Mochammad Jakariya.docx

  • Uploaded by: Rosyi Zakaria
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mochammad Jakariya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,262
  • Pages: 7
Last Project for Translation Mochammad Jakariya/15320077

JURU BAHASA & PENJURUBAHASAAN

(a) Jenis

Pertama-tama sebaiknya dibedakan dulu antara penerjemahan (translating) dan penjurubahasaan (interpreting) secara jelas. Keduanya merupakan ketrampilan yang sangat khusus, dan umumnya dilakukan oleh dwibahasawan yang terlatih. Penerjemahan berkenaan dengan teks tertulis, mulai dari karya sastra, dokumen hukum, petunjuk praktis, sampai dengan resep masakan. Banyak penerjemah yang menggarap pekerjaannya di rumah dan mengembangkan jaringan kerja dengan klien, ahli, maupun para rekan sekerja melalui komputer pribadinya (di rumah). Keberadaan e-mail, Internet dan mailing lists telah sangat memungkinkanadanyaberbagaikemudahanbagipenerjemah. Ada penerjemah yang dipekerjakan oleh perusahaan, lembaga pemerintah maupun organisasi internasional. Banyak juga penerjemah yang bekerja sebagai anggota tim besar yang menggarap tugas-tugas kebahasaan seperti sulih suara, pemasaran, penyiapan perangkat lunak, dsb. Sebaliknya, juru bahasa adalah penerjemah lisan yang bekerja ‘on-site’, meskipun dimungkinkan dilakukan melalui telepon (telephone interpreting). Terdapat tiga jenis penjurubahasaan pada umumnya: (a) kegiatan juru bahasa dalam konperensi (conference interpreting); (b) juru bahasa untuk kepentingan masyarakat (community interpreting); (c) juru bahasa untuk urusan bisnis (business interpreting). Dalam penjurubahasaan jenis (a), biasanya juru bahasa berada dalam ‘booth’ (untuk bahasa tertentu), dan masing-masing ‘booth’ dihubungkan langsung ke ‘floor’ tempat para delegasi berkonperensi dan juga dengan ‘booth’ untuk bahasa lain. Misalnya, dalam KTT Non-Blok 1992, ‘booth’ untuk tim Indonesia dihubungkan dengan ‘floor’ dan dengan tim juru bahasa dari PBB. Masing-masing ‘booth’ biasanya diisi oleh dua juru bahasa atau lebih. Dengan demikian, kalau ada juru bahasa yang tiba-tiba terbatuk-batuk ketika menerjemahkan, maka juru bahasa ke dua akan langsung mengambil-alih. Kalau seorang juru bahasa bisa mahir dalam dua bahasa asing (yang digunakan dalam suatu konperensi), maka hal itu akan sangat bagus sekali. Dengan demikian, ketika misalnya ia mendengarkan pengguna bahasa Inggris ‘beraksen’ yang sulit dipahaminya, maka ia bisa mengalihkan ‘switchboard’-nya ke ‘booth’ di sebelahnya (misalnya ‘booth’ bahasa Prancis) dan melakukan penerjemahkan secara ‘secondhand’—yakni dari Prancis ke Indonesia, meskipun pidatonya dalam bahasa Inggris (yang ‘beraksen’ tersebut). Cara ini pernah dilakukan dalam KTT Non-Blok di Jakarta yang lalu. Dengan demikian, juru bahasanya tak perlu diganti. [Catatan: untunglah dalam KTT Non-blok itu, Indonesia mempunyai juru bahasa yang mahir dalam 4

bahasa asing (Inggris, Prancis, Spanyol, Portugis—meskipun bahasa Portugis tidak diperlukan waktu itu)]. Dalam ‘conference interpreting’, Mode atau cara penjurubahasaan biasanya dilakukan secara simultan (lihat penjelasan di bawah). Dalam penjurubahasaan jenis (b), yakni ‘community interpreting’, juru bahasa biasanya berhadapan secara bersegi-tiga dengan klien (bahasa sasaran) dan dengan pembicara. Sekarang ini, di Australia (maupun di belahan lain dunia ini) telah dimungkinkan juga penjurubahasaan lewat telepon (TIS= Telephone Interpreting Service). Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dengan pemanfaatan teknologi (baik dengan telepon bergambar atau tidak), penjurubahasaan seringkali dilaksanakan melalui tele-conference. Dengan demikian, penjurubahasaan dalam tataran global pun bisa dengan mudah dilaksanakan, tak terbatasi oleh kehadiran fisik, oleh karena tatap muka pun bisa terlaksana berkat kemajuan teknologi. Di Australia sendiri, penjurubahasaan jenis (b), tetaplah yang paling umum dilakukan, yakni yang disebut ‘liaison interpreting’. Pada prinsipnya, seorang juru bahasa harus memahami halhal teknis yang penting, misalnya dia seyogyanya terlatih dalam ‘note taking’, mengetahui seating arrangement (gambar di atas), menerjemahkan dengan ber‘aku’ (karena juru bahasa adalah the ‘mouth piece’) dan bukannya dengan ‘s/he said’ (seperti dalam laporan), dll. Selain itu, juru bahasa harus memahami budaya dari bahasa yang diterjemahkannya, memahami peristilahan yang digunakan (misalnya istilah hukum kalau ia sering menjadi juru bahasa di pengadilan atau di ‘immigration tribunals’), terlatih menggunakan ingatan dan konsentrasi, menguasai ungkapan khusus (idiom, termasuk dialek, slang, dsb.). Di Australia, community interpreting dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga cara: ‘simultan’, ‘konsekutif’, ‘berbisik’, tergantung kepentingan dan konsensus/konvensi. Dalam penjurubahasaan jenis (c), suasana umum pada dasarnya tidak terlalu berbeda dengan ‘conference interpreting’, hanya saja biasanya juru bahasa tidak perlu berada dalam ‘booth’ dan suasananya tidak terlalu formal. Biasanya tidak ada pidato resmi, melainkan perundingan yang melibatkan beberapa orang saja. Misalnya, pertemuan yang melakukan evaluasi pegawai hotel dan restoran (2-3 orang), pelatihan agen asuransi yang akan memasuki pasar asing (8-10 orang), dsb. (b) Cara penjurubahasaan Pada umumnya terdapat tiga cara penjurubahasaan (modes of interpreting): cara konsekutif (consecutive interpreting), simultan (imultaneous interpreting), dan berbisik (whisper interpreting, juga disebut chuchotage). Cara konsekutif Cara ini kebanyakan digunakan dalam pertemuan bisnis, pertemuan biasa, pertemuan kecil yang informal, pengaduan hukum, pemeriksaan kesehatan, dsb. Pada dasarnya: • juru bahasa mendengarkan pembicara sambil mencatat; • pembicara berhenti pada interval tertentu (sesudah beberapa kalimat)agar juru bahasa dapat menerjemahkannya ke dalam bahasa sasaran; • biasanya jangka waktu penjurubahasaan lebih lama daripada cara simultan, karena ada interval waktu. Cara simultan Cara ini kebanyakan digunakan dalam peristiwa-peristiwa berskala besar, misalnya konperensi, KTT, rapat dewan, pelatihan-pelatihan, yakni yang memerlukan penataan ruang seperti kelas

atau auditorium. Namun, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan cara ini dalam ‘liaison interpreting’ untuk kepentingan masyarakat, misalnya dalam pemeriksaan kesehatan. Pada dasarnya: • juru bahasa mendengarkan pembicara dan langsung menerjemahkannya ke dalam bahasa sasaran, hampir tanpa jarak waktu; • cara simultan yang berskala besar seringkali memerlukan peralatan khusus (seperti ‘booth’); • penggunaan waktunya efektif, karena bersifat ‘real time’ (bila dibandingkan dengan cara konsekutif) Mungkin perlu dicatat di sini bahwa dalam penjurubahasaan konperensi, apalagi yang sangat resmi seperti KTT internasional, seringkali juru bahasa harus rajin ‘berburu’ teks, setidaknya sehari sebelum pelaksanaan tugasnya, misalnya dengan menghubungi panitia pihak negara lain. Seringkali delegasinya sudah mempunyai teks yang tertulis. Hal ini akan sangat memudahkan tugas juru bahasa pada hari pelaksanaan. Cara berbisik Pada dasarnya: • Juru bahasa duduk di belakang partisipan dan menerjemahkan secara langsung melalui bisikan ke telinga pendengar (contohnya: pada zaman Orba, kita seringkali melihat di TV Pak Harto ditemani oleh ‘pak Gundul’ yang menjadi juru bahasanya dan duduk di belakangnya). (c) Contoh kasus Ada dua contoh yang ditayangkan: 1. Community interpreting; 2. TIS (Telephone Interpreting Service). Dalam contoh kasus 1 (lihat lampiran), dapat dilihat contoh ‘community interpreting’. Dalam contoh ini, seorang ibu yang hanya bisa berbahasa Mandarin ingin menanyakan kemajuan belajar anaknya bernama ‘Kar’ kepada Kepala Sekolah. Dalam peristiwa penjurubahasaan ini dapat kita perhatikan hal-hal berikut (melalui video): 1. diperlukannya ‘note taking’; 2. diperlukannya pemahaman peristilahan; 3. diperlukannya pemahaman sistem pendidikan (dalam hal ini sistem Australia); 4. adanya pelanggaran kode etik (lihat kode etik nomor 5 pada 1(c) di atas). Perhatikanlah bagaimana juru bahasa ‘menafsirkan’ ucapan Kepala Sekolah, pada bagian akhir teks (lihat lampiran) Ada beberapa kemungkinan ‘penyebab’ mengapa juru bahasa ‘melanggar kode etik’: 1. dia tidak mengalami persekolahan di Australia dan tidak memahami sistem penilaian yang berlaku, tetapi tidak mau bertanya; 2. juru bahasa memperoleh akreditasi dari ‘tes’ dan tidak terlatih menangani peristiwa yang menimbulkan keraguan baginya. Berdasarkan alasan (2) ini, banyak juga juru bahasa yang memilih menjalani pelatihan formal daripada mengambil tes akreditasi.

TRANSLATOR & INTERPRETER

(a) Type Firstly, it is better to distinguish between translating and interpreting clearly. Both of them are very special skills and generally performed by well-trained bilingual.

Translation deals with written texts, from literary works, legal documents, handy hints, to recipes. Many translators do their work at home and develop networks with clients, experts, and co-workers through their personal computers (at home). The existence of e-mail, Internet and mailing lists has greatly enabled the existence of various convenience for translators. There are translators who are employed by corporations, government agencies and international organizations. Also, many translators work as large team members who are working on linguistic tasks such as voiceover, marketing, software setup, etc.

Otherwise, interpreters are oral translators who are working on-site, although it is possible to do so by telephone (telephone interpreting). There are three types of interpreting in general: (a) conference interpreting activities; (b) a community interpreter; (c) interpreter of business affairs (business interpreting).

For the type interpretation of (a), the interpreter is usually in a booth (for a particular language), and each booth is linked directly to the 'floor' where delegates confer and also booth for other languages. For example, in the 1992 Non-Aligned Summit, the booth for the Indonesian team was linked to the 'floor' and with a team of UN interpreters. Each 'booth' is usually filled by two or more interpreters. Thus, if there is an interpreter who suddenly coughed when translating, then the second interpreter will immediately take over.

If an interpreter can be proficient in two foreign languages which is used in a conference, then that would be great. Thus, for instance, when he listens to an unintelligible 'accented' English user, he can switch his 'switchboard' to the booth next to it (eg 'booth' in French) and 'secondhand' France to Indonesia, even though his speech is in English (the 'accented'). This way has been done in the last Non-Block Summit in Jakarta. Thus, the interpreter does not need to be replaced. [Note: Fortunately in the Non-Block Summit, Indonesia has an advanced interpreter who expert to 4 foreign languages (English, French, Spanish, Portuguese-although Portuguese is not required). In 'conference interpreting', Mode or way of Interpreting is usually done simultaneously (see explanation below). For the type interpretation of (b), ie 'community interpreting', the interpreter usually deals in a rectangular manner with the client (target language) and with the speaker.

Nowadays, in Australia (as well as in the other parts of the world) Telephone Interpreting Service (TIS) has been enabled. As mentioned previously, with the use of technology (either with picture telephones or not), the interpreting is often carried out via tele-conference. Therefore, the interpretation in the global level can be easily implemented, unrestricted by physical presence, because face to face can be done due to technological advancement. . In Australia, the type interpretation of (b), is still the most common, namely the so-called 'liaison interpreting'. In its principle, an interpreter must understand important technical matters, for example, he should be trained in 'note taking', knowing the seating arrangement, translating ber’aku'(because the interpreter is the' mouth piece ' ) instead of 's / he said' (as in the report), etc. In addition, the interpreter must understand the culture of the language which is being translated, understand the terminology used (eg legal terminology if he is often the interpreter in court or in the 'immigration tribunals'), trained in memory and concentration, mastering special expressions (idioms, including dialect, slang, etc.). In Australia, community interpreting can be done using one of the three ways: 'simultaneous', 'conscutive', 'whispering', depending on the interests and consensus / convention. In a type interpretation of (c), the general atmosphere is essentially not very different from 'conference interpreting', it's just that the interpreter usually does not need to be in a booth and the atmosphere is not too formal. Usually, there is no official speech, but the negotiations involving only a few people. For example, meetings for evaluating hotel and restaurant employees (2-3 people), training of insurance agents that will enter foreign markets (8-10 people), etc.

b) The way of interpreting Generally, there are three modes of interpreting: consecutive interpreting, impertanal interpreting, and whisper interpreting, also called chuchotage. Consecutive This method is mostly used in business meetings, regular meetings, informal small meetings, legal complaints, medical examinations, etc. Basically: • the interpreter listens to the speaker while taking notes; • the speaker stops at a certain interval (after a few sentences) so that the interpreter can translate it into the target language; • usually the term of interpreting takes longer than the simultaneous way, because there is a time interval.

Simultaneous way This method is mostly used in large-scale events, such as conferences, summits, board meetings, trainings, which require spatial arrangements such as classes or auditoriums. However, it is not possible to use this method in liaison interpreting for the benefit of society, for example in health examination. Basically: • the interpreter listens to the speaker and directly translates it into the target language, almost indefinitely; • the large-scale simultaneous ways often require specialized equipment (such as a booth); • the use of time is effective, as it is 'real time' (when compared to the consecutive way) It may be worth to be noted here that in the interpretation of the conference, especially for a very official event such as an international summit, it is often necessary for the interpreter to diligently 'hunt' the text, at least a day before the execution of his duties, for example by contacting the committees of other countries. Often delegates already have written text. This will greatly facilitate the task of interpreters on the day of execution. The way of whispering Basically: • The interpreter sits behind the participants and translates directly through a whisper to the listener's ear (for example: in the New Order era, we often see on TV Pak Harto accompanied by a ' Pak Gundul' who became his interpreter and sat behind him).

c) Case examples There are two examples shown: 1. Community interpreting; 2. TIS (Telephone Interpreting Service). In this case 1 of the example (see appendix), we can see the example 'community interpreting'. In this example, a mother who can only speak Mandarin wants to ask her children's learning progress named 'Kar' to the Principal. In this event of interpretation we can note the following (via video): 1. the need for 'note taking'; 2. the need for understanding of terminology; 3. the need for an understanding of the education system (in this case the Australian system); 4. a violation of the code of ethics (see ethic code 5 above on 1 (c) above). Notice how the interpreter 'interprets' the Principal's utterance, at the end of the text (see appendix)

There are several possible 'causes' why do the interpreter break the ethic code : 1. he did not experience schooling in Australia and did not understand the appraisal system, but did not want to ask; 2. the interpreter obtains the accreditation of the 'test' and is not trained to deal with events that cause any doubt for him. Based on this (2) reason, many interpreters also choose to undergo formal training instead of taking accreditation tests.

Related Documents


More Documents from "Mochammad Resha"

For Syntax.pdf
April 2020 4
Teologi_islam.docx
April 2020 12
November 2019 66