FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
KASUS IDENTITAS Nama Lengkap
: An. B
Jenis Kelamin
: Perempuan
TTL
: Temanggung, 22 Maret 2006
Umur
: 12 thn 5 bln
Alamat
: Tawangsari Permai 5/6 Temanggung
Pendidikan
: SMP kelas 2
Tanggal Masuk RS : 3 September 2018 pukul 19.45 WIB
I.
ANAMNESIS A. Keluhan Utama Keluhan Tambahan
: Demam naik turun : Muntah, BAB cair, pusing, nyeri perut
B. Riwayat Penyakit Sekarang : Kamis, 30 Agustus 2018
Badan pegel-pegel disertai meriyang dan pusing nggliyeng
Makan dan minum mau
BAB (-), BAK (+) tidak ada keluhan
Jum’at, 31 Agustus 2018
Mual, tidak napsu makan dan mau minum
Jum’at menjelang sore pasein demam tinggi
Jum’at sore pergi berobat di dokter umum
Demam berkurang setelah minum obat dan suhu kembali naik saat mau tidur
BAB (-), BAK (+) tidak ada keluhan
Senin, 3 September 2018
Demam naik turun dan badan tidak terlalu panas saat siang hari
Napsu makan berkurang, mual dan muntah 1 kali
BAB cair 4 kali dan BAK (+) tidak ada keluhan
Pasien dibawa ke IGD RSUD Temanggung pukul 19.45 dan dirawat inapkan
Selasa, 4 September 2018
Demam saat pagi dan sore hari
Tidak mau makan, minum sedikit, mual dan muntah (-)
Pusing, badan pegel-pegel dan nyeri perut ulu hati
BAB BAK (+) tidak ada keluhan RM.01.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
Rabu, 5 September 2018
Istirahat cukup dan bangun tidur pagi demam ringan
Makan mau sedikit, banyak makan snack dan minum banyak
Tenggorokan sakit, nyeri untuk menelan dan pilek
Kepala pusing, badan lemas dan sedikit mual
BAB BAK (+) tidak ada keluhan
Kamis, 6 September 2018
C.
Bangun tidur sudah tidak ada demam
Kepala pusing dan mual berkurang
Napsu makan membaik, banyak minum
Nyeri telan belum membaik dan masih pilek
Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa di keluarga disangkal. Alergi/asma disangkal, penyakit jantung disangkal, hipertensi (+), diabetes melitus disangkal. Kesan : Tidak ada riwayat keluarga yang ditularkan dan yang berhubungan dengan penyakit sekarang.
D.
Riwayat Pribadi 1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan a.
Riwayat Kehamilan:
Usia ibu saat mengandung pasien 31 tahun, pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Kontrol rutin di dokter spesialis kandungan.
Keluhan selama hamil : hipertensi (-) diabetes mellitus (-) penyakit jantung (-) asma (-)
b.
Konsumsi obat-obatan/jamu selama hamil disangkal.
Asupan makanan selama hamil tercukupi.
Pernah infeksi/sakit/mondok selama hamil disangkal.
Riwayat Persalinan: Ibu melahirkan secara spontan di RSUD dibantu oleh bidan dengan usia kehamilan ± 8 bulan. BBL: ± 2400 gram, PB: 47 cm. Keadaan bayi saat lahir: langsung menangis (+). Pemberian injeksi vitamin K dan tetes mata antibiotik pada bayi setelah lahir tidak diketahui.
RM.02.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK c.
NO.RM :
267361
Riwayat Imunisasi: Pasien mendapatkan imunisasi hepatitis B, BCG, HIB, DPT, polio dan MR sesuai jadwal.
2. Riwayat Makanan Pasien mendapatkan ASI ekslusif 6 bulan. Mulai diperkenalkan MPASI pada usia ± 6 bulan dan mendapatkan makanan seperti orang dewasa pada usia 1 tahun lebih. Setiap hari pasien mengkonsumsi makanan yang di masak sendiri, lengkap dengan lauk dan sayur. 3. Riwayat Pertumbuhan Berat Badan Lahir: ± 2,4 kg Berat Badan Sekarang: 30 kg Kesan : Riwayat pertumbuhan kurang. 4. Ekonomi dan Lingkungan a. Ekonomi Ayah bekerja sebagai wiraswasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan keluarga bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan membiayai kebutuhan rumah tangga. b. Lingkungan Pasien tinggal di rumah dengan lingkungan rumah menurut pengakuan orang tua pasien bersih. Kesan : Ekonomi bagus dan kondisi lingkungan belum dapat dinilai.
II.
PEMERIKSAAN FISIK (Selasa, 4 September 2018) 1. Kesan Umum
: Tampak lemah.
2. Kesadaran
: GCS E4V5M6, compos mentis
3. Tanda vital Nadi
: 86 x/menit, regular.
Pernapasan
: 24 x/menit, regular.
Suhu
: 38,7O C
4. Status Gizi
:
Tinggi badan
: 152 cm
Berat badan
: 30 kg RM.03.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK BB/TB
: 73% (95-110%)
TB/U
: 98% (>95%)
NO.RM :
267361
Kesan gizi kurang 5. Pemeriksaan Fisik a.
Kepala : Mata
: Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-)
Hidung
: Cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut
: Bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), T2/T2 Telinga b.
: Auricula external dalam batas normal.
Leher Simetris, pembesaran limfonodi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
c.
Thorax Jantung
d.
Inspeksi
: Iktus kordis tak tampak
Palpasi
: Iktus kordis teraba di SIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi
: Batas jantung sulit dinilai
Auskultasi
: S1-S2 reguler, suara tambahan (-)
Paru-paru Inspeksi
: Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, retraksi (-)
Palpasi
: Fokal fremitus seimbang, tidak meningkat
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: SDV (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen Inspeksi
: Datar, jejas (-)
Auskultasi
: Bising peristaltik (+) normal
Perkusi
: Timpani (+)
Palpasi
: Supel (+), nyeri tekan (-), turgor kulit normal Hepar dan lien tak teraba
e.
Ekstremitas Akral hangat (+/+), edema (-/-), Sianosis (-), CRT <2 detik
RM.04.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK III.
NO.RM :
267361
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Lengkap (3 September 2018) Hemoglobin
: 14 g/dL
Hematokrit
: 40 %
Jumlah lekosit
: 9,7 x103/ul
Jumlah eritrosit
: 5,03 x106/ul
Jumlah trombosit
: 301 x103/ul
MCV
: 80,3 fl
MCH
: 27,8 pg
MCHC
: 34,7 g/dL
Hitung Jenis Eosinofil
: 0,1 % (L)
Basofil
: 0,1 %
Netrofil
: 75,2 % (H)
Limfosit
: 16,5 % (L)
Monosit
: 8,1 % (H)
Feces Rutin (4 September 2018) Makroskopis: Warna
: Coklat kehitaman
Konsistensi
: Keras
Lendir
: Negatif
Darah
: Negatif
Mikroskopis Eritrosit
: 1-2/LPB
Leukosit
: 1-2/LPB
Amoeba
: Negatif
Epitel
: 0-1/LPB
Telur cacing : Negatif Lain-lain
: POS (3+) Bakteri
Imunologi (4 September 2018) Widal S typhi O
: (+) 1/80
S typhi H
: (+) 1/160 RM.05.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK IV.
NO.RM :
267361
PLANNING Senin, 3 September 2018
Rehidrasi cairan dengan infus asering 300 cc secepatnya
Dilanjutkan cairan rumatan infus asering 20 tpm makro
Infus paracetamol 30 cc (300 mg) extra
Injeksi ondansetron 3 x 2 cc (4 mg)
Injeksi ranitidine 2 x 1 cc (12,5 mg)
PO : attapulgit tablet 600 mg (setelah diare), probiotik 3 x 1 sachet, zinc tablet 1 x 20 mg
Dilakukan pemeriksaan darah lengkap
Pantau cairan dan suhu tubuh
Dialih rawatkan dengan dokter spesialis anak untuk penanganan lebih lanjut
Selasa, 4 September 2018
Cairan rumatan infus KAEN 3A 20 tpm makro
Injeksi ceftriaxone 2 x 750 mg IV
Injeksi ondansetron dosis diturunkan 3 x 1,5 cc (3 mg)
Injeksi paracetamol 30 cc (300mg) bila suhu >39 O C
PO : paracetamol tablet 3 x 375 mg bila perlu, zinc tablet 1 x 20 mg, probiotik 2 x 1 sachet
Pantau cairan dan suhu tubuh
Cek widal dan feses rutin
Rabu, 5 September 2018
Injeksi dexamethasone 2 x 1 cc (5 mg)
Injeksi paracetamol 6 x 30 cc (300 mg) bila perlu
Pantau suhu tubuh dan terapi lain lanjut
Kamis, 6 September 2018
V.
PO : multivitamin 1 x 1 tablet
Konsultasikan ke dokter spesialis THT untuk keluhan nyeri telan dan pilek
PROGNOSIS a. Vitam
: Dubia ad bonam
b. Sanationam
: Dubia ad bonam
c. Functionam
: Dubia ad bonam RM.06.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
TINJAUAN PUSTAKA I.
DEFINISI Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Soedarmo, 2008).
II.
EPIDEMIOLOGI Menurut WHO dperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Dari seluruh kasus kematian di dunia, 70 % menimpa penderita demam tifoid di asia. CDC Indonesia melaporkan pravelensi demam tifoid mencapai 358 – 810 /100.000 populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usaia 3-9 tahun (Soedarmo, 2008).
III. ETIOLOGI Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.Sekitar 95% kasus di Indonesia disebabkan oleh S.Typhi. Bakteri ini berbentuk batang, gram negative, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempuyai flagella. Masa inkubasi sekitar 10-14 hari. S.Typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antiboditerhadap ketigamacam antigen tersebut (Anandita, 2012). Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya demam tifoid, yaitu : 1. Faktor host Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella typhi. Terjadinya penularan sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan urin/tinja. 2. Faktor agent Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak - kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
RM.07.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
3. Faktor lingkungan Demam tifoid dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. IV. PATOGENESIS Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia.Manusia yang terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi.Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal. Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung dengan suasana asam banyak bakteri yang mati.Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan jejunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi (Merdjani, 2008). Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa.Setelah periode inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui feses.Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid (Dahlan, 2007). Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan feses.Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya (Merdjani, 2008).
RM.08.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK V.
NO.RM :
267361
PENEGAKAN DIAGNOSIS 1.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Gambaran klinis demam tifoid pada anak umur < 5 tahun, khususnya di bawah 1 tahun lebih sulit diduga karena seringkali tidak khas dan sangat bervariasi jika dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi demam tifoid berkisar antara 7-14 hari, namun dapat mencapai 3-30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu
perasaan
tidak
enak
badan,
lesu,
nyeri
kepala,
pusing
dan
tidak
bersemangat.Kemudian menyusul gejala dan tanda klinis yang biasa ditemukan (Mangunatmadja, 2003). a. Demam Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama seminggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga, suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. b. Gangguan saluran pencernaan Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. c. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran penderita menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma atau gelisah. 2.
Pemeriksaan penunjang a. Pembiakan kuman atau kultur darah Merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi 40%. Meskipun demikian kultur darah tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif.
RM.09.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
b. Uji widal Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutini yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
Titer O yang tinggi ( >160) menunjukkan adanya infeksi akut
Titer H yang tinggi ( >160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi
Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.
c. Uji tubex Dapat mendeteksi IgM. Hasil positif menunjukan adanya infeksi terhadap Salmonella typhi. Antigen yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah O9 dan hanya dijumpai pada salmonella grup D. d. Uji Typhidot Dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi. e. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun.
Leukopenia , tetapi dapat pula normal atau tinggi.
Sering neutropenia dengan lifositosis relative.
Laju Endap Darah meningkat.
Jumlah trombosit normal atau turun. RM.010.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
f. Urinalisis
Protein : Bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam).
Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat terjadi penyulit.
g. Kimia klinik SGOT dan SGPT sering meningkat dengan gambaran peradangan hingga hepatitis akut. h. Pemeriksaan Radiologik
Rontgen thoraks apabila diduga adanya komplikasi pneumonia
Rontgen abdomen bila dicurigai terjadi komplikasi intraintestinal (peritonitis, perforasi usus atau perdarahan saluran cerna).
VI. TATALAKSANA Pasien memerlukan tirah baring dan umumnya dapat dilakukan di rumah bila kondisi secara umum baik, dapat makan dan minum. Pasien memerlukan pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat dirumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengbatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia. Sesuai UKK Infeksi dan Pediatri Tropis IDAI, obat lini pertama untuk demam tifoid adalah kloramfenikol 100 mg/KgBB/hari dibagi menjadi 4 dosis diberikan selama 10- 14 hari atau 5 – 7 hari setelah demam turun. Pada kasus malnutrisi pengobatan diberikan hingga 21 hari. Ampisilin dapat diberikan dengan dosis 200 mg/KgBB/hari dibagi menjadi 4 dosis secara IV. Trimetoprim Sulfametoksazol masing – masing 50 mg/KgBB/hari dan 10mg/KgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis. Ceftriaxon 100mg/KgBB/hari dalam 1-2 dosis (maksimal 4g/hari) selama 5 – 7 hari. Pada kondisi delirium, sopor dan koma diberikan deksamethason IV (3 mg/KgBB dalam 30 menit awal, dilanjutkan maintenance 1mg/KgBB per 6 jam hingga 48 jam). Demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang-kadang memerlukan transfusi darah. Sedangkan apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada peritoneum dan udara bebas pada foto abdomen dapat membantu menegakkan diagnosis. Laparatomi harus segera dilakukan pada perforasi usus disertai penambahan antibiotik metronidazol dapat memperbaiki prognosis. RM.011.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
Pencegahan kasus karier kronik dapat diberikan amoksisilin 40mg/kg/hari dalam 3 dosis atau TMP-SMZ selama 4-6 minggu dapat memberikan kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit saluran empedu. Kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai kasus demam tifoid serangan pertama. VII. PENCEGAHAN Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi (penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah) karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman/makanan. Vaksinasi tifoid sangat dianjurkan untuk mencegah penyakit. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanya direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. Vaksinasi
yang
tersedia
diberikan
peroral
Ty-21a
(vaksin
yang
dilemahkan/attenuated) dan Vi capsular (kuman yang mati/inactivated) yang diberikan secara intramuskuler. Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit. Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki resiko terjangkit. Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan RM.012.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik. VIII. KOMPLIKASI Pada minggu kedua atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai yang ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering terjadi diantaranya: a. Tifoid toksik (tifoid ensefalopati) Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium sampai koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya. Analisa cairan otak biasanya dalam batas-batas normal. b. Syok septik Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik, karena bakteremia Salmonella. Disamping gejala-gejala tifoid diatas, penderita jatuh ke dalam fase kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan halus, berkeringat serta akral dingin. Akan berbahaya jika syok menjadi irreversible. c. Perdarahan dan perforasi intestinal Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu kedua demam atau setelah itu. Perdarahan dengan gejala bab berdarah (hematokhezia) atau dideteksi dengan tes perdarahan tersembunyi (occult blood test). Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri abdomen akut, tegang dan nyeri tekan yang paling nyata di kuadran kanan bawah abdomen. Suhu tubuh tiba-tiba menurun dengan peningkatan frekuensi nadi dan berakhir syok. Pada pemeriksaan perut didapatkan tanda-tanda ileus, bising usus melemah dan pekak hati menghilang, perforasi dapat dipastikan dengan pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Perforasi intestinal adalah komplikasi tifoid yang serius karena sering menimbulkan kematian.
RM.013.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
d. Peritonitis Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi. Ditemukan gejala-gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat, kembung serta nyeri pada penekanan. Nyeri lepas lebih khas untuk peritonitis. e. Hepatitis tifosa Demam tifoid yang disertai gejala-gejala ikterus, hepatomegali dan kelainan tes fungsi hati dimana didapatkan peningkatan SGPT, SGOT dan bilirubin darah. Pada histopatologi hati didapatkan nodul tidoid dan hiperplasi sel-sel kuffer. f. Pankreatitis tifosa Merupakan komplikasi yang jarang terjadi, gejala-gejalanya adalah sama dengan gejala pankreatitis. Penderita nyeri perut hebat disertai mual muntah berwarna kehijauann, meteorismus dan bising usus menurun. Enzim amilase dan lipase meningkat. g. Pneumonia Dapat disebabkan basil Salmonella atau koinfeksi dengan mikroba lain yang sering menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan didapatkan gejala-gejala klinis pneumonia serta gambaran khas pneumonia pada foto polos toraks. h. Komplikasi lain Osteomielitis, artritis, miokarditis, perikarditis, endokarditis, pielonefritis, orkitis, serta peradangan-peradangan ditempat lain. IX.
PROGNOSIS Prognosis demam tifoid tergantung tepatnya terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1 %. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10% biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Prognosis juga menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti:
Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu
Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma, atau delirium
Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein) RM.014.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
MINI-CEX KASUS ANAK
NO.RM :
267361
DAFTAR PUSTAKA
Anandita, Amanda.2012. Typhoid. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dahlan A, Aminullah A. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid II. 11 th ed. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Judarwanto W. Penanganan Terkini Demam Tifoid (Tifus). Jurnal Pediatri Online. Maret 2014 Mangunatmadja I, Munasir Z, Gatot D. Pediatrics update. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2003. Merdjani A, Syoeib A, dkk. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Edisi kedua. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2008. PDPERSI. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. 2016. Jakarta : Menteri Kesehatan RI Prasetyo, Risky V & Ismoedijanto. 2010. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak. Surabaya: FK UNAIR. Pudjiadi AH et al editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II. 2011 Soedarmo, Sumarmo S., dkk.2008. Demam tifoid. Dalam buku ajar infeksi & pediatric tropis. Ed. 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi ke-2. 2008. UKK Infeksi dan Pediatri Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
RM.015.