Mikrobiologi Akuatik.docx

  • Uploaded by: Kasri
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mikrobiologi Akuatik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,652
  • Pages: 14
MIKROBIOLOGI AKUATIK BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Mikrobiologi akuatik adalah telah mengenai mikroorganisme serta kegiatannya di perairan tawar, muara, dan marin, termasuk mata air, danau, sungai, dan laut. Bidang itu menelaah virus, bakteri, algae, protozoa, dan cendawan mikroskopik yang menghuni perairan alamiah ini (Pelczar,1988. Dalam Aufa Fadhli, 2011). Fungsi dari mikroorganisme ini bermacam-macam baik yang berfungsi sebagai pakan, penyaing maupun yang berfungsi sebagai penyebab penyakit. Kali ini kita akan membahas mikroorganisme

yang

dapat

menyebabkan

penyakit.

Mikroorganisme

yang

dapat

mengakitkan penyakit antara lain bakteri, virus, dan parasit. (Pelczar,1988). Dalam Aufa Fadhli, 2011. Selanjutnya Bakteri, dari kata Latinbacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok besar organisme prokariota, selain archaea, yang berukuran sangat kecil (mikroskopik) serta memiliki peran besar dalam kehidupan dibumi. Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia, terutama dibidang pangan, pengobatan, dan industri. Struktur sel bakteri relatif sederhana: tanpa nukleus/inti sel,kerangka sel, dan organel-organel lain sepertimitokondria dan kloroplas. Hal inilah yang menjadi dasar perbedaan antara sel prokariotdengan sel eukariot yang lebih kompleks. Selanjutnya Kata parasitos berarti jasad yang mengambil makanan, dan logos berarti ilmu. Berdasarkan istilah, parasitologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang hidup untuk sementara ataupun tetap di dalam atau pada permukaan organisme lain untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari organisme tersebut.

SelanjutnyaVirus adalah parasit berukuran mikroskopikyang menginfeksi sel organi sme biologis. Virus bersifat parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi

keduanya)

yang

diselubungi

semacam

bahan

pelindung

yang

terdiri

atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genomvirus akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya. 1.2. Tujuan Dan Kegunaan a) Tujuan dari praktikum ini adalah untuk Menkelasifikasikin mikro organisme apa saja yang dapat menimbulkan penyakit pada hewan budidaya. b) kegunaan dari praktikum ini adalah supaya kita dapat mengetahui dan memahami bagai mana cara menangani penyakit tersebut seperti parasit, virus, maupun bakteri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Parasit (Trichodina sp ) Filum: Protozoa Sub filum: Ciliophora Kelas: Ciliata Ordo: Peritrichida Sub ordo: Mobilina Famili: Trichodinidae Genus: Trichodina Spesies:. Trichodina sp (Afrianto murah Liviawati,1992. dalam Aufa Fadhli, 2011). Selanjutnya mengemukakan bahwa protozoa yang menyerang ikan mas dan nila adalah trichodina sp, penyakitnya disebuttrichodiniasis. Trichodiniasis merupakan parasit penyakit pada larva dan ikan kecil yang disebabkan oleh trichodina ektoparasit. Selanjutnya menurut

budi

sugianti

(2005),

beberapa

penelitian

membuktikan

bahwa

ektoparasit trichodina mempunyai peranan yang sangat result terhadap penurunan daya kebal tubuh ikan dan terjadinya infeksi sekunder.

1. Cara Penyebarannya Trichodina sp merupakan ektoparasit Yang menyerang / menginfeksi kulit luar insang, biasanya menginfeksi Semua Jenis ikan air tawar. Populasi Trichodina sp di udara meningkat

pada saat peralihan Musim, Dari Musim panas ke Musim dingin. Menurut Budi Sugianti (2005). Selanjutnya organisme ini dapat menempel secara adhesi (Dengan tekanan Dari Luar), dan memakan sel pada Cairan lendir atau Yang terdapat pada epidermis. Parasit ini dapat Hidup jika diluar inang. Penempelan Trichodinasp, pada Tubuh ikan sebenarnya Hanya sebagai Tempat pelekatan (substrat), sementara parasit ini mengambil partikel organik dan Bakteri Yang menempel di kulit ikan. Tetapi karena pelekatan yang kuat dan terdapatnya kait pada cakram, seringkali mengakibatkan Timbul gatal-gatal pada ikan, sehingga ikan akan menggosok-gosokkan badan ke Dasar Kolam atau Pinggir Kolam, sehingga dapat menyebabkan luka. Selanjutnya Ikan Yang terserang parasitTrichodina sp, Akan menjadi lemah dengan tubuh yang warna pucat kusam dan (tidak Cerah), Produksi lendir berlebihan Yang dan nafsu makan ikan menjadi turun sehingga ikan Kurus. Beberapa Penelitian membuktikan bahwa ektoparasit Trichodina sp., mempunyai peranan yang sangat result daya tahan terhadap penurunan tubuh ikan dengan rendahnya sistem kekebalan tubuh maka akan terjadinya infeksi sekunder. Kematian umumnya terjadi karena ikan memproduksi lendir secara berlebihan atau mudah kelelahan akhirnya bisa juga terjadi akibat terganggunya sistem pertukaran oksigen, karena dinding lamela insang dipenuhi oleh lendir. penularan penyakit ini bisa melalui udara atau kontak langsung dengan ikan mudah terinfeksi penularannya yang akan didukung oleh rendahnya kualitas udara pada wadah tempat ikan dipelihara. 2. Jenis Penyebarannya Ikan yang terserang trichodina biasanya warna tubuhnya terlihat pucat, produksi lendir berlebihan yang mudah terlihat kuru. Diagnosis dapat dilakukan cara melakukan pengerokan dengan (menggores) pada kulit, atau mengambil lembaran insang mudah melakukan pemeriksaan secara mikroskopis. Budi sugianti (2005). 3. Pencegahannya

Pencegahan terhadap wabah penyakit adalah cara pengendalian kualitas dengan lingkungan,

karena

dengan

berkaitan

mewabahnya

penyakit

rendahnya

kualitas

lingkungan. Perlakuan terhadap ikan terinfeksi oleh parasit yang adalah cara perendaman dengan dalam, larutan formalin 200-300 ppm.Budi sugianti (2005). 4. Reproduksinya Berkembang biak dengan cara pembelahan yang berlangsung di tubuh inang, mudah berenang secara bebas, dapat melepaskan diri dari inang mampu hidup lebih dari dua hari tanpa inang. Jenis parasit ini memiliki dua bagian yaitu anterior posterior yang mudah berbentuk cekung berfungsi sebagai alat penempel pada inang. Parasit ini juga memiliki inti dua, yaitu inti besar dan inti kecil, inti kecil yang dimiliki berbentuk menyerupai bundar vakuola dan inti besar berbentuk tepal kuda. (budi sugianti, 2005) 2.2. Penyakit Bakteriosis (aeromonashydrophila ) Filum : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Pseudanonadeles Family : Vibrionaceae Genus : Aeromonas Spesies : Aeromonas hydrophila (Afrianto murah Liviawati (1992) dalam Aufa Fadhli, 2011). Selanjutnya Aeromonas hydrophilamerupakan bakteri distribusinya luas. Bakteri ini dapat di temukan pada air tawar trpulusi maupun pada air laut yang kadar garamnya tinggi. Selain itu bakteri ini juga ditemukan pada intestinum ikan yang sehat. Dan juga sekarang di temukan menyerang abalone. Bakteri ini termasuk bakteri gram negatif, motil dan berbentuk batang (0,3-1,0 x 1,0-3,5m). Selanjutnya organisme yang terinfeksi biasanya dalam keadaan stress karena beberapa faktor dan menunjukan warna kulit yang gelap dengan hemoragik ireguler yang luas

pada permukaan tubuh. Selain itu Organisme juga menunjukan gejala asites. Hemoragik pada permukaan kulit dapat mengalami ulserasi dan melanjud menjadi bentukan shallow necrotik lesions. Pada saat nekropsi organ terlihat mengalami kongesti dengan hemoragik pada organ dalam. 1. Ciri-ciri umum  Tubuh uniseluler (bersel satu)  Tidak

berklorofil

(meskipun

begitu

ada

beberapa jenis bakteri yang memiliki pigmen seperti

klorofil

sehingga

mampu

berfotosintesis dan hidupnya autotrof  Reproduksi

dengan

cara

membelah

diri

(dengan pembelahan Amitosis)  Habitat: bakteri hidup dimana-mana (tanah, air, udara, mahluk hidup)  Satuan ukuran bakteri adalah mikron (10-3) (Afrianto murah Liviawati (1992) dalam Aufa Fadhli, 2011). 2. Bentuk-Bentuk Bakteri - Kokus :

bentuk

bulat,

diplokokus,

monokokus, streptokokus,

stafilokokus, sarkina - Basil

:

bentuk

streptobasil

batang,

diplobasil,

- Spiral

: bentuk spiral, spirilium (spiri kasar), spirokaet (spiral halus)

- Vibrio

: bentuk koma (Afrianto

murah

Liviawati

(1992) dalam Aufa Fadhli, 2011). 3. Alat Gerak Bakteri Selanjutnya beberapa bakteri mampu bergerak dengan menggunakan bulu cambuk/flagel. Berdasarkan ada tidaknya flagel dan kedudukan flagel tersebut, kita mengenal 5 macam bakteri. : bakteri tidak berflagel. contoh: - Atrich Escherichia coli : mempunyai satu flagel salah satu - Monotrich ujungnya. contoh: Vibrio cholera : mempunyai lebih dari satu flagel pada salah satu - Lopotrich ujungnya. contoh: Rhodospirillum rubrum : mempunyai satu atau lebih flagel pada kedua - Ampitrich ujungnya. contoh: Pseudomonas aeruginosa : mempunyai flagel pada seluruh - Peritrich permukaan tubuhnya. contoh: salmonella typhosa,

4. Reproduksi Sel membelah menjadi 2 yang saling terpisah sehingga membentuk sel – sel tunggal, pada beberapa generasi sel – sel membelah searah dan tidak saling terpisah sehingga membentuk filamen yang terdiri atas deretan mata rantai sel yang disebut trikom. Tempat – tempat tertentu dari filamen baru setelah mengalami dormansi ( istirahat yang panjang ). Heterokist dapat mengikat nitrogen bebas di udara contoh pada Gleocapsa. Heterokist adalah sel yang pucat, kandungan selnya terlihat homogen (terlihat dengan mikroskop cahaya) dan memiliki dinding yang transparan. Heterokist terbentuk oleh penebalan dinding sel vegetatif. Sedangkan akinet terbentuk dari penebalan sel vegetatif sehingga menjadi besar dan penuh dengan cadangan makanan (granula cyanophycin) dan penebalan,penabalan eksternal oleh tambahan zat yang kompleks.(Afrianto murah Liviawati (1992). dalam Aufa Fadhli, 2011). 2.3. VIRUS Filum : Protophyta Kelas : Mikrotatobiotes

Ordo : Virales (Virus). (Afrianto murah Liviawati (1992) dalam Aufa

Fadhl,2011).

A. INFECTIOUS HYPODERMAL AND HEMATOPOIETIC NECROSIS VIRUS

(IHHNV) IHHNV termasuk dalam golongan parvovirus dengan genom DNA untai tunggal dan berdiameter kurang lebih 22 nm. Penyebaran penyakit ini sangat luas meliputi Asia hingga Amerika termasuk Indonesia dengan host alami adalah Litopennaeus vannamei, Pennaeus monodon, Pennaeus stylirostris, Pennaeus semisulcatus, dan Pennaeus japonicus (Lightner,

1996 dalam Putri, 2006). Penyakit viral ini menyebabkan laju pertumbuhan udang Vanname menjadi lambat dengan bentuk tubuh yang tidak normal dan cenderung kerdil (Runt Deformity Syndrome, RDS). Penularann IHHNV dapat terjadi secara vertikal maupun horizontal. Infeksi vertikal IHHNV pada benur udang disebabkan oleh induk yang menjadi carrier tertular IHHNV sehingga terjadi penurunan sifat genetik pada benih keturunannya. Infeksi IHHNV menyebabkan kerugian karena menurunnya kualitas udang berupa tidak seragamnya bentuk tubuh udang yang dipanen (Haliman dan Adijaya, 2005). Gejala klinis ini yaitu konsumsi pakan menurun dan diikuti dengan perubahan tingkah laku serta morfologinya. Mula-mula udang akan berenang ke permukaan air, kehilangan gerak dan akhirnya akan turun ke dasar air. Tingkah laku seperti ini akan berlangsung selama beberapa jam hingga tubuh udang lemah dan diserang oleh udang lain yang sehat sebagai efek dari kanibalisme. Pada fase ini, tubuh udang akan timbul bintik putih kekuningan pada kutikula epidermisnya. Hal ini membuat warna tubuh udang menjadi pucat dan ketika kondisi sekarat, tubuh udang akan berubah warna menjadi kebiru-biruan serta otot-otot abdominalnya berwarna gelap (Lightner, 1996 dalam Putri, 2006). Infeksi scara horizontal menyebabkan udang mengalami pertumbuhan lambat. Penularan ini tergantung pada periode inkubasi dan tingkat keparahan penyakit yang merujuk pada ukuran serta umur host di mana juvenil udang sangat rentan terhadap serangan penyakit. Stadium dewasa yang terserang jarang menunjukkan gejala klinis dan kematian (Lightner, 1996 dalam Putri, 2006). B. Cegah Bercak Putih (WSSV) Yang Menyerang Udang Di Tambak Keganasan penyakit bercak putih bakterial (WSSV, White Spot Syndrome Virus) tidak hanya berdampak pada udang windu (Penaeus monodon) saja, tetapi juga dapat berdampak pada spesies krustase lainnya. Karena itu wabah penyakit dan penyebarannya harus dicegah, (Admin, 2007).

1. Tanda serangan :

 Terdapat tanda seperti bercak pada kulit udang berdiameter 0,5-2 mm.  Udang dalam keadaan lemah, berenang ke permukaan, kemudian mendekat ke

pematang dan mati.  Tanda bercak sering tidak terdapat, tetapi pola kematian yang terjadi dalam skala

logaritmis, yaitu kematian pada hari berikutnya mencapai 10 kali lipat, dan biasanya hanya dalam waktu antara 3-5 hari sejak gejala kematian pertama teramati kematian sudah mencapai 100%.(Admin, 2007). 2. Faktor Pemicu Timbulnya Penyakit Beberapa faktor pemicu timbulnya penyakit adalah : 

Blooming fitoplankton kemudian mengalami kematian secara mendadak.



Kadar oksigen rendah.



Terjadi fluktuasi pH harian yang besar.



Rendahnya temperatur air.



Turun hujan secara mendadak.



Pengelolaan pakan yang kurang baik. (Admin, 2007).

3. Organisme Penyebab Penyebab penyakit WSSV adalah virus SEMBV (Systemic Ectodermal and Mesodermal

Baculo

Virus).

Virus

ini

merupakan

virus

berbahan

genetik

DNA

(Dioxyribonucleic Acid), berbentuk batang (bacillifrom). Organ yang terinfeksi virus adalah kaki renang, kaki jalan, insang, lambung, otot abdomen, gonad, intestinum, karapas, jantung sehingga menimbulkan infeksi yang sistemik (menyeluruh). Infeksi terutama terjadi pada saat stadia pramolting, sehingga menimbulkan pola bercak pada saat pasca molting karena kerusakan sel ektodermal yang mengakibatkan penimbunan kalsium ke karapas terganggu. (Admin, 2007).

4. Cara Penularan Penyakit Penularan penyakit terjadi hanya melalui perantara karier (pembawa bibit penyakit) berupa jambret (Mesopodopsis sp.), udang liar, kepiting, rajungan dan benih udang windu yang ditebar sudah terkontaminasi di pembenihan. Bangkai udang terinfeksi oleh SEMBV apabila dimakan oleh udang sehat dapat mengakibatkan terjadinya penularan virus. (Admin, 2007).

5. Pencegahan Pengendalian penyakit dapat dilakukan hanya dengan cara : 

Melakukan penebaran benih yang diketahui bebas virus, melalui pengecekan dengan

PCR. 

Jangan menggunakan benih yang berasal dari satu induk untuk ditebar pada beberapa

petak, karena dikhawatirkan membawa bibit penyakit. 

Benih yang sudah diketahui bebas virus dengan PCR, harus dicuci dengan 200 ppm

formalin : benih dimasukkan kedalam wadah silinder/conical volume 500-1000 ml dengan kepadatan 500 ekor/liter, diberi aerasi dan dimasukkan formalin 100-200 ml dan dibiarkan selama 30 menit, aerasi dihentikan kemudian air diputar, benih yang mengendap disipon dan dibuang karena benih tersebut kemungkinan masih membawa virus , sedangkan yang sehat langsung ditebar. 

Air untuk pemeliharaan danreservoir harus sudah diperlakukan dengan 30 ppm kaporit

atau krustasid untuk membunuh karier kemudian diaerasi selama 1 minggu. 

Hindarkan penyebab ster, untuk itu maka pergantian air harus dilakukan secara rutin.



Jaga kadar oksigen terlarut (DO) >3 ppm.



Pengelolaan pakan harus diperhatikan , hindari pemberian pakan secara berlebihan

yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. 

Hindari pemeliharaan udang pada musim bediding (suhu air terlalu rendah).



Hindarkan pemberian pakan dengan segar, karena dikhawatirkan membawa virus.



Apabila terjadi fluktuasi pH yang besar (>0,5 unit) dalam satu hari, berikan kaptan

(kalsium karbonat) untuk meningkatkan alkalinitas air dengan dosis hingga 300 kg/Ha. 

Pemberian

pupuk

harus

dilakukan

di

petak

reservoir

untuk

mencagah

terjadinya blooming di petak pemeliharaan. 

Apabila terjadi udang kehilangan nafsu makan, dapat ditambahkan dengan atraktan

berupa ikan rucah dengan rasio 1 kg. Ikan rucah untuk setiap 5 kg pelet. 

Pemberian peptidoglukan (PG) dengan dosis 0,2 mg/kg. Biomass udang dapat

meningkatkan ketahanan tubuh udang. 

Lakukan penyiponan untuk mengambil lumpur dasar pada umur 3 bulan setalah tebar.



Apabila terjadi wabah di tambak tetangga tunda pengambilan air dari saluran umum,

karena dikhawatirkan dapat tertulari oleh virus. 

Apabila terjadi wabah kematian udang yang serius, segera dilakukan pemanenan

terutama apabila udang sudah layak untuk dijual. (Admin, 2007).

6. Reproduksi Virus Cara reproduksi virus dikenal sebagai proliferasi yang terdiri dari: A. Daur litik (litic cycle) 1. Fase Adsorbsi (fase penempelan) Ditandai dengan melekatnya ekor virus pada sel bakteri. Setelah menempel virus mengeluarkan enzim lisoenzim (enzim penghancur) sehingga terbentuk lubang pada dinding bakteri untuk memasukkan asam inti virus. 2. Fase Injeksi (memasukkan asam inti) Setelah terbentuk lubang pada sel bakteri maka virus akan memasukkan asam inti (DNA) ke dalam tubuh sel bakteri. Jadi kapsid virus tetap berada di luar sel bakteri dan berfungsi lagi.

3. Fase Sintesis (pembentukan) DNA virus akan mempengaruhi DNA bakteri untuk mereplikasi bagian-bagian virus, sehingga terbentuklah bagian-bagian virus. Di dalam sel bakteri yang tidak berdaya itu disintesis virus dan protein yang dijadikan sebagai kapsid virus, dalam kendali DNA virus. 4. Fase Asemblin (perakitan) Bagian-bagian virus yang telah terbentuk, oleh bakteri akan dirakit menjadi virus sempurna. Jumlah virus yang terbentuk sekitar 100-200 buah dalam satu daur litik. 5. Fase Litik (pemecahan sel inang) Ketika perakitan selesai, maka virus akan menghancurkan dinding sel bakteri dengan enzim lisoenzim, akhirnya virus akan mencari inang baru.( Reed 1995) dalamAdmin 2007).

B. Daur lisogenik (lisogenic cycle) 1. Fase Penggabungan Dalam menyisip ke DNA bakteri DNA virus harus memutus DNA bakteri, kemudian DNA virus menyisip di antara benang DNA bakteri yang terputus tersebut. Dengan kata lain, di dalam DNA bakteri terkandung materi genetik virus. 2. Fase Pembelahan Setelah menyisip DNA virus tidak aktif disebut profag. Kemudian DNA bakteri mereplikasi untuk melakukan pembelahan. 3. Fase Sintesis DNA virus melakukan sintesis untuk membentuk bagian-bagian virus. 4. Fase Perakitan

Setelah virus membentuk bagian-bagian virus, dan kemudian DNA masuk ke dalam akan membentuk virus baru. 5. Fase Litik Setelah perakitan selesai terjadilah lisis sel bakteri. Virus yang terlepas

dari inang

akan mencari inang baru. (Admin, 2007). C. TSV (Taura Syndrome Virus) Partikel TSV adalah sitoplasmik, berbentuk ikosahedral (segi-12) dengan diameter 30-32 nm (Hasson et al., 1995). TSV secara tentatif digolongkan sebagai Picornavirus berdasarkan morfologinya, lokasi replikasi, genom single-stranded RNA (ssRNA) 9 kb dan struktur kapsid polipeptidanya (Brock et al., 1995; Hasson et al., 1995). TSV umumnya menyerang fase pembenihan udang pada bobot 0.1-5 gram (Lightner, 1994). Selama fase infeksi preakut atau akut, udang biasanya terlihat merah pucat dan kipas ekornya terlihat merah terang. Selain itu udang juga akan menjadi letargik, menunjukkan gejala anoreksia serta cangkangnya melunak. Jika infeksinya parah akan menyebabkan kematian, terutama pada saat terjadi molting yang dapat menyebabkan kematian mencapai 80-95 % (Chamberlain, 1994). Udang-udang yang terinfeksi kronis saat mengalami penyembuhan biasanya menunjukkan kerusakan yang menyebar dan berwarna hitam pada kutikulanya. Selain itu, juga ada kemungkinan kutikula yang lunak dan warna tubuh merah. Kerusakan akibat TSV akan terlihat menyebar di epithelium kutikular pada permukaan tubuh, appendix, insang, usus belakang, perut, dan esophagus yang terlihat berwarna bintik-bintik hitam (Lightner, 1994).

Related Documents


More Documents from "Garin Aini"

Data Lahan Basah
October 2019 13
Alat Alat.docx
May 2020 7
Sisak.docx
June 2020 5
Sop Orientasi Kariawan.doc
December 2019 6
Bronchopneumonia.docx
December 2019 5