FISIKA SMA
MINI RISERT ANALISIS MISKONSEPSI FISIKA PADA MATERI FLUIDA DINAMIS DosenPengampu : Dr.Nurliana Marpaung M.si
M Rizki Afif Batubara (4161121016) FISIKA DIK B 2016
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2017 / 2018
KATA PENGANTAR
i
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah FISIKA SMA yang berjudul MINI RISET . Kami pula berterimah kasih kepada bapak dosen yang sudah memberikan bimbingannya. Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena itu kami meminta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimah kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Medan,17 Maret 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………........................................
iii
DAFTAR ISI……………...………………………………………………………...
iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..…………..
4
Latar Belakang.............................……..…………………………….…..
4
Tujuan .............................………………………………………….…..…..
5
Manfaat ........……………………………………………....……………….
5
BAB II Landasan Teori......………….……....…………………………….... Tinjauan Teoritis..…………………….....……………....………..............
7 7
BAB III Metodologi.......…………………………………………………………
11
Metode Penelitian................................………...………………………...
11
BAB IV Pembahasan.....…………………………………………………………
11
BAB V Penutup..............…………………………………………………………
14
Kesimpulan...............................................………...…………………….
14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
19
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Proses belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (Nisa, et all 2014). Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, seorang guru sebagai pendidik memiliki peran dan pengaruh sangat penting untuk siswa dalam membangun karakter siswa di sekolah dan harus mampu menciptakan suasana belajar mengajar yang aktif, menyenangkan dan membuat siswa terkesan dalam kegiatan pembelajaran agar siswa dapat menyerap dan menerima ilmu yang mereka dapatkan sebagai bekal kehidupannya kelak. Khususnya dalam mata pelajaran Fisika yang memiliki tujuan pembelajaran, salah satunya adalah untuk menghantarkan siswa menguasai konsep-konsep Fisika dan menghubungkan konsep Fisika tersebut dengan kehidupan sehari-hari (Saputri, et all 2015). Sehingga siswa memiliki pemahaman konsep Fisika yang sesuai dengan literatur dan kesepakatan para ahli. Pemahaman konsep itu sendiri merupakan dasar dari sebuah konsep sebelum siswa menjabarkan konsep tersebut ke dalam rumus-rumus (Amin, et all 2016). Namun dalam faktanya, selama proses kegiatan pembelajaran di kelas, umumnya masih memusatkan guru sebagai sumber belajar atau teacher centered. Pada penelitian sebelumnya terdapat 66,20% guru menyampaikan materi pembelajaran konsep Fluida Dinamis dengan menggunakan metode ceramah yang kurang melibatkan siswa aktif dalam proses pembelajaran, melainkan menjadikan siswa pasif di dalam kelas (Nugraha, et all 2016; Alfiyah, et all 2016). Hal ini dapat menyebabkan siswa tidak selalu dapat menyerap informasi yang disampaikan pendidik sepenuhnya, khususnya pada mata pelajaran Fisika yang memuat banyak konsep ilmiah, sehingga adakalanya konsep yang dipahami siswa tidak sesuai atau berbeda dengan konsep yang dianut oleh para ahli (Syahrul, et all 2015). Ketidaksesuaian pemahaman yang sering dialami oleh siswa disebut dengan miskonsepsi 4
atau konsep alternatif. Miskonsepsi merupakan hambatan bagi siswa untuk memahami dan menguasai materi karena miskonsepsi dapat dikatakan suatu kesalahan. Menurut Mursalin pembelajaran Fisika lebih menekankan pada pemahaman dibandingkan ingatan (Mursalin 2014). Untuk memperoleh pemahaman tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori melalui proses berpikir ilmiah, proses pembelajaran Fisika tidak hanya menyajikan ide-ide baru pada siswa melainkan mengubah ide-ide lama yang dimiliki siswa, karena pada saat siswa memasuki tahap belajar yang baru, siswa tidak datang dengan pikiran kosong, melainkan sudah memiliki pengetahuan awal dari pengalamannya sehari-hari dan informasi yang didapatkan dari lingkungan sekitar (Zuhri, et all 2014). Oleh karena itu, dalam pembelajaran Fisika masih terdapat permasalahan tentang siswa yang mengalami miskonsepsi. Menurut Suparno miskonsepsi dalam bidang Fisika paling banyak berasal dari diri siswanya sendiri yang dapat dikelompokkan dalam beberapa hal antara lain: prakonsepsi atau konsep awal siswa, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap/salah, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa dan juga minat belajar siswa itu sendiri (Suparno, et all 2005). Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dalam mata pelajaran Fisika harus segera dapat diatasi karena dapat menghambat siswa dalam memahami konsepkonsep ilmiah (Alfian 2015). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian sebelumnya pada salah satu SMA di Kota Bandung bahwa pada konsep Fluida Dinamik terdapat 42,61% siswa berpotensi miskonsepsi (Sholihat, et all 2016). Salah satu cara untuk mengetahui miskonsepsi pada siswa adalah dengan tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang dapat digunakan untuk mengetahui secara tepat dan memastikan kelemahan dan kekuatan siswa pada pelajaran tertentu (Zaleha, et all 2017 ).
B. Rumusan masalah 1. Apa itu minskonsepsi ? 2. Mengapa terjadi minskonsepsi pada dalam kelas ? 3. Bagaimana cara guru agar tidak terjadi minskonsepsi dalam kelas ?
C. Tujuan 5
1. Ingin mengetahui miskonsepsi pada mata pelajaran fisika tepatnya pada materi fluida dinamis 2. Ingin
mengidentifikasi
kelemahan
konsep
sebagai
penyebab
terjadinya
miskonsepsi tersebut 3. untuk mengetahui penurunan jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi fluida dinamis
BAB II
6
LANDASAN TEORI Miskonsepsi dalam Pembelajaran dan Pemahaman Konsep Dalam proses pembelajaran dibagi menjadi dua proses yaitu: asimilasi, dimana siswa menggunakan konsep yang telah ada untuk menyelesaikan permasalahan yang baru dan akomodasi, dimana siswa harus mengubah konsep pokok mereka karena tidak sesuai dengan permasalahan yang ada (Suparno, 2013:87). Sehingga siswa tidak hanya menghafalkan konsep saja tetapi juga menghubungkan konsep tersebut dengan konsep lain. Dalam hal ini menuntut siswa memiliki pemahaman konsep baik. Salah satu yang menjadi penyebab rendahnya hasil dari tes yang diperoleh siswa karena kurangnya pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan sehingga siswa mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan karakteristik dari ide-ide atau gagasan siswa akan konsep yang berbeda dari definisi konsep yang diterima dan diyakini kebenarannya oleh para ahli (Kirbulut, 2014:509; Suparno, 2013:4). Penyebab miskonsepsi dapat bersumber dari siswa, guru, buku teks, dan konteks yang digunakan. Kesalahan-kesalahan siswa yang mengakibatkan miskonsepsi antara lain: prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, alasan yang tidak lengkap, pemikiran intuitif, tahap perkembangan kognitif belum sempurna, kemampuan siswa, dan minat belajar siswa rendah (Suparno, 2013:2957). Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dialami siswa dapat diketahui dengan cara tes diagnostik. Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui apakah siswa tersebut mengalami miskonsepsi atau tidak dan juga sebab-sebab kegagalan siswa dalam proses pembelajaran (Suwarto, 2013:188). Kaltakci, dkk., (2015:992-994) dalam penelitiannya menyebutkan beberapa alat diagnostik antara lain: wawancara, tes soal terbuka atau essay, tes pilihan ganda, dan tes pilihan bertingkat Eureka Pendidikan. Wartono, dkk (2004:10) mengemukakan konsep adalah gagasan atau abtraksi yang dibentuk untuk menyederhanakan lingkungan. Sedangkan Euwe van den Berg (1991:8) mengemukakan konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir. Konsep dibentuk dengan menggolongkan hasil-hasil pengamatan dalam suatu kategori 7
tertentu. Konsep disebut abstraksi karena konsep menyatakan proses penggambaran pada berbagai pengalaman aktual. Konsep tersusun sebagai penggambaran mental atas pengalaman yang teramati. Konsep tidak hanya diperoleh dengan hanya pengamatan seperti melihat, mendengar atau merasa. Berbagai pengamatan harus dilakukan untuk mendapatkan kategori-kategori dan berdasar kategori inilah konsep dapat dibentuk. Kemampuan untuk membuat kesimpulan, kategori dan pola dalam bentuk konsep-konsep sangat penting untuk menyimpan berbagai informasi yang diterima. Jika manusia tidak mampu membentuk konsep maka akan banyak sekali hal-hal yang manusia harus ingat. Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan setiap konsep berhubungan dengan konsep-konsep yang lain. Semua konsep bersama membentuk jaringan pengetahuan dalam kepala manusia. Semakin lengkap, terpadu, tepat dan kuat hubungan antara konsep-konsep dalam kepala seseorang, semakin pandai orang itu. Keahlian seseorang dalam suatu bidang studi tergantung lengkapnya jaringan konsep di dalam kepalanya. Berdasarkan hal tersebut, maka konsep pada manusia terbentuk pada saat manusia mulai mampu untuk melakukan pengamatan terhadap lingkungan, kemudian memberikan tanggapan mental berupa informasi yang tersimpan dalam pemikirannya. Dengan demikian seorang anak sebelum mengikuti proses pendidikan dasar maka telah ada konsep-konsep terhadap lingkungannya. Konsep-konsep awal yang dimiliki oleh siswa sebelum pembelajaran disebut prakonsepsi. Prakonsepsi dipengaruhi oleh pengalaman langsung, pengalaman berpikir, pengalaman fisik dan emosional melalui proses-proses sosial. Prakonsepsi yang dibawa oleh anak ke kelas tidaklah sama. Ada prakonsepsi anak yang memang sudah sesuai dengan kebenaran sains, tetapi ada juga yang tidak sesuai dengan kebenaran sains yang diajarkan di sekolah. Bagi anak yang sudah mempunyai prakonsepsi yang sudah sesuai dengan kebenaran sains yang diajarkan di kelas, maka dia akan merasa mudah menerima pelajaran tersebut tetapi jika sebaliknya maka dia akan kesulitan belajar. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan untuk mengarahkan prakonsepsi siswa tersebut. Konsep-konsep awal yang tidak sesuai dengan kebenaran sains ini disebut miskonsepsi. Konsep awal tersebut didapatkan oleh peserta didik saat berada di sekolah dasar, sekolah menengah, dari pengalaman dan pengamatan mereka di masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang bahwa konsep siswa, meskipun tidak cocok 8
dengan konsep ilmiah, dapat bertahan lama dan sulit diperbaiki atau diubah selama pendidikan formal. Menurut Suparno (2005:3) hal tersebut disebabkan oleh konsep yang siswa miliki, meskipun keliru, tetapi dapat menjelaskan beberapa persoalan yang sedang mereka hadapi dalam kehidupan mereka. Bahkan beberapa anak menggunakan konsep ganda dalam hal ini, yaitu konsep ilmiah digunakan di sekolah dan konsep sehari-hari untuk digunakan di masyarakat. Hal ini membuat para ahli baik pendidik maupun peneliti terlibat dalam membahas bagaimana terjadinya miskonsepsi, bagaimana miskonsepsi dapat diatasi dan kesulitan apa dalam mengatasinya. Miskonsepsi atau salah konsep (Suparno, 2005:4) menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Begitu juga dengan Wartono, dkk (2004:25) mendefinisikan miskonsepsi adalah pemahaman alternatif yang tidak benar secara ilmiah. Miskonsepsi ini diyakini oleh siswa dan dijadikannya dasar untuk merespon masalah yang muncul. Dengan demikian miskonsepsi adalah ketidaksesuaian konsep yang dimiliki oleh siswa dengan konsep para ahli. Berdasarkan hal tersebut miskonsepsi fisika adalah ketidaksesuaian konsep fisika yang dimiliki oleh siswa dengan para fisikawan. Secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan minat, cara berpikir dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Miskonsepsi yang disebabkan oleh salah mengajar agak sulit dibenahi karena siswa merasa yakin bahwa yang diajarkan guru itu benar. Penyebab miskonsepsi dari buku terdapat pada penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. Konteks, seperti budaya, agama dan bahasa sehari-hari juga mempengaruhi miskonsepsi siswa. Sedangkan metode mengajar hanya menekankan pada kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian siswa (Suparno, 2005:29). Kesalahan-kesalahan itu memang dapat dimengerti, terlebih bila kita tinjau dari sudut pandang konstruktivisme, dimana pengetahuan itu adalah konstruksi siswa. Karena kebebasan mengonstruksi dan juga keterbatasan dalam mengonstruksi itulah maka siswa 9
mengalami miskonsepsi meskipun diajar oleh guru secara tepat dan juga dengan buku yang baik. Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi dalam bidang fisika. Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah: a.
Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa.
Paul Suparno (2005:56) menjelaskan bahwa untuk dapat memahami gagasan siswa beberapa hal dapat dilakukan antara lain:
Siswa dibebaskan mengungkapkan gagasan dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan. Hal ini dapat dilakukan secara lisan atau tertulis
Guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab sejara jujur.
Guru mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas.
b.
Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui sebab miskonsepsi, antara lain:
Guru melakukan wawancara pribadi ataupun umum di depan kelas
Memberikan pertanyaan tertulis yang diberikan kepada siswa. Sangat baik bila disatukan dengan miskonsepsi siswa
c.
Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi.
Metode mengajar yang dilakukan untuk meminimalisasi miskonsepsi haruslah sesuai dengan kebutuhan siswa, efektivitas metode tersebut. Hal ini tentunya diperlukan kejelian pendidik memilih metode yang cocok untuk materi tertentu.
BAB III Metode Penelitian 10
Kami menggunakan metode penelitian yaitu wawancara,observasi dan pemberian angket pada siswa nya . Metode wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang umum digunakan untuk mendapatkan data berupa keterangan lisan dari suatu narasumber atau responden tertentu. Data yang dihasilkan dari wawancara dapat dikategorikan sebagai sumber primer karena didapatkan langsung dari sumber pertama. Proses wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber atau responden tertentu. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara tersebut biasanya telah terstruktur secara sistematis agar didapatkan hasil wawancara yang lebih spesifik dan terperinci. Walaupun adakalanya wawancara berlangsung tidak terstruktur atau terbuka sehingga menjadi sebuah diskusi yang lebih bebas. Dalam kasus ini tujuan pewawancara mungkin berkisar pada sekedar memfasilitasi narasumber atau responden untuk berbicara (Blaxter et.al, 2006: 258-259). Wawancara yang lebih terbuka sering kita lihat dalam acara talkshow. Namun demikian, wawancara terstruktur tetap lebih baik untuk mendapatkan data yang lebih spesifik. Dan metode
observasi adalah suatu cara
pengumpulan data dengan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan mengenai pelaksanaan pembelajaran dikelas dan pemberian angket pada siswa,angket itu sendiri adalah Angket merupakan instrumen pencarian data yang berupa pertanyaan tertulis yang memerlukan jawaban tertulis. Instrumen ini disusun berdasarkan indikator yang dapat mengungkapkan tingkat kemandirian belajar siswa. Pilihan setiap butir angket terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, kurang setuju dan tidak setuju.
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian
: SMA N 8 MEDAN
Tanggal / Waktu
: 20 Maret 2018 / 08.30 WI
BAB IV PEMBAHASAN (HASIL PENELITIAN ) 11
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, diperoleh informasi mengenai miskonsepsi yang terjadi pada materi ajar fluida dinamis serta kelemahan konsep sebagai penyebab terjadinya miskonsepsi tersebut. Miskonsepsi siswa diidentifikasi dengan menganalisis tingkat keyakinan jawaban siswa dalam menjawab instrumen four-tier diagnostic test pada tier kedua dan keempat, sedangkan penyebab miskonsepsi diidentifikasi dari pilihan siswa dalam menjawab alasan pada tier ketiga. persentase siswa yang mengalami beberapa kategori konsepsi, yaitu paham konsep, paham sebagian, miskonsepsi, tidak paham konsep dan tidak dapat dikodekan. Adapun besar persentase dari beberapa kategori tersebut adalah 6% siswa termasuk ke dalam kategori paham konsep, 35% siswa termasuk ke dalam kategori paham sebagian, 28% siswa termasuk ke dalam kategori miskonsepsi, 30% siswa termasuk ke dalam kategori tidak paham konsep dan 0% siswa termasuk ke dalam kategori tidak dapat dikodekan, yang artinya siswa menjawab semua soal dalam instrumen four-tier diagnostic test. Miskonsepsi yang terjadi terlihat juga pada proses pembelajaran di kelas. Siswa yang mengalami miskonsepsi beranggapan bahwa kelajuan fluida pada pipa dengan luas penampang kecil bergerak lebih cepat karena memiliki tekanan fluida yang lebih besar jika dibandingkan dengan tekanan pada pipa dengan luas penampang yang besar. Anggapan siswa yang demikian ini diakibatkan karena pemahaman dan pemikiran logika siswa yang kurang tepat dalam menganalisis pergerakan fluida di dalam pipa yang memiliki luas penampang yang kecil. Sehingga inilah penyebab siswa mengalami miskonsepsi. Konsep yang benar dapat ditemukan dan dianalisis dari persamaan kontinuitas sebagai berikut.
persamaan yang sering dikenal dengan persamaan Bernoulli. Berdasarkan persamaan di atas, untuk ketinggian pipa yang sama (pipa datar) semakin cepat pergerakan fluida, tekanan fluida tersebut akan semakin kecil karena pergerakan antar fluida sangat dipengaruhi oleh interaksi antar partikel fluida tersebut. Jika luas penampang kecil, 12
kecepatan fluida akan membesar, akibatnya interaksi antar fluida semakin kecil sehingga tekanan antara partikel fluida akan semakin kecil. Hal sebaliknya terjadi pada pipa dengan luas penampang besar, karena kecepatan gerak antar partikel fluida lebih lambat maka interaksi antar fluida semakin besar sehingga tekanan fluidanya akan lebih besar.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
13
Miskonsepsi atau salah konsep (Suparno, 2005:4) menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Begitu juga dengan Wartono, dkk (2004:25) mendefinisikan miskonsepsi adalah pemahaman alternatif yang tidak benar secara ilmiah. Miskonsepsi ini diyakini oleh siswa dan dijadikannya dasar untuk merespon masalah yang muncul. Dengan demikian miskonsepsi adalah ketidaksesuaian konsep yang dimiliki oleh siswa dengan konsep para ahli. Berdasarkan hal tersebut miskonsepsi fisika adalah ketidaksesuaian konsep fisika yang dimiliki oleh siswa dengan para fisikawan. Secara garis besar penyebab miskonsepsi dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri dari berbagai hal seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan minat, cara berpikir dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik Dari data yang dapat saya simpulkan dari SMA N 8 MEDAN persentase siswa yang mengalami beberapa kategori konsepsi, yaitu paham konsep, paham sebagian, miskonsepsi, tidak paham konsep dan tidak dapat dikodekan. Adapun besar persentase dari beberapa kategori tersebut adalah 6% siswa termasuk ke dalam kategori paham konsep, 35% siswa termasuk ke dalam kategori paham sebagian, 28% siswa termasuk ke dalam kategori miskonsepsi, 30% siswa termasuk ke dalam kategori tidak paham konsep dan 0% siswa termasuk ke dalam kategori tidak dapat dikodekan, yang artinya siswa menjawab semua soal dalam instrumen four-tier diagnostic test
DAFTAR PUSTAKA Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo 14
Novak, J.D and Bob Gowin. 1985. Learning How to Learn. Cambridge University Press.
LAMPIRAN SOAL FLUIDA DINAMIS
15
Soal No. 1 Ahmad mengisi ember yang memiliki kapasitas 20 liter dengan air dari sebuah kran seperti gambar berikut!
Jika luas penampang kran dengan diameter D2 adalah 2 cm2 dan kecepatan aliran air di kran adalah 10 m/s tentukan: a) Debit air b) Waktu yang diperlukan untuk mengisi ember Soal No. 2 Pipa saluran air bawah tanah memiliki bentuk seperti gambar berikut!
Jika luas penampang pipa besar adalah 5 m2 , luas penampang pipa kecil adalah 2 m2 dan kecepatan aliran air pada pipa besar adalah 15 m/s, tentukan kecepatan air saat mengalir pada pipa kecil!
Soal No. 3 Tangki air dengan lubang kebocoran diperlihatkan gambar berikut!
16
Jarak lubang ke tanah adalah 10 m dan jarak lubang ke permukaan air adalah 3,2 m. Tentukan: a) Kecepatan keluarnya air b) Jarak mendatar terjauh yang dicapai air c) Waktu yang diperlukan bocoran air untuk menyentuh tanah Soal No. 4 Untuk mengukur kecepatan aliran air pada sebuah pipa horizontal digunakan alat seperti diperlihatkan gambar berikut ini!
Jika luas penampang pipa besar adalah 5 cm2 dan luas penampang pipa kecil adalah 3 cm2 serta perbedaan ketinggian air pada dua pipa vertikal adalah 20 cm tentukan : a) kecepatan air saat mengalir pada pipa besar b) kecepatan air saat mengalir pada pipa kecil Soal No. 5 Pada gambar di bawah air mengalir melewati pipa venturimeter.
Jika luas penampang A1 dan A2 masing-masing 5 cm2 dan 4 cm2 maka kecepatan air memasuki pipa venturimeter adalah.... A. 3 m/s B. 4 m/s C. 5 m/s 17
D. 9 m/s E. 25 m/s
Soal No. 6 Pipa untuk menyalurkan air menempel pada sebuah dinding rumah seperti terlihat pada gambar berikut! Perbandingan luas penampang pipa besar dan pipa kecil adalah 4 : 1.
Posisi pipa besar adalah 5 m diatas tanah dan pipa kecil 1 m diatas tanah. Kecepatan aliran air pada pipa besar adalah 36 km/jam dengan tekanan 9,1 x 105 Pa. Tentukan : a) Kecepatan air pada pipa kecil b) Selisih tekanan pada kedua pipa c) Tekanan pada pipa kecil (ρair = 1000 kg/m3) Soal No. 7 Sebuah pipa dengan diameter 12 cm ujungnya menyempit dengan diameter 8 cm. Jika kecepatan aliran di bagian pipa berdiameter besar adalah 10 cm/s, maka kecepatan aliran di ujung yang kecil adalah.... A. 22,5 cm/s B. 4,4 cm/s C. 2,25 cm/s D. 0,44 cm/s E. 0,225 cm/s (Soal UAN Fisika 2004) Soal No. 8 Perhatikan gambar!
Jika diameter penampang besar dua kali diameter penampang kecil, kecepatan aliran fluida pada pipa kecil adalah.... A. 1 m.s−1 B. 4 m.s−1 C. 8 m.s−1 18
D. 16 m.s−1 E. 20 m.s−1 (UN Fisika SMA 2012 A86) Soal No. 9 Sebuah pesawat dilengkapi dengan dua buah sayap masing-masing seluas 40 m2. Jika kelajuan aliran udara di atas sayap adalah 250 m/s dan kelajuan udara di bawah sayap adalah 200 m/s tentukan gaya angkat pada pesawat tersebut, anggap kerapatan udar adalah 1,2 kg/m3! Soal No. 10 Gaya angkat yang terjadi pada sebuah pesawat diketahui sebesar 1100 kN.
Pesawat tersebut memiliki luas penampang sayap sebesar 80 m2. Jika kecepatan aliran udara di bawah sayap adalah 250 m/s dan massa jenis udara luar adalah 1,0 kg/m3 tentukan kecepatan aliran udara di bagian atas sayap pesawat!
19