Mini Project.docx

  • Uploaded by: rizka amanda
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mini Project.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,970
  • Pages: 28
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kesehatan masyarakat merupakan persoalan signifikan yang harus menjadi perhatian pemerintah dan tenaga kesehatan. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat merupakan salah satu tataran pelaksanaan pendidikan dan pemantauan kesehatan masyarakat. Salah satu bagian dari program kesehatan masyarakat di Puskesmas adalah program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode per anak/ tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/ tahun di negara maju. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%30%). Hingga saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. 2,3 Pneumonia adalah pembunuh utama Balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak. Setiap tahun di perkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1 Balita /15 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara 5 kematian balita, satu diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Oleh karena besarnya angka kematian ini, pneumonia disebut sebagai Pandemi Yang

1

Terlupakan atau The forgotten pandemic. Banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga Pneumonia disebut juga pembunuh Balita yang terlupakan atau The forgotten Killer of Children. Kasus pneumonia di negara-negara berkembang sekitar 60% disebabkan oleh bakteri, sementara di negara maju umumnya di sebabkan oleh virus.2,4 Tahun 1997 dalam upaya meningkatkan cakupan penemuan dan kualitas tata laksana penderita Pneumonia, mulai dikenalkan pendekatan Integrated Management Childhood Illnes (IMCI) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang sekaligus merupakan model tata laksana kasus untuk berbagai penyakit anak, yaitu ISPA, Diare, Malaria, Campak, Gizi Kurang dan Cacingan di Unit Pelayanan Dasar. Selain itu dikembangkan pula Audit Kasus serta Autopsi Verbal untuk mengetahui kualitas dan dampak pemberian tata laksana pada penderita Pneumonia.4 Keberhasilan praktik MTBS diharapkan mampu menemukan kasuskasus penyakit yang mengancam jiwa anak, tidak hanya pneumonia tetapi juga penyakit lainnya. Penemuan dan penanganan kasus penyakit yang lebih awal pada anak tentunya akan lebih efektif dalam upaya mengurangi angka kematian bayi dan anak.4 Dari data Puskesmas Indrajaya, jumlah balita penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani pada tahun 2018 adalah 206 orang dengan cakupan penemuan pneumonia sebesar 195,39%. Dari desa Neulop II dijumpai penemuan bayi dan balita yang menderita pneumonia sebanyak 16 orang dengan cakupan 448,43% pada desa tersebut. Hal tersebut juga

2

menunjukkan bahwa desa Neulop II

merupakan salah satu desa dengan

angka pnemonia tertinggi.5 Atas latar belakang tersebut penulis bermaksud melaksanakan mini project hubungan kejadian pneumonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya. Melalui upaya tersebut diharapkan angka kejadian pneumonia di desa tersebut berkurang dan masyarakat bisa mengubah pola kebiasaan merokok di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat desa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah Bagaimana hubungan kejadian pneumonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya ?

1.3 Tujuan Untuk mengetahui adanya hubungan kejadian pneumonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya.

1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat bagi Penulis  Berperan serta dalam menurunkan angka kejadian pneumonia pada bayi dan balita di desa Neulop II kecamatan Indrajaya.  Mengaplikasikan pengetahuan mengenai pneumonia pada bayi dan balita di Puskesmas Indrajaya.

3

 Melaksanakan mini project dalam rangka program internsip dokter Indonesia.

1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas  Bertambahnya peran serta puskesmas dalam menurunkan angka kejadian pneumonia pada bayi dan balita di desa Neulop II kecamatan Indrajaya.  Puskesmas Indrajaya dapat melakukan pemantauan kesehatan dan pengendalian kasus pneumonia pada bayi dan balita di wilayah kerjanya.

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat Dapat mencegah masyarakat yang memiliki bayi dan

balita

terhindar dari penyakit pneumonia dan menghindari kematian yang disebabkan pneumonia.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ISPA ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang nama istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut:6 a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan. c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Secara anatomis ISPA digolongkan kedalam dua golongan yaitu Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) dan Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA). Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernafasan atas yaitu batuk, pilek, sinusitis,

5

otitis media (infeksi pada telinga tengah), dan faringitis (infeksi pada tenggorokan). Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut biasa disebut ISPA ringan atau bukan pneumonia. Sedangkan Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut adalah infeksi yang menyerang saluran pernafasan bawah yang biasa dalam bentuk pneumonia.6

2.2 Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia. Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.3,6

2.3 Etiologi Pneumonia Etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar untuk diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia. Hanya biakan dari aspirat paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu penetapan etiologi pneumonia.4,6

6

Penetapan etiologi pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju dewasa ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.4,6

2.4 Determinan Pneumonia a. Faktor Host  Umur Tingginya kejadian pneumonia terutama menyerang kelompok usia bayi dan balita. Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita pneumonia maka akan semakin kecil risiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang berusia muda.3,6,7  Jenis Kelamin Menurut Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA (2011), anak laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan.2  Status Gizi Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan balita. Penyebab langsung timbulnya

7

gizi kurang pada balita adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Timbulnya Kekurangan Energi Protein (KEP) tidak hanya karena kurang makan tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA. Anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang, daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian, anak mudah diserang penyakit infeksi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit pneumonia pada balita antara lain adanya kekurangan energi protein. Anak dengan daya tahan tubuh yang terganggu akan menderita pneumonia berulang-ulang atau tidak mampu mengatasi penyakit pneumonia dengan sempurna.3,8  Status Imunisasi Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada bayi dan balita. Dari seluruh kematian balita, sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan

insidens

ISPA

terutama

pneumonia.

Penyakit

pneumonia lebih mudah menyerang balita yang belum mendapat imunisasi campak dan DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus). Oleh karena itu untuk menekan tingginya angka kematian karena pneumonia, dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi seperti imunisasi DPT dan campak.3,6

8

b. Faktor Agent Pneumonia

umumnya

disebabkan

oleh

bakteri

seperti

Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus.

Penyebab

pneumonia

lainnya

adalah

virus

golongan

Metamyxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Othomyxovirus, dan Herpesvirus.3,4 c. Faktor Lingkungan Sosial  Pekerjaan Orang Tua Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan utama

maupun

tambahan.

Tingkat

penghasilan

yang

rendah

menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi balita yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk penyakit pneumonia.9  Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama Pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada balita yang menderita ISPA. Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan yang tepat.3,6

9

d. Faktor Lingkungan Fisik  Polusi udara dalam ruangan/rumah Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran nafas. Rumah kecil yang penuh asap, baik yang berasal dari kompor gas, pemakaian kayu sebagai bahan bakar maupun dari asap kendaraan bermotor, dan tidak memiliki sirkulasi udara yang memadai akan mendukung penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernafasan yang berat. Insiden pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok aktif yang merokok dalam rumah akan menderita sakit infeksi pernafasan lebih sering dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok.9  Kepadatan Hunian Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu masalah yang dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya. Perumahan yang sempit dan padat akan menyebabkan anak sering terinfeksi oleh kuman yang berasal dari tempat kotor dan akhirnya terkena berbagai penyakit menular.9

10

2.5 Diagnosa Pneumonia Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia berat dan pneumonia adalah sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika keadaan penyakit seorang balita termasuk dalam

klasifikasi

bukan

pneumonia

maka

diagnosis

penyakitnya

kemungkinan adalah batuk pilek biasa, faringitis, tonsillitis, otitis atau penyakit ISPA non-pneumonia lainnya.2,3 a. Pemeriksaan Fisik Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang digunakan oleh program P2 ISPA, diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Adanya nafas cepat ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan <1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1- <5 tahun. Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.2,3

11

b. Laboratorium Pemeriksaan kultur darah seringkali positif terutama pada pneumonia pneumococcus dan merupakan cara yang lebih pasti untuk mengidentifikasi organisme dibandingkan dengan kultur yang potensial terkontaminasi. 2,3 b. Radiologis Gambaran radiologis pada foto toraks PA yang khas ialah terdapat konsolidasi pada lobus, lobulus atau segmen dari satu atau lebih lobus paru. Terlihat patchy infiltrate para parenkim paru dengan gambaran infiltrasi kasar pada beberapa tempat di paru sehingga menyerupai bronchopneumonia. Pada foto toraks mungkin disertai gambaran yang menunjukkan ada cairan di pleura atau fisura interlober. Pneumonia biasanya menyebabkan suatu daerah persebulungan yang berbatas tegas yang di dalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara dan/atau bronkhi yang berisi udara (air bronchogram). Biasanya pneumonia menyebabkan adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada beberapa bagian paru.2,3

2.6 Pencegahan Pneumonia3,4,6 2.6.1 Pencegahan Primer Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

12

 Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.  Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.  Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar ruangan serta mengurangi kepadatan hunian rumah. 2..2

Pencegahan Sekunder Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk

mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:  Pneumonia berat; dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan penambahan oksigen.  Pneumonia; diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau amoksilin.  Bukan Pneumonia; perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi antibiotik. Bila demam tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.

13

2..3

Pencegahan Tertier Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak

munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan dapat berupa:  Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk.  Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.

14

BAB III KERANGKA KONSEP

3.1 Variabel penelitian Independen

Dependen

Orang tua

Kejadian

perokok

pneumonia

3.2 Hipotesis penelitian

1.

H0: Tidak ada hubungan antara kejadian pneumonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya.

2.

H1: Terdapat hubungan antara kejadian pneumonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya.

3.3 Definisi operasional

Variabel Prilaku merokok orang tua (Variabel independe n/bebas)

Definisi Operasional Kebiasaan orang tua (ayah ataupun ibu) yang mengkonsumsi rokok baik itu rokok, filter, kretek, elektrik ataupun lainnya dimana derajat prilaku merokok tersebut diukur dengan

Alat ukur Kuesioner

Skala Ordinal

Hasil ukur 1. Merokok 2. Tidak

merokok

15

Kejadian pneumoni a (Variabel dependen/ terikat)

menggunakan index brinkman yaitu jumlah rokok yang dikonsumsi perhari dalam jumlah batang dikali lamanya merokok Frekuensi terjadinya penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang terjadi pada tahun 2018, yang ditandai dengan salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, disertai dengan demam diperoleh dari pemeriksaan petugas kesehatan

Kuesioner

Ordinal

Tabel 3.1 Definisi Operasional

16

Pneumonia , jika : -RR : >40x/i pada anak 2 bulan-1 tahun -RR : >50x/i pada anak 1-5 tahun. 2. Pneumonia berat, jika RR >60x/i 1.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2019 di desa Neulop II kecamatan Indrajaya.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1

Populasi Semua orang tua yang mempunyai bayi dan balita yang mengalami pnemonia yang berada di desa Neulop II kecamatan Indrajaya pada tahun 2019.

4.3.2

Sampel Semua bayi dan balita balita yang mengalami pnemonia yang berada di desa Neulop II kecamatan Indrajaya yang berjumlah 16 orang.

4.4 Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel

pada

penelitian

ini

dengan

menggunakan Total Sampling. Karena jumlah populasi kurang dari 100 maka sampel yang akan diambil adalah keseluruhan dari populasi. 17

4.5 Teknik pengumpulan data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian. 4.5.1

Jenis Data

a. Data primer Data primer yaitu data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil penelitian, pengamatan, survei dan lain-lain. Pengumpulan data primer pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan lembar kuesioner yang berisikan pertanyaan tentang hubungan kejadian pneumonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya. b. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, badan atau instansi yang secara rutin mengumpulkan data. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari dokumen pencatatan atau arsip rekam medik rawat jalan poli MTBS Puskesmas Indrajaya.

4.5.2

Langkah-langkah Pengumpulan Data Langkah-langkah kegiatan pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : -

Langkah persiapan

18

Langkah persiapan yang mencakup pembuatan rencana kuesioner adalah: a. Menentukan sasaran atau populasi dan jumlah sampel. b. Menyusun kerangka pertanyaan. c. Menyusun urutan pertanyaan. d. Memperbanyak referensi kuesioner. e. Membuat surat izin untuk melakukan penelitian dilokasi. -

Langkah pelaksanaan Langkah pelaksanaan yaitu mencakup pelaksanaan tahapan adalah: a. Melapor dan meminta izin untuk melakukan penelitian dilokasi. b. Mengumpulkan

data

yang

diperlukan

dengan

cara

membagikan kuesioner yang dibagikan peneliti kepada responden secara langsung. c. Melakukan analisa data dari data yang terkumpul.

4.6 Teknik pengolahan data Dalam melakukan analisa data dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan, umumnya dalam pengujian hipotesa, namun yang lebih penting adalah analisa data untuk menyimpulkan agar data dapat diinformasikan/diinterpretasikan. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya:

19

4.6.1

Editing Editing

adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran

data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul 4.6.2

Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori.Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisa data menggunakan computer.Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.

4.6.3

Skor (scoring) Data yang telah dikumpulkan kemudian diberi skor sesuai ketentuan pada aspek pengukuran.

4.6.4

Data Entry Data entry

adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan kedalam master table atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi. 4.7

Analisis Data 4.7.1

Analisis Univariat Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat yang dimaksud untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase

20

dari tiap variabel. Analisis univariat dalam penelitian ini menggunakan bantuan program komputer. 4.7.2

Analisis Bivariat Penelitian ini menggunakan uji chi square X2. Pengujian ini

menggunakan cara membandingkan frekuensi yang diamati dengan frekuensi yang diharapkan, apakah ada perbedaan bermakna. Penghitungan uji chi square ini

menggunakan program SPSS.

Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Ha diterima apabila

p

value

<0,05

berarti

ada

hubungan

yang

signifikan/bermakna antara kedua variabel yang diteliti. Ha tolak apabila

p value >0,05 berarti tidak ada hubungan yang

signifikan/bermakna antara kedua variabel.

21

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik responden Tabel 5.1 Karasteristik Responden Berdasarkan Umur Umur

Frekuensi

Persentase (%)

0-1 tahun

2

12,5%

1-5 tahun

14

87,5%

Jumlah

16

100%

Berdasarkan Tabel 5.1 distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan golongan umur responden yang terbanyak pada umur antara 0-1 tahun sebanyak 2 orang (12,5%) dan responden pada umur 1-5 tahun sebanyak 14 responden (87,5%). Tabel 5.2 Karasteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin

Frekuensi

Persentase (%)

Laki-laki

7

43,75%

Perempuan

9

56,25%

Jumlah

16

100%

22

Berdasarkan Tabel 5.2 distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin perempuan

sebanyak 9 orang (56,25%) dan berjenis kelamin

laki-laki sebanyak 7

responden (43,75%). 5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Distribusi frekuensi kejadian pneumonia pada bayi dan balita di Desa Neulop II Kecamatan Indrajaya Tabel 5.3 Distribusi frekuensi kejadian pneumonia pada bayi dan balita di Desa Neulop II Kecamatan Indrajaya Kejadian Pneumonia Pneumonia Pneumonia berat Jumlah

Frekuensi 14 2 16

Persentase (%) 87,5% 12,5% 100%

Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi kejadian pneumonia pada bayi dan balita di Desa Neulop II Kecamatan Indrajaya sebagian besar dalam kategori pneumonia, yaitu sebanyak 15 responden(93,75%), dan distribusi frekuensi kejadian pneumonia pada bayi dan balita di Desa Neulop II Kecamatan Indrajaya dalam kategori pneumonia berat sebanyak 1 responden (6,25%).

23

5.2.2 Distribusi frekuensi kebiasaan merokok dalam keluarga di Desa Neulop II Kecamatan Indrajaya Tabel 5.4 Distribusi frekuensi kebiasaan merokok dalam keluarga di Desa Neulop II Kecamatan Indrajaya Kebiasaan merokok Merokok Tidak merokok Jumlah

Frekuensi 14 2 16

Persentase (%) 87,5% 12,5% 100%

Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi kebiasaan merokok dalam keluarga di Desa Neulop II Kecamatan Indrajaya sebagian besar dalam kategori merokok, yaitu sebanyak 14 responden(87,5%), dan distribusi frekuensi kebiasaan merokok dalam keluarga di Desa Neulop II Kecamatan Indrajaya dalam kategori tidak merokok sebanyak 2 responden (12,5%).

24

5.3 Analisis Bivariat Tabel 5.5 hubungan kejadian pnemonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan merokok dalam keluarga di desa Neulop II Kecamatan Indrajaya

Perilaku merokok dalam keluarga Kejadian Pneumonia

Pneumonia Pneumonia berat Jumlah

Ya

Total p value

Tidak % N

N

%

N

%

13

92,8

1

7,2

14

87,5

1

50

1

50

2

12,5 0,042

14

87,5

2

12,5

16

100

Berdasarkan Tabel 5.5 hasil analisis hubungan kejadian pnemonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan merokok dalam keluarga di desa Neulop II Kecamatan Indrajaya diperoleh hasil responden yang mengalami pneumonia sebanyak 14 responden (100%), 13 responden (92,8%) karena adanya perilaku merokok dalam keluarga dan 1 responden (7,2%) tidak ada perilaku merokok dalam keluarga dan responden yang mengalami pneumonia berat sebanyak 2 responden (100%), 1 responden (50%) karena adanya perilaku merokok dalam keluarga dan 1 responden (50%) tidak ada perilaku merokok dalam keluarga. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan p value sebesar 0,042 maka dapat disimpulkan terdapat hubungan kejadian pnemonia pada bayi

25

dan balita dengan kebiasaan merokok dalam keluarga di desa Neulop II Kecamatan Indrajaya. Menurut penelitian Jones et all menyebutkan bahwa kebiasaan merokok oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya secara signifikan meningkatkan resiko infeksi saluran pernafasan: rasio odds (OR) di dapatkan 1,22 untuk kebiasaan merokok yang dilakukan oleh ayah, 1,62 untuk kebiasaan dilakukan oleh kedua orang tua, dan 1,54 untuk setiap anggota keluarga yang merokok. Namun, menurut penelitian yang dilakukan oleh Jackson et all yang menyatakan adanya hubungan yang tidak konsisten antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian infeksi saluran nafas bawah akut dalam penelitiannya. Asap rokok yang mencemari di dalam rumah secara terus-menerus akan dapat melemahkan daya tahan tubuh terutama si bayi dan balita sehingga mudah untuk terserang penyakit infeksi, yaitu pneumonia. Berdasarkan penelitian Yuwono, penelitian tersebut menunjukkan bahwa resiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal di rumah yang penghuninya memiliki kebiasaan merokok. Asap rokok bukan menjadi penyebab langsung kejadian pneumonia pada balita, tetapi menjadi faktor tidak langsung yang di antaranya dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akan melemahkan daya tahan tubuh balita.

26

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan Hasil analisis Chi-square diperoleh p value 0,05, maka dapat ditarik kesimpulan ada hubungan kejadian pnemonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan merokok dalam keluarga di desa Neulop II Kecamatan Indrajaya. 7.2 Saran 1. Bagi puskesmas Puskesmas Indrajaya diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pencegahan pneumonia dan bahaya asap rokok dengan melibatkan tokoh masyarakat serta melakukan kunjungan rumah secara berkala pada pasien yang pernah terdeteksi pneumonia. 2. Bagi masyarakat Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya dari paparan asap rokok terutama bagi masyarakat yang memiliki bayi dan balita. 3. Bagi peneliti lain Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti penyebabpenyebab lain yang diduga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada anak dengan metode dan desain penelitian yang berbeda.

27

DAFTAR PUSTAKA

1.

Depkes RI. Pedoman Kerja Puskesmas Mengacu Indonesia Sehat 2010. Jakarta, 2003.

2.

Kementerian

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Direktorat

Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011. 3.

Kementerian

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Direktorat

Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Modul Tatalaksana Standar Penumonia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2010. 4.

Puspitarini D, Hendrati LY. Evaluasi Pelaksanaan MTBS Pneumonia di Puskesmas

di

Kabupaten

Lumajang

Tahun

2013.

Jurnal

Berkala

Epidemiologi 2013; 1: 291-301. 5.

Puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten di Arut Selatan. Profil Kesehatan Puskesmas Arut Selatan Tahun 2013. Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat, 2013.

6.

WHO. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.

7.

Heriyana, dkk. Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Anak Umur 1 Tahun di RSUD Labuang Baji Kota Makassar. Makassar, 2005. Diambil dari http://digilib.litbang.depkes.go.id.

8.

Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Nasional, 2000.

28

Related Documents

Mini
November 2019 80
Mini
October 2019 88
Mini
July 2020 42
Mini
November 2019 74
Austria Mini Mini Max
November 2019 67
Mini Cursos
May 2020 0

More Documents from ""