Mini Clinical Examination Fira.docx

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mini Clinical Examination Fira.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,937
  • Pages: 24
MINI CLINICAL EXAMINATION “PERSIAPAN PRE OPERATIF PADA PASIEN Ny. S P6A1 USIA 68 TAHUN DENGAN PROLAPSUS UTERI GRADE IV, SISTOKEL GRADE III, REKTOKEL GRADE II, DAN TROMBOSITOPENIA”

Oleh: Safira Aulia Rahma

G4A017041

Pembimbing: dr.Dudik Haryadi, Sp. An

SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2018

HALAMAN PENGESAHAN MINI CLINICAL EXAMINATION “Persiapan Pre Operatif Pada Pasien Ny S P6A1 Usia 68 Tahun Dengan Prolapsus Uteri Grade IV, Sistokel Grade III, Rektokel Grade II, Dan Trombositopenia”

Disusun oleh: Safira Aulia Rahma

G4A017041

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Anestesiologi dan Terapi IntensifRSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui, Pada tanggal: Juli 2018

Mengetahui, Dokter Pembimbing

dr. Dudik Haryadi, Sp.An

I. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien Nama

: Ny. S

Umur

: 68 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Tamanwinangun RT 06/04 Kebumen

Agama

: Islam

Diagnosis

: P61 Usia 68 Tahun Dengan Prolapsus Uteri Grade IV,

Sistokel

Grade

III,

Rektokel

Grade

II,

Hepatomegali Dan Trombositopenia Pro

: TVH, KPA, KPR

DPJP Anestesi

: dr. Dudik Haryadi, Sp.An

No. CM

: 02057885

Tanggal masuk RSMS : Senin, 2 Juli 2018 Tanggal Operasi

: Kamis, 4 Juli 2018

B. Follow up Pra Anestesi 1.

Anamnesis Pra Anestesi Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien. a. Keluhan Utama Pasien mengeluh rahim turun melewati jalan lahir b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik kebidanan dan kandungan RSUD Margono Soekarjo pada hari Senin, 2 Juli 2018 dengan keluhan perasaan mengganjal pada jalan lahir yang disebabkan adanya rahim turun ke jalan lahir disertai pengeluaran darah dari jalan lahir. Keluhan ini telah dirasakan sebulan, semakin lama memberat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan keluhan ini dirasakan terus menerus hingga mengganggu aktivitas karena menimbulkan rasa nyeri dan kesulitan saat berjalan. Keluhan lain seperti gangguan buang air

3

kecil, infeksi saluran kemih berulang dan kesulitan buang air besar disangkal. c. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Asma (-), penyakit Jantung (+), penyakit ginjal (-), penyakit hati (+), stroke (-), alergi obat (-),alergi makanan (-), riwayat operasi (-). d. Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), Asma (-), penyakit Jantung (-), penyakit ginjal (-). e. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SMP. Suami pasien meninggal dan pasien memiliki 6 orang anak, pasien tinggal bersama salah seorang anaknya. Pembiayaan kesehatan menggunakan umum dengan kelas VIP B. 2.

Pemeriksaan Pra Anestesi a. Tanda vital Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Heart Rate

: 84 x/menit, denyut kuat, isi cukup, reguler

Respiratory Rate : 18 x/menit Suhu

: 36,7oC

b. Status Antropometri Berat Badan

: 34 kg

Tinggi Badan

: 146 cm

BMI

: 15.95 (Underweight)

c. Status Generalis a. Kepala : Mesochepal b. Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Reflek cahaya +/+, pupil isokor diameter 3mm/3mm, lensa keruh +/+ c. Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-) d. Mulut : Lidah Kotor (-) bibir kering (-), hiperemis (-), pembesaran tonsil (-), buka mulut 3 jari, mallapati kelas II.

4

e. Gigi : Karies gigi (+), gigi tanggal (+), gigi goyang (-), massa jalan nafas (-). f. Telinga : Discharge (-), tidak ada kelainan bentuk g. Leher : Simestris, trakea di tengah, pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening (-), Thyromental distance (TMD) 7 cm. h. Thorax: simetris, retraksi (-) Paru: Inspeksi : simetris (+), retraksi(-), ketinggalan gerak (-), jejas (-) Palpasi : vocal fremitus dextra sama dengan vocal fremitus sinistra Perkusi : sonor di seluruh lapang paru Auskultasi : SD vesikuler +N/+N, RBK -/-, RBH -/-, Wheezing -/Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V LMCS 2 jari ke kiri, tidak kuat angkat Perkusi : batas jantung kanan atas di SIC II LPSD kanan bawah di SIC IV LPSD kiri atas di SIC II LPSS kiri bawah di SIC V LMCS 2 jari ke kiri Auskultasi :s1>s2, murmur -, gallop i. Abdomen Inspeksi

: Cembung, distensi (-)

Auskultasi

: Bising Usus (+) normal

Perkusi

: Timpani

Palpasi

:Supel, nyeri tekan (-)

Hepar

: Batas bawah hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae dextra, konsistensi lunak, tepi tumpul

Lien

: tidak teraba

j. Ekstremitas : Akral hangat, edema superior (-/-) edema inferior (-/), parese (-/-). k. Integumen: ikterik (-), turgor kulit < 2 detik.

5

l. Pemeriksaan Vertebrae Tidak didapatkan kelainan d. Status lokalis Inspeksi : fluksus (+), fluor (-), vulva dan vagina tidak ada kelainan, tampak massa berasal dari vagina pada vulva, discharge (-) Pemeriksaan Dalam : fluksus (+), fluor (+), vulva ddan vagina tidak ada kelainan, teraba massa dari dinding anterior vagina turun sampai diluar introitus vagina, teraba portio turun sampai caruncula hymenalis, portio : licin, erosi (-) e. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah Lengkap Tanggal 03/07/2018 Hb

: 10.5 g/dL (L)

Leukosit

: 10010 U/L (L)

Ht

: 34 % (L)

Eritrosit

: 3,9 juta/µL

Trombosit

: 79.000 µL

Albumin

: 2.67 g/dL (L)

GDS

: 90 mg/dl

Natrium

: 139 mmol/L (H)

Kalium

: 2,8 mmol/L

Klorida

: 112 mmol/L (H)

Laboratorium Kimia Klinik Tanggal 02/07/2018 SGOT

: 23 U/L

SGPT

: 23 U/L

Ureum

: 27,2 mg/dL

Kreatinin

: 0,68 mg/dL

PT

: 11,2 detik

APTT

: 49,0 detik (H)

6

Hasil Ro Thorax

Hasil EKG

7

3.

Terapi pra Anestesi - IVFD RL 20 tpm - Transfusi PRC 1 kolf

4.

Kesimpulan a) Assesment - Prolaps Uteri Grade IV, Sistokel Grade III, Rektokel Grade III,Hepatomegali, Trombositopenia - ASA II b) Rencana operasi: Pro TVH + KPA + KPR c) Rencana anestesi: General Anestesi - LMA

C. Laporan Anestesi 1. Persiapan Anestesi o Informed consent o Puasa minimal 6 jam sebelum operasi 2. Durante Operasi a. Tanggal operasi

: 04/07/2018

b. Jam mulai anestesi

: 11.00 WIB

c. Jam selesai anestesi

: 12.50 WIB

d. Kondisi prainduksi Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4V5M6

Tekanan darah

: 150/90 mmHg

Heart rate

: 92x/menit, denyut kuat, isi cukup, reguler

RR

: 18 x/menit, pola napas thoracoabdominal

Suhu

: 36,80C

e. Teknik anestesia Anestesi

: General Anestesi

Premedikasi

: Ondansentron

Preemptive analgesia

: fentanyl 50 µg

Sedasi

: 1) Induksi: intravena propovol 100 mg 2) Rumatan: inhalasi sevofluran

Pelumpuh otot

:-

8

Airway

: 1) Face mask no 3 2) LMA no 3 3) Goedel no 3

f. Monitoring 1. Tekanan darah, SpO2, dan HR Tabel 2.1. Monitoring Durante Operasi Waktu

TD (mmHg)

SpO2

HR

11.00

150/90

100%

90

11.15

110/80

100%

71

11.30

120/60

100%

74

11.45

120/60

100%

77

12.00

100/50

100%

81

12.15

120/70

100%

75

12.30

120/80

100%

73

12.45

120/80

100%

78

13.00

120/70

100%

74

2. Obat yang masuk - Ondansentron 4 mg - Fentanyl 50 mg - Propofol 100 mg - Pethidin 75 mg - Chrome 50 mg 3. Cairan yang masuk - RL 700 ml 4. Cairan yang keluar - Darah

: 100 ml

- Urine

: 200 ml

5. Terapi cairan Rumus: Maintenance

= 2kgBB/jam

Pengganti Puasa (PP)

= Puasa (jam) x M

9

Stress Operasi (SO)

= 6cc/kgBB (operasi sedang)

Jam I

= ½ PP + M + SO

Jam II

= ¼ PP + M + SO

EBV

= (Wanita) 65 x BB

Perhitungan (BB= 34 kg): Maintenance (M)

= 2 x 34 = 68 ml/jam

Pengganti puasa

= 6 x 68 = 408 ml.

Stress Operasi (SO)

= 6 x 34= 204 ml.

EBV = 65 x 34 = 2210 ml.

Lama Operasi (90 menit) Input cairan durante operasi Jam I

= ½ PP + M + SO

= ½ (408) + 68 + 204 = 680 ml Total input durante operasi (90 menit): (90/60) x 680 = 1020 ml Output durante operasi Jumlah perdarahan

= 100 ml

Urin Output

= 200 ml

Total output durante operasi = 300 ml

D. Follow up post operasi Perkembangan Pasien Kamis, 5 Juli 2018 pukul 17.00 WIB Subject

:

Pasien mengeluhkan nyeri pada jalan lahir setelah operasi, kepala terasa pusing dan badan terasa lemas. Object:

:

Ku/ kes: baik/ CM TD : 130/80 mmhg N: 79x/menit RR: 18 x/ menit

10

T: 36.6 C

Assessment : Prolaps Uteri Grade IV, Sistokel Grade III, Rektokel Grade III Planning

:



IVFD RL 20 tpm.



Cefixime 2x200 mg



Asam Mefenamat 3x500 mg



Asam Tranexamat 3x500 mg



Vit C 3x1



Ketoprofen tab 3 x 50 mg / hari selama 3 hari



Pethidin 50 mg im



Awasi KU/Kes, Tanda vital, TD, Nadi, RR



Apabila pasien sadar, boleh makan



Lain-lain sesuai instruksi operator

11

II. PEMBAHASAN

A. Prolaps Uteri Prolapsus uteri adalah suatu kondisi turunnya uterus keluar melalui vagina, hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur penyangga pelvis mengalami kerusakan dan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut turun (Winkjosastro, 2009). Penyebab prolapsus organ panggul belum diketahui secara pasti, namun para peneliti menyetujui bahwa etiologi prolapsus organ panggul adalah multifaktorial dan berkembang secara bertahap dalam rentang waktu tahun. Terdapat berbagai macam faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya prolapsus dan dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan faktor non-obstetri. Histerektomi tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut (derajat III dan IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan

gejala

saluran

pencernaan

seperti,

sembelit,

inkontinensia flatus, urgensi tinja, kesulitan dalam mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan dengan gangguan buang air besar dan untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari. Histerektomi vagina merupakan tindakan bedah mayor sedang (Berek dan Novak, 2012). Operasi mayor adalah operasi yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mengangkat atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan, contohnya kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi, amputasi dan operasi akibat trauma (Brunner & Sudarth, 2014).

12

B. Trombositopenia 1.

Trombosit Trombosit adalah sel darah yang terlibat dalam proses hemostasis, yang dihasilkan dari megakariosit. Jumlah trombosit darah normal dalam populasi umum adalah 150.000-450.000/ μL, tetapi 5% populasi normal memiliki hitung trombosit di luar rentang nilai normal. Regulator utama produksi trombosit adalah hormon trombopoietin (TPO), yang terutama disintesis di hepar. Trombosit berada dalam sirkulasi dengan rerata masa hidup 7-10 hari. Sekitar satu per tiga jumlah trombosit tinggal di dalam limpa, dan akan meningkat secara proporsional sesuai ukuran limpa (Longo, 2010).

2. Hemostasis Hemostasis

adalah

mekanisme

tubuh

untuk

menghentikan

perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Mekanisme ini terjadi jika terdapat luka yang mengenai pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan, maka pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Dengan adanya perlukaan pembuluh darah, endotel terlepas maka jaringan subendotel terbuka sehingga trombosit melekat ke kolagen di jaringan subendotel. Perlekatan trombosit ke jaringan subendotel disebut adhesi trombosit. Pada adhesi trombosit factor von Willebrand berperan sebagai jembatan antara trombosit dengan kolagen di jaringan subendotel. Trombosit yang melekat ke subendotel akan mengeluarkan isi granula seperti adenosine diphosphate (ADP) dan serotonin yang akan merangsang trombosit lain untuk saling melekat atau beragregasi membentuk gumpalan yang akan menyumbat luka pada dinding vaskuler. Trombosit yang beragregasi juga mengeluarkan isi granula seperti ADP dan serotonin. Pengeluaran isi granula disebut reaksi pelepasan (release reaction). Sumbat trombosit tersebut bersifat semi permeable, jadi tidak dapat dilewati eritrosit tetapi dapat dilewati cairan. Perlukaan vaskuler juga menyebabkan sistem koagulasi diaktifkan sehingga akhirnya terbentuk fibrin. Fibrin akan mengubah sumbat trombosit yang semi permeable menjadi non permeable sehingga

13

cairan juga tidak dapat melewati. Dengan demikian yang berperan dalam hemostasis adalah vaskuler (dinding pembuluh darah), trombosit dan sistem koagulasi (Hoffman, 2006).

Sistem koagulasi terdiri atas protein plasma, ion kalsium dan tromboplastin jaringan atau tissue factor (TF). Faktor koagulasi diberi angka romawi berdasarkan urutan ditemukannya. Sebagian besar faktor koagulasi adalah proenzim yang akan berubah menjadi enzim setelah diaktifkan. Beberapa faktor koagulasi membutuhkan vitamin K untuk proses karboksilasi residu asam glutamate menjadi gamma karboksi glutamate yaitu protrombin, F VII, F IX dan F X sehingga 4 faktor tersebut disebut vitamin K dependent factors. Proses koagulasi adalah reaksi berantai perubahan proenzim menjadi enzim. Proses koagulasi dapat dimulai dari jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik yang kemudian bergabung menjadi jalur bersama. Yang berfungsi pada jalur intrinsik adalah F XII, Prekalikrein, Kininogen berat molekul 40 tinggi, F XI, ion kalsium, F IX, dan F VIII sedang pada jalur ekstrinsik hanya F VII dan ion kalsium yang berfungsi, dan pada jalur bersama yang berfungsi adalah F X, F V, protrombin (F II) dan fibrinogen (F I). Trombosit juga ikut berperan dalam proses koagulasi karena menyediakan permukaan fosfolipid yang bermuatan negative yang disebut platelet factor 3 (Pf3), tempat aktivasi faktor koagulasi. Jalur intrinsik dimulai dengan aktivasi faktor XII oleh permukaan asing, sedang jalur ekstrinsik dimulai dengan

14

masuknya TF ke sirkulasi yang akan mengaktifkan faktor VII. Pada aktivasi koagulasi baik melalui intrinsik maupun ekstrinsik, akan dihasilkan thrombin dari protrombin. Selanjutnya thrombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Trombin juga mengaktifkan F XIII menjadi F XIII aktif yang menstabilkan fibrin dengan pembentukan ikatan silang (cross link). Jadi hasil dari proses koagulasi adalah terbentuknya fibrin yang membuat sumbat trombosit menjadi non permeable. Hemostasis dapat dibedakan atas hemostasis primer dan hemostasis sekunder. Yang berperan dalam hemostasis primer adalah trombosit dan vaskuler sedang hemostasis sekunder diperankan oleh sistem koagulasi (Hoffman, 2006). 3. Trombositopenia Dalam evaluasi trombositopenia, langkah awal yang penting adalah melihat

kembali

apusan

pseudotrombositopenia,

darah

terutama

tepi pada

untuk pasien

menyingkirkan tanpa

penyebab

trombositopenia yang jelas. apusan darah untuk menghitung jumlah trombosit hendaknya dari darah yang ditampung dalam sodium citrate (tabung dengan tutup biru), heparin (tabung dengan tutup hijau), atau idealnya dari darah segar tanpa antikoagulan (Papadakis, 2013). Anamnesis

dan

pemeriksaan

fisik,

hasil

pemeriksaan

darah

rutin/lengkap, dan penilaian ulang apusan darah tepi merupakan komponen penting dalam evaluasi awal pasien trombositopenia. Apakah pasien sedang menjalani terapi tertentu. Pada kelainan-kelainan bawaan yang jarang, berkurangnya produksi trombosit umumnya disebabkan oleh kelainan sumsum tulang yang juga mempengaruhi produksi sel darah merah dan/ atau sel darah putih. Mielodisplasia dapat bermanifestasi sebagai trombositopenia saja, oleh karena itu, sumsum tulang harus diperiksa pada pasien-pasien usia di atas 60 tahun dengan trombositopenia saja. Berikut ini adalah algoritma penanganan pasien dengan trombositopenia :

15

Jumlah trombosit 5000-10.000/μL dibutuhkan untuk mempertahankan integritas vaskuler mikrosirkulasi. Apabila jumlah trombosit turun bermakna, petekie akan muncul lebih dahulu pada area-area bertekanan vena lebih tinggi, di pergelangan kaki dan kaki. Purpura basah, lepuhan darah di mukosa oral, dianggap tanda peningkatan risiko perdarahan yang mengancam nyawa pasien trombositopenia. Memar luas terlihat pada pasien dengan kelainan jumlah maupun fungsi trombosit. Jumlah hitung trombosit yang direkomendasikan untuk mencegah perdarahan spontan atau untuk menghasilkan hemostasis yang cukup sepanjang prosedur invasif dapat dilihat pada tabel berikut :

16

4. Patofisiologi Trombositopenia Klasifikasi patofisiologi trombositopenia dibagi menjadi 2 yaitu peningkatan destruksi dan penurunan produksi : a) Penurunan Produksi - Keganasan hematologi - Anemia aplastik - Obat-obatan : kemoterapi, alkohol - Anemia Aplastik - Myelodisplasia - HIV - Defisiensi Vit D - Trombositopenia Herediter - Metastasis kanker pada sumsum tulang b) Peningkatan Destruksi - Imun (ITP, HIT,

Drug-induced antibody, post transfusion

purpura,connective tissue diseases) - Nonimun (DIC, Sepsis, Cardiac valves, TTP-HUS, Kasabach Merrit syndrome) - Splenic Sequestration (Hypersplenism) 5. Penanganan Anestesi pada Trombositopenia Dalam menangani trombositopenia, penyebab trombositopenia harus terlebih dahulu diketahui agar dapat dilakukan intervensi terapi. Selain itu, transfusi platelet dapat diberikan bila pasien mengalami ancaman perdarahan, yang berdarah ke dalam rongga tertutup misalnya kranium atau memerlukan bedah darurat. Penanganan trombositopenia jangka panjang

memerlukan

manuver

terapeutik

lain

dalam

rangka

memperbaiki produksi platelet atau menurunkan kerusakan platelet (Oprea 2012). Untuk pembedahan minor, jumlah platelet sebaiknya lebih dari 20,000 – 30,000/mm3. Untuk pembedahan mayor, jumlah platelet sebaiknya ditingkatkan hingga 50,000/mm3. Meski demikian, untuk prosedur bedah saraf, jumlah platelet sebaiknya dinaikkan hingga 100,000/mm3. Setiap

17

unit donor tunggal platelet afaresis atau 6 unit donor platelet acak meningkatkan jumlah platelet sekitar 50,000/mm3 (Oprea 2012).

Gangguan koagulasi yang diakibatkan keadaan trombositopenia merupakan kontraindikasi absolut untuk penggunaan anestesi regional karena kekhawatiran terjadi hematoma epidural akibat insersi jarum spinal yang menyebabkan perdarahan yang serius, keadaan ini mengakibatkan komplikasi neurologis yang serius. Pada keadaan ini, maka prosedur anestesi menggunakan teknik general anestesi (McCrae, 2010). C. Pemeriksaan Pre Operatif Pemeriksaan pre operatif dilakukan pada saat pre operatif visit. Pemeriksaan ini dilakukan seperti pemeriksaan pada umumnya yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya. 1. Anamnesis Anamnesis

dapat

dilakukan

secara

langsung

kepada

pasien

(autoanamnesa) atau dengan keluarga pasien (alloanamnesa). Yang harus diperhatikan dan ditanyakan dalam melakukan anamnesia di antaranya adalah: a. Identitas pasien Identitas terdiri dari segala sesuatu mengenai pasien, misalnya: nama, usia, jenis kelamin, alamt, umur, pekerjaan, agama, dan lain lain b. Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi c. Riwayat penyakit sekarang

18

Penyakit yang sedang diderita pasien dan penyakit penyerta yang dapat menjadi penyulit anestesi misalnya: penyakit kardiovaskular, penyakit metabolik, penyakit resipratorik, dan lain lain. d. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien yang dapat memengaruhi anestesi misalnya: asma, diabetes e. Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit keluarga terutama yang bersifat herediter f. Riwayat obat-obatan Meliputi alergi obat, intoleransi obat dan obat yang sedang digunakan yang dapat menimbulkan interaksi dengan obat obat anestesi seperti kortikosteroid, antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, dan obat antialergi g. Riwayat kemungkinan adanya kehamilan Pada pasien yang hamil pemilihan cara dan obat anestesi harus dengan hati hati karena dapat berpengaruh pada kehamilan dan janin h. Riwayat anestesi atau operasi sebelumnya Apakah pasien pernah mdianestesi sebelumnya dan mengalami masalah denga cara atau obat anestesi sebelumnya. Selain itu ditanya juga tentang tanggal, jenis pembedahan dan jenis anestesi yang digunakna i. Riwayat kebiasaan Kebiasaan yang dapat memengaruhi anestesi di antaranya adalah rokok, alkohol dan obat obatan yang dikonsumsi. Pasien yang memiliki kebiasaan rokok berat dapat menimbulkan pengaruh dalam anestesi seperti merangsang batuk, sekret pada jalan napas, memicu atelektasis, dan penumonipasca bedah. Oleh karena itu, sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan rokok harus dihentikan minimal 24 jam sebelumnya. Selain itu, kebiasaan mengonsumsi alkohol pada umumnya juga akan menimbulkan resistensi terhadap obat obat anestesi terutaa golongan barbiturat sehingga jumlah obat yang diberikan harus diesesuaikan

19

j. Konsumsi makan terakhir 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara umum adalah pemeriksaan antropometri berupa tinggi badan dan berat badan, kesadaran, keadaan umum, tanda tanda anemia, ikterus, sianosis, dehidrasi, edema, dan tanda vital berupa

tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, suhu

tubuh.setelah dilakukan pemeriksaan secara umum, maka dilakukan pemeriksaan 5B yaitu: Breath, Blood, Bowel, Bladder, dan Bone. a. Breath (jalan napas, pola napas, suara napas, anatomi dan fungsi paru) Perhatikan jalan napas terutama bagian atas dan rencanakan penatalaksanaan selama anestesi. Evaluasi apakah jalan napas tersumat, apakah ada penyulit dalam intubasi seperti panjang leher, gangguan membuka mulut (minimal 4 cm), kekauan otot leher, masalah gigi (gigi tanggal, gigi goyang gigi palsu), atau lidah relatif besar. Hal tersebut dapat menjadi penyulit dalam melakukan laringoskopi intubasi. Leher yang pendek atau panjang akan mempersulit intubasi, untuk mengetahui apakah panjang leher cukup untuk melakukan intubasi dilakukan pengukuran jarak mentohyoid, yaitu jarak antara mental dengan os hyoid di belakang Adam’s apple. Jarak ideal dari mentohyoid adalah 4-7 cm. Untuk memeriksa kemampuan mambuka mulut biasanya digunakan pemeriksaan Mallampati, yaitu dengan mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan. Pemeriksaan mallampati ini dibagi menjadi beberapa derajat, antara lain:  Derajat I

: Uvula terlihat semua

 Derajat II

: Uvula terlihat sebagian

 Derajat III

: uvula tidak terlihat tetapi palatum mole terlihat

 Derajat IV

: hanya terlihat palatum durum

Selain melakukan pemeriksan jalan napas, periksa pula sistem pernapasan denga cara memerhatikan frekuensi napas, suara napas, apakah ada suara napas tambahan seperti ronki atau wheezing,

20

perhatikan gerakan dada saat bernapas simetris atau apakah pasien merasa sesak dan nyeri saat bernapas (Roizen, 2005). b. Blood (tekanan darah, suara jantung, kelainan anatomis dan fungsi jantung) Pada pemeriksaan ini pasien diperiksa apakah memiliki masalah dengan jantung dan pembuluh darah, khususnya penyakit katup jantung, hipertensi dan gagal jantung baik kiri dan kanan. Pemeriksaan dilakukan dengan melihat adanya penngkatan tekanan vena,, edema pada ekstremitas bawah maupun pembesaran hepar. Dengarkan pula suara jantung apakah ada tambahan suara abnormal atau tidak (roizen, 2005). c. Brain (GCS, kelainan saraf pusat atau perifer) Periksa apakah pasien ada gangguan kesadaran atau tidak, adakah gangguan pada sarf perifer atau pusat. Hal ini penting untuk pengelolaan anestesi baik sebelum, selama dan sesudah enstesi dan bedah (Roizen, 2005). d. Bowel (makan minum terakhir, bising usus, gangguan peristaltik, gangguan lambung dan kehamilan) Pada abdomen banyak yang harus diperhatikan. Makan dan minum terakhir harus diperhatikan oleh karena efek obat anestesi yang dapat menimbulkan muntah yang dapat menyebabkan aspirasi muntahan ke dalam paru. Selain itu pembesaran hepar pada abdomen juga harus diperhatikan. Pembesaran hepar karena konsumsi alkohol atau penyakit lain akan mempengaruhi obat anestesi (Roizen, 2005). e. Bladder (produksi urine) Dalam pemeriksaan ini yang dinilai adalah apakah ada gangguan pada fungsi ginjal atau tidak, misalnya gagal ginjal akut. Secar umum urine dapat menggambarkan fungsi ginjal dan salurannya, keadaan hemodinamik penderita, hidrasi dan hormonal. Pemeriksaan pada urine dilakukan denan memeriksa (Roizen, 2005): a.

Produksi urine

21

Urine yang dihasilkan harus dinilai jumlahnya dalam batas normal atau tidak. Normal

: 0,5 – ml/kgBB/jam

Anuri

: 20 ml/24 jam

Oliguri

: 25 ml/jam atau 400 ml/ 24 jam

Poliuri

: 2500 ml/24 jam

b.

Serum kreatinin

c.

BUN

d.

Sedimen urine

f. Bone (kelainan postur tubuh, kelainan neuromuskuler, patah tulang) Kelainan postur tubuh dapat mempengaruhi fungsi tubuh dan menjadi penyulit saat anestesi. Bentuk tuang belakang yang abnormal dapat memengaruhi anatomi tubuh, misalnya trakea menjadi tertarik ke lateral sehingga mempersulit dilakukannya intubasi. Selain itu patah tulang pada bagian leher terutama C2 juga dapat menyebabkan tetraplegi dan kelumpuhan otot diafragma. Patah tulang terbuka maupun tertutup dapat menyebabkan syok hipovolemik karena perdarahan (Roizen, 2005). 3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan riwayat penyakit dan gejala yang dibutuhkan, karena pemeriksaan penunjang tanpa indikasi tidak menimbulkan banyak manfaat dan perubahan interaksi perioperatif. Meskipun demikian, banyak dokter yang melakukan pemeriksaan hematokrit atau hemoglobin, urinalisis, pengukuran elektrolit serum, studi koagulasi, elektrokardiogram, dan rontgen dada untuk semua pasien, mungkin dalam harapan yang salah untuk mencegah komplikasi pada prosedur anestesi (Morgan & Mikhail, 2013).

22

IV. KESIMPULAN

1.

Pasien Ny S P6A1 Usia 68 Tahun Dengan Prolapsus Uteri Grade IV, Sistokel Grade III, Rektokel Grade II, Dan Trombositopenia akan dilakukan tindakan operasi TVH + KPA + KPR yang merupakan tindakan operasi mayor sedang.

2.

Jumlah trombosit darah normal dalam populasi umum adalah 150.000450.000/ μL, jika kadarnya kurang dari 150.000/ μL maka disebut sebagai keadaan trombositopenia, sedangkan jumlah trombosit minimal yang diperlukan sebelum dilakukan anestesi pada prosedur bedah mayor elektif adalah >80.000-100.000/ μL

3.

Keadaan trombositopenia pada pasien disebabkan karena penurunan produksi yang disebabkan karena usia, adanya kondisi hepatomegali, dan konsumsi irbesartan yang memiliki efek samping depresi sumsum tulang sehingga produksi trombosit berkurang.

4.

Setelah dilakukan transfusi dengan PRC 1 kolf keadaan masih didapatkan trombositopenia yang merupakan kontraindikasi untuk dilakukannya regional anestesi, maka teknik anestesi menggunakan general anestesi.

23

DAFTAR PUSTAKA

American Society of Anesthesiologists. 2014. ASA Physical Status Classification System. Berek J S. Proalpse. Berek & Novak’s Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins. 14th ed. 2007. Hal: 1185-1259. Boulton Thomas dan Blogg Colin E. 2014. Anestesiologi. EGC : Jakarta. Hartanto B, Suwarman, dan Sitanggang RH. Hubungan antara Durasi Puasa Preoperatif dan Kadar Gula Darah Sebelum Induksi pada pasien Operasi Elektif di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif. 2016; 4 (2): 87-94. Roberts HR, Monroe DM, Hoffman M. 2006. Molecular Biology and Biochemistry of The Coagulation Factors and Pathway of Hemostasis

Latief, S.A., Suryadi, KA. Dachlan, MR., 2011. Penilaian dan Persiapan Pasien Praanestesi. Dalam: Latief, S.A., Suryadi, KA. Dachlan, MR. ed. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran UI. Longo DL. Harrison’s Hematology and Oncology [monograph online]. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2010 McCrae K. R. 2010. Thrombocytopenia in pregnancy. Hematology Am. Soc. Educ. 397-402 Oprea AD. 2012. Chapter 20 Hematologic Disorders. In: Hines RL, Marschall KE. Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 6th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; pp. 421-9. POGI. 2013. Panduan Penatalaksanaan Prolaps Organ Pangul. POGI:Jakarta

24

Related Documents