Nama
: Mita Agustina
NIM
: 03031181621015
Shift/Kelompok
: Jumat Siang/4
USAR Pemenuhan gizi yang diperlukan tubuh adalah hal yang harus dipenuhi untuk menjaga keberlangsungan hidup. Ada banyak nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, antara lain karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Protein menjadi penting dalam pemenuhannya karena berfungsi sebagai senyawa pembawa dalam tubuh (carrier), penyusun antibodi sebagai sistem kekebalan tubuh, berperan sebagai hormon, buffer tubuh untuk menjaga pH darah, dan dalam bentuk enzim berguna sebagai katalisator pada berbagai reaksi biokimia tubuh (Sudana, 2016). Sumber protein digolongkan menjadi dua, yaitu protein hewani dan protein nabati. Bahan makanan yang mengandung protein dan sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, antara lain ikan segar, udang, ayam, tempe, tahu, dan daging. Tempe menjadi sumber protein nabati yang paling banyak dikonsumsi. Tempe adalah bahan makanan terbuat dari kedelai yang melalui proses fermentasi dengan menginokulasikan Rhizopus Oligosporus tanpa penambahan garam atau bahan yang lain. Fermentasi pada pembuatan tempe tidak menaikkan kandungan proteinnya, tetapi kelarutan protein dapat meningkat hingga 50%. Hal tersebut disebabkan karena kapang yang tumbuh selama fermentasi tempe dapat memproduksi enzim protease untuk memecah protein kompleks menjadi protein yang lebih sederhana, peptida atau asam amino. Selain meningkatkan kualitas protein tempe, fermentasi juga menyebabkan terjadinya penurunan jumlah lipid, melepaskan asam fitat pada kedelai sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas mineral bahkan meningkatkan kandungan isoflavon yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Tempe dikemas dengan beberapa kemasan, seperti plastik, daun pisang, daun bambu, daun jati, dan daun waru. Tempe yang ada dipasaran umumnya dibungkus menggunakan plastik karena kemasan plastik relatif lebih bersih dari daun, kuat, mudah didapatkan, bentuk dan ukuran bisa divariasikan sesuai keinginan sehingga bentuk dan ukuran tempe juga akan bervariasi mengikuti kemasannya. Mengemas tempe dapat menggunakan kemasan plastik, tetapi penggunaannya harus dilubangi pada kedua permukaannya agar suplai oksigen cukup sampai pada bagian tengah tempe. Tempe dengan kemasan daun pisang masih sering dijumpai di pasar tradisional atau
supermarket dibanding daun jati dan daun waru. Daun pisang masih banyak digunakan karena daun pisang lebih mudah ditemukan walaupun memiliki kelemahan, yaitu mudah robek, bentuk dan ukurannya harus menyesuaikan dengan lebar daun. Daun waru dan daun jati tidak hanya digunakan untuk mengemas tempe, tetapi juga digunakan sebagai usar. Usar adalah inokulum atau ragi alami dari daun kering yang umumnya menggunakan daun waru (Owens, 2015). Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus pada daun waru yang sekarang ini merupakan salah satu kapang pada ragi yang sengaja diinokulasikan untuk membuat tempe. Oleh karena itu, penggunaan daun sebagai kemasan akan meningkatkan kualitas fermentasi tempe yang dilihat dari protein terlarutnya. Protein terlarut dipengaruhi oleh enzim protease yang dihasilkan oleh kapang dalam ragi yang dimungkinkan ada secara alami pada daun. Selain tempe, ada beberapa produk pangan yang menggunakan kedelai sebagai bahan bakunya, seperti tahu, oncom, tauco sehingga dibutuhkan stok kedelai yang mencukupi. Informasi pemilihan jenis kedelai dan jenis kemasan tempe yang memiliki karakteristik kimia terbaik diperlukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan kemasan plastik, daun pisang, daun waru, dan daun jati pada tempe yang dibuat dari kedelai impor dan kedelai lokal terhadap kadar air, kadar protein dan kadar protein terlarutnya. 1.
Laru Tempe Laru sebenarnya adalah bibit dalam pembuatan tempe yang mengandung
spora-spora kapang yang pada pertumbuhannya mampu menghasilkan enzimenzim hidrolitik yang mampu menguraikan substratnya menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna. Kapang yang berperan dalam pembuatan tempe merupakan kapang yang berasal dari genus Rhizopus. Genus dari tempe tersebut, jenis yang paling sering ditemukan adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus Oryzae. Beberapa perbedaan kapang yang tumbuh pada tempe dari daerah yang berbeda pula. Pada tempe Malang, kapang yang banyak ditemukan adalah jenis Rhizopus oryzae, Rhizopus arrhizus, Rhizopus oligosporus, dan Mucor rouxii. Pada tempe dari daerah Solo, ditemukan Rhizopus stolonifer dan Rhizopus oryzae. Pada tempe yang terdapat di daerah Jakarta, ditemukan kapang Mucor javanicum dan Trichosporus pullulans. Untuk menghasilkan tempe yang baik, terdapat beberapa
jenis spesies, yaitu Rhizopus oligosporus, Rhizopus arrhizus dan Rhizopus stolonifers. Namun, Rhizopus oligosporus merupakan kapang utama dalam pembuatan tempe. Kapang yang digunakan untuk pembuatan laru haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu diantaranya sebagai berikut 1.
Produktivitas spora tinggi.
2.
Viabilitas spora yang dihasilkan seragam dan memiliki stabilitas genetik dalam waktu beberapa bulan.
3.
Spora cepat terdispersi pada substrat.
4.
Spora mampu bergerminasi dalam waktu singkat.
5.
Bebas dari organisme kontaminan. Sifat dari beberapa jenis kapang yang umum ditemukan pada ragi tempe
adalah Rhizopus oligosporus, merupakan kapang pemeran utama dalam fermentasi tempe. Di dalam sistematika kapang ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut koloni tampak pucat berwarna abu-abu kecoklatan. Sporangiofora soliter atau dalam kelompok yang terdiri dari lebih 4 sporangiofora yang tumbuh ke arah udara dan tingginya mencapai 1 m dan diameter 10-18 mm. Sporangiofora muda berwarna transparan yang berangsur-angsur menjadi kecoklatan. Rhizoid bercabang pendek dan tumbuh berlawanan dengan sporangiofora yaitu ke arah substrat dengan dinding sel halus atau agak kasar. Sporangiofora yang telah masak berbentuk bulat berwarna coklat sampai hitam dengan diameter 100-180 mm, dan di dalam sporangiofora terbentuk spora sebagai alat perkembangbiakan. Spora berupa sel-sel tunggal bentuk tidak beraturan antara bulat sampai oval dengan diaeter 7-10 mm. Rhizopus oryzae adalah jenis kapang yang berpotensi pula dalam fermentasi tempe, walaupun tingkat kecepatan fermentasinya lebih lambat dibandingkan dengan Rhizopus oligosporus. Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut yaitu koloni berwarna putih yang berangsur-angsur menjadi abu-abu kecoklatan. Stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning kecoklatan. Sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara baik tunggal maupun berkelompok (hingga 5 sporangiofora). Rhizoid tumbuh berlawanan dan terletak di posisi yang sama dengan sporangiofora. Sporangia globus dengan dinding berspinulosa (duri-duri pendek) yang berwarna coklat gelap sampai coklat hitam bila telah masak. Kolumela oval hingga bulat dengan dinding halus atau kasar.
Rhizopus Stolonifer, kapang ini memiliki kemampuan fermentasi kedelai lebih rendah daripada R.oryzae, karena kecepatan pertumbuhan yang lebih rendah. Ciri-ciri morfologinya adalah koloni putih yang berangsur-angsur menjadi abu-abu kecoklatan oleh
adanya
perubahan
pada
sporangiofora dan sporangia.
Sporangiofora tunggal atau berkelompok, tidak berwarna hingga coklat gelap. Berdasarkan sifat ketiga jenis kapang tersebut, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pokok terdapat pada sporangiofora, spora, dan temperatur pertumbuhannya. 2.
Pembuatan Laru Usar Pembuatan tempe dikenal beberapa macam ragi atau laru tempe yang
digunakan dalam proses fermentasi agar dihasilkan tempe dengan kualitas tinggi. Secara tradisional para pengrajin membuat laru tempe dengan menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe tersebut diiris-iris tipis, dikeringkan, digiling menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai bahan inokulum dalam proses fermentasi. Laru lain yang sering dipakai adalah miselium kapang yang tumbuh di permukaan tempe. Salah satu macam laru dari Jawa Tengah disebut usar, dibuat dengan cara membiarkan spora kapang dari udara tumbuh pada kedelai matang, yang ditaruh antara dua lapis daun waru dan daun jati atau daun pisang bekas pembungkus tempe. Setelah itu laru diremas-remas lalu dicampurkan ke dalam biji kedelai yang hendak dilakukan peragian. Membutuhkan 2 atau 3 lembar daun yang mengandung laru untuk membuat tempe dengan 1 kg kedelai. Terjadi kesulitan memperoleh laru daun karena laru daun tidak dapat disimpan lama dan jumlah pemakaian sulit dipastikan. Oleh karena itu banyak pengrajin tempe membeli laru buatan berbentuk tepung dipasar atau dikenal laru instan. Bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat laru adalah beras, terigu dan air bersih. Air bersih dipakai juga dalam proses produksi tempe untuk mencuci serta merebus biji kedelai sebelum proses fermentasi. Jasad renik atau mikroorganisme adalah makhluk hidup yang terdiri dari satu atau beberapa kumpulan sel dengan ukuran beberapa mikron. Jasad renik bisa disebut juga sebagai bakteri. Proses enzimatik, jasad renik ini memiliki peran di dalam proses perubahan senyawa organik menjadi energi dan senyawa anorganik.
Keuntungan yang dapat diberikan oleh suatu jasad renik dalam berbagai macam proses adalah berperan didalam proses fermentasi, meningkatkan gizi makanan pada tempe, dan memperbaiki aroma serta rasa. Berperan didalam proses fermentasi yaitu tempe, kecap, oncom, taoco, sosis, keju, tapai, bir, brem, dan anggur adalah beberapa jenis makanan yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian. Ada beberapa jasad renik yang bertugas didalam proses peragian. Rhizopus oligosporus dan Rhizopus stolonifer yang digunakan untuk mengubah kacang kedelai menjadi tempe. Endomycopsis fibuligera juga mempunyai kemampuan mengubah tepung pati menjadi gula. Rhizopus oryzae yang mengubah gula menjadi alkohol, banyak dipakai dalam pembuatan bir, brem, atau minuman anggur. Proses pembuatan tempe, suatu protein kedelai dapat diubah menjadi asam amino yang mudah diserap oleh tubuh dalam sistem metabolisme tubuh. Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk inokulasinya. Secara tradisional, terdapat beberapa jenis laru, diantaranya usar, laru dari tempe, laru beras, dan laru singkong. Masyarakat mengenal laru tempe yang disebut usar. Usar sebenarnya adalah daun jati atau daun waru yang permukaannya telah mengandung spora kapang. Cara pembuatan usar dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya yaitu persiapan kedelai, persiapan daun, dan pemeraman. Persiapan kedelai yang dilakukan sama halnya dengan persiapan kedelai untuk pembuatan tempe, yaitu melalui tahap pencucian kedelai, perebusan, perendaman, pengupasan kulit, pengukusan, penirisan dan pendinginan, serta pemberian laru. Tahapan persiapan daun dilakukan dengan melayukan daun yang akan digunakan, baik daun jati maupun daun waru. Kemudian pada bagian permukaan bawah daun ditaburi kedelai yang telah dicampur laru. Selanjutnya daun tersebut disusun pada suatu wadah dengan sistem lapis yaitu saling menutup antara satu daun dengan daun yang lain. Bagian atasnya ditutup dengan kain saring atau plastik. Pemeraman tahap pertama dilakukan dengan kondisi menutup bagian atas rak selama 24-36 jam, kemudian diperam lagi. Pada pemeraman selanjutnya daun dibiarkan masing-masing dan dibiarkan terbuka selama 3 hingga 7 hari. Tahap ini sekaligus tahap pengeringan. Kondisi cuaca basah, maka sesekali daun tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari agar tidak membusuk.
DAFTAR PUSTAKA Azizah, A. 2007. Formulasi Laru Tempe Terstandar dari Isolat Usar Daun Waru (Hibiscus Tiliaceus). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Owens, dkk. 2015. Tempe and Related Product in Indigenous Fermented Food of Southeast Asia. Boca Raton (US): CRC Sudana dan Wirya. 2016. Manfaat Beberapa Jenis Mikroba Yang Diisolasi dari Kayu Laru (Peltophorum Pterocarpum.) dan Mur Sebagai Starter dalam Pembuatan Laru dan Sopi di Pulau Timor. J. Agric. Sci. and Biotechnol. 5(1): 23020-113.