BAB I PENDAHULUAN Di kehidupan ini banyak kita temukan beragam manusia dengan warnanya masing-masing. Warna-warna ini menggambarkan emosi yang dimilikinya dan emosi ini mempunyai pengaruh terhadap pengadaan motivasi. Seperti kita ketahui, emosi dan motivasi adalah penting bagi manusia. Dalam mencapai sebuah tujuan, manusia membutuhkan motivasi dan motivasi dihasilkan dari emosi. Dalam menangani masalah-masalah klien, kita perlu mengetahui emosi dan motivasi yang dimilikinya. Hal ini berguna untuk menentukan pendekatan seperti apa yang cocok untuk diterapkan dalam menanganinya. Dalam tulisan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai emosi dan motivasi. Mulai dari pengertian emosi dan motivasi, teori-teori tentang emosi dan motivasi, komponen emosi, dan kaitan emosi terhadap tingkah laku.
BAB II PEMBAHASAN
II.1
PENGERTIAN EMOSI DAN MOTIVASI
II.1.1 Pengertian Emosi Pada dasarnya, manusia memiliki perasaan-perasaan yang menyertai tindakannya yang disebut warna. Emosi merupakan warna-warna kuat dan terarah dalam diri manusia. Contoh-contoh emosi, misalnya marah, gembira, sedih, dan banyak lagi. II.1.2 Pengertian Motivasi Motivasi berkaitan dengan mengapa manusia bertingkah laku, berfikir, dan merasakan apa yang mereka ingin kerjakan. Motivasi mempunyai arah dan berkelanjutan. II.2
TEORI-TEORI MOTIVASI DAN EMOSI
II.2.1 Teori Emosi Dalam garis besar, teori-teori mengenai emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok. Pertama, teori nativistik yang menganggap bahwa emosi itu pada dasarnya merupakan faktor bawaan, dan salah satu penganut paham nativistik adalah Rene Descartes yang menyatakan bahwa manusia sejak lahirnya telah mempunyai enam jenis emosi dasar, yaitu: cinta, kegembiraan, keinginan, benci, sedih, dan kagum. Kedua, teori empiristik yang yang menganggap bahwa emosi terbentuk dari proses belajar. Terdapat beberapa contoh teori dari kelompok empiristik, seperti William James dan Carl Lange, Walter Cannon dan Philip Bard, Stanley Schachter dan Singer, yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Teori Emosi James-Lange Teori ini menganggap bahwa emosi dihasilkan dari keadaan psikologi yang disebabkan oleh suatu stimulus yang berasal dari lingkungan dan emosi terjadi setelah reaksi psikologi. Ini dapat digambarkan dalam suatu diagram:
Untuk menjelaskan diagram di atas, kita dapat mencontohkan situasi dimana seorang mahasiswi sedang berjalan dan kemudian muncul tiga orang pemabuk. Situasi tersebut merupakan situasi yang dapat memunculkan perasaan takut bila situasi tersebut di anggap sebagai suatu situasi bahaya (tetapi tidak memunculkan perasaaan takut bila situasi tersebut dianggap sebagai situasi yang biasa saja, seperti halnya orang biasa lewat begitu saja). Dalam situasi seperti itu mahasisiwi tersebut memunculkan aktivitas tubuh yang khas, seperti denyut jatung berdetak lebih keras, keluar keringat dingin, dan berdiri bulu romanya. Setelah reaksi tubuh tersebut muncul, maka barulah ia mempersepsikan bahwa hal tersebut adalah perasaan takut. Dalam pandangan James-Lange, seseorang mengalami jantung berdetak lebih keras dan berdiri bulu romanya terlebih dahulu baru kemudian ia merasa takut dan bukan sebaliknya. Rasa takut itu muncul dari belajar atau pengalaman karena sejak kecil seorang manusia sudah belajar memahami berbagai emosi. 2. Teori Cannon-Bard Teori ini menganggap bahwa emosi dan reaksi-reaksi psikologis terjadi secara simultan dan berdiri sendiri-diri, bukan karena sebab akibat. Dibandingkan teori James-Lange, teori ini menjelaskan bahwa tubuh memainkan peranan yang kurang penting dan di sinilah letak perbedaan antara kedua teori tersebut. Hal ini dapat dijelaskan dalam sebuah diagram:
Dalam diagram tersebut
Cannon-Bard melihat perlu adanya persepsi
terhadap situasi yang akan memunculkan emosi tertentu, seperti apa yang telah dikemukakan oleh James-Lange. Misalnya saja seperti contoh mahasisiwi di atas. Pada tahap kedua dan seterusnya, Cannon-Bard memberikan penjelasan yang berbeda dengan James-Lange. Cannon-Bard pada tahap kedua, melihat akan muncul reaksi pada hipothalamus(nama salah satu bagian dari otak , yang terletak pada bagian bawah pada struktur otak manusia, yang merupakan pusat integrasi susunan syaraf otonom). Kemudian pada tahap ketiga, output yang keluar dari hipothamalus tersebut dikirimkan kepada dua arah, (1) ke organ tubuh dan otototot eksternal yang terkait dengan saraf otonom yang nantinya akan mengekspresikan emosi tersebut(misalnya pada mimik wajah). (2) ke cerebal cortex di mana pola tersebut muncul sebagai felt emotion (emosi yang dirasakan). Misalnya dalam contoh mahasiswa tersebut, emosi yang muncul adalah perasaan takut. Dari hal tersebut terlihat perbedaan antara James-Lange dan Cannon-Bard, yaitu dalam penekanan pada keindependenan hubungan antara aktivitas tubuh dan emosi yang dirasakan. 3. Teori Dua Faktor Emosi (The Two-Factor Theory of Emotion) Teori ini dikembangkan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer, yang mengemukakan bahwa emosi itu ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu kemunculan aspek psikologis (physiological arousal) dan kesadaran pemberian label (cognitive labeling). Teori ini memfokuskan pada kenyataan bahwa emosi merupakan interpretasi dari bodily arousal, di mana setelah situasi yang memungkinkan munculnya suatu emosi tertentu maka keadaan tubuh dari permunculan dari suatu emosi tertentu itu hampir sama untuk berbagai emosi yang kita rasakan. Meskipun ada perbedaan fisiologis pada pola reaksi masingmasing orang, tetapi kita tidak dapat mempersepsikannya. Hal ini digambarkan dalam sebuah diagram:
Urutan kejadian yang menimbulkan emosi diawali dalam beberapa tahap. Pertama, mempersepsikan situasi yang dapat memunculkan suatu emosi tertentu. Kedua, memunculkan atau mengembangkan keadaan tubuh yang merupakan hasil dari persepsi tersebut. Ketiga, penginterpretasian dan pemberian label terhadap keadaan tubuh yang sesuaik dengan situasi tersebut. Seperti
pada
contoh
sebelumnya,
mahasiswi
tersebut
setelah
mempersepsikan situasi yang ia hadapi sebagai situasi yang berbahaya, maka ia akan memunculkan keadaan tubuh yang umum untuk situasi seperti itu. Munculnya keadaaan tubuh adalah hasil dari persepsi yang ia lakukan. Kemudian mucullah proses penginterpretasian dan pemberian label terhadap emosi yang ia rasakan sesuai dengan situasi tersebut, misalnya perasaan takut. Dari semua teori tersebut, keadaan tubuh yang muncul akibat suatu situasi yang memuculkan emosi adalah muncul tanpa kita sadari, karena diatur oleh sistem syaraf otonom yaitu sistem syaraf yang mengatur bekerjanya alat tubuh di luar kemauan individu, seperti denyut jantung, gerakan usus dll. Dan bukan oleh sistem motorik yaitu sistem saraf yang menggerakan anggota tubuh ataupun sistem sensorik yaitu sistem saraf yang mengatur panca indera. II.2.2 Teori Motivasi Terdapat berbagai pengelompokkan motif yang dilakukan oleh para ahli psikologi, yang mana semua itu bertujuan untuk mempermudah dalam
mempelajari motivasi yang dimiliki seseorang. Berikut adalah pengelompokkan yang dilakukan oleh W.I. Thomas: 1. Motif Rasa Aman Motif ini adalah motif pokok yang meliputi rasa aman dan jauh dari bahaya, dan motif ini didasari oleh beberapa kebutuhan, yaitu: a. Kebutuhan Fisiologis, seperti rasa lapar, haus, dan kebutuhan seksual. Kebutuhan ini tidak mengganggu secara kronis, melainkan hanya timbul sewaktu-waktu dan jika sudah terpenuhi maka akan reda. b. Kebutuhan akan keselamatan, adalah kebutuhan untuk mendapatkan perlindungan dari adanya bahaya, baik yang datang dari dalam diri ataupun dari luar. c. Kepercayaan dan Penyesuaian Diri dengan Lingkungan, kebutuhan ini muncul karena adanya keterbatasan manusia dalam memahami dan mengahadapi fenomena lingkungannya. 2. Motif Respons Motif ini berasal dari kebutuhan akan keselamatan, dan perwujudan dari keinginan manusia untuk berhubungan dengan sesamanya secara lebih intim dan bersahabat, yang bersifat terus-menerus. Misalnya kasih sayang, cinta romantis, dan sosialitas.
3. Motif Pengalaman Baru Motif yang termasuk dalam kelompok ini adalah: a. Variasi Seksual, adalah motif yang mendorong manusia untuk mencari variasi dalam kegiatan seksual. Misalnya gonta-ganti pacar, istri lebih dari satu dll. b. Keingintahuan adalah motif yang mendorong seseorang untuk mengetahui atau menyelidiki hal baru bagi dirinya. c. Peryataan diri adalah kebutuhan untuk medapat pengalaman baru melalui tingkah laku yang tidak biasa dan tidak mau dipengaruhi oleh pendapat lain. d. Motif untuk menyimpang dari rutinitas kehidupan, misalnya liburan dan rekreasi.
e. Dominasi, adalah motif untuk mengungguli atau bahkan menguasai orang lain. 4. Motif Penguasaan Diri Motif ini didasarkan oleh kebutuhan untuk dipandang oleh masyarakat sebagai orang yang mempunyai kepribadian, pandangan, dan nilai-nilai tersendiri. Berikut yang termasuk kelompok ini: a. Harga Diri, adalah penghargaan atau penilaian orang lain terhadap dirinya. b. Status, adalah wujud kebutuhan akan posisi tertentu dalam masyarakat, yang sesuai dengan peran atau tugasnya. c. Prestise, adalah kebutuhan untuk dipandang dan dihargai oleh masyarakat sesuai dengan statusnya. Kemudian Pengelompokkan menurut Abraham Maslom atau disebut juga Hirearki Motivasi Maslow,adalah berdasarkan kebutuhan yang lebih rendah harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum beranjak kepada kebutuhan yang lebih tinggi. Pengelompokkan yang dikemukakan oleh Maslow adalah: 1) Kebutuhan Fisilogis, kebutuhan akan udara, air, makanan, seks, dan lainlain. 2) Kebutuhan Rasa Aman, seperti keamanan, stabilitas, dan keraturan. 3) Kebutuhan akan cinta kasih dan Kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki. 4) Kebutuhan akan penghargaan, seperti prestise dan penggargaan. 5) Aktualisasi Diri, kebutuhan untuk bebas bertingkah laku tanpa adanya hambatan dari luar, untuk menjadikan diri sesuai dengan citra dirinya. Pembagian menurut Morgan, King, Weisz, dan Schoplar yang membagi motivasi ke dalam tiga besar kelompok, yaitu: 1) Motivasi Biologis, mencakup motivasi lapar, motivasi haus, dan motivasi seks. 2) Motivasi Sosial, mencakup motivasi pencpaian dan motivasi kekuasaan. 3) Motivasi Aktualisasi Diri dan Motivasi untuk bertindak efektif. McClelland dan Winter mencoba merumuskan orang dalam hal karateristik terhadap sebuah pencapaian yang lebih tinggi. Rumusannya sebagai berikut: 1) Orang yang lebih menyukai pekerjaan yang memberikan tantangan dan kesuksaan dan tidak menyukai kebalikannya.
2) Orang yang menyukai sebuah pekerjaan yang dapat dibandingkan dengan hasil kinerha teman-temannya yang lain. 3) Orang yang cenderung memilih pekerjaan yang menjajikan peningkatan karir. 4) Orang yang jika mendapat kesuksesan, cenderung meningkatkan taraf aspirasinya secara realistik, kemudian berpindah ke tugas yang lebih sulit dan menantang. 5) Orang yang lebih suka pekerjaan di mana mereka bisa mengontrol hasil pekerjaan mereka. II.3
KOMPONEN EMOSI Dimensi Biologis Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang emosi, sebelumnya akan
dijelaskan mengenai beberapa hal berikut: The Autonomic Nervous System Autonomic Nervous System (ANS) mengirim pesan kepada dan dari organorgan dalam tubuh manusia, memonitor proses seperti bernapas, detak jantung, pencernaan, dll. Autonomic Nervous System dibagi menjadi dua bagian, yaitu Sympathetic Nervous System (SNS) dan Parasympathetic Nervous System (PNS). SNS adalah termasuk kedalam body’s arousal (aspek ketubuhan) yang berpengaruh menyebabkan tubuh menjadi agresif dan dalam keadaan stress. SNS menyebabkan naiknya tekanan darah, semakin cepatnya manusia bernapas, dan mempercepat peredaran darah ke otak dan ke bagian-bagian otot tubuh yang penting. Perubahan ini semua mempersiapkan kita untuk bertindak. disaat yang sama ketika tubuh kita berhenti mencerna makanan, karena ini tidak sesuai untuk tindakan yang akan dilakukan dalam waktu dekat (contohnya dapat dijelaskan mengapa seoang mahasiswa yang akan mengikuti ujian biasanya tidak merasa lapar) PNS merupakan sistem biologis yang berlawanan dengan SNS, yaitu sistem yang membuat tubuh merasa lebih tenang. PNS menyebabkan turunnya detak jantung dan tekanan darah, naiknya aktivitas lambung dan pencernaan, serta melambatnya pernapasan. PNS dan SNS sangat penting untuk memahami emosi manusia. Beberapa emosi lebih aktif daripada emosi yang lain. contohnya, ketika kita marah, tubuh kita
bersiap-siap untuk berkelahi. Jadi kemarahan berhubungan dengan kenaikan aktivitas SNS seperti kenaikan tekanan darah, dan detak jantung. Dengan cara yang sama kebahagiaan dan kesenangan secara umum berhubungan dengan penurunan aktivitas SNS. Arousal & Performa Baru-baru ini, dua psikolog mendeskripsikan tentang peran aspek ketubuhan di dalam performa manusia. Hukum Yerkes-Dodson mengatakan bahwa performa yang paling baik adalah performa dimana kondisi arousal berada pada taraf yang cukup, dibandingkan dengan performa dimana kondisi arousal pada taraf rendah atau tinggi. Taraf arousal yang tinggi dapat menyebabkan suatu individu melakukan suatu kesalahan akibat tidak dapat berkonsentrasinya tubuh dengan tindakan yang dilakukan. Pada taraf arousal yang rendah, individu akan memiliki daya juang dan semangat yang rendah sehingga menghambat performa dari aktivitas individu tersebut. James-Lange and Cannon-Bard Theories James-Lange Theory mengatakan bahwa emosi adalah hasil dari keadaan fisiologis yang dipicu dari stimulus lingkungan. Emosi mengikuti reaksi fisiologis. Contohnya ketika seseorang dimarahi karena kesalahannya, jantungnya berdebar-debar, keringat bercucuran, yang kemudian ia mengartikannya sebagai emosi “takut”, dan “malu”. Namun Cannon-Bard Theory mengatakan bahwa emosi dan reaksi fisiologis terjadi yang disebabkan oleh stimulus-stimulus. Emosi dan reaksi fisiologis adalah dua hal yang masing-masing berdiri sendiri, bukan reaksi sebab akibat. Neural Circuits and Neurotransmitters Berangkat dari masa-masa awal teori emosi, para peneliti emosi lebih tertarik memetakan neural circuitry of emotions, khususnya emosi yang lebih spesifik seperti ketakutan, dan menemukan peran dari neurotransmitters pada emosi.
pada
padangan
biologis
kontemporer,
neural
circuits
dan
neurotransmitters semakin bertambah penting. Amygdala secara khusus memainkan peranan yang penting pada sirkuit ini. Syaraf neural dari salah satu emosi (contoh : ketakutan) telah dipetakan secara baik (di otak). ketika individu menerima sebuah stimulus eksternal, pesan dari neural dikirimkan kepada thalamus. Dari sini, informasi tersebut berpindah melalui dua tahap : (1) menuju
cerebral cortex dimana proses informasi yang lebih luas mengambil peran atau (2) secara langsung menuju ke amygdala. Rute dari thalamus menuju amygdala tidak memerlukan proses cortical yang lebih tinggi. Rute tersebut cepat, otomatis dan didalam bawah sadar. Jadi, amygdala muncul sebagai struktur yang penting dalam neural circuitry pada emosi melalui hubungan-hubungan dengan beberapa daerah pada otak. Dalam hal untuk memetakan struktur pokok otak terkait dalam syaraf neural pada emosi, para peneliti juga tertarik dengan peran bahwa neurotransmitters berperan dalam syaraf-syaraf ini. Endorphins dan dopamine mungkin terkait dalam emosi-emosi yang positif seperi bahagia, dan norepinephrine mungkin berfungsi dalam mengatur arousal. Banyak yang telah kita kemukakan tentang emosi terfokus pada dasar fisiologisnya. Ketika faktor fisiologis memainkan peranan penting pada emosi, proses kognitif sedang bekerja dengan baik. Dimensi Kognitif Apakah emosi bergantung pada pikiran? Apakah kita merasakan senang hanya ketika kita berpikir bahwa kita sedang senang? Teori-teori kognitif terhadap emosi mengacu pada poin yang sangat penting, yaitu emosi selalu mempunyai komponen kognitif. Salah satu teori kognitif yang mendukung pernyataan tersebut adalah dengan adanya teori bahwa kinerja otak dan tubuh berpengaruh dalam membentuk suatu emosi. The Two-Factor Theory of Emotion Stanly Schachter dan Jerome Singer (1962) mengembangkan sebuah teori tentang emosi yang membuat kognitif memiliki peran yang lebih besar di dalam pembentukan emosi. Ada dua faktor bertahap yang dijelaskan mereka berdua, yaitu Physiological Arousal dan Cognitive Labeling. Sebagai contoh, jika anda merasa senang setelah seseorang memuji anda, maka anda akan menyebut perasaan tersebut sebagai “senang”. Dalam contoh tersebut, tahap Physiological Arousal adalah ketika anda merasa senang setelah dipuji, dan cognitive labeling adalah saat anda mengganggap perasaan tersebut sebagai senang. Untuk menguji teori mereka pada emosi, Schachter and Singer (1962) menginjeksi beberapa orang dengan epinephrine, sebuah obat yang menghasilkan
respon arousal yang tinggi. Setelah sukarelawan tersebut diberi obat, mereka memerhatikan perilaku seseorang dengan cara yang ekstrim (melemparkan kertaskertas ke tempat sampah) atau dengan cara marah (membanting pintu keluar ruangan). Seperti yang telah diperkirakan, cara ekstrim dan perilaku marah tersebut mempengaruhi interpretasi kognitif orang-orang tersebut terhadap aspek ketubuhan mereka (arousal). Ketika mereka sedang dengan orang yang senang, mereka menilai diri mereka sebagai “senang”, ketika mereka dengan orang yang marah, mereka mengatakan bahwa mereka sedang marah. Tetapi efek tersebut hanya ditemukan jika orang-orang tersebut tidak diberitahu tentang efek sebenarnya dari obat tersebut. ketika orang-orang tersebut telah diberitahu bahwa obat tersebut akan menaikkan detak jantung mereka dan membuat mereka gugup, mereka mengatakan bahwa alasan dari arousal mereka merupakan hasil dari obat tersebut, bukan dari perilaku orang lain. The Primacy Debate : Cognition or Emotion? Richard Lazarus (1991) percaya bahwa aktivitas kognitif adalah sebuah prasyarat untuk emosi. ia mengatakan kita secara kognitif menilai diri kita dan keadaan sosial kita. Penilaian, dimana termasuk kedalamnya nilai, tujuan, komitmen, kepercayaan, dan ekspetasi, menentukan emosi kita. Seseorang mungkin merasa senang karena mereka memiliki komitmen relijius yang dalam, atau ketakutan karena mereka menyangka bahwa mereka gagal dalam sebuah ujian. Robert Zajonc (1984) tidak sependapat dengan Lazarus. Ia mengatakan bahwa emosi lah yang utama, dan pikiran kita adalah hasil dari emosi. mereka berdua benar. Lazarus lebih mengutamakan ke sebuah kelompok yang merupakan kejadian yang berhubungan, yang terjadi pada waktu yang lebih lama, dimana Zajonc mendeskripsikan sebuah kejadian atau sebuah pilihan lain yang lebih sederhana untuk sebuah stimulus daripada yang lain. lazarus berbicara tentang cinta yang mengalir berbulan-bulan bahkan tahunan, sebuah rasa komitmen terhadap
komunitasnya,
dan
merencanakan
pengunduran
diri;
Zajonc
membicarakan tentang sebuah kecelakaan mobil, dsb. Beberapa dari reaksi emosional adalah terjadi secara instan dan kemungkinan bukan merupakan penilaian kognitif. Keadaan emosional yang lain, khususnya yang terjadi pada waktu yang lama, seperti depresi atau kemarahan kepada teman, lebih termasuk pada penilaian kognitif.
II.4
HUBUNGAN EMOSI DAN TINGKAH LAKU Definisi dalam emosi tidak hanya termasuk dalam komponen psikologis
dan kognitif, tetapi juga komponen tingkah laku. Komponen dalam tingkah laku dapat berupa tingkah laku verbal dan nonverbal. Dimensi tingkah laku dalam emosi lebih memfokuskan perhatian pada tingkah laku nonverbal, yaitu ekspresi wajah. Para peneliti emosi telah terpesona pada kemampuan manusia untuk mendeteksi emosi seseorang melalui ekspresi wajah orang tersebut. Menurut penelitian Paul Ekman dan rekannya, pada umumnya manusia dapat mendeteksi enam emosi dasar, yaitu: bahagia, marah, sedih, terkejut, jijik, dan takut. Ekspresi wajah tidak hanya mencerminkan emosi seseorang, tetapi juga dapat mempengaruhi emosi orang tersebut. Facial Feedback Hypothesis menyatakan bahwa ekspresi wajah dapat mempengaruhi emosi sebaik merefleksikannya. Dalam pandangan ini, otot wajah mengirim sinyal ke otak, yang membantu seseorang mengenali emosi yang sedang mereka rasakan. Contohnya kita merasa lebih senang jika kita tersenyum dan merasa lebih sedih saat mengerutkan dahi. Dimensi Sosiokultural Budaya dan Pengekspresian Emosi
Darwin berpendapat bahwa ekspresi
wajah pada manusia adalah bawaan sejak lahir. Sampai sekarang para psikolog masih percaya bahwa emosi, terutama ekspresi wajah, memiliki ikatan yang kuat dengan hal biologis. Universalitas ekspresi wajah dan kemampuan seseorang dari kebudayaan yang berbeda untuk memberi label emosi yang berada dibalik ekspresi wajah telah diteliti secara luas oleh Paul Ekman. Penelitian Paul Ekman mengungkapkan bahwa banyaknya ekspresi emosi pada wajah tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. Berbeda dengan ekspresi wajah yang bersifat universal, kebiasaan yang ditunjukkan
dalam emosi tidak sama dalam semua budaya. Kebiasaan yang
ditunjukkan atau display rules adalah standar sosiokultural yang menetapkan kapan, di mana dan bagaimana emosi seharusnya ditunjukkan. Contohnya, bahagia adalah ekspresi emosi yang bersifat universal, namun kapan, di mana dan bagaimana bahagia itu ditunjukkan dapat berbeda antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.
Tambahan dalam ekspresi wajah, emosi juga diekspresikan dalam dalam banyak sinyal nonverbal seperti gerak tubuh, posisi tubuh dan isyarat. Beberapa sinyal standar nonverbal merupakan indikasi universal dari emosi tertentu, sama seperti ekspresi wajah. Contohnya jika seseorang depresi, Ia tidak hanya menunjukkan ekspresi wajah sedih, tetapi juga gerakan tubuhnya lambat, kepalanya yang tertunduk, dan posisi tubuhnya yang seperti merosot. Tetapi banyak sinyal emosi nonverbal lainnya yang berbeda antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. Contohnya ciuman antara laki-laki dengan laki-laki adalah hal yang wajar dalam beberapa kebudayaan, seperti di Yaman, tetapi tidak wajar dalam kebudayaan lain, seperti di Amerika Serikat. Pengaruh Gender
Para peneliti menemukan bahwa perempuan dan laki-laki
lebih sering memiliki cara yang sama dalam mengalami emosi dibandingkan dengan stereotype utama yang selama ini kita yakini. Perempuan dan laki-laki sering kali menunjukkan ekspresi wajah yang sama, menggunakan bahasa yang sama dan menunjukkan perasaan yang sama tentang pengalaman hidup mereka. Hal ini menunjukkan stereotype utama, yaitu perempuan merupakan makhluk yang emosional sedangkan laki-laki tidak, bukan merupakan gambaran menyeluruh karena sesungguhnya emosi perempuan dan laki-laki jauh lebih kompleks. Dalam banyak pengalaman emosi, peneliti tidak menemukan banyak perbedaan antara perempuan dan laki-laki−keduanya sama-sama mengalami cinta, cemburu, cemas dalam situasi sosial baru, marah saat dihina, merasa sedih saat hubungan yang dekat berakhir, dan merasa malu saat melakukan kesalahan di depan umum (Tavris & Wade, 1984). Ketika kita keluar dari stereotype utama dan mempertimbangkan beberapa pengalaman emosional yang spesifik dan kepercayaan tertentu mengenai emosi, jenis kelamin adalah masalah utama dalam memahami emosi. Kemarahan misalnya, laki-laki lebih sering memperlihatkan kemarahannya apabila ditantang dan lebih terlihat agresif dibanding perempuan. Perbedaan perempuan dan laki-laki dalam masalah emosi lebih sering terlihat di dalam peranan sosial yang menonjol atau di dalam suatu hubungan. Contohnya, perempuan mungkin lebih sering menceritakan tentang perasaannya dalam suatu hubungan dari pada laki-laki dan perempuan lebih sering mengekspresikan rasa takut dan sedihnya dibanding laki-laki terutama kepada teman dan keluarganya
Pengklasifikasian Emosi Emosi adalah hal yang kompleks dan bervariasi. Salah satu cara dalam mengklasifikasikan emosi adalah the wheel model. The Wheel Model
Beberapa psikolog telah mengklasikikasikan emosi yang
kita rasakan dengan menempatkannya dalam sebuah roda (wheel). Salah satu modelnya diciptakan oleh Robert Plutchik (1980). Dia meyakini bahwa emosi memiliki empat dimensi: 1) Bersifat positif atau negatif Gembira dan antusiasme merupakan emosi positif, sedangkan sedih dan marah adalah emosi negatif. 2) Bersifat dasar atau tercampur Plutchik juga meyakini bahwa emosi bersifat seperti warna. Setiap warna dalam spektrum dapat dihasilkan dengan mencampurkan warna dasar. Mungkin saja beberapa emosi merupakan emosi dasar dan jika dicampurkan, mereka bergabung membentuk semua emosi lainnya. Bahagia, jijik, terkejut, sedih, dan takut adalah emosi dasar. Penggabungan emosi-emosi dasar yang berdekatan satu sama lain akan menghasilkan emosi lainnya. 3) Banyak yang bersifat bertentangan. Seperti kasih sayang dan kebencian, optimisme dan kekecewaan. 4) Bervariasi dalam intensitasnya
BAB III PENUTUP Pada dasarnya setiap manusia memiliki emosi, emosi tersebut mempunyai kaitan dengan motivasi yang memengaruhi tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Pada prakteknya tujuan mempelajari emosi dan motivasi berkaitan dengan bidang psikologi bagi praktisi kesejahteraan sosial berimbas pada analisis tingkah laku dalam intervensi mikro. Pengetahuan mengenai emosi dan motivasi berkaitan erat dengan kemampuan menjalin hubungan dengan individu, kelompok, atau individu dalam kelompok. Emosi dan motivasi juga terkait dengan isu-isu perkembangan, hubungan antarpribadi, dan kehidupan sosial antara pekerja sosial dengan klien dan memerlukan pemahaman mengenai konteks dalam pekerjaan sosial baik di tingkat mikro, maupun di tingkat makro. Ketika praktisi kesejahteraan sosial mendapatkan seseorang yang mengalami disfungsi sosial, maka ia bisa menerapkan metode motivasi dan emosi dalam menangani individu tersebut sehingga dapat berfungsi kembali sesuai dengan tuntutan lingkingan padanya.
DAFTAR PUSTAKA •
Adi, Isbandi Rukminto. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Pekerjaan Sosial : Dasar-dasar Pemikiran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
•
Santock, John W. 2000. Psychology. NY: McGraw Hill Companies, Inc.