Mini Pro Pkm Hasil.docx

  • Uploaded by: muhammad alkahfi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mini Pro Pkm Hasil.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,626
  • Pages: 35
i

MANAJEMEN UPAYA PENINGKATAN SADAR DEMAM BERDARAH DENGAN PENGENALAN JENTIK NYAMUK PADA ANAK SD DI KELURAHAN BATANG BERUH

DISUSUN OLEH : dr. Dhiyanisa Nadhira Lubis dr. Esterida Simanjuntak dr. Mona Claudya Masintan Hutabarat dr. Riama Melissa L. Toruan dr. Sonya Oksillia dr. Putri Arini Oktasari

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA PERIODE 2017-2018 PUSKESMAS BATANG BERUH SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI

ii

DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi ...................................................................................................... ii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................….. 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 2 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 2 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Demam Berdarah Dengue ............................................................... 3 2.1.1. Definisi ................................................................................... 3 2.1.2. Etiologi ................................................................................... 3 2.1.3. Epidemiologi .......................................................................... 3 2.1.4. Patogenesis ............................................................................. 5 2.1.5. Klasifikasi............................................................................... 7 2.1.6. Manifestasi Klinis .................................................................. 9 2.1.7. Diagnosis Banding ................................................................. 11 2.1.8. Penatalaksanaan ..................................................................... 11 2.1.8.1. Farmakologi ............................................................. 11 2.1.8.2. Nonfarmakologi ....................................................... 17 2.2. Nyamuk Aedes aegypti ................................................................... 17 2.2.1. Taksonomi ........................................................................... 17 2.2.2. Morfologi ............................................................................ 18 2.2.3. Pengendalian Vektor ........................................................... 21 2.2.4. Program 3M Plus ................................................................ 22 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN METODE 3.1. Kerangka Konsep ............................................................................ 24 3.2. Defenisi Operasional ...................................................................... 24 3.2.1. SD Wilayah Kerja Puskesmas Batang Beruh. ....................... 24 3.2.2. Puskesmas Batang Beruh. ...................................................... 24 3.2.3. Jentik Nyamuk. ...................................................................... 24 3.2.4. 3M Plus. ................................................................................. 24

iii

3.3. Rancangan Kegiatan ...................................................................... 25 3.4. Lokasi dan Waktu Kegiatan ........................................................... 25 3.5. Populasi dan Sampel Kegiatan ....................................................... 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Demam berdarah merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah dalam dunia kesehatan Indonesia. Demam berdarah disebabkan oleh infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran penyakit di seluruh wilayah tanah air. Gejala yang akan muncul ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan menifestasi perdarahan. Penyakit ini sendiri dapat menimbulkan dampak bukan hanya pada dunia kesehatan namun dampak ekonomi dan sosial. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan dalam keluarg dan masyarakat. Dampak ekonomi langsung yang ditimbulkan adalah biaya pengobatan yang cukup mahal, sedangkan dampak tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja dan biaya lain yang dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan sakit. 1 Insidensi penyakit ini sendiri selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2016, insidensi demam berdarah mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 insidensi penyakit demam berdarah mencapai 8.618 kasus di Provinsi Sumatera Utara. Angka ini mengtalami peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2015 yaitu 5.274 kasus.1 Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi jumlah kasus demam berdarah dimulai Desember 2016 hingga Nopember 2017 mencapai 52 kasus. Berdasarkan data tersebut, wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh menyumbang 50% dari total kasus atau sejumlah 26 kasus. Penyakit demam berdarah ini pada dasarnya dapat kita cegah dengan pengendalian vektor nyamuk. Adapun pengendalian ini dapat berupa gerakan 3M Plus yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pengenalan gerakan 3M Plus seharusnya sudah diperkenalkan sejak usia dini, sehingga program pencegahan demam berdarah dapat dimulai dari lingkungan sekolah.

1

2

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut: a. Bagaimana cara penerapan program 3M Plus di sekolah dann di lingkungan sekitar sekolah. b. Bagaimana cara pemberdayaan serta pengenalan polisi jentik pada anak sekolah khusunya siswa sekolah dasar.

1.3.Tujuan a.Untuk mengetahui gambaran kasus DBD di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. b.Membantu mencegah meluasnya kasus DBD di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi.

1.4 Manfaat a. Pengetahuan masyarakat khusunya siswa SD mengenai pencegahan

penyakit DBD

semakin meningkat, sehingga mereka memiliki kesadaran untuk ikut serta dalam mencegah terjadinya penyakit DBD. b. Membantu pihak puskesmas dalam hal pendataan serta pencegahan penyakit DBD di Kecamatan Sidikalang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue 2.1.1 Definisi Demam berdarah dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diathesis hemoragik, dan perembesan plasma. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrom/DSS) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan (syok)3.

2.1.2 Etiologi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus dengan diameter 20nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak1. Serotipe utama selama beberapa tahun terakhir adalah DENV-2 dan DENV-3. Infeksi dari satu serotipe memberikan imunitas imunitas seumur hidup terhadap serotipe tertentu tapi hanya beberapa bulan imunitas terhadap serotipe lain 4. Vektor dari virus dengue adalah nyamuk5: • Aedes aegypti • Aedes albopictus • Aedes polynesiensis • Aedes scutellaris Hostnya adalah manusia yang digigit oleh nyamuk betina dan masa inkubasinya selama 4-10 hari5.

2.1.3 Epidemiologi Dengue adalah infeksi virus yang dimediasi nyamuk yang paling cepat menyebar di dunia. Dalam 50 tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan peningkatan ekspansi geografi ke negara-negara baru dan pada dekade sekarang, dari kota ke pedesaan. Sebanyak 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya dan sekitar 2,5 milyar orang tinggal di negara

3

4

endemik dengue, termasuk Indonesia. Terdapat laporan sebanyak 2 dari 3 epidemik dengue setiap per tahunnya3. Sekitar sepuluh tahun yang lalu, demam berdarah terutama menyerang anak-anak, tetapi beberapa tahun terakhir ini terdapat peningkatan kasus pada dewasa dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi. Kira-kira 50% infeksi dengue dilaporkan pada pasien dewasa (15 tahun ke atas) dan meningkat dalam 3-5 tahun6. Infeksi dengue ini endemis pada banyak negara Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika5 dan hiperendemis di Thailand. Demam berdarah dengue kebanyakan terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun8. Infeksi dengue dialami sekitar 100 juta orang di seluruh dunia per tahun. Faktor yang memperngaruhi adalah urbanisasi, peningkatan populasi, perjalanan udara dan keterbatasan pencegahan dengue. Dari 100 juta infeksi per tahun, sebanyak 250-500 ribu orang mengalami penyakit berat, dengan sisanya ringan, nonspesifik atau bahkan asimptomatik9. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 kasus per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun mencapai 2% tahun 1999. Di Indonesia, dimana lebih dari 35% populasi negara tinggal di daerah perkotaan, terdapat 150.000 kasus pada tahun 2007 dimana 25.000 kasus di Jakarta dan Jawa Barat. Tingkat kematian sebesar 1%. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.aegypti dan A.albopictus)3. Beberapa faktor yang mempengaruhi beratnya penyakit, seperti faktor host, serotipe virus atau genotipe, sekuens infeksi virus, perbedaan antibody cross-reactive dengue, dan respon sel T. Usia lebih tua sebelumnya dilaporkan memiliki faktor resiko untuk mortalitas pada pasien dengan demam dengue atau demam berdarah dengue sebagai komorbiditas yang berhubungan dengan penuaan dan imunitas menurun sebagai faktor resiko untuk fatalitas pada pasien tua dengan infeksi aktif. Walaupun syok dan kebocoran plasma lebih sering terjadi pada usia muda, frekuensi perdarahan internal seiring dengan pertambahan usia. Selain itu komplikasi infeksi dengue pada dewasa, seperti demam dengue dengan perdarahan dan demam berdarah dengue mengalami peningkatan10. Urbanisasi, peningkatan densitas populasi, banyaknya perjalanan udara dan keterbatasan pencegahan menyebabkan peningkatan kewaspadaan pada negara epidemik. Walaupun kebanyakan kasus terjadi pada musim panas, banyak kasus juga terjadi pada musim dingin. Hal ini bisa berhubungan dengan pemanasan global dan perubahan epidemiologi11.

5

2.1.4 Patogenesis DBD dimulai dengan masuknya virus dengue melalui gigitan nyamuk, kemudian virus ini mengalami replikasi pada lymphnode lokal dan setelah 2 – 3 hari menyebar ke sirkulasi dan jaringan-jaringan. Dalam siekulasi virus dengue menginfeksi sel fagosit yaitu makrofag, monosit , sel Kupfer, sel B dan sel T limfosit. Bila infeksi ini berlangsung untuk pertama kali dapat memberikan gejala dan tanda yang ringan atau bahkan simptomatik, bergantung pada jumlah dan virulensi virus serta daya tahan host. Seseorang yang terinfeksi pertama kali akan menghasil kan antibodi terhadap virus Dengue serotipe tersebut. Seharusnya, bila infeksi berikutnya terjadi oleh virus dengue dengan serotipe yang sama maka penderita akan kebal. Tetapi mengapa pada daerah yang hanya terdapat satu serotipe virus Dengue terdapat pula kasus yang berat? Hal ini terjadi oleh karena antibodi yang terbentuk bersifat non neutralisasi, yang artinya tak dapat menetraliser virus yang masuk. Keadaan ini mengakibatkan semakin mudahnya virus mengalami replikasi. Banyak para ahli sependapat bahwa infeksi sekunder adalah penyebab beratnya manifestasi klinis pada penderita DBD12. Bentuk klasik infeksi ini mempunyai periode inkubasi 5-8 hari (rentang 3-14 hari) diikuti onset demam, sakit kepala berat, menggigil dan bintik-bintik kemerahan pada kulit setelah 3-4 hari. Demam biasanya berlangsung 4-7 hari dan kebanyakan orang mengalami perbaikan sempurna tanpa komplikasi6. Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologus infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe berbeda7. Reinfeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi3.

Grafik 2.1 Infeksi Dengue Heterolog Sekunder7

6

Menurut Grafik 2.1, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa7. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1) Supresi sumsum tulang, dan 2).destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematoppoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petaanda degranulasi trombosit3. Infeksi sekuensial dengan serotipe dengue berbeda lebih rentan menjadi bentuk penyakit lebih berat (denan berdarah dengue/sindrom syok dengue). Hal ini dijelaskan dengan pembentukan kaskade cross-reactive antibodi heterolog nonnetralisasi yang diperkuat, sitokin (seperti interferon gamma yang diproduksi oleh sel-sel T spesifik) dan aktivasi komplemen yang menyebabkan disfungsi endotel, destruksi trombosit, dan koagulopati konsumtif4.

7

2.1.5 Klasifikasi Klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus dengue, yaitu kriteria probable dengue, warning sign dan kriteria severe dengue yang bisa dilihat pada:

Gambar 2.25:

Berikut klasifikasi infeksi dengue berdasarkan derajat, gejala, dan hasil laboratorium: Tabel 2.1 Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan Derajat Keparahan5

8

Kategori

Derajat

DD

Gejala

Laboratorium

Demamdiserai

- leukopenia

2/lebihtanda:

-

nyerikepala, nyeri trombositopeniaringa retro-orbital,

n

nyeriototdannyeri

-

sendi

tidakadatandakeboco ran plasma

DBD

I

Gejala di atas + uji

tourniquet trombositopenia<100

positif

.000 /ml -

adakebocoran

plasma DBD

II

Gejala di atas + perdarahansponta

trombositopenia<100

n

.000 /ml -

adakebocoran

plasma DBD

III

Gejala di atas + tanda-tanda

pre- trombositopenia<100

syok (kulitdingin, .000 /ml lembab,

-

dangelisah,

plasma

adakebocoran

nadicepat, tekanandarahturun ) DBD

IV

Syokberat

-

(naditidakteraba,

trombositopenia<100

tekanandarahtidak

.000 /ml

terukur)

plasma

adakebocoran

9

2.1.6 Manifestasi Klinis WHO pada tahun 2009 mengeluarkan Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. Dalam panduan tersebut, WHO membagi onset demam dengue menjadi 3 fase, yaitu fase demam, fase kritis, fase recovery5. a. Fase Demam Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah memerah, kulit memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan sakit kepala. Ada juga gejala nyeri tenggorokan, faring hiperemis, konjungtiva hiperemis. Anorexia, nausea dan muntah muntah umum terjadi. Sulit untuk membedakan dengue dengan non dengue pada fase demam, uji torniquet positif mempertinggi kemungkinan penderita mengalami infeksi virus dengue. Diperlukan monitor untuk menilai timbulnya tanda bahaya (warning sign) yang akan membuat pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae dan perdarahan membran mukosa (seperti perdarahan hidung dan gusi) dapat terjadi. Perdarahan pervaginam yang masif dapat terjadi pada wanita usia muda dan perdarahan saluran cerna dapat terjadi pada fase ini tetapi jarang. Hati dapat membesar dan tegang/nyeri setelah demam beberapa hari. Tanda paling awal dari pemeriksaan darah rutin adalah menurunnya total leukosit (leukopenia) yang dapat menjadi dasar klinisi untuk menilai pasien sudah terjangkit virus dengue5. b. Fase Kritis Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi 37,5-38°C dan bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7, meningkatnya permeabilitas kapiler bersamaan dengan meningkatnya kadar hematokrit dapat terjadi. Ini merupakan tanda awal fase kritis. Leukopenia yang progresif diikuti dengan menurunnya jumlah trombosit mengiindikasikan kebocoran plasma. Efusi pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari derajat kebocoran plasma dan volume dari terapi cairan. Foto thorax dan ultrasonografi abdomen dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pleura dan ascites. Syok dapat terjadi didahului oleh timbulnya tanda bahaya (warning sign). Temperatur tubuh dapat subnormal saat syok terjadi. Syok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ yang dapat mengakibatkan kegagalan organ, metabolik asidosis dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Hepatitis akut yang berat, encephalitis, mmiokarditis dan atau terjadi perdarahan yang masif dapat terjadi. Pasien yang membaik dalam fase ini disebut sebagai non-severe dengue. Pasien yang memburuk akan menunjukkan tanda bahaya. Pasien ini bisa membaik dengan rehidrasi intravena atau memburuk kembali yang disebut severe dengue5.

10

c. Fase Recovery Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari kompartemen extravascular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum membaik, kembalinya nafsu makan, berkurangnya gejala gastrointestinal, hemodinamik stabil dan cukup diuresis. Bradikardia dan perubahan EKG dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit kembali normal atau lebih rendah karena efek dilusi cairan yang diberikan. Leukosit kembali meningkat disusul dengan meningkatnya trombosit5.

Gambar 2.3 Gambaran Fase Demam Dengue Severe dengue didefinisikan bila didapati satu atau lebih hal-hal berikut ini5: • Kebocoran plasma yang mengarah pada syok • Perdarahan hebat • Gangguan berat organ Biasanya terjadi pada hari ke-4 atau ke-5 demam (berkisar antara hari ke 3-7), ditandai dengan tanda bahaya. Kompensasi tubuh untuk mempertahankan tekanan sistolik menyebabkan takikardia dan vasokonstriksi perifer, ditandai dengan akral dingin dan peningkatan capillary refill time. Akhirnya terjadi dekompensasi dan TD menghilang. Syok akibat hipotensi dan hipoksia akan menyebabkan kegagalan multiorgan5.

11

2.1.7 Diagnosis Banding Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa seperti demam, tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis dan malaria. Adanya hemokonsentrasi membedakan DBD dari penyakit lain3. Diagnosis banding demam dengue adalah meningitis, ensefalitis, dan sinusitis yang juga terdapat pada gejala demam dan sakit kepala. Terdapat cross-reactivity PCR antara virus dengue dan organisme lain seperti Demam West Nile di AS13.

2.1.8 Penatalaksanaan 2.1.8.1 Farmakologi Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama adalah dengan terapi simtomatis. Dengan terapi simtomatis yang adekuat angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan intravaskular merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan demam berdarah dengue. Asupan cairan pasien harus dijaga terutama cairan oral. Apabila asupan secara oral tidak dapat terpenuhi maka alternatifnya dapat diberikan cairan secara parenteral untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi darah14.

1. Demam Dengue Pasien DD (Demam Dengue) dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat dianjurkan14.

12

Grafik 2.3 Penanganan Pasien Tersangka DBD Tanpa Syok14 2. Demam berdarah dengue (DBD) - Terapi Antipiretik Umumnya sama dengan tatalaksana demam dengue. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Paracetamol dianjurkan sebagai antipiretik15. Paracetamol sebaiknya diberikan apabila suhu tubuh di atas 39°C, namun tidak boleh diberikan lebih dari 6 dosis dalam peiode 24 jam untuk mencegah efek samping perdarahan dan asidosis, atau sindrom Reye. Dosis paracetamol yang dapat diberikan untuk menurunkan demam adalah berikut:17 Tabel 2.2 Dosis Pemberian Paracetamol <1 tahun

60mg/dosis

1-3 tahun

60-120mg/dosis

3-6 tahun

120mg/dosis

6-12 tahun

240mg/dosis

Periode kritis berada saat transisi dari fase febris ke fase afebis yang biasanya tejadi di hari ketiga. Nilai hematokrit dapat menjadi penuntun untuk pemberia terapi di fase tersebut, karena secara tidak langsung hematokrit mengindikasikan derajat kebocoran plasma dan kebutuhan cairan intravena. Hematokrit sebaiknya diperiksa setiap hari sejak hari ketiga hingga demam turun dalam 1-2 hari. Apabila tidak ada pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dapat menjadi alternative walaupun kurang sensitif17. - Perbaikan volume plasma Kehilangan volume plasma dapat dimonitor dari perubahan hematokrit, tanda vital atau volume urin output. Penggantian volume plasma harus disesuaikan dengan jumlah kehilangan volume plasma untuk menghindari overhidrasi. Terapi cairan parenteal dapat diberikan pada pasien dehidrasi dengan demam, muntah, atau anoreksia. Padadehidrasi isotonis, 5% glukosa (50g/l) dilusi 1:2 atau 1:1 dalam cairan saline fisiologis dapat diberikan. Cairan bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada penanganan awal melalui intravena pada dehidrasi akibat DBD, namun dibeikan pada pasien yang keilangan cairan persisten akibat diare. Penggantian volume cairan harus sesuai dengan jumlah kehilangan elektrolit dan cairan, yaitu 10cc/kg diberikan untuk setiap 1% kehilangan BB normal. Formula HollidaySegar juga digunakan untuk penggantian volume cairan17. Misal:

13

Anak usia 2 tahun (BB normal, 10kg), dengan DBD Derajat II: - Demam tinggi selama 3 hari -Gejala memburuk pada hari ke-4 saat suhu tubuh turun - Pemeriksaan fisik: suhu tubuh 37°C, nadi 120x/menit, TD 100/70 mmHg, pteki, tes tourniquet positif, dan pembesaran hepar 2cm. - Pemeriksaan laboratorium: 0-1 trombosit/lapangan imersi minyak (100x), hematokrit 45% (N:35%) Tabel 2.3 Tabel Formula Holliday-Segar17 BeratBadan (kg)

KebutuhanCairan

yang

Diberikandalam 24 jam 10 kg

100cc/kgBB

10-20 kg

1000cc + 50cc untuktiap kg pada BB >10kg

>20 kg

1500cc + 20cc untuktiap kg pada BB >10kg

Pemberian cairan intravena penting dilakukan pada pasien ini karena terdapat peningkatan hematokrit >20% dan tanda awal gangguan sirkulasi (nadi cepat dan kondisi yang memburuk). Langkah yang sebaiknya dilakukan pada pasien ini: 1. Hitung cairan intravena, dengan asumsi dehidrasi isotonis 5%: - Cairan pengganti: 10x50=500cc - Cairan maintenance harian: 10x100= 1000cc - Total cairan yang dibutuhkan: 500+1000= 1500cc/24jam 2. Berikan 500cc dari glukosa 5% (50g/l) dilusi 1:2 atau 1:1 saline fisiologis (volume cairan tidak lebih dari 500cc, atau diberikan lebih dari 6 jam) 3. Periksa tanda vital tiap 1-2 jam dan hematokrit tiap 3-4 jam, monitor urin output dan kondisi pasien. 4. Berikan cairan intravena dengan formula Holliday-Segar berdasarkan tanda vital, hematokrit dan urine output (UOP).

Indikasi rawat inap apabila dijumpai tanda dehidrasi signifikan (>10%BB normal). Tanda dehidrasi signfikan berupa takikardi, peningkatan CRT (Capillary Refill Time) >2 detik, kulit dingin, pucat, berkerut, nadi perifer berkurang, perubahan status mental, oliguria,

14

peningkatan hematokrit yang mendadak atau peningkatan yang berkelanjutan walau sudah dilakukan pemberian cairan, tekanan nadi menyempit <20mmHg, dan hipotensi (hipotensi baru muncul apabila syok tidak teratasi)17.

Grafik 2.4 Alur pemberian cairan pada pasien DBD17

3. Dengue Shock Syndrome (DSS) - Perbaikan cairan plasma Cairan yang dapat digunakan pada ekspansi volum yang cepat adalah saline fisiologis, Ringer’s lactate (RL) atau Ringer’s acetate (RA), cairan glukosa 5% dilusi 1:2 atau 1:1 dalam saline fisiologis, dan plasma, substitusi plasma (mis: dextran 40) atau albumin 5% (50g/l). RL, RA, atau glukosa 5% dilusi dalam saline fisiologis diberikan bolus (10-20cc/kg) intravena cepat (<20 menit). Selanjutnya bolus 20-30cc/kg apabila diperlukan. Jika muncul syok, oksigen diberikan dan hematokrit diperiksa. Bila hematokrit meningkat, berikan cairan plasma, substitusi atau albumin 5% (10-20cc/kg) bolus cepat, ulangi bila perlu dengan cairan koloid dosis 20-30cc/kg. Bila syok belum teratasi, periksa nilai hematokrit apakah terdapat penurunan sebagai indikasi perdarahan internal. Transfusi fresh whole-blood (10cc/kg, bila ht >35%) dapat diberikan pada beberapa kasus. Bila syok teratasi, kurangi dosis infuse intravena dan sesuaikan dengan nilai hematokrit, UOP, dan tanda vital17.

15

Tanda vital tidak stabil: UOP ↓, tanda syok (+) Berikan cairan RL, RA, atau glukosa 5% dilusi saline fisiologis segera dan cepat BOLUS IV: 10-20cc/kg (Bila (+) asidosis: jangan gunakan RL atau cairan hiperosmolar Membaik

Tidak Membaik

Berikan oksigen

Sesuaikan terapi intravena (Holliday-Segar)

Hematokrit ↑

Hematokrit ↓

BOLUS IV

Transfusi darah

cairan plasma, substitusi plasma atau albumin 5%10-20cc/kg

(10cc/kg bila hematokrit >35%)

Grafik 2.5 Alur pemberian cairan pada pasien DSS17

Kehilangan volume plasma dapat berlangsung 24-48 jam. Pemberian cairan dihentikan apabila nilai hematokrit turun hingga sekitar 40%, dengan tanda vital stabil. UOP yang berangsur normal mengindikasikan sirkulasi membaik. Umumnya, cairan intravena tidak dibutuhkan bila lebih dari 48 jam setelah tindakan terminasi syok. Reabsorbsi plasma ekstravasasi (dalam bentuk penurunan hematokrit yang drastis setelah cairan intravena diberhentikan), hipervolemia, edem paru atau gagal jantung dapat terjadi bila overhidrasi. Perhatikan tanda perdarahan internal yaitu penurunan hematokrit pada fase ini. Nadi dan tekanan darah kuat, serta diuresis adekuat mengeksklusi kemungkinan perdarahan gastrointestinal17. - Koreksi Gangguan elektrolit dan metabolik Hiponatremi dan asidosis metabolik dapat kasus yang berat. Pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit sebaiknya dilakukan untuk mengestimasi defisit elektrolit (natrium) yang dapat menentukan derajat asidosis. Apabila asidosis tidak terkoreksi, dapat mengarah ke Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan komplikasi serius lainnya. Umumnya,

16

perbaikan cairan dan koreksi asidosis yang lebih awal dengan Natrium Bicarbonate dapat membeikan prognosis yang lebih baik17. - Monitor pasien syok Hal yang harus dimonitor secara rutin pada pasien DSS adalah17: 

Nadi, tekanan darah, dan pernafasan tiap 30 menit hingga syok teratasi



Nilai hematokrit, hemoglobin tiap 2 jam pada 6 jam pertama, lalu setiap 4 jam hingga stabil



Balans cairan dilakukan dan dicatat untuk evaluasi perbaikan cairan, terutama frekuensi dan volume UOP.

- Sedatif Terapi sedatif dibutuhkan pada pasien yang agitasi yang menrupakan tanda gagal hati. Obat hepatotoksik dan sedative yang long-acting sebaiknya dihindari. Terapi yang diberikan adalah dosis tunggal chloal hydrate (12.5-50mg/kg), oral atau rectal17. - Pemberian oksigen Oksigen diberikan pada semua pasien dengan syok, namun sebaiknya diperhatikan karena pemberian masker oksigen dapat menambah kepanikan pasien17. - Transfusi Darah Pada pasien dengan syok sebaiknya dilakukan cross-matchsebagai pemeriksaan rutin, namun transfuse darah hanya diindikasikan pada kasus perdarahan internal yang signifikan. Perdarahan internal dapat sulit dideteksi pada kondisi hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit, misalnya 50% ke 40% tanpa perbaikan klinis setelah pemberian cairan, merupakan indikasi perdarahan internal. Langkah yang dilakukan adalah pemberian transfuse fresh whole-blood dengan jumlah yang disesuaikan dengan konsentrasi sel darah merah. Fresh frozen plasma atau concentrated platelets diindikasikan untuk koagulopati yang menyebabkan perdarahan masif. DIC biasanya terjadi pada syok berat dan sangat berisiko menyebabkan perdarahan masif atau syok yang mematikan. Prosedur yang invasif sebaiknya dibatasi pada pasien DSS untuk mengurangi kemungkinan perdarahan bila terdapat koagulopati17. - Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah hematokrit, analisa gas darah dan serum elektrolit, faktor koagulasi darah berupa jumlah trombosit, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan waktu thrombin, dan tes fungsi hati17.

17

Kriteria pemulangan pasien DBD atau DSS teratasi yang dapat pulang adalah sebagai berkut17: 

Tidak dijumpai demam setidaknya 24 jam tanpa antipiretik atau krioterapi



Pasien sudah selera makan



Perbaikan klinis yang jelas



UOP yang baik



Nilai hematokrit stabil



Pasien telah melewati setidaknya 2 hari setelah masa perbaikan dari syok



Tidak dijumpai distress pernafasan dari efusi pleura atau asites



Jumlah trombosit >50.000/mm3

2.1.8.2 Non Farmakologi a. Promotif Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat adalah melalui semboyan “3M plus” yaitu menguras bak mandi minimal seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti, pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan air atau ikanisasi tempat penampungan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, serta melakukan fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa14. b. Preventif Kegiatan preventif di sini dimaksudkan untuk mencegah gigitan nyamuk, yaitu dengan cara mengoleskan lotion antinyamuk (repellent), menggunakan insektisida antinyamuk (semprot, bakar, atau elektrik), memakai kaos kaki yang panjang hingga ke lutut untuk anak-anak yang masih sekolah atau menggunakan celana panjang maupun baju lengan panjang, serta tidur dengan menggunakan kelambu14.

2.2 Nyamuk Aedes aegypti
 2.2.1 Taksonomi Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut18: Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Subphylum

: Uniramia

18

Kelas

: Insekta

Ordo

: Diptera

Subordo

: Nematosera

Familia

: Culicidae

Sub family 
 
 : Culicinae Tribus

: Culicini

Genus

: Aedes

Spesies

: Aedes aegypti

2.2.2 Morfologi Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu mengalami perubahan bentuk morfologi selama hidupnya dari stadium telur berubah menjadi stadium

larva

kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi stadium dewasa18.

Gambar 2.2 Daur hidup Aedes aegypti18 Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama pada bagian kakinya19. a. Stadium telur Aedes aegypti Seekor nyamuk betina rata-rata dapat menghasilkan 100 butir telur setiap kali bertelur dan akan menetas menjadi larva dalam waktu 2 hari dalam keadaan telur terendam air. Telur

19

Aedes aegypti berwarna hitam, berbentuk ovale, kulit tampak garis-garis yang menyerupai sarang lebah, panjang 0,80mm, berat 0,0010-0,015 mg. Telur Aedes aegypti dapat bertahan dalam waktu yang lama pada keadaan kering. Hal tersebut dapat membantu kelangsungan hidup spesies selama kondisi iklim yang tidak memungkinkan19. Pada umumnya nyamuk Aedes aegypti akan meletakan telurnya pada suhu sekitar 20° sampai 30°C. Pada suhu 30°C, telur akan menetas setelah 1 sampai 3 hari dan pada suhu 16°C akan menetas dalam waktu 7 hari. Telur nyamuk Aedes aegypti sangat tahan terhadap kekeringan20. Pada kondisi normal, telur Aedes aegypti yang direndam di dalam air akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Berdasarkan jenis kelaminnya, nyamuk jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk betina, serta lebih cepat menjadi dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah suhu, pH air perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping fertilitas telur itu sendiri21.

Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti21

b. Stadium Larva Aedes aegypti Larva nyamuk Aedes aegypti selama perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit larva instar I memiliki panjang 1-2 mm, tubuh transparan, siphon masih transparan, tumbuh menjadi larva instar II dalam 1 hari. Larva intar II memiliki panjang 2,5 – 3,9 mm, siphon agak kecoklatan, tumbuh menjadi larva instar III selama 1-2 hari. Larva instar III berukuran panjang 4-5 mm, siphon sudah berwarna coklat, tumbuh menjadi larva instar IV selama 2 hari. Larva instar IV berukuran 5-7 mmm sudah terlihat sepasang mata dan sepasang antena, tumbuh menjadi pupa dalam 2-3 hari. Umur rata-rata pertumbuhan larva hingga pupa berkisar 5-8 hari. Posisi istirahat pada larva ini adalah membentuk sudut 45°terhadap bidang permukaan air21

20

Gambar 2.4 Larva Aedes aegypti21

c. Stadium Pupa Aedes aegypti
 Pada stadium pupa tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu cephalothorax yang lebih besar dan abdomen. Bentuk tubuh membengkok. Pupa tidak memerlukan makan dan akan berubah menjadi dewasa dalam 2 hari. Dalam pertumbuhannya terjadi proses pembentukan sayap, kaki dan alat kelamin21.

Gambar 2.5 Pupa Aedes aegypti21

d. Nyamuk dewasa Aedes aegypti Tubuh nyamuk dewasa terdiri dari 3 bagian, yatu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen). Badan nyamuk berwarna hitam dan memiliki bercak dan garis-garis putih dan tampak sangat jelas pada bagian kaki dari nyamuk Aedes aegypti. tubuh nyamuk dewasa memiliki panjang 5 mm. Pada bagian kepala terpasang sepasang mata majemuk, sepasang antena dan sepasang palpi, antena berfungsi sebagai organ peraba dan pembau. Pada nyamuk betina, antena berbulu pendek dan jarang (tipe pilose). Sedangkan pada nyamuk jantan, antena berbulu panjang dan lebat (tipe plumose). Thorax terdiri dari 3 ruas, yaitu prothorax, mesotorax, dan methatorax. Pada bagian thorax terdapat 3 pasang kaki dan pada ruas ke 2

21

(mesothorax) terdapat sepasang sayap. Abdomen terdiri dari 8 ruas dengan bercak putih keperakan pada masing-masing ruas. Pada ujung atau ruas terakhir terdapat alat kopulasi berupa cerci pada nyamuk betina dan hypogeum pada nyamuk jantan21. Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1:1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyamuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin21. Pada nyamuk betina, bagian mulutnya mempunyai probosis panjang untuk menembus kulit dan penghisap darah. Sedangkan pada nyamuk jantan, probosisnya berfungsi sebagai pengisap sari bunga atau tumbuhan yang mengandung gula. Nyamuk Aedes aegypti betina umumnya lebih suka menghisap darah manusia karena memerlukan protein yang terkandung dalam darah untuk pembentukan telur agar dapat menetas jika dibuahi oleh nyamuk jantan. Setelah dibuahi nyamuk betina akan mencari tempat hinggap di tempat tempat yang agak gelap dan lembab sambil menunggu pembentukan telurnya, setelah menetas telurnya diletakkan pada tempat yang lembab dan basah seperti di dinding bak mandi, kelambu, dan kaleng-kaleng bekas yang digenangi air22. Tempat pembangkitan tersebut berupa22: a. Tempat penampungan air (TPA) yaitu tempat menampung air guna 
 keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC dan ember. b. Bukan tempat penampungan air (non TPA) yaitu tempat-tempat 
 yang biasa digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, kaleng bekas, ban bekas, botol, pecahan gelas, vas bunga dan perangkap semut. c. Tempat penampungan air alami (TPA alami) seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang dan potongan bambu. 


2.2.3 Pengendalian vektor Pengendalian nyamuk dapat dibagi menjadi tiga yaitu22 : 1. Pengendalian secara mekanik Cara ini dapat dilakukan dengan mengubur kaleng-kaleng bekas atau tempat-tempat

22

sejenis yang dapat menampung air hujan dan membersihkan lingkungan yang berpotensial dijadikan sebagai sarang nyamuk Aedes aegypti misalnya got dan potongan bambu. Pengendalian mekanis lain yang dapat dilakukan adalah pemasangan kelambu dan pemasangan perangkap nyamuk baik menggunakan cahaya lampu dan raket pemukul. 2. Pengendalian secara biologis Intervensi yang didasarkan pada pengenalan organisme pemangsa, parasit, pesaing untuk menurunkan jumlah Aedes aegypti. Pengendalian ini biasa dilakukan dengan memelihara ikan yang relatif kuat dan tahan, misalnya ikan mujaer di bak atau tempat penampungan air lainnya sehingga sebagai predator bagi jentik dan pupa. 3. Pengendalian secara kimia Penggunaan insektisida secara sembarangan untuk pencegahan dan pengontrolan infeksi dengue harus dihindari. Selama periode sedikit atau tidak ada aktifitas virus dengue, tindakan reduksi sumber secara rutin yang diuraikan dalam bagian metode pelaksana lingkungan dapat dipadukan dengan penggunaan larvasida dalam wadah yang tidak dapat dibuang di tutup, diisi atau ditangani dengan cara lain. Untuk pengendalian emergensi menekan epidemik virus dengue atau untuk mencegah ancaman wabah, suatu program penghancuran yang tepat dan pasif terhadap Aedes aegypti harus dilakukan dengan insektisida. 


2.2.4 Program 3M Plus Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus ini sangat menentukan. Oleh karenanya di Indonesia, program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan. Program PSN yaitu22: 1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah. Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti22:

23

1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir nyamuk; 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; dan 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada saat musim penghujan.

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN METODE

3.1 Kerangka Konsep Kegiatan ini bertujuan untuk promosi kesehatan dan pemberdayaan siswa-siswi SD di Kelurahan Batang Beruh tentang penyakit DBD.Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep dari kegiatan ini adalah sebagai berikut :

 

Peningkatan jumlah kasus DBD

Pembentukan kader polisi jentik di SD Penyuluhan DBD

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional 3.2.1 SD Wilayah Kerja Puskesmas Batang Beruh SD yang ikut berperan serta dalam kegiatan ini sebanyak 15 SD. Peserta yang ikut dalam kegiatan ini adalah siswa kelas 3. 3.2.2 Puskesmas Batang Beruh Puskesmas Batang Beruh berlokasi di Jalan Pahlawan Kecamatan Sidikalang. 3.2.3 Jentik Nyamuk Jentik atau larva adalah salah satu bentuk tingkatan hidup hewan yang berkembangbiak dengan metamorfosis. Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur-larvapupa-dewasa.Jentik nyamuk merupakan bentuk tingkatan hidup nyamuk yang paling mudah ditemukan dan dikumpulkan karena sifatnya yang mengapung atau menggantung di air, dan biasanya ditemukan dalam jumlah yang banyak di suatu lokasi. 3.2.4 3M Plus 3M plus merupakan salah satu cara pencegahan DBD, yang termasuk dalam 3M plus adalah menguras tempat penampungan air, mengubur barang bekas, menutup tempat penampungan air plus segala bentuk kegiatan pencegahan seperti menaburkan bubuk larvasida (abate), tidur dengan menggunakan kelambu, memlihara ikan pemangsa jentik

24

25

nyamuk, menanam tanaman pengusir nyamuk, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah.

3.3 Rancangan Kegiatan Kegiatan ini dilakukan dengan metode penyuluhan secara langsung kepada siswa SD di wilayah puskesmas batang beruh. Media penyuluhan dalam kegiatan ini berupa poster. Dalam kegiatan penyuluhan ini juga dilakukan pemilihan polisi jentik nyamuk pada siswa kelas III di setiap sekolah. Polisi jentik nyamuk tersebut diberi tugas mencari semua genangan air dan menangkap jentik nyamuk yang ada di sekitar sekolah yang kemudian didokumentasikan ke dalam formulir yang terlampir. 3.4 Lokasi dan Waktu Kegiatan Lokasi kegiatan penyuluhan dilakukan di SD yang berada di wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh. Waktu pelaksanaan kegiatan penyuluhan pada bulan Januari 2018.

3.5 Populasi dan Sampel Kegiatan Populasi dalam kegiatan seluruh SD di wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh. Sampel terpilih dalam kegiatan ini adalah siswa SD kelas 3 di wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh.

26

BAB 4 HASIL

4.1.Profil Puseksmas Batang Beruh berada di wilayah Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh mencakup 5 kelurahan/desa yaitu Kelurahan Batang Beruh, Desa Bintang, Desa Kalang Simbara, Fasilitas pendidikan Sekolah Dasar yang terletak di wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh berjumlah sebanyak 17 sekolah yang terdiri dari 15 sekolah dasar.

4.2. Data Geografis Kelurahan Batang Beruh merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 6,48 km2 . Secara administratif Kelurahan Batang Beruh terdiri atas 12 Lingkungan. Adapun batas-batas Kelurahan Batang Beruh adalah sebagai berikut : Sebelah Utara

: Desa Kalang Simbara

Sebelah Selatan

: Kelurahan Sidiangkat

Sebelah Barat

: Kelurahan Sidikalang

Sebelah Timur

: Kecamatan Sitinjo

4.3.Data Demografik Menurut data tahun 2015, jumlah penduduk di Kelurahan Batang Beruh kurang lebih 11.035 jiwa, terdiri dari 5.420 jiwa laki-laki dan 6.615 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk mencapai 1702 jiwa/km2 .

4.4. Data Siswa SD di Kelurahan Batang Beruh Jumlah keselurahan siswa kelas 3 SD di Kelurahan Batang Beruh adalah 156 orang yang terdiri dari 71 orang perempuan dan 85 orang laki-laki. Dari keseluruhan siswa tersebut ditentukan siswa sebagai polisi jentik dengan keseluruhan sebanyak 20 orang.

27

Jumlah Siswa No.

Nama Sekolah

Perempuan

Laki-laki

1.

SD Negeri No. 030287 Batang Beruh

20

20

2.

SD Negeri No.030306 Barisan Nauli

12

9

3.

SD Negeri No. 030281 Sidikalang

7

16

4.

SD Negeri No. 034781 Batang Beruh

17

34

5.

SD Negeri No. 033914 Bintang

20

14

6.

SD Negeri No. 030300 Pansuran

14

14

7.

SD Negeri No. 035935 Pancuran

8

5

8.

SD Negeri No. 030288 Batang Beruh

17

18

9.

SD Muhammadiyah 1

5

4

10.

SD Methodist

44

66

11.

SD Inpres Kalang Simbara

14

10

12.

SD Negeri No. 030286 Parsaoran

11

21

13.

SD Negeri No. 037145 Lae Pinang

10

15

14.

Yayasan Pesantren Sidiangkat

5

8

15.

SD Negeri No. 034779 Sidiangkat

30

28

Total

516

28

4.5. Polisi Jentik

No.

Nama Sekolah

Jumlah Polisi Jentik

1.

SD Negeri No. 030287 Batang Beruh

4

2.

SD Negeri No.030306 Barisan Nauli

4

3.

SD Negeri No. 030281 Sidikalang

4

4.

SD Negeri No. 034781 Batang Beruh

4

5.

SD Negeri No. 033914 Bintang

4

6.

SD Negeri No. 030300 Pansuran

4

7.

SD Negeri No. 035935 Pancuran

4

8.

SD Negeri No. 030288 Batang Beruh

4

9.

SD Muhammadiyah 1

4

10.

SD Methodist

8

11.

SD Inpres Kalang Simbara

3

12.

SD Negeri No. 030286 Parsaroan

4

13.

SD Negeri No. 037145 Lae Pinang

4

14.

Yayasan Pesantren Sidiangkat

4

15.

SD Negeri No. 034779 Sidiangkat

4

Total

63

29

BAB 5 PEMBAHASAN Dari data yang dipaparkan di bab IV telah dilakukan penyuluhan dan pemilihan polisi jentik nyamuk. Topik penyuluhan yang disampaikan kepada siswa antara lain tentang siklus nyamuk, penyakit demam berdarah, sosialisasi PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan metode 3M plus serta pemantauan jentik nyamuk oleh polisi jentik nyamuk. Untuk membantu pencapaian target tersebut, peneliti telah melakukan penyuluhan kepada 516 siswa kelas III SD di wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh. Dari keseluruhan siswa yang diberikan penyuluhan maka dipilih 63 siswa sebagai polisi jentik nyamuk. Polisi jentik nyamuk selanjutnya diberikan pipet/senapan jentik nyamuk, kemudian diberikan tugas untuk mencari semua genangan air dan menangkap jentik nyamuk yang ada di sekitar sekolah. Setelah dilakukan penyuluhan dan pembentukan polisi jentik nyamuk, diharapkan semua siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pemberantasan sarang nyamuk dengan metode 3M plus, mengenali tanda dan gejala demam berdarah serta mengenali jentik nyamuk. Selain itu siswa tersebut dapat membagi informasi kepada seluruh anggota keluarga dan orangorang di lingkungan sekitar. Melalui kegiatan ini diharapkan angka kejadian demam berdarah di wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh dapat ditekan.

30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN a. Jumlah kasus demam berdarah dimulai Desember 2016 hingga Nopember 2017 di Kabupaten Dairi mencapai 52 kasus. b. Jumlah kasus demam berdarah di wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh sejumlah 26 kasus. c. Telah dilakukan penyuluhan dan pembentukan jentik nyamuk di 15 sekolah pada wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh. d. Polisi jentik nyamuk yang dipilih berjumlah 63 siswa dari total 516 siswa kelas III SD yang diberikan penyuluhan.

6.2 SARAN a. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi diharapkan agar dapat berperan aktif dalam memfasilitasi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dan penyuluhan mengenai demam berdarah. b. Kepada Puskesmas Batang Beruh diharapkan agar kegiatan ini dapat dilakukan secara rutin setiap tahunnya dan melakukan evaluasi terhadap polisi jentik nyamuk yang terpilih. c. Kepada Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Batang Beruh diharapkan agar dapat berpartisipasi dalam pemberantasan sarang nyamuk serta lebih terbuka dalam menerima penyuluhan yang akan dilakukan di kemudian hari.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Data dan informasi profil kesehatan Indonesia 2016, 2017. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan Indonesia. 2. Dinas kesehatan kabupaten Dairi 2017. 3. Suhendro, Leonard Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T.Pohan, 2009. Demam Berdarah Dengue. In: B. S. I. A. M. S. K. S. S. Aru W.Sudoyo, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. V ed. s.l.:internaPublishing, pp. 2773-2779.

4. Kariyawasam, Senanayake, 2010. Dengue Infection during pregnancy: case series from a tertiary care hospital in Sri Lanka. The Journal of Infection in Developing Countries, pp. 767775. 5. World Health Organization, 2009. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, and Control 2009.

6. Wiwanitkit, 2006. Dengue Haemorrhagic fever in pregnancy: appraisal on Thai cases. The Jorunal of Vector Borne Disease, pp. 203-205. 7. World Health Organization, 1997. Chapter 2, Clinical Diagnosis Dengue haemorrhagic fever : diagnosis, treatment, prevention, control. 2nd Edition. 8. Witayathawornwong P, Jirachancai O, Kasemsut P, Mahawijit N, Srisakawa R, 2012. Severe Perinatal Dengue Haemorrhagic Fever in a Low Birth Weight Infant.

32

9. Adam L, Jumaa AM, Elbashir H, Kaesany M, 2010. Maternal and perinatal outcomes of dengue in Port Sudan, Eastern Sudan. Virology Journal, p. 153. 10. Tantawichien T, 2012. Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever in adolescents and adults. In: Paediatrics and International Child Health 2012.. 11. Tsai H, Lin C, Hong N, Kuo T, Huang Y, Lin M, Loo T, Huang K, Wang J, Chen S, 2010. Dengue Virus Infection in Early Gestation with Delivery of an Unaffected Fetus and No Vertical Transmission. Taiwan Journal Obstetry and Gynaecology. 12. Ginting Y, 2004. Patofisiologi, gejala dan tanda demam berdarah/sindroma syok dengue. In: s.l.:Suplemen MK Nusantara, pp. 7-12. 13. Guerdan B, 2010. Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever. American Journal of Clinical Medicine. 14. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. Demam Berdarah Dengue. Disunting oleh Sudoyo,Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 15 Departemen Kesehatan Indonesia, 2004. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. 16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Jakarta. 17. World Health Organization (WHO), 1997. Chapter 3, Treatment Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. 2nd Edition. Available from: www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/012-23,pdf?ua=1 18.

Djakaria

S.

PendahuluanEntomologi.

ParasitologiKedokteranEdisi

Ke-3.

FakultasKedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta. 2004;p.343. 19. DepartemenKesehatanRepublik Indonesia. Inside (Inspirasi Dan Ide) Litbangkes P2b2 Vol

II:

AedesAegypti,

Vampir

Mini

Yang

Mematikan.

BadanPenelitian

Dan

PengembanganKesehatanDepkes RI. Jakarta. 2007. 20. Sudarmaja, I.M. Mardihusodo, S.J. PemilihantempatbertelurnyamukAedesaegyptipada air limbahrumahtangga di laboratorium. 2009;Vol.10(4): 205-207. 21. Soedarto. Atlas EntomologiKedokteran. EGC. Jakarta. 1992; 39-48 22. HoedojoR., Zulhasril. Buku Ajar ParasitologiKedokteranEdisiKeempat. Jakarta: BalaiPenerbitFakultasKedokteranUniversitas Indonesia. 2008; 227-35

Related Documents

Mini Pro Pkm Hasil.docx
April 2020 12
Mini Pro Salwa.docx
December 2019 16
Pkm
November 2019 49
Pkm
August 2019 74

More Documents from "Rudolf"

1. Met-lit-usb-1.pdf
November 2019 16
Mini Pro Pkm Hasil.docx
April 2020 12
Jurnal.docx
November 2019 11