ANALISIS HUBUNGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KEJADIAN BANJIR PADA DAS CILIWUNG HULU MENGGUNAKAN MODEL ANSWERS
OLEH : MUH. ANSAR, SP., M.Si.
PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Hulu DAS Ciliwung → daerah lindung, penyangga wilayah DAS, daerah resapan air hujan. Perubahan pada komponen pada hulu DAS → mempengaruhi seluruh bagian DAS Ciliwung. Terjadi pengalihgunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu → erosi cenderung meningkat → Erosi dan sedimentasi → pendangkalan sungai → daya tampungnya berkurang. Mengakibatkan sungai Ciliwung → mudah meluap dan membahayakan keselamatan penduduk dan harta bendanya di sekitar aliran sungai, Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodetabek) dan sekitarnya.
Banjir → melanda Jakarta → gejala rutin bukanlah sekedar ungkapan saja tapi memang nyata. Hampir setiap di musim penghujan terjadi banjir → Pendugaan debit banjir → menggunakan data hujan dan karakteristik DAS. Dalam course project ini akan dibuat suatu simulasi perubahan pola penggunaan lahan dan pengelolaan tanah dalam kaitannya dengan banjir karena adanya konversi luasan hutan pada DAS Ciliwung Hulu dengan bantuan progam ANSWERS. Sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh penggunaan lahan (hutan) terhadap banjir dan debit
Tujuan Kajian 1)Mengetahui kontribusi perubahan tataguna lahan terhadap tingkat banjir di DAS Ciliwung Hulu menggunakan model ANSWERS (Areal Nonpoint Source Watershed Environmental Response Simulation). 2)Mengetahui kontribusi parameter pengelolaan tanah (infiltrasi) terhadap aliran permukaan dihubungkan dengan banjir pada DAS Ciliwung Hulu menggunakan model ANSWERS. 3)Mengetahui pola tata guna lahan yang dapat meminimalkan besarnya aliran permukaan di DAS Ciliwung Hulu.
METODOLOGI Lokasi Kajian Kajian dilakukan pada DAS Ciliwung Hulu Sub DAS Ciliwung yang terletak pada 6o35’ – 6o50’ LS dan 106o30’ – 107o05’ BT seluas ± 16.375 ha mulai dari Gunung Pangrango sampai pintu air Katulampa. Lokasi Kajian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi DAS Ciliwung Hulu pada Provinsi Jawa Barat.
Pengumpulan Data Data Curah Hujan dan Debit Data curah hujan harian dan bulanan dari BPSDA (Balai Pengelolaan Sumberdaya Air) Wilayah Ciliwung – Cisadane, Bogor. Data tinggi muka air (TMA) tiap jam, data debit harian serta bulanan pintu air Katulampa dari BPSDA Wilayah Ciliwung – Cisadane, Bogor. Data intensitas hujan dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Cimanggu.
Data Tanah Analisis karakteristik sifat fisik tanah didasarkan pada sebaran jenis tanah. Parameter sifat fisik tanah untuk masukan model ANSWERS ditentukan dengan beberapa cara, seperti pengukuran langsung, analisis laboratorium, kajian data sekunder, dan membandingkan dengan tabel parameter tanah yang tersedia pada manual ANSWERS. 1. Porositas total tanah (TP) Porositas tanah adalah bagian tanah yang terisi oleh air dan udara. BD Penetapan nilai porositas total (TP) TP = (1 - tanah )x 1 00% dihitung berdasarkan PD persamaan : ......................................... (1) Di mana : TP = Total porositas tanah (%) BD = Bulk density atau kerapatan isi (g/cm3) PD = Particle density atau kerapatan jenis partikel (g/cm3) BD menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-porinya. Sedangkan PD adalah
2. Kapasitas lapang (FP) Kapasitas lapang adalah persentase air yang dikandung oleh tanah setelah air bebas (air gravitasi) habis mengalir ke bawah. Kapasitas lapang ditetapkan di laboratorium menggunakan metode Bouyocos, yaitu jumlah air yang tinggal di dalam tanah yang dihisap oleh kekuatan 1/3 atmosfir (330 mm Hg). Nilai kapasitas lapang yang diperlukan untuk masukan model ANSWERS adalah dalam persen kejenuhan (saturation), yang diperoleh dengan cara membagi kapasitas lapang dalam persen volume dengan total porositasnya.
3. Laju infiltrasi maksimum (Fmaks) dan infiltrasi konstan (Fc) Nilai infiltrasi maksimum dan infiltrasi konstan diperoleh dengan menggunakan data permeabilitas yang diukur dengan menggunakan permeameter. Nilai Fc, Fmaks, dan A dihitung dengan persamaan (Beasley and Huggins 1991) : Fc = Pmin + (
IP 2
) ................................................ (2)
IP = (Pmaks – Pmin) IP .............................................. (3) Pmin + (
Fmaks =
2 2
) + Pmaks
................................... (4)
A = Fmaks – Fc ...................................................... (5) Di mana : Fc = Fmaks = Pmin = Pmaks = IP =
Laju infiltrasi konstan Laju infiltrasi maksimum Permeabilitas minimum Permeabilitas maksimum Interval permeabilitas
4. Eksponen infiltrasi (P) Eksponen infiltrasi menunjukkan hubungan laju penurunan kapasitas infiltrasi terhadap meningkatnya kelembaban tanah, di mana nilainya sangat berkaitan dengan tekstur tanah. Oleh karena itu untuk menentukan nilai P, maka dilakukan analisis tekstur tanah dan selanjutnya dibandingkan dengan nilai P yang terdapat dalam Manual ANSWERS. 5. Kedalaman zona kontrol infiltrasi (DF) Kedalaman zona kontrol infiltrasi menunjukkan kedalaman tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi pada permukaan tanah. Nilai DF diukur sampai kedalaman di mana terdapat lapisan yang tidak memungkinkan air dapat lolos terus ke dalam tanah. Untuk tanah yang dalam, nilai DF berkisar antara 0,25 – 0,75 dari ketebalan horizon A (de Roo, 1993).
6. Kandungan air tanah awal atau anticedent soil moisture (ASM) Penetapan kandungan air tanah awal sebelum kejadian hujan, dilakukan dengan menggunakan metode penjenuhan tanah dengan air, kemudian dibiarkan terjadi evapotranspirasi secara alami, sehingga kandungan airnya berkurang dari waktu ke waktu. Analisis kandungan air tanah dilakukan di laboratorium secara grafimetrik dari sampel tanah yang diambil setiap hari secara berturut-turut sampai kandungan air tanah menjadi relatif konstan. Nilai ASM yang diperlukan untuk masukan model
7. Erodibilitas tanah (K) Erodibilitas tanah merupakan indeks kepekaan tanah terhadap erosi. Nilai K ditetapkan sebagaimana dalam prediksi erosi menggunakan metode USLE. Nilai K ditentukan dengan persamaan : K = 1,292(2,1M1,41)(10-4)(12-a) + 3,25(b-2) + (2,5(c-3) ……. (6)
Di mana : K = Nilai erodibilitas tanah M = (%debu + % pasir sangat halus)(100 - % liat) a = % bahan organik b = Indeks struktur tanah c = Kelas permeabilitas tanah
Data Penggunaan Lahan Parameter penggunaan lahan (CROP) menunjukkan penggunaan lahan atau jenis tanaman yang ada. Penentuan parameter penggunaan lahan dilakukan dengan survei ke lapangan dan membandingkan dengan tabel parameter penggunaan lahan yang tersedia pada Manual ANSWERS. 1. Volume intersepsi potensial (PIT) Volume intersepsi potensial adalah volume atau kelembaban yang dapat dipindahkan jika seluruh areal tertutupi oleh jenis tanaman atau penggunaan lahan tertentu. Penetapan nilai PIT dilakukan dengan pengamatan penggunaan lahan di lapangan dan selanjutnya dibandingkan dengan nilai PIT yang terdapat dalam Manual
2. Persentase penutupan lahan (PER) Persentase penutupan lahan menunjukkan berapa persen lahan yang ditutupi oleh suatu jenis tanaman. PER merupakan perbandingan antara penutupan aktual dengan penutupan potensial untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Penentuan nilai PER dapat dibantu dengan cara membuat plot 10 m x 10 m untuk kebun campuran, serta 1 m x 1 m untuk sawah dan tanaman semusim. Dengan bantuan plot tersebut dapat diperkirakan berapa besar penutupan tajuk terhadap tanah. Nilai PER untuk berbagai jenis tanaman ada dalam Manual ANSWERS.
3. Tinggi kekasaran maksimum (HU) dan koefisien kekasaran (RC) Tinggi kekasaran maksimum dan koefisien kekasaran menunjukkan karakteristik tampungan dan luas genangan permukaan. Nilai HU dapat diukur langsung di lapangan sesuai dengan pengolahan tanah dan jenis tanaman. Sedangkan nilai RC sangat berkaitan dengan bentuk mikro relief tanah dan cara pengolahan tanah. Penentuan nilai RC disesuaikan dengan nilai yang disarankan oleh Beasley dan Huggins (1991) dalam Manual ANSWERS.
4. Koefisien kekasaran Manning (N) Nilai kekasaran permukaan atau hambatan aliran ditentukan menggunakan nilai kekasaran Manning (N) dengan mengamati kondisi penggunaan lahan di lapangan.
5. Faktor tanaman dan pengelolaannya (C) Nilai C merupakan faktor tanaman penutup tanah dan pengelolaan tanah. Nilai C dalam model ANSWERS ekivalen dengan nilai C dan P dalam persamaan USLE. Nilai C ditetapkan berdasarkan nilai CP yang digunakan dalam persamaan USLE, yang ditentukan dengan melakukan pengamatan jenis tanaman dan teknik konservasi yang dilakukan di daerah penelitian, kemudian dibandingkan dengan nilai CP hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
Data Karakteristik Saluran Data karakteristik saluran meliputi lebar saluran (channel width) dan nilai kekasaran saluran. Lebar saluran diukur langsung di lapangan, sedangkan nilai kekasaran saluran ditetapkan dengan pendekatan nilai Manning’s (N) untuk saluran terbuka.
Data Individu Elemen Data individu elemen yang diperlukan, meliputi : Kemiringan lereng, arah lereng, orde saluran, jenis tanah, jenis penggunaan lahan, liputan penakar hujan, kemiringan saluran, dan elevasi rata-rata elemen (pilihan). Data tersebut ditentukan dalam berapa tahapan yang diawali dengan interpretasi peta topografi, peta tanah dan peta penggunaan lahan.
Metode Analisis Perlakuan Terhadap Peta Kerja Pembuatan peta kerja dilakukan dengan overley peta topografi dan peta tanah. Peta kerja DAS dibagi menjadi grid-grid kecil, di mana setiap grid dibuat dengan ukuran luas 500 x 500 m. Berdasarkan luasan grid tersebut, maka interpretasi peta elemen data individu yang diperlukan, seperti kemiringan lereng, kelas lereng, jenis tanah, arah aliran, jenis penggunaan lahan, tipe saluran, dan elevasi masing-masing elemen dengan mudah dapat diukur.
Input Data Individu Elemen pada Model ANSWERS 1. Baris dan kolom Pada setiap peta gridisasi, masing-masing elemen diberi nama sesuai baris dan kolom yang dimaksud. Penomoran baris pada gridisasi peta mulai dari bawah ke atas, sedangkan penomoran kolom dimulai dari kiri ke kanan. Penomoran tersebut dimaksudkan untuk mengetahui posisi elemen pertama dan seterusnya.
2. Kelas lereng Kemiringan lereng diukur berdasarkan gridisasi pada peta kontur. Penggolongan kelas lereng pada peta dibedakan menjadi beberapa kelas. Jika ada kejadian dalam satu elemen dijumpai dua kelas lereng, maka kelas lereng yang digunakan adalah yang paling dominan. Selanjutnya jika kelas lereng dijumpai pada kemiringan 2 – 6 %, maka nilai kelas lereng yang diambil adalah nilai tengahnya, yaitu 4 %. Dalam penulisan ke dalam model ANSWERS, nilai kelas lereng yang dituliskan bukan nilai kelas lereng sesuai yang dikelaskan, melainkan harus dilipatgandakan sebanyak 10
3. Arah aliran Arah aliran merupakan suatu perkiraan ke mana air akan mengalir dari satu elemen ke elemen berikutnya. Arah aliran ini ditentukan berdasarkan topografi dari sungai. Dalam penulisan ke dalam model digunakan besaran nilai sudut.
4. Saluran Data elemen untuk saluran hanya diisi jika elemen tersebut dilewati oleh sungai atau saluran. Kemudian elemen yang dilewati sungai diberi tanda atau nilai sesuai nomor sungai yang melewatinya. Penulisan pada model berupa nilai puluhan.
5. Arah lereng Arah lereng pada setiap elemen ditentukan berdasarkan garis tegak lurus kontur dengan ketentuan bahwa arah Timur adalah 0o berputar searah jarum jam, sehingga titik Selatan adalah 90°, titik Barat 180° dan titik Utara 270°. 270 o
180o
0o
90o
Penentuan Derajat Arah Lereng
Data Sekunder 1. Curah hujan Data curah hujan untuk masukan model terdiri dari satu stasiun pengamatan, yaitu Stasiun Citeko. Berdasarkan data curah hujan, maka dicari nilai intensitas dari setiap kejadian hujan. Model ANSWERS dalam setiap kali running dapat menerima satu data intensitas dari penakar hujan yang mewakili DAS.
2. Debit aliran (sungai) Data debit diperoleh dari BPSDA Wilayah Ciliwung – Cisadane di Bogor berupa hasil pengukuran dan penghitungan debit di pintu air Katulampa. Persamaan kurva debit (rating curve) diperoleh dari BPSDA yang merupakan persamaan hubungan antara ketinggian muka air dan debit, yaitu : Q = 11,403 (H + 0,20)1,715
.................................................. (7)
Di mana : Q = debit sungai (m3/det) dan H = tinggi muka air (cm)
3. Kalibrasi model Kalibrasi model dilakukan untuk mendapatkan parameter masukan yang sesuai dengan kondisi di lapangan yang dilakukan dengan melalui uji pasangan berganda (uji-t) dan uji korelasi, yaitu dengan membandingkan hasil prediksi model ANSWRS dengan data hasil pengukuran. Parameter yang diperbandingkan adalah debit dan volume aliran permukaan. Perbandingan dilakukan untuk setiap kejadian hujan terpilih.
α=∑ i ..........................................................
(8)
Y ........................................................... ∑ β=
(9)
X
n
i
n
Sb =
(∑a 2 ) − (∑a ) 2
t hitung =
n( n −1)
..................................... (10)
.............................................. (11)
n ( β −α) Sb
H0 diterima jika -tα /2 < t hitung < tα /2. Jika nilai H0 berada di luar nilai selang tersebut, maka H0 ditolak dan H1 diterima. H0 diterima menunjukkan bahwa hasil prediksi model secara statistik tidak berbeda dengan hasil pengukuran. Dengan demikian model ANSWERS dapat diterapkan di lokasi penelitian untuk melakukan prediksi aliran permukaan.
Sedangkan analisis uji korelasi (r) dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara parameter hasil prediksi model dengan hasil pengukuran (Asdak 2004). r=
∑( X Y ) − i
i
(∑ X i )( ∑Yi ) n
(∑ X i ) 2 (∑Yi ) 2 2 2 ( X ) − ( Y ) − ∑ i ∑ i ................ n n
(12)
Besarnya korelasi (r) menunjukkan kuatnya korelasi linier antara dua variabel debit hasil pengukuran (Xi) dan debit hasil model (Yi). .
HASIL Dalam menjalankan model ANSWERS diperlukan masukan data berupa curah hujan, parameter fisik tanah, penggunaan lahan, karakteristik saluran, dan data satuan individu elemen.
Parameter Curah Hujan dan Debit Data curah hujan diperoleh dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi di Cimanggu, berupa intensitas hujan bulanan (November). Data ini dianalisis bersama dengan data tinggi muka air (TMA) dari BPSDA Wilayah Ciliwung – Cisadane di Bogor. Analisis data TMA ditekankan pada tinggi muka air yang menyebabkan banjir pada daerah hilir DAS Ciliwung, kemudian disesuaikan dengan intensitas hujan yang ada tiap kejadian hujan. Data debit diperoleh melalui perhitungan menggunakan persamaan (7). Data kejadian hujan dan debit yang
Pada Tabel 1 terlihat bahwa besarnya aliran dasar (baseflow) pada jam 17.00 adalah sebesar 5,9 m3/dtk dan intensitas hujan maksimum terjadi pada jam 19.00, tetapi TMA tertinggi yaitu 100 cm, terjadi pada jam 01.00 sebesar 30,9 m3/dtk. Hal tersebut terjadi karena adanya waktu yang diperlukan untuk perjalanan air limpasan (travel time) dari stasiun penakar hujan Citeko (± 920 m dpl) ke stasiun pengukuran AWLR di Katulampa (± 347 m dpl).
Parameter Sifat Fisik Tanah Berdasarkan hasil survei Pusat Penelitian Tanah (1992), jenis tanah pada DAS Ciliwung Hulu terdiri dari 4 jenis, yaitu : Latosol, Andosol, Podsolik, dan Asosiasi Latosol – Andosol, yang terbagi dalam 31 SPT (satuan peta tanah). Parameter masukan model diperoleh dari literatur berupa sifat-sifat fisik masing-masing jenis tanah yang ada. Setelah diketahui parameter yang dibutuhkan pada masukan model, kemudian dilakukan penghitungan sesuai dengan Manual ANSWERS. Data masukan untuk model dapat dilihat pada Bab Metodologi. Hasil perhitungan nilai parameter tanah masukan model disajikan pada Tabel 2.
Parameter Penggunaan Lahan Hasil pengamatan dan analisis peta topografi skala 1 : 25.000 wilayah Ciawi, Salabinta dan Cisarua diperoleh 7 jenis penggunaan lahan. Penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh hutan dan pemukiman. Hasil pengukuran gridisasi dan nilai parameter penggunaan lahan masukan model lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 3.
Karakteristik Saluran Saluran yang ada pada DAS Ciliwung Hulu terdiri dari 4 bagian atau ordo. Keseluruhan saluran tersebut akan berkumpul pada pintu air Katulampa. Data rinci dari masing-masing saluran disajikan pada Tabel 4.
Data Satuan Individu Elemen Sebelum melakukan interpretasi peta, langkah analisis pertama yang dilakukan adalah menyamakan luasan grid untuk masing-masing elemen. Pada Peta Topografi dan Peta Penggunaan Lahan ukuran gridnya adalah 2 x 2 cm, karena memiliki skala 1 : 25.000. Sedangkah pada Peta Tanah ukuran gridnya adalah 1 x 1 cm, karena memiliki skala 1 : 50.000. Penyesuaian ini bertujuan agar ukuran elemen untuk masing-masing luasan di lapang memiliki ukuran yang sama, yaitu 25 ha, dan juga karakteristik lahannya sama.
1. Kemiringan lereng yang terdiri dari : 0–2 % (12
elemen/1,83%); 2–6 % (122 elemen/18,63 %); 6–13 % (222 elemen /33,89 %); 13–25 % (206 elemen /31,45 %); 25–55 % (88 elemen /13,44 %); dan > 55 % (5 elemen/0,76 %). Peta kemiringan lereng keluaran model disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Kemiringan Lereng DAS Ciliwung Hulu
2. Data arah lereng bervariasi tergantung dari posisi tiap elemen. Peta arah lereng keluaran model disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Arah Lereng DAS Ciliwung Hulu
3. Sebaran tanah terdiri dari tanah Latosol 306 elemen (46,72 %); Podsolik 91 elemen (13,89 %); Andisol 98 elemen (14,96 %); serta asosiasi Latosol-Andisol 160 elemen (24,43 %). Peta Tanah DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Tanah DAS Ciliwung Hulu Hasil Gridisasi
4. Penggunaan lahan terdiri dari 7 jenis penggunaan lahan, yaitu : kawasan hutan 219 elemen (33,44 %); pemukiman 128 elemen (19,54 %); tegalan 108 elemen (16,49 %), tanaman teh 71 elemen (10,84 %); kebun 63 elemen (9,62 %); sawah irigasi dan tadah hujan 57 elemen (8,7 %); dan alang-alang atau semak 9 elemen (1,37 %).
Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Hasil
5. Data penakar hujan, digunakan satu penakar hujan yang dapat mewakili DAS Ciliwung Hulu, yaitu Stasiun Penakar Hujan Citeko pada ketinggian 920 m dpl. 6. Elemen yang terlewati saluran, dari saluran 1 sampai 4 pada DAS Ciliwung Hulu terdiri dari 118 elemen (2.950 ha).
Hasil Prediksi Model ANSWERS Analisis model meliputi : input data, running model, analisis data hasil pengukuran langsung dengan hasil keluaran model, dan kalibrasi model. Hasil prediksi model yang mengambil sampel pada bulan November 2004, menunjukkan bahwa puncaknya sebesar 33,68 m3/dtk dan volume air yang melewati pada pintu air Katulampa sebesar 807.058,25 m3. Besaran nilai yang diperoleh berkaitan erat dengan intensitas hujan, besarnya curah hujan, serta distribusi hujan. Data debit atau hujan yang diambil merupakan data kejadian hujan atau debit terkecil, tetapi masih di atas ambang banjir, tujuannya jika terjadi hujan atau
Data hasil prediksi model dan pengukuran pada hujan terpilih disajikan pada Tabel 5 dan 6.
Sedangkan hyetograf hujan dan debit pada Gambar 5, serta sedimen rata-rata tiap elemen pada Gambar 6.
Gambar 5. Hyetograf Hujan dan Debit pada Kejadian Hujan Tanggal 5 November 2004.
Gambar 6. Produksi sedimen pada Kejadian Hujan Tanggal 5 November 2004.
Kalibrasi Model ANSWERS Kalibrasi model dilakukan untuk mendapatkan parameterparameter masukan model yang sesuai dengan kondisi lapang. Kalibrasi model dilakukan dengan uji berpasangan dan uji korelasi, yaitu membandingkan data hasil pengukuran dengan hasil model. Pengujian dilakukan terhadap parameter debit aliran (m3/dtk) dan volume aliran air (m3). Berdasarkan hasil uji kalibrasi di atas, maka model ANWERS dapat dianggap cukup baik dalam memprediksi volume aliran (m3) maupun debit aliran (m3/dtk), sehingga dapat digunakan dalam berbagai simulasi (skenario) untuk menentukan alternatif-alternatif penggunaan lahan dan teknik pengelolaan tanah.
Hasil uji nilai tengah (berpasangan) menunjukkan bahwa keluaran model untuk nilai debit aliran maupun volume aliran yang dibandingkan dengan hasil penghitungan lapang pada taraf nyata 95 (α = 0,05; n = 14), nilai thitung -0,13 lebih kecil dari ttabel 2,16. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil penghitungan model tidak berbeda nyata
Nilai koefisien korelasi (r) adalah 0,63 menunjukkan bahwa debit dan volume aliran hasil penghitungan model dapat menerangkan debit dan volume aliran hasil pengukuran lapang serta terdapat hubungan yang cukup kuat antara debit dan voluma aliran hasil model dengan hasil pengukuran.
Simulasi Model ANSWERS Untuk melihat seberapa besar pengaruh pola penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu terutama adanya konversi dari hutan ke penggunaan lahan yang lain, maka dilakukan simulasi pada pola penutupan lahannya. Perubahan itu dihubungkan dengan nilai debit puncak kondisi awal dengan debit puncak hasil simulasi. Selanjutnya juga dilihat seberapa banyak volume air yang mengalir dalam m3 pada DAS Ciliwung Hulu. Data masukan hujan yang digunakan dalam simulasi adalah tanggal 5 November 2004 dengan total hujan 24 mm dan dengan lama hujan 14 jam. Simulasi model ANSWERS pada kondisi awal digunakan sebagai kontrol untuk mengetahui efektivitas berbagai simulasi pada penggunaan lahan dan koefisien infiltrasi tanah yang berhubungan dengan pengelolaan tanah.
Rancangan simulasi yang akan dicobakan terdiri dari 6 pola perubahan penggunaan lahan, yaitu : 1) hutan; 2) pemukiman dan tegalam (tanaman semusim dan lahan kering); 3) penggunaan lahan yang lain yang dianggap tetap seperti sawah irigasi dan tadah hujan; 4) kebun (tanaman hortikultura); 5) tanaman teh; dan 6) semak atau alang-alang. Sedangkan parameter tanah yang akan disimulasikan berupa besarnya nilai parameter infiltrasi masukan model. Di mana nilainya akan dibuat 15 %, 25 %, dan 35 % lebih tinggi maupun lebih rendah. Rancangan simulasi untuk penggunaan lahan dan parameter infiltrasi tanah secara lengkap disajika pada Tabel 7, 8, dan 9.
Tabel 10 dan 11 berikut ini menunjukkan hasil dari masing-masing simulasi. Waktu puncak untuk debit, pada kondisi awal maupun kondisi simulasi keseluruhannya tepat pada menit ke 540 pada kejadian hujan tanggal 5 Nov 2004.
KESIMPULAN Hasil simulasi peningkatan luasan hutan menjadi 35 % dari kondisi saat ini 33,4 % yang dikonversi dari pemukiman maupun tegalan tidak nyata menurunkan debit banjir, melainkan hanya menurunkan debit dan volume aliran pada curah hujan 24 mm. Besarnya debit dan volume aliran dapat dikurangi serta kejadian banjir dapat diminimalkan setelah luasan hutan menjadi 40 % dari total luas DAS Ciliwung Hulu yang dikonversi dari luasan pemukiman maupun tegalan pada curah hujan yang sama.
Pada curah hujan yang sama, penambahan luasan pemukiman menjadi 25 % dari 19,5 % dari total luas DAS Ciliwung Hulu yang dikonversi dari luasan hutan maupun tegalan dapat meningkatkan debit dan volume aliran atau kejadian banjir. Peningkatan infiltrasi tanah berpengaruh nyata terhadap penurunan debit dan volume aliran serta kejadian banjir pada curah hujan 24 mm. Pada curah hujan yang sama, penurunan infiltrasi tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan debit dan volume aliran atau kejadian banjir.
Hasil simulasi perubahan hutan menjadi 35 % dari total luas DAS Ciliwung Hulu tetap memperlihatkan adanya limpasan banjir, tapi dengan mengurangi sedimen pada badan sungai di bagian hilir, maka akan dapat memperbesar jumlah air yang tertampung oleh badan sungai, sehingga tidak terjadi luapan aliran air yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah hilir. Sedangkan usaha memperbesar infiltrasi pada daerah tangkapan hujan di daerah hulu akan memperbesar jumlah air yang terserap ke dalam tanah dan mengurangi aliran permukaan (runoff).
Program ANSWERS Versi DOS