Mikro Roti.docx

  • Uploaded by: Nauchi Feby
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mikro Roti.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,574
  • Pages: 34
Kerusakan makanan adalah penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima oleh indera manusia. Dengan demikian, kerusakan dapat ditandai oleh adanya perubahan dalam kenampakan, misalnya bentuk atau warna, bau, rasa,tekstur, atau tanda-tanda penyimpangan lainnya. Contohnya adalah pembusukan buah dan sayuran dari tekstur keras menjadi lunak meskipun masih dalam keadaan segar, terpisahnya susu segar, penggembungan makanan kaleng, penggumpalan tepung, ketengikan minyak goreng, roti berjamur, beras berkutu, gigitan tikus pada karung makanan dan lain-lain. Jenis Kerusakan Makanan • Kerusakan Fisiologis danBiologis Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat didalamnya secara alamiah sehingga terjadi proses autolysis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan. Kerusakan fisiologis umumnya terjadi akibat reaksi enzimatik pada sayur, buah, daging, ayam dan pangan. Kerusakan biologis adalah kerusakan yang diakibatkan oleh serangga dan binatang pengerat, burung dan hewan lain seperti tikus, anjing dan lain-lain. Laju kerusakan biologis dipengaruhi oleh kadar air, suhu penyimpanan, oksigen, cemaran mikroorganisme awal dan kandungan gizi pangan terutama protein dan lemak. • KerusakanFisik Kerusakan ini disebabkan oleh akibat perlakuan fisik yang digunakan. Contohnya adalah pengerasan lapisan luar (kulit) pangan yang dikeringkan; kesan kulit kering pada makanan beku dan kesan “gosong” pada makanan yang digoreng pada suhu tinggi. “Chill ing injuries” atau kerusakan pangan yang disimpan pada suhu dingin (0-10°C) seperti yang ditemukan pada buah atau sayuran, disebabkan racun/toksin yang terdapat pada tenunan/sel hidup yang dikenal sebagai asam klorogenat. Pada kondisi normal, asam klorogenat dinetralkan / didetoksifikasi oleh asam askorbat. Pada suhu dingin, kecepatan reaksi detoksifikasi lambat sehingga sel buah dan sayur membusuk akibat akumulasi toksin pada jaringan / tenunan buah dan sayur. Kerusakan akibat penyimpanan pangan pada kelembaban tinggi (RH > 70%) dapat menyebabkan pangan menyerap air sehingga pada tepung kering dapat menggumpal yang memicu kerusakan mikrobiologis. Kerusakan akibat penyimpanan suhu tinggi (suhu>30°C) pada buah dan sayuran dapat menyebabkan dehidrasi dan keriput kulit akibat keluarnya air dari jaringan. Sedangkan pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan “case hardening” atau pengerasan kulit luar pangan akibat kerusakan sel. • Kerusakan Mekanis Kerusakan mekanis disebabkan karena ada benturan-benturan mekanis selama pasca panen, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan pangan. Benturan mekanis dapat mengakibatkan memar pada permukaan kulit dan jaringan pangan, memicu kerusakan lebih lanjut akibat tumbuhnya mikroorganisme. • Kerusakan Kimia Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan kimia biasanya saling terkait dengan jenis kerusakan lainnya.Misalnya adanya panas yang tinggi pada pemanasan minyak mengakibatkan rusaknya beberapa asam lemak yang disebut “thermal oxidation”.

Adanya oksigen dalam minyak menyebabkan terjadinya oksidasi pada asam lemak tidak jenuh, yang mengakibatkan pemecahan senyawa tersebut atau menyebabkan terjadinya ketengikan minyak. Pencetus kerusakan pangan yang menyebabkan perubahan kimia pangan dapat dipengaruhi suhu selama reaksi berlangsung; oksigen yang mempercepat reaksi oksidasi; reaksi biologis seperti enzimatik; pH yang mempengaruhi denaturasi protein atau perubahan warna dan adanya logam yang menjadi prekursor reaksi. Kerusakan fisiologis juga merupakan kerusakan kimiawi, karena reaksi enzimatis biasanya aktif dalam proses kerusakan tersebut. • KerusakanMikrobiologis Kerusakan mikrobiologi merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan hasil pertanian dan berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi terkonsumsi oleh manusia. Kerusakan mikrobiologis dapat terjadi pada bahan lain atau kebahan pertanian lain, bahan baku, produk setengah jadi atau produk jadi. Penyebab utama kerusakan mikrobiologis adalah bakteri, kapang dan khamir. Berikut kerja mikrobiologi yang merusak makanan:  Bakteri Tumbuh kembang bakteri memerlukan aktivitas air (Aw) lebih tinggi daripada kapang dan khamir (ragi) yaitu 0,86 sampai mendekati 1. Bakteri dapat tumbuh pada konsentrasi gula 1% dan garam 0,85%. Pada konsentrasi gula 3-4% dan garam 1-2%, pertumbuhan bakteri dapat dihambat. Bakteri terdapat di air, tanah, udara, dan pada makanan. Bakteri ada yang bersifat aerob maupun anaerob. Salah satu peranan bakteri menguntungkan adalah kemampuannya dalam menghasilkan flavor yang disukai. Misalnya bau laktat pada mentega, cita rasa asinan pada sayuran, dan flavor keju. Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa bakteri dapat pula menghasilkan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan  Kapasitas Air (Aw) Kapasitas air (Aw) optimum dan kisaran Aw untuk pora-spora bergerminasi adalah berbeda untuk setiap jenis kapang. Aw berkorelasi dengan kadar air, oleh sebab itu dengan pengeringan tertentu dan pengaturan Aw, pangan dapat terhindar dari pertumbuhan kapang.  Khamir / Ragi Pertumbuhan khamir / ragi umumnya membutuhkan Aw sekitar 0,88 sampai 0,94. Selain itu khamir relative dapat tumbuh pada konsentrasi gula (40 – 60%) dan garam lebih tinggi (20 – 26,5%) daripada bakteri. Beberapa khamir dapat tumbuh pada susu kental manis yaitu pada Aw 0,9; atau roti pada Aw 0,91; bahkan ada yang dapat tumbuh pada sirup yang mempunyai Aw 0,78. Bebarapa jenis ragi penyebab kerusakan antara lainTorulla, Rhodotorulla dan Hansenulla yang dapat mengakibatkan perubahan warna.  Jamur Jamur dapat memanfaatkan berbagai senyawa untuk hidupnya, dan memerlukan oksigen agar dapat hidup (bersifat aerob). Rentang suhu optimalnya (suhu terbaik dimana pertumbuhan jamur dapat maksimal) adalah 20-35ºC.Jamur masih tumbuh

dalam refrigerator, yaitu suhu antara 10-15 ºC.Jamur dan sporanya dapat mati pada suhu 100oC, atau pada suhu 71-82ºC dalam waktu yang cukup. Cahaya mata hari dapat menghambat pertumbuhan sebagian jamur, tetapi ada juga yang tumbuh dalam cahaya terang. Tanda-tanda kerusakan makanan A. Kerusakan bahan makanan berprotein tinggi. Apabila mengalami kerusakan mikrobiologis, akan timbul : Bau busuk khas protein yang disebut bau putrid. Mikrobia yang berperan => Bakteri (mampu memecah protein menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti cadaverin, putrescin, skatol, H2S dan NH3 yang menyebabkan bau busuk , ditunjukan dengan :  Menunjukkan rasa yang tidak enak(daging, telur, susu, ikan)  Penggumpalan (susu)  Pencairan jaringan protein sehingga bahan berair dan lembek. B. Kerusakan bahan makanan berkabohidrat tinggi Dapat mengalami perubahan kimiawi karena aktivitas yeast, bakteri, maupun jamur. Yeast dapat memfermentasi Karbohidrat terutama glukosa menjadi alkohol. Bakteri dari jenis anaerob, seperti Lactobacillus sp dapat membentuk asam laktat dan propionat. Sedangkan dalam kondsi aerob, beberapa jenis bakteri mampu mengubah alkohol yang dibentuk yeast menjadi asam asetat.Berbagai jenis jamur dan bakteri biasanya memproduksi enzim yang mampu memecah polisakarida menjadi KH rantai terjadinya pelunakan bahan. Beberapa bakteri mampu memproduksi KH khas, yang pendek seperti monosakaria maupun disakarida.Hal ini secara fisik ditenada dengan secara alami bukan merupakan bahan penyusun bahan makanan. KH yang dihasilkan umumnya berupa levan atau dekstran yang memiliki tekstur kental seperti kanji. Sehingga kerusakan bahan makanan berkarbohidrat dapat diketahui oleh adanya pembentukan lendir. C. Kerusakan Bahan Makanan Berlemak Tinggi Lemak dan minyak dapat mengalami pemecahan menjadi asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam lemak, terutama asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap, dapat mengalami pemecahan lebih lanjut menjadi senyawa sederhana seperti aldehid dan keton dan senyawa lain yang menimbulan bau tengik Tanda-tanda spesifik kerusakan. a. Makanan kaleng : penggembungan pada tutup dan bagian dasar kaleng, penyok pada bagian sepanjang sambungan,penyimpanagan bau, terbentuk buih, atau cairan pengisi kaleng menjadi kental. b. Ikan : bau asam maupun bau busuk,insang berwarna abu-abu atau kehijauan,mata tenggelam, daging mudah terlepas dari tulang, jika ditekan dengan jari akan membekas c. Daging : bau asing yang bukan khas daging, terbentuk lendir dan perubahan warna menjadi pucat atau kadang kehijauan. d. Susu : bau dan rasa asam, terbentuk lendir, bau tengik, busuk atau bau ragi, rasa pahit. Faktor-faktor penyebab kerusakan makanan Faktor penyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan pangan, antara lain sebagai berikut : pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan pangan, aktivitas parasit dan binatang pengerat, kandungan air dalam bahan

pangan, udara khususnya oksigen, sinar dan waktu penyimpanan 1. Enzim Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis biologis yang dapat mengendalikan berbagai reaksi biokimia yang terdapat di dalam jaringan hidup. Enzim dapat berasal secara alami di dalam bahan pangan, atau dapat pula berasal dari mikroba yang, mencemari bahan pangan yang bersangkutan. Enzim yang dikeluarkan oleh mokroba dapat menimbulkan perubahan bau, warna dan tekstur pada bahan pangan. Enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya enzim polifenol oksidase pada buah salak, apel atau ubi kayu. Enzim dapat menimbulkan warna coklat jika buah atau ubi dipotong. Enzim polifenol oksidase merupakan salah satu jenis enzim yang merusak bahan pangan karena warna coklat yang ditimbulkannya. Enzim dapat pula menyebabkan penyimpangan citarasa makanan seperti enzim lipoksidase yang menimbulkan bau langu pada kedelai. Enzim juga dapat menyebabkan pelunakan pada buah, misalnya enzim pektinase yang terdapat pada buah-buahan. Karena merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan pada bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika akan diawetkan. 2. Parasit Parasit seperti cacing misalnya cacing tambang atau cacing pita kadang-kadang ditemukan di dalam bahan pangan seperti daging. Cacing tersebut umumnya masuk ke dalam tubuh hewan melalui sisa-sisa makanan yang dimakan hewan yang bersangkutan. Cacing pita (Trichinella spiralis) yang ditemukan di dalam daging babi dapat menjadi sumber penyakit bagi manusia, jika daging yang mengandung cacing tersebut tidak dimasak cukup panas. 3. Binatang Pengerat Tikus merupakan salah satu jenis hama yang sering menyerang tanaman padi sebelum dipanen maupun padi atau biji-bijian lainnya yang sudah dipanen yang disimpan di dalam lumbung-lumbung. Bahaya tikus bukan hanya karena binatang ini dapat menghabiskan hasil panen kita, tetapi juga kotorannya termasuk air kencing dan bulu yang terlepas dari kulitnya merupakan media yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba. 4. Kandungan Air Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan. Seperti telah diuraikan di atas, umumnya bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan pangan yang mempunyai kandungan air tinggi. Air dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Air juga dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam bahan pangan, misalnya reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Air yang dibutuhkan untuk terjadinya berbagai reaksi di dalam bahan pangan serta tumbuhnya mikroba adalah air bebas. Air yang terikat kuat secara kimia sulit digunakan mikroba untuk hidupnya. Oleh karena itu, dengan menambahkan gula, garam, dan senyawa sejenis lainnya jumlah yang cukup dapat mengikat air tersebut, dan makanan menjadi awet meskipun kandungan airnya masih cukup tinggi. Makanan seperti ini disebut makanan semi basah, misalnya jem, jeli dan sejenisnya.

5. Udara (Oksigen) Udara khususnya oksigen yang terkandung di dalamnya merupakan penyebab utama ketengikan bahan pangan yang berlemak. Demikian juga, oksigen dapat merusak vitamin, terutama vitamin A dan C. Oksigen juga dapat menimbulkan kerusakan warna sehingga produk pangan jadi pucat. Oksigen adalah komponen penting bagi hidupnya mikroba aerobik khususnya kapang, karena itu sering ditemukan di permukaan bahan pangan atau di celah-celahnya. 6. Sinar Kerusakan bahan pangan karena sinar terlihat jelas pada makanan yang berwarna. Warna bahan pangan atau makanan dapat menjadi pucat karena pengaruh sinar. Sinar juga dapat merusak beberapa vitamin yang terkandung dalam bahan pangan, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C. Susu yang disimpan di dalam botol transparan juga dapat rusak karenasinar, yaitu menimbulkan bau tengik akibat terjadinya oksidasi. Demikian juga minyak kelapa yang disimpan dalam botol transparan akan mudah menjadi tengik jika tersinari matahari secara terus-menerus. 7. Waktu Sesudah bahan pangan dipanen, diperah (susu) atau disembelih (daging), ada waktu sesaat yang dipunyai bahan pangan untuk memberikan mutu puncaknya, akan tetapi sesudah itu mutu akan turun terus-menerus. Penurunan mutu karena faktor waktu ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kerusakan bahan pangan lainnya seperti yang telah diuraikan sebelumnya. https://reninovalia.wordpress.com/2014/01/07/kerusakan-makanan/

2.1.1 Contoh-contoh Keracunan Makanan oleh Mikroorganisme 1. Keracunan makanan oleh Staphylococcus Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan enterotoksin. Enterotoksin adalah zat toksik yang dihasilkan bakteri ini, dikenal ada 5 macam enterotoksin yaitu A,B,C, D, dan E. Tidak semua Strain S. aureusmenghasilkan enterotoksin namun semua strain berpotensi menyebabkan keracuanan, 62 % isolat yang diperoleh dari ayam menghasilkan enterotoksin A. Keracunan makanan oleh Salmonella. Ada tiga varietas yang berbeda daribakteri salmonella. (Salmonella typhimurium, salmonella suis kolera, salmonella enteritidis) Bakteri ini terdapat pada susu, produk susu dan telur. Gejala keracunan makanan ini termasuk mual, muntah dan diare. Demam juga umum. S. aureus mampu menghasilkan enterotoksin B, dan produksi akan lebih cepat pada keadaan aerobik namun akan menurun apabila konsentrasi HNO2

meningkat. Gejala klinis keracunan Staphylococcus umumnya muncul secara cepat dan dapat menjadi kasus serius tergantung respon individu terhadap toksin, jumlah toksin yang termakan, dan status kesehatan korban. Sejumlah kecil sel bakteri S.aureus yang menghasilkan toksin sebanyak 1 ng/g makanan mampu menimbulkan gejal gastroenteritis pada manusia. Jumlah minimal enterotoksin yang dapat menimbulkan sakit pada manusia adalah 20 ng dan toksin ini menyebabkan peradangan pada permukaan usus sehingga memunculkan gejalagejala klinis. 2. Keracunan makanan oleh Clostridium Clostridium adalah bakteri gram positif (+), anaerob yang menghasilkan endospora. Salah satu contoh bakteri Clostridium yang menyebabkan terjadinya keracunan yaitu Clostridium botulinum. Clostridium botulinumadalah nama bakteri yang biasanya ditemukan di dalam tanah dan sedimen atau endapan laut di seluruh dunia.Clostridium botulinum merupakan bakteri gram positif, membentuk endospora oval subterminal dibentuk pada fase stationar, berbentuk batang, membentuk spora, gas dan anaerobik. Ada 7 tipe bakteri ini yang berbeda berdasarkan spesifitas racun yang diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D, E, F. Dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E, dan F. Produksi toksin pada daging kering akan dicegah bila kadar air dikurangi hingga 30 persen. Toksin dari Clostridium botulinum adalah suatu protein yang daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup menyebabkan kematian. Toksin dapat diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A akan in aktif oleh pemanasan pada suhu 80 ºC selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90 ºC selama 15 menit. Spora bakteri ini sering ditemukan di permukaan buah-buahan, sayuran dan makanan laut. Organisme berbentuk batang tumbuh baik dalam kondisi rendah oksigen. Bakteri dan spora sendiri tidak berbahaya, yang berbahaya adalah racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri ketika mereka tumbuh. Gejala-gejala penyakit botulisme yaitu pandangan ganda, kelopak mata terkulai, bicara melantur, mulut kering, pandangan kabur, kesulitan menelan, kelumpuhan otot. Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan

buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan dan gangguan pernafasan. 3. Infeksi oleh Salmonella Salmonella termasuk ke dalam famili Enterobactericea yang merupakan bakteri fakultatif anaerob gram negatif berbentuk batang yang bersifat motil karena mempunyai flagel serta tidak membentuk spora (Edinger dan Pasculle 2006). Salmonella dapat menimbulkan infeksi pada saluran pencernaan (gastrointestinal tract) & tifus (S. typhi). Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Akibatnya penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan oleh bakteriSalmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan penyakit salmonella ini antara lain primata, iguana, ular, dan burung. Kebersihan adalah kunci dari pencegahan. Mencuci tangan dengan sabun dan air panas, terutama setelah menangani telurtelur, unggas, dan daging mentah kemungkinan besar mengurangi kesempatan untuk infeksi-infeksi. Penggunaan sabun-sabun antibakteri telah direkomendasikan oleh beberapa penyelidikpenyelidik. Dengan menggunakan air minum yang dirawat dengan chlorine, hasil yang dicuci, dan dengan tidak memakan makanan-makanan yang setengah matang seperti telur-telur, daging atau makanan-makanan lain, orang-orang dapat mengurangi kesempatan dari paparan pada Salmonella. Menghindari kontak langsung dengan carriers hewan dari Salmonella (contohnya, kura-kura, ular-ular, babi-babi) juga mungkin mencegah penyakit. Perawatan untuk demam-demam typhoid atau enteric dengan septicemia adalah tidak kontroversial. Antibiotik-antibiotik,

seringkali diberikan secara intravena, diperlukan. Jenis-jenis Salmonella ini juga harus diuji untuk ketahanan (resisten)obat antibiotik karena beberapa jenis-jenis Salmonella telah dilaporkan menjadi resisten pada banyak antibiotik-antibiotik (juga diistilahkan MDR Salmonella). Antibiotik-antibiotik yang biasanya dipilih untuk merawat infeksi-infeksi Salmonella adalah fluoroquinolones dan cephalosporins. 4. Keracunan Makanan oleh Escherichia coli Eschericia coli merupakan mikroba norrmal dalam tubuh manusia. E. coli patogen dapat menghasilkan racun (toksin) yang berbahaya dalam jumlah besar. Racun Ini adalah racun-racun yang menyebabkan diare berdarah, gangguan pencernaan, sindrom hemolitik uremik, gagal ginjal dan komplikasi medis lainnya. Patogen E. coli dapat menyebabkan Penyakit ringan sampai penyakit yang mengancam nyawa, tetapi ini tergantung pada tempat infeksi dan kekuatan pasien. Infeksi oleh E. colidikaitkan dengan keracunan makanan, diare, penyakit saluran kemih, pneumonia, bakteremia, meningitis neonatal dan colangitis. Gejala E. coli adalah diare, kram perut, mual dan muntah, mirip gejala pencernaan biasa. Bila ini terjadi pada anakanak dan orang-orang dengan imunitas yang lemah, hal ini dapat memperburuk diare parah dan masalah ginjal. Bakteri E. coli dibagi menjadi 4, yaitu: – Enterohemorhagic E. coli (EHEC), Menghasilkan verotoksin. Menyebabkan hemorhagic diarhea, gagal ginjal – Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) adalah jenis Escherichia coli danbakteri penyebab utama diare di negara berkembang. Setiap tahun, sekitar 210 juta kasus dan 380.000 kematian terjadi, terutama pada anak-anak akibat ETEC. – Enteropathogenic E. coli (EPEC), Mengakibatkan diare, tapi tidak menghasilkan Enterotoksin. Umumnya menyerang bayi atau anak kecil. – Enteroinvasive E. coli (EIEC), menyebabkan diare dan demam tinggi. EIEC sangat invasif, dan mereka memanfaatkan protein adhesin untuk mengikat dan masuk ke sel-sel usus. Mereka tidak menghasilkan racun,tetapi sangat merusak dinding usus melalui penghancuran sel mekanis.

5. Keracunan makanan oleh kapang (jamur) Cemaran beberapa jenis kapang seperti Aspergillus sp., Fusarium sp., Penicilliumsp., dan Mucor sp. Dapat ditemui pada makanan dan bahan-bahan penyusunnya terutama jagung. Gangguan atau penyakit bukan hanya disebabkan oleh kapang, tetapi juga oleh toksin yang dihasilkan kapang tersebut. Beberapa faktor yang mendukung terjadinya kontaminasi kapang dan toksin pada makanan terutama adalah kelembapan dan suhu. Di Indonesia, Aspergillus sp. khususnya A. flavusmerupakan kapang yang dominan mencemari makanan dan bahan penyusun pangan. Pencegahan cemaran kapang dan mikotoksin bisa dilakukan melalui deteksi dini dengan inspeksi visual pada makanan dan bahan pangan, serta manajemen yang baik adalah pilihan terbaik dibandingkan dengan pengobatan. Mikotoksikosis adalah kejadian keracunan karena korban menelan pakan atau makanan yang mengandung toksin yang dihasilkan berbagai jenis kapang. Ada lima jenis mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu aflatoksin, fumonisin, okratoksin, trikotesena, dan zearalenon. Aflatoksin terutama dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Belum ada pengobatan yang efektif dan ekonomis untuk keracunan mikotoksin. Faktor ekonomis menjadi pertimbangan peternak untuk melakukan pengobatan akibat keracunan mikotoksin. Beberapa pengikat mikotoksin seperti alfafa, sodium bentonit, zeolit, arang aktif, dan kultur khamir (Saccharomyces cerevisiae) dapat digunakan untuk mengurangi racun. Obat tradisional seperti sambiloto dan bawang putih dapat pula digunakan. Sebaiknya selain diberi pengikat mikotoksin, hewan juga perlu diberi asupan elektrolit, vitamin, dan gizi yang cukup. https://andryalafi.wordpress.com/2016/04/15/mikrobiologi-pangan/

KERUSAKAN PANGAN

B

ahan makanan dianggap rusak apabila menunjukkan penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima oleh indera manusia. Kerusakan dapat ditandai oleh adanya perubahan dalam kenampakan, misalnya, bentuk atau warna, bau, rasa, tekstur, atau tanda-tanda penyimpangan lainnya. Kerusakan bahan pangan, tergantung dari jenis bahan pangan, dapat berlangsung secara

lambat misalnya pada biji-bijian atau kacang-kacangan atau dapat berlangsung secara sangat cepat misalnya pada susu dan hati. A. JENIS dan PENYEBAB KERUSAKAN PANGAN JENIS KERUSAKAN PANGAN Winarno dan Jenie (1982) membedakan kerusakan bahan menurut penyebabnya, menjadi lima, yaitu: 1.

Kerusakan Mekanis Kerusakan mekanis adalah kerusakan yang disebabkan karena bahan mengalami benturanbenturan mekanis yang terjadi selama pemanenan, transportasi ataupun penyimpanan. Contohnya: Pada waktu dipanen buah yang jatuh atau membentur permukaan keras menjadi memar. Urbi-umbian yang terkena cangkul atau terpotong oleh alat pemanen, penumpukan bahan selama pengangkutan dan penyimpanan yang tidak memadai akan merusak bahan yang diletakkan pada bagian bawah.

2.

Kerusakan Fisik Kerusakan fisik adalah kerusakan bahan karena perlakuan-perlakuan fisik yang tidak tepat. Contohnya: Kerusakan warna dan tekstur pada daging yang dibekukan, tepung mengeras atau membatu karena penyimpanan pada tempat yang lembab.

3.

Kerusakan Fisiologis dan Biologis Kerusakan fisiologis terjadi karena reaksi peruraian selama proses metabolisme yang terjadi secara alamiah dalam bahan. Contohnya: Pelunakan pada daging dan ikan setelah disembelih, pematangan buah dilanjutkan dengan kerusakan alamiah. Kerusakan biologis biasanya disebabkan oleh aktivitas dari hewan, seperti ulat yang merusak buah atau sayur, tikus dan serangga yang merusak bahan-bahan makanan selama penyimpanan, dan sebagainya.

4.

Kerusakan Kimiawi Kerusakan kimiawi adalah kerusakan yang terjadi karena reaksi kimia yang berlangsung di dalam bahan makanan. Misalnya : Reaksi pencokelatan pada beberapa jenis buah dan sayur, seperti pisang, kentang, terong, dan apel, reaksi ketengikan minyak, dan sebagainya.

5.

Kerusakan Mikrobiologis Kerusakan

mokrobiologis

adalah

kerusakan

makanan

karena

adanya

mikroorganisme, seperti bakteri, yeast, dan jamur yang mengkontaminasi makanan.

aktivitas

Kerusakan jenis ini paling banyak ditemukan pada bahan makanan. Kerusakan jenis ini juga harus diwaspadai, karena ada kemungkinan bersama-sama dengan mikroorganisme perusak terdapat pula mikroorganisme penyebab penyakit dan peracunan. PENYEBAB UTAMA KERUSAKAN PANGAN. Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1.

Pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang

2.

Aktivitas enzim-enzim di dalam bahan pangan

3.

Serangga, parasit dan tikus

4.

Suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan

5.

Kadar air

6.

Udara terutama oksigen

7.

Sinar

8.

Perlakuan fisik

9.

Jangka waktu penyimpanan

Disamping itu, faktor-faktor penyebab kerusakan pangan dapat juga dikelompokkan sebagai : 1. Faktor internal adalah sifat-sifat yang terdapat pada pangan yang bersangkutan seperti kadar air, kadar gula, kadar garam, keasaman (pH) dan komposisi kimia. 2. Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang mencakup suhu, kelembaban, cahaya, komposisi udara, cara penanganan, penyimpanan, serta distribusi. B. KERUSAKAN PANGAN OLEH MIKROORGANISME (Bakteri, Kapang/ Jamur, Khamir) Mikroba penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan dimana saja, baik di tanah, air, udara, di atas kulit atau bulu ternak dan di dalam usus. Beberapa mikroba juga ditemukan di atas permukaan kulit buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan kacangkacangan. Mikroba seharusnya tidak ditemukan di dalam jaringan hidup misalnya daging hewan, daging buah atau air buah. Contoh misalnya : 1) Susu yang berasal dari sapi yang sehat mula-mula steril ketika maíz di dalam kelenjar susu, tetapi setelah diperah akan mengalami kontaminasi dari udara, wadah atau dari si pemerah itu sendiri, 2)Daging sapi yang berasal dari sapi yang sehat juga akan mengalami kontaminasi segera setelah pemotongan, 3) Buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan kacang-kacangan akan mengalami kontaminasi setelah dikupas kulitnya, 4) Telur, bagian dalam dari telur sehat mula-mula adalah steril tetapi kulitnya banyak mengandung bakteri yang berasal dari kotoran ayam. Bakteri mempunyai beberapa bentuk yang khas, misalnya : 1. Bentuk Koki pada Steptococcus sp.,Micrococcus sp.,dan Sarcina sp. 2. Bentuk Batang pada Basil

3. Bentuk Spiral pada Spirilla dan Vibrios. Bakteri yang terdapat dalam makanan mempunyai ukuran yang sangat kecil, yaitu sebagian besar mempunyai usuran panjang sel 1 sampai beberapa mikron (1 mikron = 1/1000 mm). Beberapa bakteri dapat membentuk spora yang lebih tahan terhadap pemanasan, pengaruh kimia dan pengaruh lain-lainnya. Spora bakteri ini jauh lebih tahan daripada spora ragi atau kapang, dan lebih tahan terhadap pemanasan daripada enzim. Ragi mempunyai ukuran panjang sel 20 mikron atau lebih. Sebagian besar ragi berbentuk bulat atau lonjong. Jika dibandingkan dengan bakteri dan ragi, kapang berukuran lebih besar dan lebih kompleks. Beberapa kapang tumbuh seperti bulu atau rambut yang disebut “mycelia” dan pada unjungnya berbentuk seperti buah yang disebut conidia dan mengandung spora kapang. Kapang mempunyai spora yang berwarna khas, misalnya berwarna hijau atau hitam pada roti busuk, berwarna merah jingga pada oncom, atau berwarna putih dan hitam pada tempe. Perbedaan warna ini disebabkan karena perbedaan warna conidia atau sporanya. Tumbuhnya bakteri, ragi atau kapang di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim yang aktif yang dapat menghidrolisapati. Disamping itu beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa selulosa atau dapat memfermentasi gula, sedangkan mikroba lainnya menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa lemak yang mengakibatkan terjadinya ketengikan, atau merusak protein yang menghasilkan bau busuk. Beberapa mikroba tersebut dapat membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, racun dan lain-lainnya. Jika makanan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara, maka di dalam makanan tersebut terdapat pertumbuhan campuran dari beberapa jenis mikroba. Bakteri, ragi dan kapang dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang hangat dan lembab. Beberapa bakteri mempunyai kisaran suhu pertumbuhan antara 45 – 550C yang disebut bakteri termofilik. Beberapa bakteri yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan antara 20 – 450C yang disebut bakteri mesofilik. Dan yang lainnya mempunyai suhu pertumbuhan di bawah 200C yang disebut bakteri psikrofilik. Spora dari kebanyakan bakteri dapat mempertahankan diri pada suhu air mendidih, dan pada suhu lebih rendah spora akan bergerminasi dan berkembang biak. Beberapa bakteri dan semua kapang yang membutuhkan oksigen untuk tumbuh, disebut bakteri aerobik. Bakteri yang lain malahan tidak dapat tumbuh bila ada oksigen, bakteri demikian disebut bakteri anaerobik. Dalam keadaan optimum bakteri memperbanyak diri dengan cepat. Dari 1 sel menjadi 2 hanya memerlukan waktu 20 menit dan seterusnya tumbuh berlipat ganda menurut fungsi eksponensial. Contoh misalnya : susu yang pada keadaan tertentu mengandung 100.000 bakteri per mililiter, jika dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam maka jumlah bakteri dapat menjadi 25 juta, dan dalam 96 jam dapat menjadi 5.000 juta tiap milliliter.

Faktor-faktor lingkungan hidup yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba di antaranya air, kelembaban nisbi, suhu, pH, oksigen, mineral, dan lain-lain. Bentuk-Bentuk Kerusakan Bahan Pangan Oleh Mikroorganisme: Ø Berjamur Kapang bersifat aerobik, paling banyak atau terutama tumbuh pada bagian luar permukaan bahan pangan yang tercemar. Bahan pangan mungkin menjadi lengket, berbulu sebagai hasil produksi miselium dan spora kapang dan berwarna. Ø Pembusukan (rots) Pada umumnya diartikan sebagai pembusukan dari produk-produk dengan tekstur yang cukup baik seperti buah-buahan dan sayuran dimana pertumbuhan mikroorganisme merusak bagian-bagian struktur bahan pangan menjadi produk yang sangat lunak dan berair. Ø Berlendir Pertumbuhan bakteri pada permukaan yang basah seperti sayuran, daging dan ikan dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta pembusukan bahan pangan dengan pembentukan lender. Ø Perubahan Warna Beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni-koloni yang berwarna atau mempunyai pigmen (zat warna) yang memberi warna pada bahan pangan yang tercemar (Serratia marcescens – merah; spesies Rhodotorulla – merah;Pseudomonas fluorescens – hijau dengan fluorescence; Aspergillus niger – hitam;Species Penicillium – hijau). Ø Berlendir Kental Seperti Tali (ropiness) Suatu lender kental (rope) yang berbentuk tali dalam bahan pangan disebabkan oleh berbagai

spesies

mikroorganisme

seperti Leuconostoc

mesenteroides,

Leuconostoc

dextranicum, Bacillus subtilis dan Lactobacillus plantarum. Pada beberapa bahan pangan pembentukan lender dikaitkan dengan pembentukan bahan kapsul oleh mikroorganisme, sedang pada beberapa bahan pangan lainnya dapat disebabkan oleh hidrolisa dari zat pati dan protein untuk menghasilkan bahan bersifat lekat dan tidak berbentuk kapsul. Lendir tali ini dapat mencemari bahan-bahan pangan seperti minuman ringan, anggur, cuka, susu dan roti. Ø Kerusakan Fermentatif Beberapa tipe organisme terutama khamir, spesies Bacillus dan Clostridium dan bakteri asam laktat dapat memfermentasi karbohidrat. Khamir mengubah gulamenjadi alkohol dan karbondioksida. Bakteri dapat mengubah gula menjadi asam laktat atau campuran asam-asam laktat, asetat, propionate, dan butirat, bersama-sama dengan hidrogen dan karbondioksida. Perubahan flavor dan pembentukan gas akhirnya terjadi dalam bahan pangan. Ø Pembusukan Bahan-bahan Berprotein (putrefraction) Dekomposisi

anaerobik

dari

protein

menjadi

peptide

atau

asam-asam

amino,

mengakibatkan bau busuk pada bahan pangan karena terbentuknya hidrogen sulfide,

ammonia, methyl sulfide, amin dan senyawa-senyawa bau lainnya. Bahan pangan yang tercemar secara demikian adalah yang diolah kurang sempurna dan dikemas sehingga terbentuk kondisi anaerobic, seperti pengalengan daging dan sayuran yang diolah secara kurang sempurna. C. KERUSAKAN PANGAN OLEH SERANGGA, PARASIT dan HEWAN PENGERAT Serangga terutama yang dapat merusak buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Yang menjadi masalah bukan hanya jumlah pangan yang dimakan oleh serangga teersebut, tetapi yang lebih penting bahwa serangga tersebut akan melukai permukaan bahan pangan sehingga dapat menyebabkan kontaminasi oleh bakteri, ragi atau kapang. Pada biji-bijian atau buah-buahan kering biasanya serangga dapat dicegah secarafumigasi dengan beberapa zat kimia seperti metal bromida, etilena oksida dan propilena oksida. Etilena dan propilena tidak boleh digunakan untuk bahan pangan yang mempunyai kadar air tinggi, karena kemungkinan dapat membentuk racun. Telur-telur serangga dapat tertinggal di dalam makanan sebelum dan sesudah pengolahan, misalnya di dalam tepung. Untuk menghancurkan telur-telur serangga tersebut biasanya tepung dipusingkan di dalam sentrifuse, sehingga dengan benturan-benturan yang keras dari dinding sentrifuse, telur-telur tersebut akan pecah. Meskipun pecahan telur ini masih tetap tertinggal di dalam tepung, tetapi tidak dapat memperbanyak diri lebih lanjut. Parasit yang lebih banyak ditemukan misalnya di dalam daging babi adalah cacing pita (Trichenella spiralis). Cacing pita tersebut masuk ke dalam tubuh babi melalui sisa-sisa makanan yang mereka makan. Daging babi yang tidak dimasak dapat menjadi sumber kontaminasi bagi manusia. Cacing-cacing dalam bahan pangan mungkin dapat dimatikan dengan pembekuan. Tikus merupakan salah satu hewan pengerat dan merupakan persoalan yang penting di Indonesia, khususnya merupakan ancaman yang berbahaya baik terhadap hasil biji-bijian sebelum dipanen maupun terhadap bahan yang disimpan di dalam gudang. Tikus bukan hanya merugikan karena makan bahan, tetapi juga karena kotorannya, rambutnya atau air kencingnya dapat merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan dapat menimbulkan bau yang tidak enak. D. KERUSAKAN PANGAN oleh BAHAN KIMIA dan ENZIM Enzim yang ada pada bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah ada pada bahan pangan tersebut secara normal. Adanya enzim memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimia dengan lebih cepat tergantung dari macam enzim yang ada, dan dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan. Aktivitas enzim dapat dicegah atau dihentikan sama sekali oleh panas, perlakuan kimia, radiasi atau perlakuan lainnya. Dipandang dari segi teknologi pangan, aktivitas enzima da yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Sebagai contoh pada pembuatan sari buah, beberapa enzim misalnya

pektinase dikehendaki untuk menjernihkan sari buah seperti sari buah apel.Contoh lain adalah penggunaan enzim papain (proteinase) untuk mengempukkan daging. Keaktifan maksimum dari enzim pada umumnya terletak di antara pH 4 – 8, atau di sekitar pH 6. Tetapi meskipun demikian beberapa enzim misalnya pepsin masih menunjukkan keaktifannya sampai pH 2, dan enzim fosfatase alkalis di dalam darah aktif sampai pH 9. Jika makanan disterilkan atau dipasteurisasi untuk mengaktifkan mikroba, maka enzim akan sebagian atau seluruhnya rusak atau menjadi inaktif. Juga jika makanan didinginkan dengan tujuan untuk mengurangi aktivitas mikroba, maka keaktifan enzim-enzim di dalamnya juga akan terhambat. Beberapa enzim mungkin lebih tahan terhadap pemanasan atau radiasi mungkin efektif untuk membunuh mikroba, tetapi enzim-enzim tertentu mungkin masih dapat aktif. Beberapa Contoh Enzim dengan Substrat, Hasil akhir dan pH optimum +) Enzim Substrat Hasil Akhir pH Optimum ++) Lipase

Gliserida (lemak)

Gliserol, asam lemak

5,0 – 8,6

Fosfatase (lechithinase)

Lecithin

Choline, H3PO4, lemak

3,0 – 10,0

Invertase

Sukrosa

Glukosa, Fruktosa

4,6 – 5,0

Maltase

Maltosa

Glukosa

4,5 – 7,2

Selobiase

Selobiosa

Glukosa

-

Laktase

Laktosa

Glukosa, Galaktosa

-

Amilase

Pati

Dekstrin, Maltosa

Selulase

Selulosa

Selobiosa, Glukosa

Proteinase (Bromelin,Papain, Pepsin,Tripsin,rennin)

Protein

Polipeptida, Dipeptida

1,5 – 10,0

Peptidase (Polipeptidase)

Protein (Peptida)

Asam amino

6,0 – 7,4

Urease

Urea

CO2, NH3

Asparaginase

Asparagin

Asam aspartat, NH3

-

Deaminase

Asam amino

NH3, Asam organik

-

+) ++)

POTTER (1968) DESROSIER (1963)

5,0 – 7,0 3,5

7,0

E. KERUSAKAN PANGAN OLEH SUHU, KELEMBABAN dan UDARA (Oksigen) Pemanasan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein (denaturasi), emulsi vitamin dan lemak. Buah dan saturan tropika Sangat sensitif terhadap pendinginan. Penyimpanan pada suhu rendah akan menyebabkan kerusakan yang disebut chiling injury, misalnya pisang ambon yang menjadi lunak dan warnanya berubah. Selain itu, juga menyebabkan denaturasi dan pengumpalan protein susu.Oksigen selain dapat merusak vitamin A dan C, warna bahan pangan, cita rasa dan zat kandungan lain, juga penting untuk pertumbuhan kapang. Pada umumnya kapang bersifat aerobik, oleh karena itu sering ditemukan tumbuh di atas permukaan bahan pangan. Oksigen udara dapat dikurangi jumlahnya dengan cara mengisap udara keluar dari wadah secara vakum atau menggantikan dengan gas “inert” selama pengolahan misalnya mengganti udara dengan gas nitrogen (N2) atau CO2, atau dengan mengikat molekul oksigen dengan pereaksi kimia. Pada bahan pangan yang mengandung lemak adanya oksigen dapat menyebabkan ketengikan. F. KERUSAKAN PANGAN oleh SEBAB - SEBAB MEKANIK/ FISIK Perlakuan yang tidak tepat selama penanganan, penyimpanan dan distribusi menyebabkan kerusakan fisik dan memperpendek masa simpan bahan pangan. Memar yang terjadi pada buah dan sayur segar mempercepat kebusukan. Buah dan sayur segar mengalami pengeringan (penguapan air) jika disimpan pada kelembaban rendah sehingga hilang kesegarannya. Bahan pangan kering seperti tepung, gula, garam, dsb menjadi basah jika disimpan di tempat yang lembab. Daging yang disimpan beku dapat mengalami dehidrasi pada permukaannya pada permukaannya jira tidak dikemas dengan baik. Telur mengalami kehilangan berat selama penyimpanan pada kelembaban rendah. Usaha untuk mencegah atau menghambat kerusakan fisik antara lain perlakuan dengan baik, penggunaan kemasan yang rigid dan kuat, tidak permeable terhadap air, pengisian kemasan dengan gas inert atau penyimpanan pada suhu dan kelembaban yang tepat. G. PARAMETER PENILAIAN KERUSAKAN BAHAN PANGAN 1. Organoleptik Ø Perubahan warna, aroma, rasa, dan tekstur. 2. Kimiawi Ø Degradasi/ oksidasi/ hidrolisis komponen penyusun bahan makanan. 3. Mikrobiologis Ø Kontaminasi oleh mikroorganisme patogen Ø Pertumbuhan mikroorganisme alami yang melebihi ambang batas 4. Fisis Ø Perubahan pH

H. TANDA-TANDA KERUSAKAN PANGAN Setiap bahan makanan yang mengalami kerusakan, terutama kerusakan mikrobiologis akan memberikan tanda-tanda yang khas menurut jenis bahannya. Meskipun demikian terdapat tanda-tanda umum yang mencirikan perubahan komponen utama penyusun bahan. Dengan demikian, bahan makanan yang tinggi kandungan proteinnya akan memiliki tanda kerusakan yang berbeda dengan bahan makanan yang tinggi kandungan lemak atau karbohidratnya. 1 Kerusakan Bahan Makanan Berprotein Tinggi à Bahan makanan yang banyak mengandung protein apabila mengalami kerusakan mikrobiologis akan menghasilkan bau busuk khas protein, yang dikenal sebagai bau putrid, sehingga kerusakannya sering disebut sebagai kerusakan putrefaktif(Kuswanto, 1987). à Mikrobia yang paling berperan dalam menyebabkan kerusakan makanan berprotein adalah bakteri. Bakteri-bakteri tersebut mampu memecah protein menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti cadaverin, putrescin, skatol, H2S, dan NH3, yang menyebabkan bau busuk. à Selain bau busuk, makanan tinggi protein seperti daging, telur, susu dan ikan yang rusak juga menunjukkan rasa tidak enak. à Tanda lainnya dapat berupa penggumpalan protein (khususnya pada susu), dan pencairan jaringan protein sehingga bahan berair. Bahan biasanya juga mengalami kerusakan struktur jeringan sehingga menjadi lembek. 2 Kerusakan Bahan Makanan Berkarbohidrat Tinggi à Bahan makanan berkarbohidrat tinggi dapat mengalami perubahan kimiawi karena aktivitas yeast, bakteri maupun jamur. Dengan demikian, tanda-tanda kerusakannya ditentukan pula oleh jenis mikroorganisme perusaknya. à Yeast dapat memfermentasi karbohidrat, terutama glucosa, menjadi alkohol. Dengan demikian, bahan makanan berkarbohidrat tinggi yang dirusak yeast akan menimbulkan bau dan rasa khas alcohol. à Bakteri dari jenis anaerob, seperti Lactobacillus sp dapat membentuk asam laktat dan propionat dari bahan berkarbohidrat. Sedangkan dalam kondisi aerob, beberapa bakteri mampu mengubah alcohol yang dibentuk yeast, menjadi asam asetat. Dengan demikian, kerusakan bahan makanan berkarbohidrat dapat pula diketahui dari terbentuknya rasa dan bau asam. à Berbagai jenis Namur dan bakteri yang mengkontaminasi bahan makanan berkarbohidrat biasanya memproduksi enzim yang mampu memecah polisakarida menjadi karbohidrat rantai pendek seperti monosakarida maupun disakarida. Hal ini secara fisik dapat ditandai dari terjadinya pelunakan struktur bahan makanan berkarbohidrat tinggi. à Beberapa bakteri juga mampu memproduksi karbohidrat khas, yang secara alami bukan merupakan penyusun bahan makanan. Karbohidrat yang dihasilkan oleh bakteri ini umumnya berupa levan atau dekstran, yang memiliki tekstur kental seperti kanji. Dengan demikian, kerusakan bahan makanan berkarbohidrat dapat diketahui oleh adanya pembentukan lendir.

3 Kerusakan Bahan Makanan Berlemak Tinggi à Lemak dan minyak dapat mengalami pemecahan menjadi asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam lemak, terutama asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap, dapat mengalami pemecahan lebih lanjut menjadi senyawa sederhana seperti aldehid dan keton dan senyawa lain yang menimbulkan bau tengik. à Berbagi jamur, yeast, dan bakteri diketahui mampu memecah lemak ini, dan dengan demikian, berpotensi untuk menimbulkan ketengikan pada bahan makanan berlemak. à Proses terjadinya kerusakan makanan karena aktivitas mikrobia tersebut biasanya terjadi secara simultan dan bersama-sama. Hal ini disebabkan karena dalam bahan makanan biasanya sekaligus terkandung protein, karbohidrat, dan lemak. Oleh karena itu tanda-tanda kerusakannya biasanya bermacam-macam. Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk mengenali kerusakan berbagai bahan makanan, antara lain : a. Makanan Kaleng Tanda-tanda kerusakan makanan kaleng antara lain adanya penggembungan pada bagian dasar dan atau tutup kaleng karena terbentuknya gas di dalam kaleng, penyok pada bagian sepanjang sambungan kaleng, penyimpangan bau, terbentuk buih, atau cairan pengisi kaleng menjadi kental. b. Ikan Ikan yang rusak biasanya ditandai dengan adanya penyimpangan bau, berupa timbulnya bau asam ataupun bau busuk, insang berwarna abu-abu atau kehijauan, mata tenggelam, dagingnya mudah dilepaskan dari tulang, serta jika ditekan dengan jari akan meninggalkan bekas. c. Daging Kerusakan daging ditandai terbentuknya bau asing yang bukan khas daging, terbentuknya lendir, dan terkadang terjadi perubahan warna menjadi kehijauan. d. Ayam Daging ayam yang rusak dapat dilihat dari perubahan yang terjadi pada bagian tertentu dari karkas ayam. Tanda tersebut antara lain lengket pada bagia bawah sayap, pada pertautan antara kaki dan tubuh, serta bagian atas ekor. Tanda lain adalah terbentuknya warna gelap pada bagian ujung sayap. e. Susu Kerusakan susu ditandai dengan terciumnya bau dan rasa asam karena aktivitas bakteri pembentuk asam laktat, terbentuk lendir, yaitu jika susu disentuh dengan jari dan kemudian diangkat akan tampak seperti benang. Tanda kerusakan lainnya adalah terbentuknya bau tengik, bau ragi, pahit, busuk, dan terkadang terjadi perubahan warna menjadi kemerahan. f. Udang Mentah Udang telah hilang kesegarannya dan menjadi rusak apabila pada daerah dekat ekor berwarna merah mudah (pink), dan muncul bau asing menyerupai amonia.

I. PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU GIZI PANGAN Karbohidrat Anti-amilase adalah suatu protein yang terdapat di dalam kacang-kacangan, yang mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas enzim amilase untuk menghidrolisis pati menjadi glukosa. Pengolahan pangan dengan menggunakan panas, misalnya perebusan atau pengukusan kacang-kacangan dapat mendenaturasi protein termasuk antiamilase tersebut sehingga daya cerna pati meningkat. Tanin atau senyawa polifenol lain dapat juga menghambat aktivitas enzim amilase. Itulah sebabnya daya cerna pati sagu (yang banyak mengandung tanin) lebih rendah dibandingkan dengan pati tapioka. Tanin tidak dapat dihancurkan dengan pemanasan, tetapi karena bersifat larut air maka pengurangan kadar tanin dapat dilakukan dengan melakukan pencucian secara berulangulang. Proses pemanasan juga menyebabkan pati tergelatinasi, yaitu molekulnya menjadi pengembang dan kemudian menyerap air. Pati yang sudah tergelatinasi daya cerna lebih tinggi dibandingkan dengan pati aslinya. Sebagai contoh, daya cerna pati beras lebih rendah dibandingkan dengan pati yang terdapat dalam nasi. Kecenderungan sekarang dalam pengolahan pati (gabah) menjadi beras atau gandum menjadi terigu, adalah diinginkan produk jadinya berwarna putih bersih. Meskipun secara organoleptik hal ini menguntungkan, tetapi dari segi gizi hal ini merugikan. Proses penyosohan yang berlebihan pada kedua bahan pangan tersebut menyebabkan banyak serat, vitamin dan mineral menjadi terbuang. Sebagai ilustrasi, sesungguhnya nilai gizi beras putih (beras sosoh) lebih rendah dibandingkan dengan beras pecah putih (beras PK), akan tetapi karena faktor organoleptik dalam hal ini lebih dipentingkan, maka nilai gizi bahan menjadi diabaikan. Sejak diketahui bahwa serat pangan memberikan keuntungan dalam pencegahan timbulnya berbagai penyakit, maka orang berlomba untuk mengkonsumsi lebih banyak serat. Contoh (sekarang menjadi mode) adalah dijualnya tablet atau kapsul serta pembuatan roti atau biskuit whole wheat dari tepung terigu yang disuplementasi dengan dadak gandum. Protein Selama pengolahan, protein yang terkandung dalam bahan pangan akan mengalami berbagai macam perlakuan. Misalnya perlakuan fisik, contohnya penghancuran dan pemanasan, perlakuan kimia, penggunaan pelarut organik (untuk ekstrak lemak), bahan pengoksidasi (hidrogen peroksida), alkali (NaOH, untuk ekstraksi protein atau perbaikan sifat fungsional protein), belerang dioksida (anti-browning, pengawet), atau mengalami perlakuan biologis, misalnya hidrolisis secara enzimatis (hidrolisat protein) atau proses fermentasi (tempe kedelai, keju). Meskipun demikian, yang paling banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan panas, misalnya pemaskan, sterilisasi komersial (pengalengan), pengeringan atau pemanggangan dan pembakaran.

Raksi-reaksi yang mungkin timbul selama pengolahan, terjadi antara protein dengan zat-zat gizi lain (karbohidrat, lemak, vitamin, mineral) atau dengan bahan tambahan (food addivites). Rekasi-reaksi tersebut umumnya menguntungkan secara organoleptik, misalnya karena aroma yang timbul, terjadinya perubahan warna, atau karena cita rasa yang lebih enak. Akan tetapi tidak jarang yang terjadi adalah reaksi-reaksi yang merugikan ditinjau dari segi gizi, misalnya mengakibatkan daya cerna protein menurun, atau ketersediaan asamasam amino esensial menjadi rendah, bahkan kadang-kadang hasil reaksi tersebut berupa senyawa yang bersifat toksik atau menimbulkan pengaruh fisiologis yang merugikan bagi tubuh. Protein adalah komponen pangan yang sangat kratif. Sisi rantai yang berupa asamasam amino yang terikat dalam protein dapat bereaksi dengan gula pereduksi (reaksi browning non-enzimatis), polifenol (tannin), senyawa hasil oksidasi lemak, serta kadang-kadang dengan bahan yang ditambahkan, misalnya alkali yang dapat menyebabkan terjadinya raseminasi asam amino dan terbentuknya lisinolalanin. Lisin, triptopfan, metionin dan sistein adalah asam-asam amino yang paling reaktif dalam rantai protein. Padahal asam-asam amino tersebut tergolong esensial (setengah esencial bagi sistein), dan seringkali merupakan asam amino pembatas (kadarnya paling rendah dibandingkan dengan protein estándar/referensi). Selama pengolahan, asam-asam amino tersebut bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk senyawa kompleks kovalen, atau dalam hal triptofan, metionin dan sistein, asam-asam amino tersebut dapat juga mengalami kerusakan karena teroksidasi. Modifikasi sifat-sifat kimia protein bahan pangan akan mengakibatkan perubahan nilai gizinya, misalnya menurunnya daya cerna protein atau menurunnya ketersediaan asamasam amino esencial. Prodek hasil interaksi asam-asam amino kadang-kadang juga menimbulkan pengaruh fisiologis yang merugikan bagi tubuh. Pengolahan protein dengan alkali juga dapat menyebabkan terbentuknya lisinolalanin. Lisinolalanin adalah senyawa yang terdiri dari residu lisin yang grup épsilon aminonya terikat pada grup metil residu alanin, yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara sistein atau seri dengan lisin. Bila residu tersebut terdapat dalam rantai protein, maka akan terbentuk ikatan menyilang intra-molekuler atau antar molekuler protein. Lisinolalanin bukan merupakan dipeptida, karena tidak mempunyai ikatan péptida dan juga bila dihidrolisis dengan asam tidak menghasilkan dua asam amino. Terdapat empat stereo-isomer lisinolalanin yang mungkin terjadi, yaitu : LL, LD, DL dan DD. Lemak yang teroksidasi akan menghasilkan radikal-radikal bebas (terutama berasal dari asam lemak tidak jenuh), yang kemudian membentuk senyawa karbonil atau hidroperoksida. Kedua macam senyawa tersebut dapat bereaksi dengan protein membentuk ikatan menyilang (cross linkage) dalam rantai protein, melalui ikatan protein-lipid. Penurunan nilai gizi protein akibat reaksi tersebut dapat terjadi karena penurunan daya cerna protein dan kerusakan pada asam-asam amino esensial. Lemak

Lemak atau minyak dapat mengalami kerusakan akibat reaksi: a) hidrolisis, yaitu pelepasan asam-asam lemak dari molekul lemak yang dapat diakibatkan oleh air atr, asam atau enzim lipase, sehingga akan mengakibatkan terjadinya ketengikan hidrilitik,2) oksidasi, yaitu terpecahnya asam-asam lemak tidak jenuh oleh oksiden atau sinar

ultra violet,

sehingga

akan mengakibatkan terjadinya ketengikan

oksidatif,

3)polimerisasi, yaitu pelepasan asam-asam lemak dari molekul lemak, yang diikuti oleh bergabungnya asam-asam lemak tersebut (berpolimerasi) membentuk rantai yang lebih kompleks. Polimerisasi minyak/lemak dapat terjadi pada proses pemanasan lemak/minyak pada suhu tinggi dan jangka waktu yang lama, misalnya pada proses penggorengan. Semua kerusakan tersebut akan menurunkan nilai gizi lemak/minyak. Baik oleh daya cernanya yang menurun atau karena ketersediaan asam-asam lemak (esensial) yang berkurang atau akibat keduanya. Ketengikan hidrolitik dapat dicegah dengan cara inaktivasi enzim lipase (misalnya dengan pemanasan) dan mengurangi kadar air bahan (misalnya dengan cara pengeringan) serta mencegah masuknya kembali uap air ke dalam bahan pangan yang telah kering (misalnya dengan pengemasan yang tertutup rapat). Ketengikan oksidatifdapat dicegah dengan mengurangi kontak antar bahan dengan oksigen (misalnya dengan pengemasan hampa udara) serat menghindarkan bahan dari tekanan sinar matahari atau sumber sinar ultra violet lainnya (misalnya selama dipajang di etalase).Polimerisasi lemak/minyak selama pemanasan pada suhu tinggi (proses penggorengan) dapat dicegah dengan mengatur suhu dan lama penggorengan serta jumlah dan interval penambahan minyak yang baru. Penggorengan minyak yang telah rusak (tengik) untuk menggoreng, ternyata dapat menurunkan nilai gizi protein. Minyak/lemak adalah juga pelarut bagi vitamin-vitamin larut lemak (A,D,E, dan K), termasuk pro vitamin A (karoten). Oksidasi oleh oksigen maupun akibat pemanasan (misalnya penggorengan) akan merusak vitamin A, vitamin E, dan karoten. Umumnya margarin

diperkaya

(disuplementasi)

dengan

vitamin

A

atau

beta-karoten

untuk

meningkatkan nilai gizinya. Akan tetapi penanganan margarin yang tidak benar (misalnya adanya kontak dengan oksigen, terkena sinar matahari) akan merusak vitamin A dan betakaroten tersebut. Vitamin Dan Mineral Dalam pengolahan pangan, kerusakan vitamin dapat terjadi akibat pengaruh pH, oksigen, pemanasan atau karena terkena cahaya. Proses pasteurisasi HTST (high temperature short time) terhadap susu lebih dapat mempertahankan kandungan thiamin, vitamin C dan vitamin B12 dibandingkan dengan proses pasteurisasi konvensional (holding method). Demikian juga proses sterilisasi UHT (ultra high temperature) lebih dapat mempertahankan kadar vitamin dalam susu dibandingkan dengan proses sterilisasi susu dalam botol. Hal ini penting diperhatikan dalam mempersiapkan produk olahan susu bagi bayi atau anak kecil.

Dalam proses pengalengan makanan ternyata bahwa jumlah vitamin yang hilang selama keseluruhan proses cukup tinggi, yaitu berkisar antara 0-91%. Dalam hal ini, proses sterilisasi HTST (high temperature short time) lebih dapat mempertahankan vitamin dibandingkan dengan metode LTLT (low temperatura long time). Disamping itu, médium asam (pH rendah) lebih dapat mempertahankan vitamin dibandingkan dengan médium alkalis. Mineral umumnya tidak mengalami kerusakan selama pengolahan pangan, yang mungkin terjadi adalah pengurangan kadarnya atau penurunan ketersediaannya. Penurunan kadar

mineral

biasanya

terjadi

akibat

pelarutan

(leaching),

misalnya

pada

proses blanching sayuran atau buah-buahan sebelum dikalengkan, dibekukan atau dikeringkan. Hal ini sedikit dapat dicegah dengan cara melakukan blanchingmenggunakan uap air. Selain itu, pelarutan mineral dapat juga terjadi selama proses perebusan. Penurunan ketersediaan mineral dapat terjadi karena terbentuknya ikatan antara mineral dengan senyawa lain, misalnya protein, tannin, asam fitat, asam oksalat dan lainlain. Proses kedelai ditemukan dapat mengikat mineral (zat besi), sehingga dapat menurunkan ketersediaannya. Tannin dan asam oksalat banyak terdapat dalam bahan pangan nabati. Tannin merupakan senyawa yang stabil selama pengolahan, tetapi bersifat larut dalam air, sehingga kadarnya sedikit dapat dikurangi dengan proses pencucian. Asam oksalat hanya dapat dilarutkan dalam larutan asam, sehingga menurunkan kadarnya hanya dapat dilakukan dengan cara perendaman atau pencucian bahan pangan dalam larutan asam. Proses fermentasi, misalnya pada pembuatan roti atau tempe dapat menurunkan kadar asam fitat, karena mikroba yang berperan dalam proses fermentasi tersebut dapat menghasilkan enzim fitase. http://vinsoumokil.blogspot.com/2015/04/kerusakan-pangan.html

Kerusakan Pangan KERUSAKAN PANGAN Kerusakan pangan adalah setiap perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi, atau sensorik/organoleptik yang ditolak oleh konsumen pada bahan pangan yang masih segar maupun yang telah diolah. Jika terjadi perubahan pada bahan makanan sehingga nilainya menurun, maka dinyatakan makanan tersebut telah rusak atau membusuk. Perubahan yang nyata terlihat dari perubahan sensorik (penampakan, konsistensi, bau dan rasa), sehingga konsumen menolak (Sinell 1992). Bahan makanan yang busuk atau rusak dinyatakan sebagai tidak layak dikonsumsi atau unsuitable for human consumption. Kelayakan bahan makanan untuk dimakan tergantung dari faktor-faktor: (1) penilaian individu, (2) budaya, adat istidadat, (3) agama, dan (4) peraturan. Kriteria yang digunakan untuk menentukan kelayakan dikonsumsi secara tepat sulit dilaksanakn karena melibatkan faktor-faktor non-teknis, sosial ekonomi, dan

budaya. Idealnya makanan tersebut harus (1) bebas polusi dari setiap tahap produksi dan penanganan makanan, (2) bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, (3) bebas mikroorganisme dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno 1993). Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh (1) mekanis dan fisik, (2) kimia, dan (3) mikrobiologis. Kerusakan bahan pangan tersebut menyebabkan bahan pangan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi (biasanya karena mekanis/fisik, kimia dan mikrobiologi) atau bahkan menjadi tidak aman dikonsumsi, artinya dapat mengganggu kesehatan konsumen (karena mikrobiologis).

Kerusakan Mekanis dan Fisik Kerusakan mekanis terjadi akibat benturan-benturan mekanis yang dapat terjadi selama pemanenan, pengolahan, pengangkutan serta pemanasan, antara bahan pangan dan alat panen atau alat pengangkut, atau antara bahan pangan dan wadah pengolah. Kerusakan yang timbul antara lain memar (akibat benturan, tertindih atau tertekan), gepeng, retak, pecah, sobek atau terpotong, dan lainlain. Bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan mekanis adalah buahbuahan (terutama yang berkulit lunak), sayuran terutama sayuran buah (tomat, timun), telur dan umbi-umbian. Bahan pangan yang dikeringkan pada suhu yang terlalu tinggi dan dengan cara pengeringan yang terlalu cepat akan mengalami case hardening, yaitu bagian luar bahan mengeras sedangkan bagian dalamnya tetap lunak. Gejala lain yang terjadi adalah gosong, warna makanan gelap, dan terjadi karamelisasi. Kerusakan mekanis pada daging berupa memar (bruising) atau freezer burn. Memar ditandai dengan warna merah kehitaman (gelap) pada daging atau karkas, karena adanya perdarahan pada bagian tersebut sebagai akibat pecahnya pembuluh darah perifer. Memar disebabkan oleh benturan (fisik) pada bagian tersebut sebelum hewan disembelih, misalnya saat transportasi, penanganan sebelum pemotongan, atau saat hewan difiksasi dan dirubuhkan saat pemotongan. Freezer burn ditandai dengan warna gelap, kering dan mengeras pada bagian permukaan daging. Hal ini terjadi pada daging yang dibekukan tanpa dikemas/dilindungi, khususnya permukaan daging yang kontak dengan alat yang sangat dingin (misalnya plat besi). Kerusakan Kimiawi Kerusakan kimiawi dapat disebabkan oleh reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, pemecahan oleh enzim-enzim yang secara alami terdapat dalam bahan pangan dan perubahan pH. Kerusakan kimiawi biasanya ditandai dengan timbulnya bau yang menyimpang (misalnya tengik, busuk), perubahan warna dan perubahan konsisten. Adanya oksigen menyebabkan minyak menjadi tengik. Timbulnya noda hitam pada makanan kaleng biasanya disebabkan oleh adanya FeS, karena anamel pelapis kaleng bagian dalam tidak baik sehingga bereaksi dengan H2S yang diproduksi oleh makanan tersebut. Beberapa jenis pigmen dapat mengalami perubahan warna, misalnya klorofil dan antioksianin yang disebabkan oleh perubahan pH. Kerusakan kimiawi pada daging disebabkan oleh enzim-enzim yang secara alami terdapat dalam daging. Kerusakan ini disebut pula dengan autolisis dan disebut pula souring, yaitu perubahan yang menimbulkan bau/rasa asam, yang disebabkan asam volatil, seperti asam format, asetat, butirat, dan propionat. Pembusukan ini sulit dibedakan dengan pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas

mikroorganisme. Proses mikroorganisme.

autolisis

pada

daging

ini

mendorong

pertumbuhan

Kerusakan Mikrobiologi Kerusakan mikrobiologi disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk, baik oleh bakteri, kapang maupun oleh kamir. Jenis pangan yang dapat dirusak oleh mikroorganisme tergantung pada komposisi bahan baku dan keadaannya setelah diolah. Pada umumnya golongan bakteri mudah merusak bahan pangan yang banyak mengandung protein dan berkadar air tinggi (terutama memiliki aktivitas air di atas 0.90). Kapang umumnya merusak bahan pangan yang banyak mengandung pektin, pati, dan selulosa. Sedangkan kamir menyerang bahan pangan yang banyak mengandung gula. Kerusakan mikrobiologi pada bahan pangan antara lain ditandai dengan timbulnya kapang, bau yang menyimpang (busuk), lendir, dan terjadinya perubahan warna. Bakteri Clostridium putrefaciens dan Clostridium sporogenes dikenal sebagai penebab kerusakan daging dan sayuran, terutama produk dalam kaleng, karena bakteri bersifat proteolitik ananerobik. Proteus vulgaris sering merusak telur dan daging. Micrococcus menyebabkan terbentuknya lendir pada susu, Pseudomonasmenyebabkan ketengikan susu pasteurisasi. Lactobacillus sering menyebabkan kerusakan pada minuman beralkohol. Micrococcus biasanya lebih tahan terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, garam, pengeringan, sehingga sering menyebakan kerusakan makanan olahan, seperti susu yang telah dipasteurisasi, daging, dan sayuran yang telah diasin. Pertumbuhan kapang pada makanan biasanya ditandai seperti kapas yang dapat terlihat oleh mata. Kapang dapat tumbuh pada makanan seperti keju, selai, dan buahbuahan yang busuk. Kapang yang termasuk ordo Mucorales hidup dari sisa bahan pertanian (saprofit) dan biasanya merupakan sumber kerusakan pada bahan-bahan yang telah dikeringkan, misalnya jaeh, biji-bijian, kacang-kacangan, kulit, dan kayu. Jenis kapang terpenting antara lain Rhizopus nigrificans yang dapat tumbuh pada roti dan menimbulkan warna hitam yang tidak disukai. Aspergillus flavus merusak makanan berkadar gula cukup tinggi seperti jam, jeli, sirup dan manisan, serta dapat mengubah warna makanan, misalnya dari kuning menjadi coklat kehitaman. Selain itu, Aspergillus flavus ini juga memproduksi aflatoksin, yaitu suatu racun/toksin yang berbahaya bagi manusia dan hewan, misalnya sering tumbuh pada kacang tanah, kopra, jagung dan beras. Aspergillus glaucus biasanya tumbuh pada buah-buahan yang dikeringkan yang berkadar gula tinggi seperti pisang sale dan kurma. Kamir Rhodotorulla bersifat fermentatif yang sering tumbuh pada daging dan pickles (acar/asinan) yang dapat menyebabkan terjadikan kerusakan produk dan perubahan warna.

Bahan Bacaan Lukman DW. 2000. Pembusukan Bahan Makanan oleh Mikroorganisme. Bahan Kuliah Pascasarjana. Program Studi Kesmavet Program Pascasarjan IPB. Bogor [tidak diterbitkan] Sinell HJ. 1992. Einführung in die Lebensmittelhygiene. 3. Überarbeitete Auflage. Verlag Paul Parley, Berlin

http://higiene-pangan.blogspot.com/2013/07/kerusakan-pangan.html

Kapang Kapang merupakan mikroba dalam kelompok Fungi yang berbentuk filamen, yaitu struktumya terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan dari banyak hifa membentuk kumpulan massa yang disebut miselium dan lebih mudah dilihat oleh mata tanpa menggunakan mikroskop. Contoh miselium adalah serat putih seperti kapas yang tumbuh pada tempe. Kapang juga mempunyai struktur yang disebut spora yang pada umumnya terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur yang sangat ringan dan mudah menyebar kemana-mana. Spora merupakan alat perkembangbiakan kapang, karena pada kondisi substrat dan lingkungan yang baik spora dapat bergerminasi dan tumbuh menjadi struktur kapang yang lengkap. Dari satu struktur kapang dapat dihasilkan beratus-ratus spora yang mudah menyebar dan mencemari pangan, kemudian tumbuh menjadi bentuk kapang yang lengkap. Jika dilihat dl bawah mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan spora yang berbeda-beda, dan karakteristik struktur tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kapang. Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung dari jenis kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai dengan perubahan warna yang menunjukkan adanya spora kapang dan sering disebut sebagai bulukan. Selain dapat menyebabkan kerusakan pangan, beberapa kapang tertentu juga bermanfaat karena digunakan dalam proses fermentasi pangan. Tabel 1 menyajikan berbagai jenis kapang yang sering tumbuh pada pangan, serta jenis pangan yang dirusak dan kegunaannya dalam proses fermentasi pangan. Tabel 1. Beberapa Jenis Kapang untuk Fermentasi dan Perusak Bahan Pangan Jenis Kapang

Warna Spora

Pangan yang Dirusak

Makanan

yang

Difermentasi Aspergillus

Hitam, hijau

Penicillium

Biru-hijau

Rhizopus

Hitam

di

Roti,

atas

serealia,kacang- Kecap,

tauco (A.

kacangan

orryzae)

Buah-buahan, sitrus, keju

Keju (P. roqueforti)

hifa Roti, sayuran, buah-buahan

berwarna putih

Tempe,

oncom

(R.

hitam oryzae,

R.oligosporus) Neurospora

Oranye-merah

Nasi

Oncom merah

(Monilia) Beberapa kapang jika tumbuh pada pangan dapat memproduksi racun yang berbahaya yang disebut toksin (racun) kapang atau mikotoksin. Spesies kapang yang memproduksi mikotoksin terutama adalah dari jenis Aspergillus, Penicillium dan Fusarium. Beberapa contoh mikotoksin yang sering ditemukan pada pangan misalnya aflatoksin yang diproduksi oleh Asperglllus flavus dan okratoksin yang diproduksi oleh Aspergillus ochraceus.

Kamir Kamir merupakan organisme bersel tunggal yang termasuk dalam kelompok Fungi. Jika tumbuh pada pangan, kamir dapat menyebabkan kerusakan, tetapi sebaliknya beberapa kamir juga digunakan dalam pembuatan makanan fermentasi. Kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan kamir ditandai dengan terbentuknya bau asam dan bau alkohol, serta terbentuknya lapisan pada permukaan, misalnya kerusakan pada sari buah. Beberapa contoh kamir yang digunakan dalam proses fermentasi misalnya Saccharomyces cerevisiae untuk membuat roti, bir dan minuman anggur, dan (Candida utilis) untuk membuat protein mikroba yang disebut protein sel tunggal. Pada umumnya kamir berkembang biak dengan cara membentuk tunas, meskipun beberapa jenis berkembang biak dengan cara membelah. Tunas yang timbul pada salah satu sisi sel kamir akan membesar dan jika ukurannya hampir menyamai induk selnya, maka tunas akan melepaskan diri menjadi sel yang baru. Pada beberapa spesies, tunas tidak melepaskan diri dari induknya sehingga semakin lama akan membentuk struktur yang terdiri dari kumpulan sel berbentuk cabang-cabang seperti pohon kaktus yang disebut pseudomiselium. Perkembangbiakan sel kamir semacam ini disebut reproduksi aseksual. Selain dengan pertunasan, kamir juga berkembang biak dengan cara reproduksi seksual, yaitu dengan membentuk askospora. Dalam 1 sel dapat terbentuk 4-6 askospora. Askospora yang telah masak dapat mengalami germinasi membentuk sel kamir, yang kemudian dapat berkembang biak secara aseksual dengan pertunasan. Virus Virus merupakan organisme dengan ukuran yang paling kecil dibandingkan dengan organisme lainnya. Virus merupakan organisme yang tidak dapat berkembang biak sendiri melainkan harus berada pada sel organisme lainnya, oleh karena itu digolongkan ke dalam parasit. Virus sering mencemari pangan tertentu seperti susu, pangan hasil laut, dan sayur-sayuran serta air. Salah satu virus yang sering mencemari pangan yaitu virus hepatitis A, serta virus polio yang sering mencemari susu sapi mentah. Pertumbuhan

mikroba pada

pangan

dipengaruhi

oleh

berbagai

faktor,

dan

setiap

mikroba

membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu jenis dan jumlah mikroba yang dapat tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap pangan juga berbeda, tergantung dari jenis pangan tersebut. Pada kondisi yang optimum untuk masing-masing mikroba, bakteri akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan kamir. Hal ini disebabkan bakteri mempunyai struktur sel yang lebih sederhana, sehingga pada kebanyakan bakteri hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk membelah. Struktur sel kapang dan kamir lebih kompleks daripada bakteri dan membutuhkan waktu lebih lama untuk membentuk sel baru, yaitu sekitar 2 jam atau lebih. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada pangan dibedakan atas dua kelompok, yaitu: 1.

Karasteristik pangan:



Aktivitas air (aw)



Nilai pH (keasaman)



Kandungan gizi



Senyawa antimikroba

1.

Kondisi lingkungan:



Suhu



Oksigen



Kelembaban

Aktivitas Air Aktivitas air (aw) menunjukkan jumlah air bebas di dalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai aw pangan dapat dihitung dengan membagi tekanan uap air pangan dengan tekanan uap air murni. Jadi air murni mempunyai nilai aw sama dengan 1. Nilai aw secara praktis dapat diperoleh dengan cara membagi %RH pada saat pangan mengalami keseimbangan kadar air dibagi dengan 100. Sebagai contoh, jika suatu jenis pangan mempunyai aw = 0,70, maka pangan tersebut mempunyai keseimbangan kadar air pada RE 70%, atau dengan perkataan lain pada RE 70% kadar air pangan tetap (yang menguap sama dengan yang terserap). Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Di bawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengawetkan pangan adalah dengan menurunkan awbahan tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan yang menggunakan prinsip penurunan aw bahan misalnya pengeringan dan penambahan bahan pengikat

air

seperti

gula,

garam,

pati

serta

gliserol.

Kebutuhan aw untuk pertumbuhan mikroba umumnya adalah sebagai berikut: •

Bakteri pada umumnya membutuhkan aw sekitar 0,91 atau lebih untuk pertumbuhannya. Akan

tetapi beberapa bakteri tertentu dapat tumbuh sampai aw 0,75. •

Kebanyakan kamir tumbuh pada aw sekitar 0,88, dan beberapa dapat tumbuh pada aw sampai 0,6.



Kebanyakan kapang tumbuh pada minimal 0,8.

Bahan makanan yang belum diolah seperti ikan, daging, telur dan susu mempunyai aw di atas 0,95, oleh karena itu mikroba yang dominan tumbuh dan menyebabkan kebusukan terutama adalah bakteri. Bahan pangan kering seperti biji-bijian dan kacang-kacangan kering, tepung, dan buah-buahan kering pada umumnya lebih awet karena nilai aw-nya 0,60 – 0,85, yaitu cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroba. Pada bahan kering semacam ini mikroba perusak yang sering tumbuh terutama adalah kapang yang menyebabkan bulukan. Seperti telah dijelaskan di atas, konsentrasi garam dan gula yang tinggi juga dapat mengikat air dan menurunkan aw sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Makanan yang mengandung kadar garam dan atau gula yang tinggi seperti ikan asin, dendeng, madu, kecap manis, sirup, dan permen, biasanya mempunyai aw di bawah 0,60 dan sangat tahan terhadap kerusakan oleh mikroba. Makanan semacam ini dapat disimpan pada suhu kamar dalam waktu yang lama tanpa mengalami kerusakan. Nilai pH Salah satu faktor pada pangan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah pH, yaitu suatu nilai yang menunjukkan keasaman atau kebasaan. Dengan menggunakan pH-meter, nilai pH suatu bahan dapat diukur, umumnya berkisar antara 0 sampai 14. Nilai pH 7 menunjukkan bahan yang netral, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan bahan bersifat lebih asam, sedangkan nilai pH lebih dari 7 menunjukkan bahan lebih bersifat basa. Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH sekitar netral, dan pH 4,6 – 7,0

merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan kamir dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah. Pengelompokan pangan berdasarkan nilai pH-nya adalah sebagai berikut: 1.

Pangan berasam rendah, adalah pangan yang mempunyai nilai pH 4,6 atau lebih, misalnya daging,

ikan, susu, telur dan kebanyakan sayuran. Pangan semacam ini harus mendapatkan perlakuan pengawetan secara hati-hati karena mudah mengalami kerusakan oleh bakteri, termasuk bakteri patogen yang berbahaya. 2.

Pangan asam, adalah pangan yang mempunyai pH 3,7 – 4 misalnya beberapa sayuran dan buah-

buahan. 3. Pangan berasam tinggi, adalah pangan yang mempunyai pH di bawah 3,7, misalnya sayur asin,

acar,

dan

lain-lain.

Penurunan pH merupakan salah satu prinsip pengawetan pangan untuk mencegah pertumbuhan kebanyakan mikroba. Prinsip ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan asam ke dalam makanan seperti dalam pembuatan acar atau asinan. Cara lain adalah fermentasi agar terbentuk asam oleh mikroba seperti dalam pembuatan sayur asin. Kandungan Gizi Seperti halnya mahluk hidup lainnya, mikroba membutuhkan zat gizi untuk pertumbuhannya. Bahan makanan pada umumnya mengandung berbagai zat gizi yang baik untuk pertumbuhan mikroba, yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Akan tetapi ada beberapa bahan makanan yang selain kandungan gizinya sangat baik juga kondisi lingkungannya mendukung, termasuk nilai aw dan pH-nya sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Contoh bahan makanan semacam ini adalah bahan yang mengandung protein tinggi, mempunyai pH sekitar netral dan mempunyai aw di atas 0,95, misalnya daging, susu, telur, dan ikan. Karena kondisinya yang optimum untuk pertumbuhan mikroba, maka pada bahan-bahan pangan seperti itu bakteri akan tumbuh dengan cepat sehingga bahan pangan menjadi mudah rusak dan busuk. Senyawa Antimikroba Pertumbuhan mikroba pada pangan juga dipengaruhi oleh adanya bahan pengawet yang terkandung di dalamnya, yaitu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Bahan pengawet atau disebut juga senyawa antimikroba pada pangan dibedakan atas tiga golongan berdasarkan sumbernya, yaitu: l.

Senyawa antimikroba yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan, misalnya asam pada

buah-buahan, dan beberapa senyawa pada rempah-rempah. 2.

Bahan pengawet yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam pangan atau pangan olahan,

misalnya:



Nitrit untuk menghambat bakteri pada kornet sapi dan sosis



Garam natrium klorida untuk menghambat mikroba pada ikan asin



Asam benzoat untuk menghambat kapang dan kamir pada selai dan sari buah



Asam cuka (asam asetat) untuk menghambat mikroba pada asinan



Asam propionat untuk menghambat kapang pada roti dan keju



Sulfit untuk menghambat kapang dan kamir pada buah¬-buahan kering dan anggur. 1.

Senyawa antimikroba yang terbentuk oleh mikroba selama proses fermentasi pangan. Asam laktat, hidrogen peroksida (H202), dan bakteriosin adalah senyawa antimikroba yang dibentuk oleh bakteri asam laktat selama pembuatan produk¬produk susu fermentasi seperti yogurt, yakult, susu asidofilus, dan lain-lain, serta dalam pembuatan pikel dari sayur-sayuran seperti sayur asin.

Suhu Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut: 1.

Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu per¬tumbuhan 0 – 20°C.

2.

Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertum¬buhan 20 – 45°C.

3.

Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu pertumbuhan¬nya di atas 45°C.

Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 370C, yang juga adalah suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen. Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4-660C. Oleh karena kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis untuk penyimpanan pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu lama pada kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu di bawah 40C atau di atas 660C. Pada suhu di bawah 4°C, mikroba tidak akan mati tetapi kebanyakan mikroba akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang tergolong psikrofil. Pada suhu di atas 66°C, kebanyakan mikroba juga terhambat pertumbuhannya meskipun beberapa bakteri yang tergolong termofil mungkin tidak mati. Oksigen Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas 4 kelompok sebagai berikut: 1.

Aerob, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.

2.

Anaerob, yaitu mikroba yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen.

3.

Anaerob fakultatif, yaitu mikroba yang dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.

4.

Mikroaerofil, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi yang lebih rendah

daripada konsentrasi oksigen yang normal di udara. Mikroba perusak pangan sebagian besar tergolong aerob, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, kecuali bakteri yang dapat tumbuh pada saluran pencernaan manusia yang tergolong

anaerob fakultatif, dan beberapa bakteri yang tergolong anaerob yang sering menyebabkan kerusakan makanan kaleng. Karena kebanyakan mikroba perusak tergolong aerob maka dengan pengemasan pangan secara vakum, yaitu pengemasan dengan menghilangkan udara dari dalam kemasan, sebagian besar mikroba perusak tidak dapat tumbuh. Kerusakan pada pangan yang dikemas secara vakum terutama disebabkan oleh mikroba yang tergolong anaerob atau anaerob fakultatif. Kebanyakan bakteri patogen yang dapat hidup dalam saluran pencernaan bersifat anaerob fakultatif, misalnya Salmonella dan Shigella. Oleh karena itu pengemasan vakum tidak menjamin pangan bebas dari bakteri patogen. Selain itu salah satu bakteri patogen pembentuk racun yang berbahaya, yaitu Clostridium botulinum, bersifat anaerob dan sering ditemukan tumbuh pada makanan yang dikemas secara vakum terutama makanan kaleng. Kelembaban Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab (RH tinggi) akan mudah menyerap air sehingga nilai aktivitas air (aw) meningkat. Kenaikan aw akan mengakibatkan mikroba mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Sebaliknya pangan yang disimpan di dalam ruangan yang mempunyai aw rendah akan kehilangan air sehingga

menjadi

kering

pada

permukaannya.

Oleh karena itu salah satu cara penyimpanan yang baik, terutama untuk produk-produk kering (aw rendah),

adalah

dengan

menyimpan

di

dalam

ruangan

yang

kering

(RH

rendah)

atau

membungkusnya di dalam kemasan yang kedap uap air. Tanda-Tanda Kerusakan Mikrobiologi Pada Pangan Kerusakan mikrobiologi pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: 1. Tingkat pencemaran mikroba pada pangan, yaitu semakin tinggi tingkat pencemaran mikroba maka pangan akan semakin mudah rusak. 2. Kecepatan pertumbuhan mikroba yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, yaitu aw, pH, kandungan gizi, senyawa antimikroba, suhu, oksigen, dan kelembaban. 3.

Proses pengolahan yang telah diterapkan pada pangan, misalnya pencucian, pemanasan,

pendinginan, pengeringan, dan lain-lain. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka pangan secara umum dapat dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan mudah tidaknya mengalami kerusakan, yaitu: 1. Pangan yang mudah rusak, terutama pangan yang berasal dari hewan seperti daging sapi, daging ayam, ikan, susu, dan telur. 2.

Pangan yang agak mudah rusak seperti sayuran dan buah-buahan, roti, dan kue-kue.

3.

Pangan yang awet, terutama pangan yang telah dikeringkan seperti biji-bijian dan kacang-

kacangan kering, gula, dan lain-lain.

Pangan yang mengalami kerusakan akan mengalami perubahan-perubahan seperti perubahan warna, bau, rasa, tekstur, kekentalan, dan lain-lain. Perubahan-perubahan tersebut mungkin disebabkan oleh benturan fisik, reaksi kimia, atau aktivitas organisme seperti tikus, parasit, serangga, mikroba, dan lainlain. Berikut ini dijelaskan tanda-tanda kerusakan, terutama kerusakan mikrobiologi, yang sering terjadi pada pangan. Sayuran, Buah-Buahan dan Produknya Kerusakan sayuran dan buah-buahan sering terjadi akibat benturan fisik, kehilangan air sehingga layu, serangan serangga, dan serangan mikroba. Sayur-sayuran yang mudah rusak misalnya adalah kubis, tomat, wortel, dan lain-lain. Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada sayuran dan buah-buahan antara lain adalah:



Busuk air pada sayuran yang disebabkan oleh pertumbuhan beberapa bakteri, ditandai dengan tekstur yang lunak (berair).



Perubahan warna yang disebabkan oleh pertumbuhan kapang yang membentuk spora berwarna hitam, hijau, abu-abu, biru, ¬hijau, merah jambu, dan lain-lain.



Bau alkohol, rasa asam, disebabkan oleh pertumbuhan kamir atau bakteri asam laktat, misalnya pada sari buah.

Daging dan Produk Daging Daging mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan mineral. Kerusakan pada daging ditandai dengan perubahan bau dan timbulnya lendir. Biasanya kerusakan ini. terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta (106 – 108) sel atau lebih per 1 cm2 luas permukaan daging. Kerusakan mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut:



Pembentukan lendir



Perubahan warna



Perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, dan senyawa lain-lain.



Perubahan rasa menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam.



Ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging.

Pada daging yang telah dikeringkan sehingga nilai aw-nya rendah, misalnya daging asap atau dendeng, kerusakan terutama disebabkan oleh pertumbuhan kapang pada permukaan. Pada daging yang dikalengkan, kerusakan dapat di.sebabkan oleh bakteri pembentuk spora yang kadang-kadang membentuk gas sehingga kaleng menjadi kembung. Ikan dan Produk Ikan Kerusakan pada ikan dan produk-produk ikan terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Tanda-tanda kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pada ikan yang belum diolah adalah:



Pembentukan lendir pada permukaan ikan.



Bau busuk karena terbentuknya amonia, H2S dan senyawa-senyawa berbau busuk lainnya. Perubahan bau busuk (anyir) ini lebih cepat terjadi pada ikan laut dibandingkan dengan ikan air tawar.



Perubahan warna, yaitu warna kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat.



Peruhahan tekstur, yaitu daging ikan akan berkurang kekenyalannya.



Ketengikan karena terjadi pemecahan dan oksidasi lemak ikan.

Pada ikan asin yang telah diolah dengan pengeringan dan penggaraman sehingga awikan menjadi rendah, kerusakan disebabkan oleh pertumbuhan kapang. Pada ikan asin dan ikan peda yang mengandung garam sangat tinggi (sekitar 20%), kerusakan dapat disebabkan atau bakteri yang tahan garam yang disebut bakteri halofilik. Susu dan Produk Susu Susu merupakan salah bahan pangan yang sangat mudah rusak, karena merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada susu adalah sebagai berikut:



Perubahan rasa menjadi asam, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk asam, terutama bakteri asam laktat dan bakteri koli.



Penggumpalan susu, disebabkan oleh pemecahan protein susu oleh bakteri pemecah protein. Pemecahan protein mungkin disertai oleh terbentuknya asam atau tanpa asam.



Pembentukan lendir, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk lendir.



Pembentukan gas, disebabkan oleh pertumbuhan dua kelompok mikroba, yaitu bakteri yang membentuk gas H2 (Hidrogen) dan CO2 (karbon dioksida) seperti bakteri koli dan bakteri pembentuk spora, dan bakteri yang hanya membentuk CO2 seperti bakteri asam laktat tertentu dan kamir.



Ketcngikan, disebabkan pemecahan lemak oleh bakteri tertentu.



Bau busuk, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pemecah protein menjadi senyawa-senyawa berbau busuk.

Telur dan Produk Telur Telur meskipun masih utuh dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dari air, udara maupun kotoran ayam dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur. Telur yang telah dipecah akan mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak dibandingkan dengan telur yang masih utuh. Tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur adalah sebagai berikut:



Perubahan fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur, pengenceran putih dan kuning telur.



Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk.



Timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk wama, yaitu bintikbintik hijau, hitam, dan merah.



Bulukan, disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur.

Pencucian telur dengan air tidak menjamin telur menjadi lebih awet, karena jika air pencuci yang digunakan tidak bersih dan tercemar oleh bakteri, maka akan mempercepat terjadinya kebusukan pada telur. Oleh karena itu dianjurkan untuk mencuci telur yang tercemar oleh kotoran ayam menggunakan air bersih yang hangat. Biji-Bijian dan Umbi-Umbian Kandungan

utama

pada biji-bijian

(serealia

dan

kacang-kacangan) serta umbi-umbian

adalah

karbohidrat, oleh karena itu kerusakan pada biji-bijian dan umbi-umbian sering disebabkan oleh pertumbuhan kapang yaitu bulukan. Biji-bijian dan umbi-umbian umumnya diawetkan dengan cara pengeringan, tetapi jika proses pengeringannya kurang baik sehingga aw bahan kurang rendah, maka sering tumbuh berbagai kapang perusak pangan. Makanan Kaleng Kerusakan makanan kaleng dapat dibedakan atas kerusakan fisik, kimia dan mikrobiologi. Kerusakan fisik pada umumnya tidak membahayakan konsumen, misalnya terjadinya penyok-penyok karena benturan yang keras. Kerusakan kimia dapat berupa kerusakan zat-zat gizi, atau penggunaan jenis wadah kaleng yang tidak sesuai untuk jenis makanan tertentu sehingga terjadi reaksi kimia antara kaleng dengan makanan didalarnnya. Beberapa kerusakan kimia yang sering terjadi pada makanan kaleng misalnya kaleng menjadi kembung karena terbentuknya gas hidrogen, terbentuknya warna hitam, pemudaran warna, atau terjadi pengaratan kaleng. Kerusakan mikrobiologi makanan kaleng dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu: 1.

Tidak terbentuk gas sehingga kaleng tetap terlihat normal yaitu tidak kembung. Beberapa contoh

kerusakan semacam ini adalah:



Busuk asam, yang disebabkan oleh pernbentukan asam oleh beberapa bakter-i pembentuk spora yang tergolong Bacillus.



Busuk sulfida, yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk spora yang memecah protein dan menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) sehingga makanan kaleng menjadi busuk dan berwarna hitam karena reaksi antara sulfida dengan besi.

2. Pembentukan gas, terutama hidrogen (H2) dan karbon dioksida (CO2) sehingga kaleng menjadi kembung, yaitu disebabkan oleh pertumbuhan berbagai spesies bakteri pernbentuk spora yang bersifat anaerobik yang tergolong Clostridium, termasuk C. botulinum yang memproduksi racun yang sangat mematikan. Penampakan kaleng yang kembung dapat dibedakan atas beberapa jenis sebagai berikut:



Flipper, yaitu kaleng terlihat nonnal, tetapi bila salah satu tutupnya ditekan dengan jari, tutup lainnya akan menggembung.



Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng terlihat normal, sedangkan tutup lainnya kembung. Tetapi jika bagian yang kembung ditekan akan masuk ke dalam, sedangkan tutup lainnya yang tadinya normal akan menjadi kembung.



Kembung lunak, yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras dan masih dapat ditekan dengan ibu jari.



Kembung keras, yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras sehingga tidak dapat ditekan dengan ibu jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut dimana gas yang terbentuk sudah sangat banyak, kaleng dapat meledak karena sambungan kaleng tidak dapat menahan tekanan gas dari dalam.

https://ilmuthp.wordpress.com/serba-serbi/3-mikrobiologi-pangan/

Related Documents

Mikro
November 2019 45
Mikro
May 2020 35
Mikro Nutrien
June 2020 24
Mikro-otazky
November 2019 32
Mikro Roti.docx
May 2020 14
Mikro Cacing.docx
April 2020 22

More Documents from "aulia"