massa atau jaringan parut bekas irisan operasi di suprasimpisis. Massa di daerah suprasimpisis mungkin merupakan tumor ganas buli – buli atau karena buli – buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan perkusi dapat ditentukan batas atas buli – buli. Palpasi dengan menggunakan dua tangan (abdominal rektal atau abdominal Vagina) dapat membuktikan luas dari tumor Vesika. Kesuksesan dalam penangananya seharusnya dikerjakan dibawah pengaruh anesthesia. 10 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pemeriksaan darah, darah rutin, faal ginjal, faal hepar dan faktor pembekuan dan faal hemostasis. Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus – kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji makroskopik dengan menilai warna, bau dan berat jenis, kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman ph, protein dan gula dalam urine. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel – sel, cast (silinder) atau bentukan lain di dalam urine. 10
Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) Pemeriksaan penanda tumor antara lain prostatic acid phoshatase (PAP) dan PA (Prostate spesific Antigen) yang sering berguna dalam membantu menegakkan diagnosis karsinoma prostat AFP (Alfa Feto Protein) dan Human Horionic Gonadotropine (HCG Β) untuk mendeteksi adanya tumor testis jenis non seminoma, dan pemeriksaan VMA (Vanyl Mandelic Acid) dalam urin untuk mendeteksi tumor neuroblastoma. 10 Urinalisis Urinalisis dapat memberikan informasi penting yang biasanya di lakukan secara rutin pada saat pasien masuk RS dan dalam pemeriksaan skrining pada pra operatif untuk pasien-pasien yang menjalani pembedahan elektif. Pemeriksaan ini mencakup : 1. Observasi warna dan kejernihan urine 2. Pengkajian bau urine. 3. Pengukuran keasaman (pH urine normal 4,5-8,0 dan rata-rata 6,0)dan (berat jenis urine (normal 1,025 atau lebih) 4. Tes untuk memeriksa keberadaan protein (proteinuria) proteinuria normalnya 150 mg/hari,proteinuria ringan kadar kurang dari 1 gram/hari dan cenderung di kaitkan dengan penyakit ginjal seperti pyelonefritis kronis dan proteinuria berat mengeluarkan protein 3,5 gram/hari dan merupakan definisi laboratoris dari sindrom nefrotik, glukosa (glukosuria), badan keton dalam urine (ketonuria). Pemeriksaan mikroskop sedimen urine sesudah melakukan pemusingan untuk mendeteksi sel darah merah (hematuria), pus(piuria), bakteri (bakteriuria). 10 Pemeriksaan fungsi ginjal. Tes fungsi ginjal di lakukan untuk mengevaluasi berat penyakit ginjal dan mengikuti perjalanan klinik pasien periksaan ini juga akan memberikan informasi tentang efektifitas ginjal dalam melaksanakan fungsi ekskresinya.pemeriksaan ini umumnya di lakukan :
1. Kemampuan pemekatan ginjal (berat jenis dan osmslalitas urin) 2. Pemeriksaan ini akan memperlihatkan gangguan dini fungsi ginjal. 3. Pemeriksaan klirens kreatinin.Berguna untuk mangikuti kemajuan status fungsi ginjal. 4. Pemeriksaan kadar kreatinin serum.Kadar normal 0,7-1,5/100ml. Pemeriksaan fungsi ginjal yang mencerminkan keseimbangan antara produksi dan filtrasi oleh glomerulus. 5. Periksaan kadar ureum serum.kadar normal 10-20mg/100ml. Berfungsi sebagai indeks kapasitas ekskresi urin. 10 Analisis Batu Kegunaan analisis batu adalah untuk mengetahui jenis batu guna mencegah terjadinya kekambuhan dikemudian hari. Pencegahan itu dapat berupa pengaturan diet dan pemberian obat –obatan. 10 Kultur Urine Kultur urine diperiksa untuk mencari adanya infeksi saluran kemih, menentukan jenis kuman dan sensitifitas kuman terhadap beberapa atibiotik yang diujikan. 10 Pemeriksaan Sitologi Urine Pemeriksaan sitologi urin merupakan pemeriksaan sitologi sel – sel urotelium yang terlepas dan terikut urin. Contoh urin sebaiknya diambil setelah pasien melakukan aktifitas dengan harapan lebih banyak sel – sel urotelium yang terlepas dalam urin. Derajat perubahan sel – sel itu diklasifikasikan dalam kelas mulai dari normal, sel – sel yang mengalami keradangan, sel – sel atipik, di duga menjadi sel – sel ganas, dan sel – sel yang sudah mengalami perubahan morfologi menjadi ganas. 10
Pemeriksaan Patologi Anatomi Pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan histopatologi yang dia mbil
melalui biopsi jaringan ataupun melalui operasi. Pada pemeriksan ini dapat
ditentukan suatu jaringan normal, mengalami proses inflamasi, pertumbuhan benigna,atau terjadi pertumbuhan maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat mene ntukan stadium patologik serta derajat differensiasi keganasan. 10 Pemeriksaan Radiologi Foto polos abdomen atau KUB (kidney Ureter
Blader) merupakan foto
skrining untuk pemeriksaan kelainan – kelainan urologi. 10 Sistografi Sistografi adalah pencitraan buli – buli dengan memakai kontras. Foto ini dapat dikerjakan dengan beberapa cara, antara lain Melalui foto Pemasukkan kontras melalui kateter uretra langsung ke buli – buli Memasukkan kontras melalui kateter sistotomi atau melalui pungsi suprapubik. 10 Uretrografi Uretrografi adalah pencitraan uretra dengan memakai bahan kontras. Bahan kontras dimasukkan langsung melalui meatus uretra eksterna sehingga jika terdapat striktura pada uretra akan tampak adanya penyempitan atau hambatan kontras pada uretra. Adanya ekstravasasi kontras pada trauma uretra atau adanya filling defect jika terdapat tumor pada uretra. 10 Pielografi Retrograd (RPG) Pielografi retrograd atau pyelography adalah pencitraan sistem urinari bagian atas dengan cara memasukkan bahan kontras radiopak langsung melalui kateter ureter yang dimasukkan kontras uretra. 10
USG (Ultrasonografi) Prinsip pemeriksaan USG adalah menangkap gelombang bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ-organ (jaringan) yang berbeda kepadatannya. Pemeriksaan ini tidak infasif dan tidak menimbulkan efek radiasi. USG dapat membedakan antara massa padat (hiperekoid) dengan massa kistus (hipoekoid), sedangkan batu non opak yang tidak dapat dideteksi foto rontgen akan terdeteksi oleh USG sebagai echoic shadow. USG banyak dipakai untuk mencari kelainan – kelainan pada ginjal, buli – buli, prostat, testis dan pemeriksaan pada kasus keganasan. 10 MRI Pemeriksaan ini lebih baik daripada USG tetapi harganya masih sangat mahal. Kedua pemeriksaan ini banyak diapakai di bidang onkologi untuk menentukan batas-batas tumor, infasi ke organ di sekitar tumor dan mencari adanya metastasis ke kelenjar limfe serta ke organ lain. 10 DIAGNOSIS BANDING 1. SINDROM NEFROTIK DEFINISI Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu sindrom mengenai ginjal yang terbanyak pada anak yang ditandai dengan adanya Proteinuria masif >3.5 g/24jam, Hiperlipidemia, Edema anasarka, Hipoalbuminemia <3,5 g/dl. Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema.11 Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik (SNI). Kelainan histologi SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).11
INSIDENSI Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : Perempuan = 2:1, sedangkan pada masa remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi terjadi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10 tahun.12 ETIOLOGI Umumnya sindrom nefrotik diklasifikasikan menjadi sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder. Pada sindrom nefrotik primer terjadi kelainan pada glomerulus itu sendiri di mana faktor etiologinya tidak diketahui. Penyakit ini 90% ditemukan pada kasus anak. Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok yaitu sindrom nefrotik kongenital, responsif steroid dan resisten steroid. Sindrom nefrotik primer yang biasanya paling banyak menyerang anak berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal dan majoriti dari mereka berumur antara 1-6 tahun dan 90-95% dari mereka memberi respon yang baik kepada terapi kortikosteroid. Pada dewasa pula, prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit kasusnya berbanding pada anak-anak.12 Sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) berdasarkan kelainan histopatologik glomerulus. Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Berikut adalah tabel klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik primer pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi International Study of Kidney Disease in Children, ISKDC pada tahun 1978 serta Habib dan Kleinknecht pada tahun 1971.
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer12
Sindrom nefrotik sekunder timbul menyertai suatu penyakit yang telah diketahui etiologinya. Penyebab yang sering dijumpai adalah penyakit sistemik seperti Systemic Lupus Eritematosus, Schonlein-Henoch syndrome, leukemia. Adapula penyakit infeksi seperti malaria, Schistosomiasis mansoni, Subacute bacterial endocarditis, cytomegalic inclusion disease. Tak hanya itu obatobatan/alergen juga dapat mejadi etiologi sekunder dari Sindrom Nefrotik seperti Trimethadion, paramethadion, gigitan ular/serangga, dll.13 PATOFISIOLOGI Edema Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka) dan merupakan gejala satu-satunya yang nampak. Edema mula-mula nampak pada kelopakkelainan mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang12hebat atau Klasifikasi glomerulus pada sindrom nefrotik primer anasarka sering disertai demam pada genitalia eksterna. Selain itu edema anasarka ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rektum, dan sesak napas dapat pula terjadi akibat edema anasarka ini.14
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma sehingga terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme kompensasi
ini
akan
memperbaiki
volume
inravaskular
tetapi
juga
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. 13
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguanfungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan. 13
Proteinuria Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier)
dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN mekanisme barrier tersebut akan terganggu. Selain itu konfigurasi molekul proteinjuga menentukan lolos tidaknya protein melalui membran basal glomerulus. 13 Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin sedangkan non-selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur membran basal glomerulus. 13 Pada SN yang disebabkan oleh glomerulonefritis lesi minimal ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi dari foot processus sel epitel viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur membran basal glomerulus. Berkurangnya preparat heparan sulfat proteoglikan pada glomerulonefritis lesi minimal menyebabkan muatan negatif membran basal glomerulus menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urine. Pada glomerulosklerosis fokal segmental peningkatan permeabilitas membran basal glomerulus disebabkan suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari membran basal glomerulus sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada glomerulonefritis membranosa kerusakan membran basal glomerulus terjadi akibat endapa komplek imun di subepitel. Kompleks C5b-9 yang terbentuk pada glomerulonefritis membranosa akan meningkatkan permeabilitas membran glomerulus, walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui. 13 Hipoalbuminemia Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan
sintesis albumin hati akan tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. 13 DIAGNOSIS Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan mulai dari daerah wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema di daerah pretibial pada sore hari.12 Pada anamnesis, keluhan anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di sekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital menurun dari hari ke hari. Seiring waktu, edema semakin meluas dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering tejadi. Hipertensi dan hematuria jarang ditemukan. Diferensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis. 12 Pada pemeriksaan fisik harus disertai dengan pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umumnya normal atau rendah, namun 21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi terutama pada pasien yang pernah mengalami deplesi volme intravaskuler berat. 12 Pemeriksaan penunjang terdiri atas pemeriksaan laboratorium, terdiri atas: - Pemeriksaan Urinalisis : proteinuria, albuminuria, hematuria, sedimen urin - Protein urin kuntitatif, berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari - Pemeriksaan darah : Darah tepi lengkap (Hemoglobin, leukosit, hitung jenis trombosit, hematokrit, LED), Kadar albumin dan kolestrol plasma, kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin, Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematous Sistemik, titer ANA, HbsAg, Anti HCV, Anti HIV Pemeriksaan penunjang lanjutan dengan dilakukan Biopsi untuk diagnosis pasti Sindrom Nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun. 12
PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGIS -
Diet. Pola makan yang dianjurkan untuk pasien SN adalah rendah garam (Na <2 g/hari), rendah lemak jenuh, serta rendah kolesterol
-
Asupan protein 0,8 g/KgBB/hari ditambah dengan ekskresi protein dalam urin selama 24 jam. Apabila fungsi ginjal menurun, asupan protein diturunkan menjadi 0,6 g/kgBB/hari ditambah dengan ekskresi protein dalam urin selama 24 jam.
-
Tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada komplikasi.
-
Restriksi cairan untuk membantu mengurangi edema
-
Hindari obat-obatan yang nefrotoksik (OAINS, antibiotik golongan aminoglikosida dan sebagainya)14
FARMAKOLOGIS Terapi kortikosteroid segera diberikan saat diagnosis ditegakkan bila tidak terdapat gambaran atipikal seperti hipertensi yang persisten, hematuria yang terus menerus, adanya penurunan GFR dan level C3 yang rendah. Regimen ini digunakan oleh kebanyakan nefrologis lebih dari 30 tahun yang lalu sejak diperkenalkan oleh ISKDC (International Study of Kidney Disease of Children) atau modifikasinya. Yang digunakan sebagai imunosupresan pada Sindrom Nefrotik adalah golongan glukokortikoid yaitu prednison, prednisolon, dan metilprednison. Dalam hal ini, efek glukokortikoid sebenarnya terjadi berdasarkan mekanisme antiinflamasi yaitu mengurangi respons peradangan dan juga digunakan untuk menekan imunitas. Pengobatan dengan prednison, secara luas dipakai standar ISKDC, yaitu : Empat minggu pertama: prednison 60 mg/hari (2mg/kgBB) dibagi dalam 3-4 dosis sehari. Dosis ini diteruskan selama 4 minggu tanpa memperhitungkan adanya remisi atau tidak (maksimum 80mg/hari). Empat minggu kedua: prednison diteruskan dengan dosis 40 mg/hari, diberikan dengan cara: intermitten, yaitu 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu dengan dosis tunggal setelah makan pagi atau alternate, yaitu selang sehari dengan dosis tunggal setelah makan pagi.
Tapering-off: prdnison berangsur-angsur diturunkan tiap mingguy menjadi 30mg, 20mg, 10mg/hari, diberikan secara intermitten atau alternate. Bila terjadi relaps, pengobatan diulangi dengan cara yang sama.14
Pada pasien sindrom nefrotik relaps diberikan pengobatan prednison dosis penuh hingga terjadi remisi (maksimal 4 minggu) dan dilanjutkan dengan pemberian dosis alternating selama 4 minggu. Apabila pasien terjadi remisi tetapi terjadi proteinuria lebih dari sama dengan +2 dan tanpa edema, terlebih dahulu dicari penyebab timbulnya proteinuria, yang biasanya disebabkan oleh karena infeksi saluran nafas atas, sebelum diberikan prednison. Apabila ditemukan infeksi, diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian protenuria menghilang maka pengobatan relaps tidak perlu diberikan. Namun, apabila terjadi proteinuria sejak awal yang disertai dengan edema, diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan diberikan prednison pada pasien.14 KOMPLIKASI 1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. 2. Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan: a. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin seperti antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin. b. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2. c. Meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.
3. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit. 4. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus, bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit dibiakan. 5. Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban asam. 6. Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). 7. Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serumyang menurun akibat proteinuria. Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat Fe. 8. Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi streptokokus pneumonia, E.coli. 9. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral. i. Karena protein pengikat hormon hilang melalui urin . Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria. ii. Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan berakibat menurunkan kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan menetap. Disamping itu pasien sering mengalami hipokalsiuria, yang kembali menjadi normal dengan membaiknya proteinuria. Absorbsi kalsium yang
menurun di GIT, dengan eksresi kalsium dalam feses lebih besar daripada pemasukan.14 PROGNOSIS Prognosis makin baik jika dapat didiagnosis segera. Pengobatan segera dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps.14 2. SINDROM NEFRITIK AKUT DEFINISI Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oligouria, dan hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara akut. Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain:
Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria: o
Glomerulonefritis fokal
o
Nefritis heriditer (sindrom Alport)
o
Nefropati Ig-A Ig-G (Maladie de Berger)
o
Benign recurrent hematuria
Glomerulonefritis progresif cepat
Penyakit-penyakit sistemik: o
Purpura Henoch-Schoenlein (HSP)
o
Lupus erythematosus sistemik (SLE)
o
Endokarditis bakterial subakut (SBE)15 Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan
lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak
menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal. 15 ETIOLOGI 1. Faktor Infeksi a) Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus (Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat (radang tenggorokan). Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (ratarata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif. b) Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis bakterialis subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan parasit, penyakit ginjal dan sistemik, endokarditis, pneumonia. Bakteri : diplokokus, streptokokus, staphylokokus. Virus: Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan parasit : Toxoplasma gondii, filariasis, dll. 2. Penyakit multisistemik, antara lain : a. Lupus Eritematosus Sistemik b. Purpura Henoch Schonlein (PHS) 3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain: Nefropati IgA. 15 EPIDEMIOLOGI Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Paling sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih
sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling sering pada anak-anak usia sekolah. 15 PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. 15 Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi
terjadinya
glomerulonefritis
akut
setelah
infeksi
kuman
streptococcus. 15 Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus. Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal. 15 Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga
terjadi
cascade
dari
sistem
komplemen.
Pada
pemeriksaan
imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi. 15
Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial. 15 Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. 2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus. 3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal. 15 Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya:
1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit) 2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan
gejala
hiperkreatinemia,
sesak
nafas,
asidemia,
rhonkhi,
kardiomegali),
hiperkalemia,
azotemia,
hipokalsemia,
dan
hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun. 3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi.15 Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi. 15 GEJALA KLINIS SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat. Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya:
Onset akut (kurang dari 7 hari)
Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria 30% ditemukan pada anak-anak.
Oliguria
Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa ditemukan sedang sampai berat.
Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.
Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE). 15
Gejala lain yang mungkin muncul :
Pengelihatan kabur
Batuk berdahak
Penurunan kesadaran
Malaise
Sesak napas15 Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+) sampai (++++), juga torak
eritrosit (+) pada 60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah, didapatkan titer ASO meningkat dan kadar C3 menurun. Pada pemeriksaan ‘throat swab’ atau ‘skin swab’ dapat ditemukan streptokokkus. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung). 15 DIAGNOSIS 1. Kriteria Klinik: a) Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari) b) Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi, disusul tungkai, abdomen, dan genitalia. c) Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri makroskopik muncul pada 30 – 50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik ditemui pada hampir semua kasus d) Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan timbul dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati (5-10% kasus). Dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau
diastolik tiga kali berturut-turut di atas persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin. Praktisnya: Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg
Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg
Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115 mmHg
e) Oligouri. Terdapat pada 5-10% kasus. Dikatakan oligouri bila produksi urin kurang dari atau sama dengan 1 cc/kgBB/jam. Umumnya terjadi pada minggu pertama dan menghilang bersama dengan diuresis pada akhir minggu pertama. 2. Laboratorium 1. Sedimen Urin a) Eritrosit (+) sampai (++++) b) Torak eritrosit (+) pada 60 – 85% kasus 2. Darah a) Titer ASO meningkat pada 80 – 95% kasus. b) Kadar C3 (B1C globulin) turun pada 80 – 90% kasus. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium 1. Darah
LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk rumah sakit dan diulangi tiap minggu
Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulangi bila perlu
Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa waktu masuk rumah sakit.
2. Urin. Proteinuri diperiksa tiap hari
Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++)
Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2 gram/m2/24 jam
Volume ditampung 24 jam setiap hari
3. Bakteriologi. Pada Throat swab atau skin swab dapat ditemukan streptokokkus pada 10-15% kasus 4. Pencitraan. Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung). Foto thorax diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulang 7 hari kemudian bila ada kelainan. Diagnosis GNAPS ditegakkan bila ada lebih dari atau dua dari empat gejala klinik kardinal (edema, hematuri, hipertensi, oligouri) disertai meningkatnya kadar ASO dan turunnya kadar C3. Juga dapat ditegakkan bila keempat gejala kardinal muncul bersamaan (full blown case). 15 KOMPLIKASI 1. Fase Akut : Komplikasi utamanya adalah Gagal Ginjal Akut. Meskipun perkembangan ke arah sklerosis jarang, pada 0.5%- 2% pasien dengan Glomerulonefritis Akut tahap perkembangan ke arah gagal ginjal periodenya cepat. Komplikasi lain dapat berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem saraf pusat dan kardiopulmoner, bisa berkembang dengan pasien hipertensi berat, encephalopati, dan pulmonary edema. Komplikasinya antara lain : 1. Retinopati hipertensi 2. Encephalopati hipertensif 3. Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload) 4. Edema Paru 5. Glomerulonefritis progresif 2. Jangka Panjang: a) Abnormalitas urinalisis (microhematuria) b) Gagal ginjal kronik c) Sindrom nefrotik15
PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik ataupun terapi lainnya.15 1. Tirah baring Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi. Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan berlebihan. Penderita dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari perawatan. 15 2. Diet a) Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg% b) Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka. c) Kalori: 100 kalori/kgBB/hari. d) Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari]) 15 3. Medikamentosa a) Antibiotik Penisilin
Prokain
(PP)
50.000-100.000
SI/KgBB/hari
atau
ampisilin/amoxicillin dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman. Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau tanda-tanda infeksi lainnya. b) Anti Hipertensi
Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan normal dalam 1 minggu setelah diuresis.
Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral. 15
4. Tindakan Khusus Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah: 1. Stop Intake peroral. 2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam 3. Pemberian oksigen 2-5 L/menit 4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari. 5. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik15 Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan yang dilakukan adalah: 1. Stop Intake peroral. 2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam 3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal 0,05mg/kgBB/hari. 4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari. 5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 12mg/kgBB/hari. 6. Kejang diatasi dengan antikonvulsan. 15 PROGNOSIS Sebanyak 95% pasien sembuh total jika ditangani secara tepat ketika fase akut kemudian kejadian berulang jarang terjadi.15
KESIMPULAN BERDASARKAN DIAGNOSIS BANDING DAN SKENARIO Gejala
Sindrom Nefritik Akut
Sindrom Nefrotik
Edema
Proteinuri
Hematuri
-
Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, diagnosis banding yang paling mendekati adalah sindrome nefritik akut karena adanya edema, hematuri dan proteinuri. PATOMEKANISME MUNCULNYA URIN BERWARNA MERAH Untuk mengetahui dengan pasti apakah terdapat darah pada urine dan memastikan penyebabnya, Anda disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter. Berikut ini beberapa penyebab umum munculnya darah dalam urine: Infeksi saluran kemih. Kondisi ini terjadi ketika bakteri memasuki tubuh melalui uretra dan berkembang biak di dalam kandung kemih. Gejala lain selain hematuria adalah keinginan untuk terus buang air kecil, sakit dan sensasi rasa terbakar saat buang air kecil, dan urine yang beraroma kuat. Infeksi ginjal Gejala yang lainnya adalah demam dan juga sakit pada sisi punggung bagian bawah. Batu ginjal. Jika batu cukup kecil, kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit. Tapi jika batu berukuran besar dan menghalangi salah satu saluran dari ginjal, akan menyebabkan sakit yang parah. Pembengkakan kelenjar prostat. Kondisi yang umum ini tidak terkait dengan kanker prostat dan cenderung terjadi pada pria dewasa. Kondisi ini bisa menyebabkan kesulitan buang air kecil dan sering buang air kecil. Kanker prostat. Kondisi ini bisa disembuhkan jika diketahui dan ditangani sejak dini. Cenderung terjadi pada pria berusia di atas 50 tahun. Perkembangan kondisi ini sangat perlahan.
Kanker kandung kemih. Kondisi ini lebih sering terjadi pada mereka yang berusia di atas 50 tahun. Kanker ginjal. Kondisi ini biasanya terjadi pada orang-orang di atas usia 50 tahun. Kanker ini bisa disembuhkan apabila terdeteksi dan diobati sejak dini. Peradangan pada uretra. Kondisi yang umumnya disebabkan oleh penyakit menular seksual seperti klamidia, akibat terinfeksi bakteri klamidia. Kelainan genetik. Anemia sel sabit adalah kerusakan hemoglobin sel darah karena faktor keturunan. Kondisi ini bisa menyebabkan munculnya darah dalam urine. Selain anemia sel sabit, sindrom Alport juga bisa menyebabkan hematuria. Sindrom ini memengaruhi jaringan penyaring pada ginjal. Obat-obatan. Obat anti kanker seperti cyclophosphamide dan penicillin bisa menyebabkan hematuria. Terkadang, kemunculan darah di urine juga bisa dipengaruhi oleh obat-obatan antikoagulan seperti aspirin dan obat pengencer darah seperti heparin. Olahraga secara berlebihan. Kondisi ini mungkin jarang sekali terjadi dan tidak diketahui dengan pasti kenapa bisa menyebabkan terjadinya hematuria, tapi salah satu keterkaitannya adalah karena terjadi trauma pada kandung kemih yang mengalami dehidrasi akibat aktivitas fisik yang berlebihan.16 Selain hematuria, ada hal lain yang bisa menyebabkan urine berubah warna menjadi merah muda, kemerahan, atau kecokelatan. Makanan dan obat-obatan bisa menjadi salah satu penyebab perubahan warna urine. Buah bit dan beri bisa mengubah warna urine jadi berwarna merah. Lalu obat-obatan seperti antibiotik nitrofurantoin dan obat laksatif sanna bisa membuat warna urine berubah menjadi kemerahan. Perubahan warna yang disebabkan oleh makanan dan obat seperti di atas akan menghilang dalam beberapa hari. Jika Anda seorang wanita, pastikan darah yang keluar bukan akibat menstruasi.16
PERSPEKTIF ISLAM BERDASARKAN SKENARIO
) َوإِذَا79( ين ْ َ) َوالَّذِي ُه َو يُ ْط ِع ُمنِي َوي78( ِين ِ س ِق ِ {الَّذِي َخلَقَنِي فَ ُه َو يَ ْهد ْ َم ِر ْ ضتُ فَ ُه َو َي ) َوالَّذِي أ َ ْط َم ُع81( ين ِ ) َوالَّذِي يُ ِميتُنِي ث ُ َّم يُ ْح ِي80( ين ِ ش ِف } )82( ِين ِ أ َ ْن يَ ْغ ِف َر ِلي َخ ِطيئَتِي يَ ْو َم الد Artinya: “(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” (Q.S Asy-Syu’ara ayat 79-82)
DAFTAR PUSTAKA
1. Hardjoeno, H., & Fitriani. 2007. Substansi dan Cairan Tubuh. Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin (LEPHAS). 2. Snell, Richard.2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta:EGC 3. Sherwood L. Fisiologi Manusia ke Sistem. Alih bahasa Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG (2010) 4. Arif Y, Prabowo. 2014. Nephrotic Syndrome in Children. Volume 2. Lampung: Medical Faculty of University of Lampung 5. Dharma, Andi Pratam. 2002. Edema. Bandung: SMF Ilmu Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin 6. Chernecky CC & Berger BJ. Laboratory Tests and Diagnostic Procedure. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2008. 7. Kasper DL et.al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 2007. 8. Abbas,A.K.,Aster,J.C., dan Kumar, V.2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi9. Singapura: Elsevier Saunders. 9. Lydia aida. Maruhum B. Marbun. Sindroma Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta Pusat. Jilid II: 2014: 2080-2087 10. Razi Alik. Pemeriksaan Fisik Urologi Dan Pemeriksaan Penunjang. Jakarta. 2013. Hal 1-18 11. Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan Media Aesculapius FKUI 12. Yuktiana Kharisma, dr. 2017. Tujuan umum penyakit sindrom nefrotik . Fakultas Kedoteran Universitas Islam Bandung. 13. Subandiyah. 2009. Outcome sindrom nefrotik pada anak-penelitian prospektif studi cohort. Jurnal kedokteran Brawijaya. Vol.XX, no.13. Ilmu kesehatan anak Fakultas kedokteran Universitas Brawijaya. Malang 14. Syarifuddin Rauf, Dr.,dr.,Sp.A,. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. BIKA FK UH. Makassar. 2009
15. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Standar Pelayanan Medik Anak. Makassar. 2009 16. Hematuria. Medical Clinics of North America, 95(1), pp. 153-159. Urology Care Foundation. Hematuria.