Modifikasi Tepung Dan Pati.docx

  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Modifikasi Tepung Dan Pati.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,209
  • Pages: 14
Fajar Abhirama A. I. 240210160076 V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Tepung dan pati merupakan dua produk yang berbeda cara pengolahan dan

pemanfaatannya. Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di dalamnya dipertahankan keberadaannya, kecuali air sehingga tepung bisa jadi tidak murni hanya mengandung pati, karena tercampur dengan serat, protein dan sebagainya, sedangkan pati pada prinsipnya hanya mengekstrak kandungan patinya saja (Muchtadi, et al 1988). Dalam praktikum ini digunakan sampel Tepung dan Pati Singkong dan Tepung dan Pati Beras dengan perlakuan HMT, MHT dan Annealing. Dimana ketiganya adalah metode dari modifikasi tepung yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kemampuan, dimana menruut Felicia (2010) Pati alami atau pati yang belum termodifikasi (native starch) mempunyai beberapa kekurangan yaitu diantaranya tidak tahan terhadap perlakuan panas dan mekanis sehingga dibutuhkan modifikasi secara fisik. Berikut ini hasil dari modifikasi tepung dan pati yang telah dilaukan dengan ketiga metode yang berbeda. Tabel 1. Hasil Pengamatan Modifikasi Fisik Tepung dan Pati Karakteristik Kenampakan Sampel Kadar Air Rendemen Warna Akhir Berat akhir = L* = 92,65 0,068 kg a* = 0,93 b* = 5,72 8,8% 68 𝑔 𝑥 100 Tepung 100 𝑔 Singkong = 68% HMT

Pati Singkong HMT

60 𝑔 𝑥100 100 𝑔 = 60%

L* = 8,01 a* = 4,38 b* = 22,78

9,2 %

Keterangan

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 Berat akhir = 0,06 kg

104 𝑔 𝑥100 100 𝑔 = 104% Tepung Singkong MHT

L* = 93,46 a* = 0,83 b* = 5,85

Berat akhir = 0,104 kg

Pengukuran 1 : 11,9% Pengukuran 2 : 8,8% Rata-Rata = 10,35%

Berat akhir: 0.094 kg

L* = 96,8 a* = -0,35 b* = 9,97

8,3%

Berat akhir : 0,080 kg

anneling 1 L*= 97,23 a*= -0,79 b*= 6,47

8,8%

Pati Singkong MHT

Tepung Singkong Annealing Annealing 2 L*= 95,36 a*= -0,60 b*= 6,06

Fajar Abhirama A. I. 240210160076

Rendemen: 92 𝑔 x100% 100 𝑔 =92% Berat Akhir:0,092kg Berat Kemasan:0,002kg

Pati Singkong Annealing

Tepung Beras MHT

Rata-rata: L*= 96,29 a*= -0,69 b*= 6,27 Pati singkong anealling 1 Putih ++ L* = 95.45 a* = 0,03 b* = 3,01

<10%

Pati singkong anealling 2 Putih +++ L* = 97.11 a* = -0,19 b* = 3,4

96 %

Rata-rata: L* = 96,28 a* = -0,08 b* = 3,205 L : 93,16 a : -0,09 b : 7,59

8,1 %

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 Tepung Beras HMT

44%

Tepung Beras Annaeling

72%

Pati Beras HMT

88%

87% Pati Beras Annealing

L : 76,15 a : 8,705 b : 26,675 L : 95,16 a : -0,085 b : 5,085 L : 81,95 a : 6,95 b : 22,84 L : 99,17 a : -0,28 b : 2,71

Di bawah 10% 9,8%

8,6%

Di bawah 10%

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2018) Berdasarkann hasil pengamatan didadaptkan hasil berupa Rendemen, warna dan kadar air seperti data diatas. Penggunaan pati termodifikasi HMT cukup luas dalam industri pangan. Keunggulan dari HMT adalah metode yang paling efisien. Metode ini tergolong murah dan aman sebab tidak menggunakan bahan kimia sehingga tidak meninggalkan residu (Siwi, 2013). Ketertarikan terhadap produk pangan natural yang bebas aditif kimia membuat metode modifikasi secara fisik seperti dengan proses Heat Moisture Treatment (HMT) (Syamsir, 2012). Perlakuan HMT didefinisikan sebagai modifikasi pati secara fisika yang dilakukan pada granula pati dengan kadar air kurang dari 35% selama 15 menit sampai dengan 16 jam, dan pada suhu 84°C sampai dengan 120°C (Gunaratne and Hoover, 2002 dalam Sumarlin, 2011). Menurut Purwani et al,. (2006) perlakuan HMT membuat pati menjadi lebih stabil pada saat pemasakan, akibatnya kualitas tanak yang dihasilkan menjadi lebih baik. Dalam pelaksanaannya pada saat modifikasi HMT granula pati yang telah membengkak cenderung memiliki rongga yang lebih besar sehingga akan mengakibatkan air menjadi lebih mudah menguap pada saat pengeringan. Hal yang sama juga didukung oleh Sumarlin (2011), perlakuan suhu HMT cenderung mengakibatkan kadar air pati menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan pati alaminya. Hal ini karena suhu yang tinggi menyebabkan air yang terikat pada pati menguap, sehingga kadar air menjadi rendah. Semakin tinggi kadar air bahan pangan,

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 maka semakin cepat rusaknya, baik akibat adanya aktivitas biologis internal maupun masuknya mikroba perusak. Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Maka dengan alasan tersebut digunakan kadar air maksimal 30%. Modifikasi fisik metode Annealing merupakan perlakuan fisik terhadap granula pati, dengan air berlebih (>65% w/w) atau air sedang (40-55% w/w) pada suhu di bawah suhu gelatinisasi pada waktu tertentu. Modifikasi annealing bertujuan untuk memperbaiki karakteristik sifat pati alami yang cenderung kurang stabil terhadap proses pemanasan, proses mekanis, dan tidak tahan terhadap asam (Putri & Zubaidah, 2015). Pembuatan suspensi pati dilakukan dengan menambahkan akuades sehingga mencapai perbandingan 1:4 antara pati dengan air yang digunakan. Selanjutnya proses pemanasan yang dilakukan pada suhu 500C selama 24 jam untuk proses modifikasi annealing. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan water bath yang dilanjutkan dengan sentifugasi guna memisahkan air dengan endapan pati pada larutan pati. Selanjutnya dilakukan proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada pati dan dilakukan pada suhu 500C selama 6 jam (Marta et al, 2016). MHT adalah Microwave Heat Treatment dimana adalah metode modifikasi tepung secara fisik dengan pemanasan menggunakan microwave. Penggunaan microwave memilki banyak kelebihan diantaranya adalah memiliki waktu start up, pemanasan lebih efisien, efisiensi energid an biaya proses yang lebih murah serta produk yang baik untuk pemasanan larutan pati (Palav & Seetharaman, 2006). Dalam penggunaannya, waktu dan kapasitas dari microwave menjadi krusial karena akan mempengaruhi kadar air. Namun menurut Santosa et al, (2013) hubungan daya dan waktu tidak memberikan dampak yang signifikan pada perubahan sifat fisik, namun dapat menjadi alasan yang kuat bahwa hubungan antara daya dan waktu adalah untuk ekuivalen dalam proses pengolahan. Dalam pengujiannya, menurut Yana et al (2016) Dilakukan pengaturan kadar air yang diawali dengan pengukuran kadar air pati sebelum diberi perlakuan. Mengetahui kadar air mula-mula bertujuan untuk menghitung kesetimbangan massa dari suatu

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 tepung atau pati. Setelah kadar air awal pati diketahui, pati diberi akuades dengan cara disemprot sambil diaduk dengan menggunakan sendok sebagai pengaduk tujuannya agar menaikan kadar air. Setelah penambahan akuades, dilakukan pengukuran kadar air menggunakan Grain Moisture Meter untuk memastikan kadar air pati yang diinginkan tercapai. Lalu Pati dibungkus dalam alumunium foil kemudian ditempatkan dalam loyang. Pati didinginkan dalam refrigerator pada suhu 4-50C selama semalam untuk penyeimbangan kadar air karena jika tidak maka kandungan pati memiliki kadar air yang tidak seragam. Setelah itu saat pemanasan pati dikemas dengan alumunium foil tertutup rapat yang bertujuan untuk menjaga kadar air. Pemanasan dilakukan pada suhu 110˚C selama 16 jam untuk proses modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT). Pemanasan dilakukan dengan menggunakan oven cabinet dan menggunakan loyang yang ditutup dengan alumunium foil agar menjaga kandungan air yang ada didalam. Tujuan digunakannya oven tersebut adalah oven tersebut memiliki system komputerisasi dimana mempermudah penggunaan serta konsistensi suhu yang ada agar produk menjadi seragam (Marsetio, 2016). Pemanasan dan pengeringan adalah metode yang berbeda dalam modifikasi dimana Pengeringan menggunakan suhu sekitar 40oC – 60oC dengan alas alumunium sebagai konduktor dalam proses pengeringan dimana penggunaan suhu tinggi mengakibatkan tepung akan menjendal dan mengeras sehingga hasil akhir tidak dapat memuaskan (Hendrasty, 2003). Menurut Santoso et al. (1997), proses pengeringan dengan suhu tinggi dapat mengubah bentuk pati menjadi pati tergelatinisasi sehingga granula pati yang rusak akan lebih banyak. Dengan semakin banyak nya molekul pati yang rusak maka kadar asam total akan semakin meningkat pula, hal ini disebabkan molekul pati akan berubah menjadi gula-gula yang sederhana. Sedangkan pemanasan adalah pemberian panas dalam tepung atau pati agar terjadi perubahan yang nantinya berfungsi sebagai mediator modifikasi. Penggunaan alatnya memiliki perbedaan dimana pengeringan membutuhkan aliran udara panas dan kering sehingga digunakan oven cabinet. Sedangkan pemanasan membutuhkan panas maka bisa menggunakan oven dan microwave untuk MHT.

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 Inkubasi dilakukan pada metode Annealing dimana proses pemanasan yang dilakukan pada suhu 50oC selama 24 jam untuk proses modifikasi annealing. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan water bath yang dilanjutkan dengan sentifugasi guna memisahkan air dengan endapan pati pada larutan pati. Tujuan dilakukan perendaman selama 12 jam dengan pemansan adalah untuk meningkatkan rendemen, derajat keputihan dan kadar pati. Dimana dalam penelitian Sakina (2016) dikuatkan alasan dengan waktu dan suhu yang digunakan bahwa perendaman merupakan lagkah yang dapat meningkatkan kualitas tepung. Selain itu, perendaman juga berfungsi untuk mencegah reaksi Maillard sehingga dapat meningkatkan derajat keputihan (Winarno, 2002). Adanya rendemen yang lebih tinggi disebabkan karena semakin lama perendaman semakin banyak pati yang terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana sehingga kadar pati semakin menurun. Besarnya rendemen tepung tergantung dari bahan keringnya. Semakin tinggi kadar bahan kering maka semakin tinggi pula rendemen tepung yang dihasilkan. Semakin lama waktu perendaman, semakin banyak selulosa yang terurai, Menurut Meyer (1973)dalam Gafar (1991) menyebutkan bila cairan antar sel berupa air atau suatu larutan berkonsentrasi lebih rendah dari konsentrasi disekitarnya maka larutan disekitar sel akan masuk ke dalam sel hingga terjadi keseimbangan dan biji mengembang sehingga biji mejadi lunak. Hal ini memudahkan proses dan semakin halus proses pengilingan penghancuran biji sehingga dihasilkan tepung yang lebih banyak.dan semakin lunak struktur sukun sehingga semakin mudah proses pengilingan. Hasil pengendapan kemudian disentrifugasi untuk memisahkan pati dari zat non pati yang masih ikut mengendap. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit (Marta et al, 2016). Didapatkan hasil pengamatan pada tepung Singkong HMT didapatkan rendemen sebesar 68% , kadar air sebesar 8,8% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Pati singkong HMT didapatkan rendemen sebesar 60% , kadar air sebesar 9,2% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Pada tepung singkong MHT didapatkan rendemen sebesar 104% , kadar air sebesar 8,3% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Pati Singkong MHT didapatkan rendemen sebesar 94% , kadar air sebesar 8,3% dan warna

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 seperti yang tertera pada tabel. Pada Tepung singkong Annealing didapatkan rendemen sebesar 80% , kadar air sebesar 8,8% dan warna seperti yang tertera pada tabel. pada Pati singkong annealing didapatkan rendemen sebesar 92% , kadar air sebesar <10% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Tepung beras HMT didapatkan rendemen sebesar 44% , kadar air sebesar <10% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Pada Pati beras HMT didapatkan rendemen sebesar 88% , kadar air sebesar 8,6% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Pada tepung beras MHT didapatkan rendemen sebesar 96% , kadar air sebesar 8,1% dan warna seperti yang tertera pada tabel. pada Pati Beras MHT didapatkan rendemen sebesar 88% , kadar air sebesar 8,6% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Pada tepung beras annealing didapatkan rendemen sebesar 72% , kadar air sebesar 9,8% dan warna seperti yang tertera pada tabel pada Pati Beras Annealing didapatkan rendemen sebesar 87% , kadar air sebesar <10% dan warna seperti yang tertera pada tabel. Menurut Fauzi, et al (2012), rendemen tepung singkong atau tapioka berkisar antara 19-24%, melihat dari hasil ini maka rendemen tepung singkong yang dihasilkan dari modifikasi tepung dengan metode HMT, MHT, dan Annealing memiliki nilai rendemen yang jauh lebih tinggi dari rendemen tepung singkong biasanya. Dapat disimpulkan pula bahwa metode HMT, MHT, dan Anneling dapat menjadi pilihan yang baik untuk digunakan dalam modifikasi tepung singkong. Melihat dari hasil rendemen dari setiap metode HMT, MHT, Annealing yang secara berturut-turut sebesar 68%, 104%, dan 80% maka dapat ditarik kesimpulan bahwa metode MHT adalah yang terbaik karena menghasil kadar rendemen sebesar 104%, namun hasil ini pula dapat dibilang tidak normal karena kadar yang dihasilkan diatas 100%. Hal ini dapat disebabkan karena adanya komponen lain yang ikut tercampur. Semakin tinggi nilai rendemen maka semakin efisien pembuatan tepung tersebut, karena semakin sedikit kandungan yang terbuang dari bahan pembuat tepung Menurut Apriyadi (2009), rendemen pati singkong yang didapat dengan pengeringan menggunakan oven berkisar antara 22-54%. Kadar rendemen pati singkong yang didapatkan dari metode HMT, MHT, dan Annealing secara berturutturut sebesar 60%, 94%, 92%, maka hasil ini diatas rendemen pati singkong yang

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 biasanya seperti menurut Apriyadi (2009). Seperti hal nya pada pembuatan tepung, semakin tinggi nilai rendemen maka semakin efisien proses pembuatan itu berlangsung. Melihat dari hasil itu, maka dapat disimpulkan bahwa metode MHT adalah yang terbaik dalam modifikasi pati singkong karena memiliki nilai rendemen tertinggi yaitu sebesar 94%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor tahun 2016, didapatkan data rendemen tepung beras sebesar 73,84%. Mengacu dari hasil ini, maka hasil dari data tabel diatas ada yang berada dibawah dan juga ada yang berada diatas nilai rendemen 73,84% ini. Untuk tepung yang dihasilkan dari metode HMT memiliki nilai rendemen sebesar 44%, hasil ini berada dibawah dari hasil penelitian yang dilakukan oleh IPB. Tepung beras yang dihasilkan dari metode MHT memiliki nilai rendemen sebesar 96%, hasil ini berada diatas hasil penelitian oleh IPB dan cukup jauh perbedaannya. Terakhir adalah tepung beras hasil metode Annealing yang memiliki nilai rendemen sebesar 72%, hasil ini sedikit berada dibawah penelitian oleh IPB sebesar 1,84%. Dari ketiga hasil tepung dari tiga macam metode, disimpulkan bahwa metode terbaik untuk memodifikasi tepung beras adalah metode MHT karena memiliki nilai rendemen terbesar yaitu 96%. Pati beras yang dihasilkan dari metode HMT memiliki nilai rendemen sebesar 44%, lalu nilai rendemen pati beras dari hasil metode MHT didapatkan nilai sebesar 88%, sedangkan pati beras hasil metode Annealing memiliki nilai rendemen sebesar 87%. Dari ketiga hasil ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode MHT dan Annealing memiliki nilai rendemen yg hampir sama tinggi dan menunjukan bahwa kedua metode ini dapat menjadi pilihan yang baik untuk memodifikasi pati beras. Implementasi dari modifikasi tepung dan pati salah satunya adalah pati sagu. Pati sagu termodifikasi HMT dapat dimanfaatkan salah satunya sebagai pengenyal dalam pembuatan bakso daging sapi. Pati sagu termodifikasi HMT dapat dimanfaatkan juga dalam pembuatan bihun instan (Ramadhan, 2009). Pada praktikum ini jg dilakukan pengukuran dengan Kromatografi dimana tujuannya adalah untuk mengetahui kecenderungan warna dari sampel. Tidak digunakan spektofotometri adalah karena dalam praktikum ini tidak mencari kadar

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 antosianin karena spektofotometri merupakan salah satu alat untuk mencari kadar antosianin dengan metode spektofotografi. Warna memegang peranan penting terhadap karakteristik bahan maupun produk pangan. Warna menjadi salah satu perameter mutu suatu produk pangan dan juga bahan bakunya. Warna dapat ditentukan dengan instrument maupun uji sensoris. Instrumen yang umumnya digunakan ialah chromameter. Parameter yang dapat diamati diantaranya nilai chroma, derajat hue, nilai a*, b* dan kecerahan (McGuire, 1992). Pada alat chromameter menghasilkan nilai L, a*(+), dan b*(+). Nilai L menunjukkan kecerahan warna, a*(+) ; merah, b*(+) ; kuning, semakin tinggi nilai L (Lightning) menunjukkan semakin cerah, semakin tinggi nilai b*(+) warna tepung semakin kuning, semakin tinggi nilai a*(+) warna tepung semakin merah.(Nurali dkk, 2012). Dijelaskan pula oleh Putri dan Oktaviani (2015) bahwa nilai L tingkat kecerahan yang semakin besar angka maka akan semakin cerah warna dari sampel. Nilai a adalah tingkat kemerahan dengan skala 0-100 untuk warna sampel dengan kecenderungan warna merah, jika memiliki angka dibawah 0 atau negative maka menandakan sampel memiliki kecenderungan berwarna hijau. Nilai b tingkat kekuningan dimana nilai tersebut memiliki paramaeter angka 0-70 maka kecenderungan warna adalah kuning, jika negative maka kecenderungan warna adalah biru.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah: 1. Untuk modifiskasi tepung singkong, metode MHT menurut hasil uji adalah metode terbaik untuk modifikasi tepung singkong, dengan nilai rendemen sebesar 104%.

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 2. Metode MHT juga menjadi metode terbaik untuk modifikasi pati singkong, dengan nilai rendemen sebesar 94%. 3. Untuk modifikasi tepung beras, Mmetode MHT menjadi metode terbaik untuk modifikasi tepung beras dengan nilai rendemen sebesar 96%. 4. Semakin tinggi nilai rendemen maka semakin efisien pembuatan tepung tersebut, karena semakin sedikit kandungan yang terbuang dari bahan pembuat tepung 5. Nilai L adalah tingkat kecerahan, yang semakin besar angka maka akan semakin cerah warna dari sampel. 6. Nilai a adalah tingkat kemerahan dengan skala 0-100 untuk warna sampel dengan kecenderungan warna merah. 7. Nilai b tingkat kekuningan dimana nilai tersebut memiliki paramaeter angka 0-70 maka kecenderungan warna adalah kuning

6.2. Saran Saran untuk praktikum ini adalah: 1. Dalam pengujian MHT sampel sepung singkong, sebaiknya dilakukan dengan lebih teliti lagi, karena hasil yang didapat tidak normal dan melebihi 100%.

DAFTAR PUSTAKA Apriyadi MS. 2009. Modifikasi Pati Garut (Marantha arundinaceae L.) dengan Perlakuan Hidrolisis Asam dan Siklus Pemanasan-Pendinginan untuk Menghasilkan Pati Resisten Tipe III [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fauzi, Y. Dkk. 2012. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 Felicia. 2010. Penggunaan Pati Sagu Termodifikasi dengan Heat Moisture-Treatment (HMT) untuk Meningkatkan Kualitas Tekstur Bakso Daging Sapi. Skripsi Sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Gafar, A.P. 1991. Pengaruh Jenis dan Tingkat Kesegaran Ubi Kayu (Manihot asculenta CRANTZ) terhadap Kualitas Tepung yang Dihasilkan. Jurnal Dinamika Penelitian BIPA Volume 2 No 2 Tahun 1991. Gunaratne, A and Hoover, R. 2002. Effect Of Heat Moisture Treatment On The Structure And Physicochemical Properties Of Tuber And Root Starches. Carbohydrate Polymers, 49, 425-437. Institut Pertanian Bogor. 2016. Karakterisasi Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan. Bogor Marta, H., Marsetio, M., Cahyana, Y., & Pertiwi, A. G. (2016). Sifat Fungsional dan Amilografi Pati Millet Putih (Pennisetum glaucum) Termodifikasi secara Heat Moisture Treatment dan Annealing. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5(3). Oktavianti, V. C., & Putri, W. D. R. (2015). Pengaruh Modifikasi Fisik Annealing Terhadap KarakteristikTepung Ubi Jalar Ungu Varietas Ayamurasaki. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(2), 551-559. Pudiastuti, L., Pratiwi, T., & Santosa, H. (2013). Pembuatan Dekstrin Dari Tepung Tapioka Secara Enzimatik Dengan Pemanas Microwave. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 169-176. Purwani, EY., Widaningrum., Thahir R, dan Muslich. 2006. Effect Of Heat Moisture Treatment Of Sago Starch On Its Noodle Quality. Indonesian J. of Agric. Scienannawce 7(1): 8–14 Putri, W. D. R., & Zubaidah, E. 2015. Karakteristik Fungsional Tepung Sukun Hasil Modifikasi Annealing. In Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI (pp. 2-3). Ramadhan, Kurnia. 2009. Aplikasi Pati SaguTermodifikasi Heat Moisture Treatment Untuk Pembuatan Bihun Instan. Skripsi Sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Sakina, R. N. 2016. Metode Modifikasi dan Lama Perendaman Pada Proses Modifiskasi Tepung Ssukun (Artocarpus communis) Yang Diaplikasikan Pada Produk Snack Telur Gabur (Doctoral dissertation, Fakultas Teknik UNPAS). Siwi, Kharinda Septyaning. 2013. Studi Perubahan Sifat Fisik Kimia Tepung Ubi Jalar Putih (Ipoema batatas Var. Sukuh) sebagai Efek Modifikasi Menggunakan Metode Heat Moisture Treatment. Universitas Brawijaya, Malang.

Fajar Abhirama A. I. 240210160076 Syamsir, Elvaria. 2012. Pengaruh Proses Heat Moisture Treatment (HMT) Terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati. Institut Pertanian Bogor. J.teknologi dan Industri Pangan Vol. XXIII No. 1. Wahyuningsih, K., Dwiwangsa, N. P., Cahyadi, W. C., & Purwani, E. Y. (2015). Pemanfaatan Beras (Oryza sativa L.) Inpari 17 Menjadi Tepung sebagai Bahan Baku Roti Tawar Non Gluten Utilization of Inpari 17 Rice (Oryza Sativa L.) Modified as Flour to be used as Gluten-Free Bread Raw Materials. JURNAL PANGAN, 24(3), 167-182. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan. PT Gramedia, Jakarta

JAWABAN PERTANYAAN 1)

Menurut saudara apa tujuan dilakukannya modifikasi secara fisik pada pati dan tepung? Jawaban:

Fajar Abhirama A. I. 240210160076

yaitu

Tujuan dilakukannya modifikasi fisik pada pati dan tepung adalah untuk meningkatkan mutu dan kemampuan karena pati alami memiliki kekurangan tidak tahan terhadap perlakuan panas.

2)

Apa fungsi tahapan penyeimbangan kadar air pada modifikasi fisik? Jawaban: Penyeimbangan kadar air pada modifikasi fisik pati dan tepung dilakukan agar kadar air seragam sehingga tidak terjadi proses gelatinisasi.

3)

Apa yang menyebabkan perbedaan warna pada pati modifikasi yang anda lakukan? Jawaban: Penyebab perbedaan warna pada pati dan tepung modifikasi adalah karena adanya proses panas yang menyebabkan reaksi Maillard sehingga pada sampel pati dan tepung akan terjadi perubahan warna. Penggunaan suhu yang tinggi dan waktu yang lama pada proses pengeringan juga berpengaruh terhadap perubahan warna.

Related Documents