MIKOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM IDENTIFIKASI JAMUR PENYEBAB KANDIDIASIS (Candida albicans)
Disusun oleh : Nisa Kamilia Elsandra
411117128
Indah Dwi Purnamasari
411117129
Lisdiani Fuji Lestari
411117130
Iis Suryani
411117131
Novita Riza
411116108
PROGRAM STUDI ANALIS KESEHATAN (D-3) STIKES JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2018/2019
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Candida telah muncul sebagai salah satu infeksi nosokomial yang paling penting diseluruh dunia dengan angkan morbiditas, mortalitas dan pembiayaan kesehatan yang bermakna. Penggunaan anti jamur untuk untuk profilaksis dan penatalaksanaan infeksi Candida teh mengubah epidemiologi dan
penatalaksanaan
infeksi
ini,
penggunaan
agen
kemoterapeutik,
imunosupresif, antibiotik spektrum luas, transpantasi organ, nutrisi pernateral dan teknik bedah mutakir juga telah berperan untuk mengubah epidemiologi infeksi Candida. Infeksi jamur telah muncul sebagai ancaman yang bermakna pada individu yang imunocompromised. Spesies Candida adalah patogen jamur yang paling sering. Candida merupakan jamur yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu blastopore (blasroconidia) adalah bentuk fenotip yang bertanggung jawab dalam tranmisi dan penyebaran, serta germinated yeast. Oleh karena itu Candida disebut jamur dimorfik Perbedaan ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhi selama proses pertumbuhan berlangsung. Bentuk fenotip dapat menginvasi jaringan dan menimbulkan simptomatik karena dapat menghasilkan mycelia (Wibowo, 2010). Candida albicans merupakan bagian dari mikroba flora normal yang beradaptasi dengan baik untuk hidup pada manusia, terutama pada saluran
cerna, urogenital, dan kulit. Candida albicans penyebab kandidiasis yang merupakan infeksi jamur dengan insiden tertinggi disebabkan oleh infeksi oportunistik. Organisme ini juga menyebabkan sejumlah infeksi dari mulai mucosal kandidiasis hingga lifethreatening disseminated kandidiasis. Candida albicans penyebab Kandidiasis terdapat di seluruh dunia dengan sedikit perbedaan variasi penyakit pada setiap area. Kandidiasis interdigitalis lebih sering terdapat di daerah tropis sedangkan kandidiasis kuku pada iklim dingin. Penyakit ini dapat mengenai semua umur terutama bayi dan orang tua. Infeksi yang disebabkan Kandida dapat berupa akut, subakut atau kronis pada seluruh tubuh manusia. Candida albicans adalah monomorphic yeast dan yeast like organism yang tumbuh baik pada suhu 25- 30°C dan 35-37°C. Kandidiasis/yeast infection adalah infeksi jamur yang terjadi karena adanya pembiakan jamur secara berlebihan, dimana dalam kondisi normal muncul
dalam
jumlah
yang
kecil.
Perubahan
aktivitas
vagina
atau
ketidakseimbangan hormonal menyebabkan jumlah Candida berlipat ganda (muncul gejala Kandidiasis). Keadaan lain yang menyebabkan Kandidiasis adalah karena penyakit menahun, gangguan imun yang berat, AIDS, diabetes, dan gangguan tiroid, pemberian obat kortikosteroid dan sitostatika. Paparan terhadap air yang terus menerus seperti yang terjadi pada tukang cuci, kencing pada pantat bayi, keringat berlebihan terutama pada orang gemuk.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik beberapa hal yang menjadi permasalahan pokok, yaitu : 1. Bagaimana jenis Candida yang tumbuh pada sampel yang di ujikan? 2. Bagaimana hasil uji biokimia dan germ tube pada sampel yang di ujikan?
1.3 Tujuan Praktikum Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan praktikum kali ini, yaitu : 1. Untuk mengidentifikasi jenis Candida pada sampel yang di ujikan 2. Untuk mengetahui hasil uji biokimia dan germ tube pada sampel yang di ujikan
1.4 Manfaat Praktikum Berdasarkan tujuan praktikum di atas dapat diketahui manfaat dari praktikum kali ini, yaitu : 1. Dapat mengidentifikasi jenis Candida yang tumbuh pada sampel yang diujikan 2. Dapat mengetahui hasil uji biokimia dan germ tube pada sampel yang di ujikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Candida albicans 2.1.1
Klasifikasi Berdasarkan toksonomi menurut Dumilah (1992) adalah sebagai berikut : Divisio
: Eumycotina
Classis
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Familia
: Cryptococcaceae
Sub Familia : Candidoidea
2.1.2
Genus
: Candida
Spesies
: Candida albicans
Morfologi Candida albicans Spesies Candida salah satunya Candida albicans merupakan flora normal yang hidup pada mukosa oral, saluran pencernaan dan vagina (Sardiet al.,2013). Infeksi vagina dan oral candidiasis diperkirakan terjadi sebanyak 40 juta infeksi per tahunnya (Naglik et al., 2014). Candida albicans teridentifikasi dalam biakan spesies berbentuk sel ragi (blastospora atau yeast), dan oval (berukuran 3-6 μm). Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk
tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Candida albicans merupakan jamur yang pertumbuhannya cepat yaitu sekitar 48-72 jam. Kemampuan Candida albicans tumbuh pada suhu 37˚C merupakan karakteristik penting untuk identifikasi. Spesies yang patogen akan tumbuh secara mudah pada suhu 25˚C-37˚C (Komariah dan Sjam, 2012).
2.1.3
Reproduksi Candida albicans memperbanyak diri dengan spora yang dibentuk langsung dari hifa tanpa adanya peleburan inti dan berbentuk tunas. Candida membentuk pseudohifa yang sebenarnya adalah rangkaian blastospora yang bercabang-cabang (Jawetz., 2004).
2.1.4
Biakan Candida albicans dibiakan pada media Sabaroud Glukosa Agar selama 2-4 hari pada suhu 37° C atau suhu ruang akan tampak koloni berbentuk bulat, warna krem, diameter 1-2 mm, konsistensi “smooth”, mengkilat, bau seperti ragi. Besar koloni tergantung pada umur biakan, tepi koloni terlihat hifa semu sebagai benang-benang halus yang masuk ke dalam media, pada media cair biasanya tumbuh pada dasar tabung (Dumilah., 1992). Pembentukan kecambah dari blastospora sebagai perpanjangan filamentosa “(Germ Tube Test)” dalam waktu inkubasi 1-2 jam pada
suhu 37° C dijumpai pada media yang mengandung faktor protein misalnya
putih
telur,
serum
atau
plasma darah (Dumilah.,
1992).Pembentukan klamidospora yaitu spora aseksual pada bagian tengah atau ujung hifa yang membentuk dinding tebal, dijumpai pada media Corn Meal Agar (Jawetz., 2004).
2.1.5
Patogenesis Candida albicans Menurut Komariah dan Sjam (2012) terdapat beberapa tahapan patogenesis Candida albicans dalam rongga mulut sebagai berikut : a) Tahap Akuisisi Tahap akuisisi adalah masuknya sel jamur ke dalam rongga mulut. Umumnya terjadi melalui minuman dan makanan yang terkontaminasi oleh Candida albicans. b) Tahap Stabilitas Pertumbuhan Tahap stabilitas pertumbuhan adalah keadaan ketika Candida albicans yang telah masuk melalui akuisisi dapat menetap, berkembang, dan membentuk populasi dalam rongga mulut. Hal itu berkaitan erat dengan interaksi antara sel jamurdengan sel epitel rongga mulut hostpes. Pergerakan saliva yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan sel Candida albicans tertelan bersama saliva dan keluar dari dalam rongga mulut karena saliva memiliki kemampuan untuk menurunkan perlekatan Candida albicans. Apabila penghilangan lebih besar
dibanding akuisisi maka tidak terjadi kolonisasi. Apabila penghilangan sama banyak dengan akuisisi maka agar terjadi kolonisasi diperlukan faktor predisposisi. Apabila penghilangan lebih kecil dibanding akuisisi maka Candida Albicans akan melekat dan bereplikasi, hal ini merupakan awal terjadinya infeksi. Beberapa faktor predisposisi seperti pemakaian gigi palsu, khususnya jika mengakibatkan rasa sakit dan diiringi kondisi rongga mulut yang tidak bersih, dapat menjadi substrat bagi pertumbuhan Candida albicans. c) Tahap Perlekatan (adhesi) dan Penetrasi Adhesi adalah interaksi antara sel Candida albicans dengan sel pejamu yang merupakan syarat berkembangnya infeksi. Kemampuan melekat pada sel inang merupakan tahap penting dalam merusak sel dan penetrasi (invasi) ke dalam sel inang. Enzim fosfolipase yang dimiliki oleh Candida albicans akan memberikan kontribusi dalam mempertahankan infeksi. Iritasi fisik karena penetrasi terus menerus dapat menyebabkan luka lokal yang dapat digunakan sebagai jalan masuk jamur.
2.1.6
Faktor Penyebab Kolonisasi Candida albicans Beberapa faktor penyebab kolonisasi Candida dalam rongga mulut (Komariah dan Sjam., 2012), adalah :
1) Gigi Palsu Pemakaian gigi palsu, jika mengakibatkan rasa sakit dan diiringi kondisi rongga mulut yang tidak bersih, dapat menjadi substrat bagi pertumbuhan Candida. Iritasi fisik karena penetrasi terus menerus dapat menyebabkan luka lokal yang dapat digunakan sebagai jalan masuk jamur. 2) Perubahan Jaringan Epitel Membran mukosa yang utuh pada rongga mulut berperan sebagai pertahanan fisik yang efektif dalam mencegah penetrasi
jamur
dan
bakteri.
Terjadinya
penurunan
laju
pergantian sel epitel seperti pada terapi radiasi atau pengobatan antikanker, maka integritas jaringan epitel mulut melemah. Hal itu mengakibatkan sel Candida lebih mudah melakukan penetrasi ke epitel rongga mulut. 3) Kelainan Endokrin Menurunnya
hormon
tertentu
merupakan
faktor
predisposisi untuk terjadinya Candidiasis mulut, seperti diabetes mellitus, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, hipoadrenalisme dan penyakit addison. Pasien diabetes asimtomatik ditemukan peningkatan
pertumbuhan
Candida
dalam
rongga
mulut
dibandingkan individu sehat. 4) Gangguan Immunitas Imunitas selular dan humoral merupakan bagian yang terpenting dalam melindungi rongga mulut. Penurunan imunitas
akan menyebabkan Candida yang bersifat saprofit menjadi patogen. Infeksi Candida sering ditemukan pada individu yang mengalami gangguan sistem imun seperti usia yang terlalu muda atau usia lanjut, infeksi HIV dan keganasan. 5) Perokok Penelitian
menunjukkan
bahwa
merokok
tidak
memberikan dampak pada jumlah Candida secara signifikan. Penelitian lain melaporkan bahwa merokok dapat meningkatkan jumlah Candida secara signifikan dari 30% menjadi 70%. Terjadi perubahan lokal pada epitel yang menyebabkan terjadinya kolonisasi Candida pada perokok. Rokok dapat memberikan nutrisi untuk Candida namun mekanismenya belum diketahui.
2.1.7
Infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans Candida albicans dapat menimbulkan serangkaian penyakit pada beberapatempat (Simatupang, 2009), antara lain : a. Mulut 1. Thrush Penyakit ini biasa terjadi pada bayi yang dapat mengenai selaput mukosa pipi bagian dalam, lidah, palatum mole dan permukaan rongga mulut yang tampak sebagai bercak– bercak (pseudomembran). Pseudomembran yang terlepas dari dasarnya akan tampak daerah yang basah dan merah.
2. Perleche Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi berupa fisur pada sudut mulut, basah dan dasarnya eritematosa.
b. Genitalia wanita Candida albicans penyebab yang paling umum dari vuvovaginitis. Hilangnya pH asam merupakan predisposisi timbulnya penyakit tersebut. Keadaan pH normal yang asam akan
dipertahankan
oleh
bakteri
vagina.
Vulvovaginitis
menyerupai sariawan akan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat dan pengeluaran sekret.
c. Genitalia pria Penderita mendapatkan infeksi oleh karena kontak seksual dengan pasangannya yang menderita vulvovaginitis. Lesi berupa erosi dan pustula yang terdapat pada glandula penis.
d. Kulit Infeksi ini terdapat pada lapisan kulit terluar dan merupakan bentuk paling sering dari infeksi Candida. Infeksi ini sering terjadi pada daerah tubuh yang basah, hangat seperti ketiak, lipat paha, skrotum, atau lipatan-lipatan dibawah payudara.
e. Kuku Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang berwarna kecoklatan, rasa nyeri dan akhirnya kuku juga dapat tanggal. Infeksi ini biasa mengenai orang-orang yang pekerjaanya berhubungan dengan air.
f.
Paru dan organ lain Infeksi Candida dapat menyebabkan infeksi sekunder ke paruparu, ginjal, jantung, meningen dan organ lainnya.
g. Candidiasis monokutan menahun Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan dari jumlah leukosit atau sistem hormonal. Gambaran klinisnya mirip seperti penderita dengan defek poliendokrin.
2.1.8
Pengobatan Kandidiasis Pengobatan terhadap penderita kandidiasis biasanya meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Pemberian obat antijamur 1. Obat derivate poli-en
Nistatin Obat topikal berbentuk krem atau salep dipakai pada kandidiasis kulit, sebagai suspensi pada kandidiasis mulut
dan sebagai tablet vagina pada vaginitis. Tablet oral dipakai untuk mengatasi enteritis dan menghilangkan Candida dari usus dan dengan demikian mencegah kemungkinan infeksi ulang pada kandidiasis bentuk lainnya.
Amfoterisin B Bentuk kristalnya dipakai sebagai obat topikal baik pada kandidiasis kulit maupun selaput lendir, sebagai obat tunggal
atau
dikombinasi
dengan
antibiotik,
tanpa
menimbulkan reaksi sampingan. Tablet oral dipakai untuk mengatasi
infeksi
saluran
pencernan
dan
untuk
menghilangkan sumber infeksi yang dapat menyebabkan infeksi tulang.
Pimarisin atau Natamisin Kerja obat ini sebagai obat topikal misalnya sebagai tablet vagina terhadap vaginitis.
Trikomisin Obat ini berkhasiat sebagai obat topikal terhadap kandidiasis kulit dan selaput lendir, tanpa menimbulkan reaksi sampingan.
Obat 5-fluorositosin (5-FC) Obat ini mudah larut dalam air dengan demikian mudah diserap oleh usus, maka pemberian secara oral dapat berkhasiat terhadap infeksi sistemik.
BAB III ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat Tabel 1. Alat yang digunakan pada Praktikum No
Alat
Spesifikasi
1
Mikroskop
Fase kontras
2
Inkubator
Suhu 37°C
3
Kulkas
Suhu
4
Bunsen
Volume 200 mL
5
Ose
Kawat NiCr
6
Objek Glass
25,4x76,2 mm
7
Tabung reaksi
Kecil
8
Swab
Steril
9
Cawan Petri
Volume 20 mL, Ø 15 cm
10
Cover glass
-
11
mikrotube
1,5 mL
12
Rak tabung reaksi
12 Lubang; Ukuran 20 x 10 cm, Ø 1 cm
13
Tabung durham
Tinggi 35 mm ; Diameter 6mm
14
Pipet tetes
-
3.2 Bahan Tabel 2. Bahan yang digunakan pada Praktikum No
Bahan
Spesifikasi
1
Media Agar
-SDA -Chrom agar
2
Media gula-gula
-Glukosa 1% -Sukrosa 1% -Maltosa 1% -Laktosa 1%
3
Pewarnaan gram
-Kristal violet -Lugol -Alkohol -Safranin
4
NaCl
0,9%, steril
5
Serum
2 mL
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1
Hari ke-I Berdasarkan Pewarnaan Gram, didapatkan : Sediaan yang terdapat sel epitel, Candida sp mempunyai blastospora yang melekat pada sel induknya
Gambar 1. Hasil Pewarnaan Gram
4.1.2
Hari ke-II Didapatkan koloni berwarna
putih,
kering, sedikit cembung, dengan pinggiran rata
Gambar 2. Hasil isolasi PDA
4.1.3
Hari ke-III a. Diamati pertumbuhan pada media Chromagar
Gambar 3. Hasil Isolasi Chromagar b. Diamati hasil Uji Biokimia
Gambar 4. Hasil Uji Biokimia
Tabel 3. Hasil Uji Biokimia Uji Biokimia Glukosa
Hasil Pengamatan Perubahan warna dari ungu menjadi kuning
Sukrosa
Fermenter (+)
Tidak ada perubahan warna
Manitol
Fermenter (+)
Perubahan warna dari ungu menjadi kuning
Laktosa
Positif/Negatif
Non Fermenter (-)
Tidak ada perubahan warna
Non Fermenter (-)
c. Hasil Uji Germ Tube Hasil pengamatan pada Uji Germ Tube, didapatkan berbentuk seperti toge/sperma
Gambar 5. Hasil Uji Germ Tube
4.2 Pembahasan Pada pengamatan kandidiasis kelompok kami menggunakan sampel apus vagina. Pertama, dilakukan pewarnaan Gram untuk memastikan apakah sampel tersebut positif terdapat jamur Candida sp. Hasil pewarnaan Gram didapatkan sediaan berupa sel-sel epitel, bakteri berbentuk basil serta jamur yang berwarna ungu dan berbentuk lonjong, jamur tersebut diduga jamur Candida sp. Setelah didapatkan hasil positif pada pewarnaan Gram dilanjutkan melakukan isolasi yang diinokulasikan pada media Potato Dextrose Agar dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam untuk mendapatkan hasil berupa koloni murni. Setelah 24 jam, diamati dan didapatkan jamur berbentuk bulat, sedikit cembung, halus, dengan tepi nyata, berwarna putih, koloni ini berukuran ± 0,5 - 1 mm. kemudian, dilakukan uji biokimia agar lebih spesifik untuk menentukan spesiesnya. Uji biokimia ini dilakukan dengan cara menginokulasi pada media gula-gula (glukosa, laktosa, sukrosa dan manitol) yang diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Hasil uji biokimia pada media gula-gula didapatkan bahwa jamur tersebut dapat memfermentasi semua jenis karbohidarat dengan perubahan warna media dari ungu menjadi kuning serta perubahan pH media tersebut menjadi asam. Selanjutnya koloni tersebut diinokulasikan pada Chromagar yang diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Dilakukan penanaman pada media Chromagar,
karena
Chromagar
merupakan
media
differensial
untuk
membedakan spesies dari jamur Candida. Keesokan harinya diamati pertumbuhan pada media Chromagar, didapatkan koloni berwarna hijau toska
yang menandakan bahwa jamur tersebut adalah Candida albicans, sedangkan jenis jamur Candida lain akan menghasilkan warna yang berbeda (Candida krusei = putih, Candida tropicalis = biru, Candida glabrata = ungu). Dilakukan Uji Germ Tube untuk memastikan bahwa jamur tersebut adalah
Candida
albicans,
Uji
Germ
Tube
dilakukan
dengan
cara
menginokulasikan koloni yang tumbuh pada Chromagar dari serum, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama kurang dari 2 jam (90 menit). Setelah kurang dari 2 jam dilakukan pengamatan dengan meneteskan serum pada kaca objek dan ditutup dengan deck glass, diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x, didapatkan seperti toge/sperma.
hasil
berupa spora jamur yang
membentuk
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari
hasil
pengamatan
praktikum
Identifikasi
Jamur
penyebab
Kandidiasis dari sampel apus vagina pasien yang bernama X, didapatkan hasil yang mengarah pada jamur Candida albicans.
5.2 Saran Beberapa saran yang mungkin dapat mencegah atau mengobati penyakit kandidiasis : 1. Selalu menjaga kebersihan organ intim dan keseimbangan kondisi flora (jamur baik) dalam vagina 2. Gunakanlah celana dalam dari bahan katun yang membuat kondisi tetap kering dan sirkulasi udara berlangsung baik 3. Jangan melalukan hubungan seksual dengan orang yang berbeda-beda 4. Memberikan obat antifungal pada mereka yang memiliki risiko tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Dumilah, S,. 1992. Candida dan Candidiasis pada Manusia. FKUI. Jakarta Gispen, W. 2007. Leiden Cytologi and pathology Laboratory Leiden Netherland. Vulvovaginal Candida, 41-60. Jawetz Melnick dan Adelberg’s. 2009. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika: Jakarta Komariah & Sjam, R. 2012. Kolonisasi Candida dalam rongga mulut. Majalah Kedokteran UI, 28 (1), 39-47. Mangunwardoyo, Wibowo. 2008. Uji Antimikroba Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L). Jurnal Obat dan Bahan Alami . Vol 7(1) Mulyati, Retno Wahyuningsih, Widiastuti, dan Pudji K Sjarifuddin. 2002. Isolasi Spesies Candida dari Tinja Penderita HIV/AIDS. Jurnal Makara Kesehatan, Vol 6, No.2: Hal 51-52 Suprihatin SD. Kandida dan Kandidiasis pada Manusia. FKUI. Jakarta. 1982:9-13, 25-32 Vivi Keumala Mutiawati.2016. Pemeriksaan Mikrobiologi pada Candida albicans. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 16(1): 55