Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Budaya Minang
Minang merupakan salah satu daerah yang menganut matrilineal. Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Contohnya adalah harta turunan diberikan kepada pihak perempuan, atau pengantin baru yang sudah menikah tinggal di rumah keluarga istri. Kelas sosial yang ada di Minang ditentukan oleh banyaknya tanah dan sawah yang dimiliki. Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Minang juga dapat dilihat dari para penulis karya sastranya, seperti Buya Hamka, Marah Rusli, HB Jassin, dan Taufik Ismail. Referensi film dengan budaya Minang: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah
I.
Hubungan individu dan kelompok
Manusia membutuhkan orang lain untuk hidup bersama dan bekerja sama. Kelompok kecil dalam masyarakat Minang adalah suku, sedangkan kelompok besar dalam masyarakat Minang adalah nagari. Sifat dasar masyarakat Minang adalah “kepemilikan bersama”. Tiap individu menjadi milik bersama dari kelompoknya. Sebaliknya, tiap kelompok itu (suku) menjadi milik dari semua individu yang menjadi bagian kelompok. Rasa saling memiliki ini menjadi sumber timbulnya rasa setia kawan (solidaritas). Mereka saling bertoleransi, memiliki rasa kebersamaan, dan mempunyai jiwa tolong menolong. Tiap individu akan mencintai kelompoknya, dan tiap kelompok akan mengayomi anggotanya. Terdapat pepatah berbunyi, “Suku yang tidak bisa diinjak. Malu yang tidak bisa dibagi”. Dalam masyarakat Minang, hubungan individu dan kelompok saling mempengaruhi. Individu dengan watak baik akan membentuk masyarakat yang rukun dan damai. Kelompok yang tertata rapi juga akan melahirkan individu yang tertib dan disiplin
II.
Sifat pribadi Minang
Tujuan adat yaitu membentuk individu yang berbudi luhur, menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Diharapkan dari manusia beradab bisa lahir masyarakat yang aman dan damai karena mengetahui dan mematuhi aturan, sehingga kehidupan akan sejahtera dan bahagia di bawah lindungan Tuhan. Masyarakat Minang menjaga nilai atau sifat-sifat baik tetap terjaga dan berusaha menerapkannya dengan baik. Sifat ideal menurut masyarakat Minang yaitu: a. Hiduik baraka, baukue jo bajangko – mempunyai rencana jelas dan perkiraan yang tepat dalam menjalankan hidupnya. Sehingga dengan akal yang dimiliki, manusia dapat mengoptimalkan pekerjaan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Tidak asal berbuat tanpa berpikir. Nenek moyang orang Minang meyakini bahwa “perencanaan yang matang adalah salah satu unsur yang sangat penting untuk terlaksananya suatu pekerjaan.” b. Rasa malu dan sopan santun. Budi pekerti termasuk sifat yang dinilai tinggi oleh adat Minang. Karena itu diupayakan menghindari kemungkinan timbulnya perselisihan dalam pergaulan. Budi pekerti yang baik, sopan santun (basa basi) dalam pergaulan sehari hari diyakini akan
c.
d.
e.
f.
g.
h. i. j.
k.
l.
menjauhkan kita dari timbulnya sengketa. Salah satu syarat untuk diterima pergaulan, ialah bila kita dapat membaca perasaan dan situasi dengan tepat. Tenggang raso. Pergaulan yang baik adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kita harus selalu berhati-hati dalam pergaulan, berhati-hati dalam menjaga sikap dan tutur kata jangan sampai menyinggung orang lain. Setiap orang Minang dituntut memiliki sifat tenggang rasa ini. Seperti pepatah berikut. Nan elok dek awak katuju dek urang. Lamak dek awak lamak dek urang Sakik dek awak sakik dek urang Artinya; Yang baik menurut kita, harus juga disukai orang lain Yang enak menurut kita, harus juga enak menurut orang Kalau sakit bagi kita, sakit pula bagi orang Baso-basi – malu jo sopan. Adat Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika menjadi sifat yang harus dimiliki setiap individu Minang. Adat Minang mengatur dengan jelas kesopanan dalam pergaulan. Setia (loyal). Maksud setia disini yaitu merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber lahirnya setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Di sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela, dan saling berkorban untuk sesama. Bila terjadi konflik dan orang Minang harus memilih, maka orang Minang akan memihak pada dunsanaknya. Dengan sifat loyal ini, pengusaha Minang dapat lebih diandalkan menghadapi era globalisasi karena kadar nasionalismenya yang tidak perlu diragukan. Adil. Yaitu tidak mengambil sikap yang berat sebelah dan berpegang teguh pada kebenaran. Walaupun cukup sulit bersikap adil terhadap dunsanak sendiri, orang Minang tetap harus pandai berlaku adil, harus bijaksana. Hemat cermat dalam segala tindakan. Masyarakat Minang diharapkan dapat berpikir jauh tentang baik buruk dan mempertimbangkan tindakan yang akan dilakukannya agar bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Waspada. Melindungi terhadap kemungkinan bahaya selalu dianjurkan, sebagai suatu tindakan kewaspadaan. Berani karena benar. Adat Minang dengan tegas menyatakan bahwa orang Minang harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Arif bijaksana, tanggap dan sabar. Orang yang arif bijaksana dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti yang tersurat atau tersirat. Tanggap artinya mampu menangkis bahaya yang bakal datang. Sabar artinya menerima segala cobaan dengan lapang dada. Rajin. Seperti kata pepatah; Kalau duduk meraut ranjau (jebakan) Tegak mengintai mangsa (berburu) Ingin kaya ulet mencari (uang) Ingin pandai rajin belajar. Rendah hati. Hidup bersama orang lain yang kadang berbeda budaya dan daerah asalnya mengharuskan orang Minang bersikap rendah hati dan cakap beradaptasi.
III.
Unsur masyarakat nan sakato
Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi setiap anggota masyarakat untuk membentuk masyarakat nan sakato. Sakato artinya sekata – sependapat, semufakat. a. Saiyo sakato. Perbedaaan pendapat yang lumrah terjadi jangan dibiarkan menjadi perselisihan. Perbedaan pendapat ini dicari jalan keluarnya, diselesaikan dengan mufakat agar menemukan jawaban sebaik-baiknya yang menguntungkan berbagai pihak. Keputusan boleh bulat melalui aklamasi, boleh juga melalui voting. b. ... Kehidupan kelompok yang erat bagaikan kesatuan yang tak terpisahkan menjadikan harga diri individu melebur satu menjadi harga diri kelompok suku. Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Hal ini menimbulkan rasa solidaritas yang tinggi. c. ... Yaitu dapat diciptakannya pergaulan yang tertib dan disiplin dalam masyarakat. Hal ini membuat setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang. Apabila ada kesalahan dan kekhilafan, maka harus diselesaikan sesuai aturan juga. Dengan demikian ketertiban dan ketentraman akan selalu terjaga. d. Sapikue sajinjiang. Sifat gotong royong menjadi suatu keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat sama dipikul, yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antar anggota kaum harus saling membantu, dukung mendukung.