Migas_ahmad Jihad_i0517004.docx

  • Uploaded by: ahmad jihad
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Migas_ahmad Jihad_i0517004.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,683
  • Pages: 34
TUGAS TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI SOAL PEMICU 4 : PENGOTOR PADA PENGOLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI SERTA PENGOLAHANNYA

Disusun Oleh : Ahmad Jihad I0517004

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2019

MINYAK BUMI

A. Definisi Minyak Bumi Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral, atau ozokerit, dan bitumin yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha dan minyak bumi (Kep MenLH Nomor 128, 2003). B. Komposisi Minyak Bumi Speight (1991) menyebutkan bahwa komposisi dari minyak bumi adalah sebagai berikut: 

Carbon, 83 – 87%



Hydrogen, 10 – 14%



Nitrogen, 0,1 – 2%



Oxygen, 0,05 – 1,5%



Sulfur, 0,005 – 6% Speight (1991) juga membagi komponen hidrokarbon dalam minyak bumi

menjadi tiga kelas, yaitu: 1. Parrafins : saturated hydrocarbons dengan rantai lurus atau bercabang, namun tanpa struktur cincin. 2. Naphthenes : saturated hydrocarbons yang memiliki satu atau lebih cincin, dimana masing-masing cincin memiliki satu atau lebih gugus rantai paraffinic (lebih dikenal sebagai alicyclic hydrocarbons). 3. Aromatics : hidrokarbon yang mengandung satu atau lebih inti aromatic, seperti sistem cincin benzene, naphthalene, dan phenantherene yang dihubungkan dengan disubstitusi cincin naphthalene dan/atau gugus rantai paraffinic. C. Proses Pengolahan Minyak Bumi Minyak mentah (crude oil) yang diperoleh dari hasil pengeboran minyak bumi belum dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk berbagai keperluan secara langsung. Hal itu karena minyak bumi masih merupakan campuran dari berbagai senyawa hidrokarbon,

khususnya komponen utama hidrokarbon alifatik dari rantai C yang sederhana/pendek sampai ke rantai C yang banyak/panjang, dan senyawa-senyawa yang bukan hidrokarbon. Untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang bukan hidrokarbon, maka pada minyak mentah ditambahkan asam dan basa. Minyak mentah yang berupa cairan pada suhu dan tekanan atmosfer biasa, memiliki titik didih persenyawan-persenyawaan hidrokarbon yang berkisar dari suhu yang sangat rendah sampai suhu yang sangat tinggi. Dalam hal ini, titik didih hidrokarbon (alkana) meningkat dengan bertambahnya jumlah atom C dalam molekulnya.

Dengan

memperhatikan perbedaan titik didih dari komponen-komponen minyak bumi, maka dilakukanlah pemisahan minyak mentah menjadi sejumlah fraksi-fraksi melalui proses distilasi bertingkat. Destilasi bertingkat adalah proses distilasi (penyulingan) dengan menggunakan tahap-tahap/fraksi-fraksi pendinginan sesuai trayek titik didih campuran yang diinginkan, sehingga proses pengembunan terjadi pada beberapa tahap/beberapa fraksi tadi. Cara seperti ini disebut fraksionasi. Minyak mentah tidak dapat dipisahkan ke dalam komponen-komponen murni (senyawa tunggal). Hal itu tidak mungkin dilakukan karena tidak praktis, dan mengingat bahwa minyak bumi mengandung banyak senyawa hidrokarbon maupun senyawasenyawa yang bukan hidrokarbon. Dalam hal ini senyawa hidrokarbon memiliki isomerisomer dengan titik didih yang berdekatan. Oleh karena itu, pemisahan minyak mentah dilakukan dengan proses distilasi bertingkat. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari destilat minyak bumi ialah campuran hidrokarbon yang mendidih pada trayek suhu tertentu. Berikut ini adalah tahapan pengolahan minyak dan gas bumi: 1. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Process) Pengolahan tahap pertama ini berlangsung melalui proses distilasi bertingkat, yaitu pemisahan minyak bumi ke dalam fraksi-fraksinya berdasarkan titik didih masing-masing fraksi. Komponen yang titik didihnya lebih tinggi akan tetap berupa cairan dan turun ke bawah, sedangkan yang titik didihnya lebih rendah akan menguap dan naik ke bagian atas melalui sungkup-sungkup yang disebut menara gelembung. Makin ke atas, suhu dalam menara fraksionasi itu makin rendah. Hal itu menyebabkan komponen dengan titik didih lebih tinggi akan mengembun dan terpisah, sedangkan komponen yang titik didihnya lebih rendah naik ke bagian yang

lebih atas lagi. Demikian seterusnya, sehingga komponen yang mencapai puncak menara adalah komponen yang pada suhu kamar berupa gas. Hasil-hasil fraksionasi minyak bumi yaitu sebagai berikut : a) Fraksi Pertama Pada fraksi ini dihasilkan gas, yang merupakan fraksi paling ringan. Minyak bumi dengan titik didih di bawah 30 oC, berarti pada suhu kamar berupa gas. Gas pada kolom ini ialah gas yang tadinya terlarut dalam minyak mentah, sedangkan gas yang tidak terlarut dipisahkan pada waktu pengeboran. Gas yang dihasilkan pada tahap ini yaitu LNG (Liquid Natural Gas) yang mengandung komponen utama propana (C3H8) dan butana (C4H10), dan LPG (Liquid Petroleum Gas) yang mengandung metana (CH4)dan etana (C2H6). b) Fraksi Kedua Pada fraksi ini dihasilkan petroleum eter. Minyak bumi dengan titik didih lebih kecil 90 oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendinginan dengan suhu 30 oC – 90 oC. Pada trayek ini, petroleum eter (bensin ringan) akan mencair dan keluar ke penampungan petroleum eter. Petroleum eter merupakan campuran alkana dengan rantai C5H12 – C6H14. c) Fraksi Ketiga Pada fraksi ini dihasilkan gasolin (bensin). Minyak bumi dengan titik didih lebih kecil dari 175 oC , masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendingin dengan suhu 90oC – 175oC. Pada trayek ini, bensin akan mencair dan keluar ke penampungan bensin. Bensin merupakan campuran alkana dengan rantai C6H14– C9H20. d) Fraksi Keempat Pada fraksi ini dihasilkan nafta. Minyak bumi dengan titik didih lebih kecil dari 200 oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendingin dengan suhu 175 oC – 200 oC. Pada trayek ini, nafta (bensin berat) akan mencair dan keluar ke penampungan nafta. Nafta merupakan campuran alkana dengan rantai C9H20– C12H26. e) Fraksi Kelima Pada fraksi ini dihasilkan kerosin (minyak tanah). Minyak bumi dengan titik didih lebih kecil dari 275 oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom

pendingin dengan suhu 175 oC - 275 oC. Pada trayek ini, kerosin (minyak tanah) akan mencair dan keluar ke penampungan kerosin. Minyak tanah (kerosin) merupakan campuran alkana dengan rantai C12H26–C15H32. f) Fraksi Keenam Pada fraksi ini dihasilkan minyak gas (minyak solar). Minyak bumi dengan titik didih lebih kecil dari 375 oC, masih berupa uap, dan akan masuk ke kolom pendingin dengan suhu 250 oC - 375 oC. Pada trayek ini minyak gas (minyak solar) akan mencair dan keluar ke penampungan minyak gas (minyak solar). Minyak solar merupakan campuran alkana dengan rantai C15H32–C16H34 g) Fraksi Ketujuh Pada fraksi ini dihasilkan residu. Minyak mentah dipanaskan pada suhu tinggi, yaitu di atas 375 oC, sehingga akan terjadi penguapan. Pada trayek ini dihasilkan residu yang tidak menguap dan residu yang menguap. Residu yang tidak menguap berasal dari minyak yang tidak menguap, seperti aspal dan arang minyak bumi. Adapun residu yang menguap berasal dari minyak yang menguap, yang masuk ke kolom

pendingin

dengan

suhu

375 oC.

Minyak

pelumas (C16H34–

C20H42) digunakan untuk pelumas mesin-mesin, parafin (C21H44–C24H50) untuk membuat lilin, dan aspal (rantai C lebih besar dari C36H74) digunakan untuk bahan bakar dan pelapis jalan raya. 2. Pengolahan Tahap Kedua Pengolahan tahap kedua merupakan pengolahan lanjutan dari hasil-hasil unit pengolahan tahapan pertama. Pada tahap ini, pengolahan ditujukan untuk mendapatkan dan menghasilkan berbagai jenis bahan bakar minyak (BBM) dan non bahan bakar minyak (non BBM) dalam jumlah besar dan mutu yang lebih baik, yang sesuai dengan permintaan konsumen atau pasar. Pada pengolahan tahap kedua, terjadi perubahan struktur kimia yang dapat berupa pemecahan molekul (proses cracking), penggabungan molekul (proses polymerisasi, alkilasi), atau perubahan struktur molekul (proses reforming). Proses pengolahan lanjutan dapat berupa proses-proses seperti di bawah ini: 1) Konversi Struktur Kimia Dalam proses ini, suatu senyawa hidrokarbon diubah menjadi senyawa hidrokarbon lain melalui proses kimia.

a. Perengkahan (Cracking) Dalam proses ini, molekul hidrokarbon besar dipecah menjadi molekul hidrokarbon yang lebih kecil sehingga memiliki titik didih lebih rendah dan stabil. Caranya dapat dilaksanakan, yaitu sebagai berikut: a) Perengkahan termal; yaitu proses perengkahan dengan menggunakan suhu dan tekanan tinggi saja. Reaksi kimia pada proses ini adalah: n-C30H62 n-C30H62

C8H8 + C6H12 + C14H28, atau C7H16 + C9H18 + C4H8 + C10H20

Hidrokarbom akan merengkah jika dipanaskan sampai suhunya melebihi 300-400oC dengan atau tanpa katalis. b) Perengkahan katalitik; yaitu proses perengkahan dengan menggunakan panas dan katalisator untuk mengubah distilat yang memiliki titik didih tinggi menjadi bensin dan karosin. Proses ini juga akan menghasilkan butana dan gas lainnya. Proses perengkahan dengan bantuan katalis untuk mempercepat. Katalis yang digunakan biasanya SiO2 dan Al2O3 atau bauksit. Reaksi dari perengkahan katalik melalui mekanisme reaksi perengkahan ion karbonium. Mula-mula katalis karena bersifat asam menambahkan proton ke molekul olefin atau menarik ion hibrida dari alkana membentuk karbonium: R-CH2-CH2-CH=CH2 + H+ R-CH2-CH2-C+H-CH3 64 R-CH2-CH2-CH2-CH3 H- + R-CH2-CH2-C + H-CH3 c) Perengkahan

dengan

hidrogen

(hydro-cracking),

yaitu

proses

perengkahan yang merupakan kombinasi perengkahan termal dan katalitik dengan "menyuntikkan" hidrogen pada molekul fraksi hidrokarbon tidak jenuh. Dengan cara seperti ini, maka dari minyak bumi dapat dihasilkan elpiji, nafta, karosin, avtur, dan solar. Jumlah yang diperoleh akan lebih banyak dan mutunya lebih baik dibandingkan dengan proses perengkahan termal atau perengkahan katalitik saja. Selain itu, jumlah residunya akan berkurang. Keuntungan dari proses hydrocracking adalah belerang yang terkandung dalam minyak diubah menjadi hidrogen sulfida yang kemudian dipisahkan.

b. Alkilasi Alkilasi adalah suatu proses penggabungan dua macam hidrokarbon isoparafin secara kimia menjadi alkilat yang memiliki nilai oktan tinggi. Alkilat ini dapat dijadikan bensin atau avgas. c. Polimerisasi Polimerisasi adalah penggabungan dua molekul atau lebih untuk membentuk molekul tunggal yang disebut polimer. Tujuan polimerisasi ini ialah untuk menggabungkan molekul-molekul hidrokarbon dalam bentuk gas (etilen, propena) menjadi senyawa nafta ringan d. Reformasi Reformasi adalah proses yang berupa perengkahan termal ringan dari nafta untuk mendapatkan produk yang lebih mudah menguap seperti olefin dengan angka oktan yang lebih tinggi. Di samping itu, dapat pula berupa konversi katalitik komponen-komponen nafta untuk menghasilkan aromatik dengan angka oktan yang lebih tinggi. e. Isomerisasi Dalam proses ini, susunan dasar atom dalam molekul diubah tanpa menambah atau mengurangi bagian asal. Hidrokarbon garis lurus diubah menjadi hidrokarbon garis bercabang yang memiliki angka oktan lebih tinggi. Dengan proses ini, n-butana dapat diubah menjadi isobutana yang dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam proses alkilasi. 2) Proses Ekstraksi Melalui proses ini, dilakukan pemisahan atas dasar perbedaan daya larut fraksi - fraksi minyak dalam bahan pelarut (solvent) seperti SO2, furfural, dan sebagainya. Dengan proses ini, volume produk yang diperoleh akan lebih banyak dan mutunya lebih baik bila dibandingkan dengan proses distilasi saja. 3) Proses Kristalisasi Pada proses ini, fraksi-fraksi dipisahkan atas dasar perbedaan titik cair (melting point) masing-masing. Dari solar yang mengandung banyak parafin, melalui proses pendinginan, penekanan dan penyaringan, dapat dihasilkan lilin dan minyak filter. Pada hampir setiap proses pengolahan, dapat diperoleh produkproduk lain sebagai produk tambahan. Produk-produk ini dapat dijadikan bahan

dasar petrokimia yang diperlukan untuk pembuatan bahan plastik, bahan dasar kosmetika, obat pembasmi serangga, dan berbagai hasil petrokimia lainnya. 4) Membersihkan Produk dari Kontaminasi (Treating) Proses pemurnian fraksi minyak bumi biasa disebut dengan istilah ‘treating’ atau tahapan eliminasi bahan-bahan pengotor yang terikut selama proses pengolahan. Proses pemurnian dilakukan dalam beberapa metode, diantaranya : 4.1. Copper Sweetening Pemurnian menggunakan tembaga terhadap hidrokarbon terdiri dari perubahan merkaptan menjadi disulfida dengan cara kontak dengan oksigen oleh adanya tembaga khlorida (CuCl). Selama proses konversi merkaptan terjadi perubahan kupri khlorida menjadi kupro khlorida. Kupro khlorida kemudian direaksikan dengan oksigen menjadi kupri khlorida kembali. Reaksi yang terjadi adalah : 4 RSH + 4 CuCl2 4 CuCl + 4 HCl + O2

2 RSSR + 4 CuCl + 4 HCl 4 CuCl2 + H2O

Copper Sweetening dipakai secara komersil sebagai operasi pengolahan kontinyu yang terdiri dari tiga variasi, yaitu padat, slurry, dan larutan. Diagram alir proses kombinasi ini dapat dilihat pada Gambar 11. Pada umumnya proses padatan dipakai untuk gasolin ringan, sedangkan proses basah dipakai untuk berbagai minyak termasuk distilat-distilat rengkahan. Produk-produk kilang diolah untuk memisahkan senyawa-senyawa nitrogen yang reaktif dan senyawa-senyawa sulfur (H2S dan S) yang terkandung di dalamnya. Oksigen atau udara diinjeksikan ke dalam aliran minyak dan dikontakkan dengan katalis tembaga khlorida pada suhu 80 - 120 o

F. Pada proses, larutan katalis diregenerasi dengan cara menghembuskan

udara di dalam tangki pemisah. Proses sweetening tembaga merupakan proses yang mudah, tetapi katalisnya bersifat korosif, dan tidak ada pengurangan sulfur total. 4.2.Acid Treatment a. Pengolahan dengan Asam Sulfat Pengolahan dengan asam sulfat merupakan proses pemurnian secara kimia baik secara batch ataupun kontinyu yang bertujuan untuk :

 Memisahkan sulfur  Mengendapkan bahan-bahan yang mengandung aspal  Memperbaiki stabilitas, warna, dan bau dari sejumlah produk-produk kilang. Konsentrasi asam bervariasi antara 80 – 100 %, dan yang umumnya dipakai adalah 93 %. Asam-asam lemah dipakai untuk pengolahan masing-masing situasi untuk menurunkan sludge yang terbentuk karena reaksi kimia dengan aromatik, dan/atau hidrokarbon olefin. Suhu dijaga rendah pada 25 - 50 oF untuk asam kuat, tetapi suhu tinggi 70 – 130 oF dapat dipakai secara ekonomis. Metoda standar pengolahan distilat bertekanan yang digunakan bertahun-tahun yang lalu adalah pengolahan dengan asam, lalu diikuti oleh distilasi dengan steam dan diikuti lagi pengolahan dengan doctor sweetening. Pengolahan dari proses ini memerlukan biaya mahal, kehilangan hasil proses tinggi, dan membutuhkan penyulingan ulang (redistillation) pada beberapa hasil pengolahan. Pemakaian sekarang adalah pada pengolahan kerosin dan pelarut-pelarut khusus. Proses pengolahan dengan asam sulfat ini telah lama dilakukan semenjak awal industri minyak tetapi proses ini telah diganti dengan proses pencucian dengan soda secara regeneratif, dan pada akhir-akhir ini diganti lagi dengan cara hidrogenasi. b. Proses Nalfining Proses ini adalah suatu pengolahan kimiawi yang kontinyu menggunakan asam asetat anhidrid diikuti dengan pembilasan dengan soda pekat, untuk mengolah nafta ringan dan distilat-distilat. Diagram alir proses ini dapat dilihat pada Gambar 7. Pada proses ini dapat diperbaiki warna, stabilitas, dan bau. Langkah pencucian dengan soda akan menetralisir pembentukan asam asetat yang korosif, dan pada keseluruhan proses tidak terjadi kehilangan produk yang lebih banyak.

4.3. Desulfurisasi merupakan proses yang digunakan untuk menyingkirkan senyawa sulfur dari minyak bumi. Desulfurisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya : 1. Ekstraksi menggunakan pelarut 2. Dekomposisi senyawa sulfur (umumnya terkandung dalam minyak bumi dalam bentuk senyawa merkaptan, sulfida dan disulfida) secara katalitik dengan proses hidrogenasi selektif menjadi hidrogen sulfida (H2S) dan senyawa hidrokarbon asal dari senyawa belerang tersebut. Hidrogen sulfida yang dihasilkan dari dekomposisi senyawa sulfur tersebut kemudian dipisahkan dengan cara fraksinasi atau pencucian 3. Bio-desulfurisasi merupakan penyingkiran sulfur secara selektif dari minyak bumi dengan memanfaatkan metabolisme mikroorganisme, yaitu dengan mengubah hidrogen sulfida menjadi sulfur elementer yang dikatalis oleh enzim hasil metabolisme mikroorganisme sulfur jenis tertentu, tanpa mengubah senyawa hidrokarbon dalam aliran proses. Reaksi yang terjadi adalah reaksi aerobik, dan dilakukan dalam kondisi lingkungan

teraerasi.

Keunggulan

proses

ini

adalah

dapat

menyingkirkan senyawa sulfur yang sulit disingkirkan, misalnya alkylated dibenzothiophenes. Jenis mikroorganisme yang digunakan untuk proses bio-desulfurisasi umumnya berasal dari Rhodococcus sp, namun penelitian lebih lanjut juga dikembangkan untuk penggunaan mikroorganisme dari jenis lain. Proses ini mulai dikembangkan dengan adanya kebutuhan untuk menyingkirkan kandungan sulfur dalam jumlah menengah pada aliran gas. Selain untuk gas alam dan hidrokarbon, bio-desulfurisasi juga digunakan untuk menyingkirkan sulfur dari batubara. 4.4.Deasphalthing adalah suatu proses di mana kandungan aspal minyak mentah (atau bahan serupa) dihilangkan atau dikurangi, biasanya dilakukan dengan cara ekstraksi pelarut 4.5.Dewaxing adalah proses untuk menghilangkan lilin dari minyak pelumas untuk memberikan karakteristik fluiditas produk yang baik pada suhu rendah daripada memproses seluruh minyak mentah, seperti halnya dengan proses

deasphalting. Mekanisme dewaxing pelarut melibatkan pemisahan lilin sebagai padatan yang mengkristal dari larutan pada suhu rendah, atau pemisahan lilin sebagai cairan yang diekstraksi pada suhu di atas titik leburnya melalui selektivitas pelarut. Mekanisme sebelumnya adalah dasar yang biasa untuk proses dewaxing komersial. Secara umum ada dua metode dewaxing, yaitu : 1.

Dewaxing dengan pelarut (proses fisik) yaitu pemisahan lilin dengan pembekuan dan transportasi pelarut.

2.

Dewaxing secara katalitik (proses kimia) menghilangkan lilin dengan reaksi selektif dari rantai panjang n-alkana (lilin).

4.6.Desalting merupakan salah satu proses untuk menghilangkan garam dan air pada minyak mentah. Secara umum, terdapat tiga macam cara penghilangan garam dari minyak mentah, yaitu: 1. Chemical and Electrostatic separation Pencucian garam dari crude oil dengan menggunakan water oil dan water phases yang dipisahkan di settling tank dengan penambahan bahan kimia ke dalam campuran sehingga mengelmusi minyak dan air dengan pengaplikasian dari medan listrik untuk mengendapkan garam lebih cepat dari crude oil 2. Chemical desalting Air dan bahan kimia berupa surfaktan (pengelmusi minyak) ditambahkan ke dalam crude oil dan kemudian dipanaskan sehingga garam dan impurities lainnya larut ke dalam air dan kemudia tertahan dalam tangki dimana mereka mengendap. 3. Electric desalting Proses penghilangan garam dilakukan pada molekul-molekul yang dalam kondisi polat dan dapat dipisahkan. Lebih dari 90% dari garam bias dihilangkan hanya dalam waktu setengah jam 5) Pencampuran Pencampuran merupakan proses pengolahan produk setelah melalui langkah-langkah sebelumnya agar memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Misalnya ditambahkan bahan aditif TEL (tetraethyl lead) yang berfungsi untuk mengurangi

ketukan (knocking) pada mesin. Suatu bahan inhibitor dicampur pada bensin agar bensin dapat disimpan lebih lama D. Klasifikasi Zat-zat Pengotor pada Minyak Bumi Adapun pengotor (impurities) dari minyak bumi terbagi menjadi dua, yaitu: a. Oleophobic Impurities Yang termasuk dalam Oleophobic Impurities adalah garam, terutama klorida & kotoran dari Na, K, Ca Mg, sedimen seperti garam, pasir, lumpur, oksida besi, besi sulfida dll. dan air yang ada karena larut dalam air emulsi dan / atau terdispersi halus. b. Oleophilic Impurities Yang termasuk ke dalam Olephilic Impurities adalah senyawa sulfur larut dan, senyawa organologam, Ni, OR, Fe dan As dll, asam naftenat dan senyawa nitrogen. E. Contoh Zat-Zat Pengotor pada Minyak Bumi 1. Sulfur Sulfur merupakan salah satu kandungan yang terdapat dalam minyak bumi mentah. Semakin tinggi densitas minyak mentah, semakin tinggi pula kandungan sulfurnya. Sulfur atau belerang biasanya berbentuk hidrogen sulfida (H2S), belerang bebas (S), merkaptan (R-SH, dengan R=gugus alkil), sulfida (R-S-R’), disulfida (R-SS-R’) dan tiofen (sulfida siklik). Sulfur umumnya memiliki jumlah yang cukup sedikit didalam minyak bumi mentah, yaitu hanya sekitar 0,05-6% saja. Meskipun jumlahnya kecil, Sulfur dalam minyak bumi sering menimbulkan berbagai masalah, diantaranya: 

Mengakibatkan korosi atau perkaratan pada alat proses, terutama jika pada keadaan dingin atau berair.



Meracuni katalis yang ada pada proses pengolahan. Peracunan katalis adalah menurunnya atau terhambatnya kerja katalis karena adanya inhibitor



Dapat menimbulkan bau yang tidak sedap



Menghasilkan produk samping hasil pembakaran berupa sulfur dioksida (SO2) yang memiliki dampak berbahaya bagi kesehatan manusia karena dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan. Selain itu, SO2 juga berbahaya bagi lingkungan karena mampu memicu terjadinya hujan asam.

2. Oksigen

Oksigen merupakan salah satu senyawa yang terkandung dalam minyak bumi mentah dalam jumlah yang cukup sedikit, hanya sekitar kurang dari 2% dari total komponen penyusun minyak bumi. Kandungan oksigen akan meningkat apabila pada produk terjadi kontak dengan udara. Oleh karena itu, kandungan oksigen akan meningkat seiring dengan naiknya titik didih fraksi. Pada minyak bumi, oksigen terbentuk dalam ikatan sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida, senyawa monosiklo dan disiklo dan phenol. Sebagai asam karboksilat berupa asam Naphthenat (asam alisiklik) dan asam alifatik. Senyawa oksigen tidak menyebabkan masalah yang terlalu serius seperti halnya senyawa belerang dan nitrogen pada proses-proses katalitik. Tetapi senyawa oksigen dapat memicu terjadinya korosi pada alat-alat pengolahan. 3. Nitrogen Senyawa-senyawa nitrogen yang terkandung dalam minyak bumi dibagi menjadi dua, yaitu : (1) zat-zat yang bersifat basa seperti 3-metilpiridin (C6H7N) dan kuinolin (C9H7N) dan (2) zat-zat yang tidak bersifat basa seperti pirol (C4H5N), indol (C8H7N) dan karbazol (C12H9N). Secara umum, minyak bumi mengandung nitrogen pada jumlah yang cukup rendah yaitu hanya berkisar antara 0,1% sampai 0,9% saja. Meskipun kandungannya cukup kecil, nitrogen memiliki dampak yang cukup berbahaya bagi proses pengolahan minyak bumi. Hal ini disebabkan karena nitrogen bersifat racun bagi katalis dan dapat membentuk gum / getah pada fuel oil. Kadar nitrogen tertinggi terdapat pada fraksi titik didih tinggi. 4. Senyawa logam Minyak bumi biasanya mengandung logam sebesar 0,001-0,05% berat minyak bumi. Biasanya kandungan logam yang paling tinggi adalah vanadium, nikel dan natrium. Logam-logam ini berbentuk garam terlarut dalam air yang tersuspensi dalam minyak atau dalam bentuk senyawa organometal yang larut dalam minyak. Vanadium dan nikel merupakan racun bagi katalis-katalis pengolahan minyak bumi dan dapat menimbulkan masalah jika terbawa ke dalam produk pengolahan.

GAS BUMI

A. Pengertian Gas Bumi Gas bumi adalah gas yang sebagian besar asal usulnya atau sumbernya diperoleh langsung dari perut bumi (dari dalam tanah atau dari sumur minyak dan gas bumi) atau dari alam. Gas bumi biasa disebut juga dengan gas alam (Natural Gases). Apabila gas bumi ini diperolah dari sumur yang hanya menghasilkan gas saja, maka gas ini disebut dengan Non Associated gas. Non associated gas ini palingpaling keluar dari sumur gas bersamasama kondensat, yaitu gas fraksi berat (C5+) yang berbentuk cairan. Sedangkan gas bumi yang diperoleh dari sumur minyak, dan keluar bersama-sama minyak mentah sering disebut dengan Associated gas (gas alam ikutan). Gas alam yang di dalamnya masih mengandung C3H8 (propana), C4H10 (Butana) dan C5H12 (Pentana) atau yang lebih berat sering disebut dengan Gas alam basah (Wet Natural Gas). Sedangkan gas alam yang sudah dipisahkan dari C3H8 (propana), C4H10 (Butana), dan C5H12 (Pentana), jadi tinggal CH4 (Metana) dan C2H6 (Etana) saja, disebut dengan Gas Alam kering (Dry Natural Gas). B. Komposisi Gas Alam Komposisi gas alam ditinjau dari senyawa molekul karbon adalah berapa jumlah ikatan-ikatan atom C serta kandungan senyawa lain yang menyertainya. Maka komposisi gas alam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kandungan senyawa molekul karbon dan kandungan senyawa lain. 1.

Kandungan Senyawa Molekul Karbon Gas bumi atau gas alam komposisi kimianya juga seperti minyak mentah (Crude oil), hanya lebih sederhana, terdiri atas campuran persenyawaan yang unsur utamanya terdiri atas atom-atom Hidrogen (H) dan atom karbon (C) atau sering disebut dengan persenyawaan hidrokarbon, mulai dari C1 (metana) sampai C4 (Butana) kadang ada juga C5+ (pentana serta yang lebih berat) yang sudah ada dalam bentuk cair sebagai kondensat. Dari sini dapat disimpulkan, bahan komposisi gas alam ditinjau dari senyawa molekul karbonnya hanya terdiri dari C1 sampai C4. Jadi penyusun gas alam hanya terdiri dari CH4 (metana), C2H6 (etana), C3H8 (propana), serta C4H10

(Butana). Maka dibanding dengan minyak bumi, pada gas alam jumlah rantai atom karbonnya lebih pendek. 2.

Kandungan Senyawa Lain Gas bumi atau gas alam dapat terjadi dalam keadaan sendiri atau terdapat bersama-sama dengan minyak mentah. Selain itu senyawa lain yang sering terdapat bersamanya adalah gas asam arang (karbon dioksida atau CO2), gas helium (He), mercaphthan (RSH) dan uap air (H2O) serta logam-logam/ metal. Logam berat yang terdapat adalah Vanadium (V) dan mercuri atau air raksa (Hg) Kandungan senyawa lain yang terdapat di dalam gas alam tersebut tidak dikehendaki keberadaannya, karena senyawa-senyawa tersebut merupakan zatzat pengotor atau sering disebut dengan impurities, yang dapat mengganggu proses gas selanjutnya.

C. Zat-zat Pengotor pada Gas Alam Zat-zat pengotor atau biasa disebut dengan impurities yang terkandung di dalam gas alam harus dikurangi hingga kandungannya sekecil mungkin sehingga masih pada batas-batas yang diijinkan. Adapun dampak negatif dari adanya zat-zat pengotor tersebut adalah: 1. Asam Sulfida (H2S) Senyawa belerang sebagai gas H2S dapat menyebabkan: 

Pencemaran karena berbau tidak enak



Korosif pada peralatan-peralatan proses.

2. Karbon dioksida (CO2) Kandungan CO2 di dalam gas alam dapat menyebabkan kebuntuan pada sistem perpipaan, karena bersama H2S, CO2 dapat mendorong pembentukan hidrat apabila gas alam tersebut mengalami pendinginan. 3. Uap Air (H2O) Sama seperti gas CO2, uap air ini akan mengembun di dalam perpipaan dimana gas dialirkan, apabila gas alam tersebut mengalami pendinginan. Dengan adanya air bebas di dalam aliran gas tersebut juga berpotensi terbentuknya hidrat. Hidrat adalah suatu kristal yang terbentuk antara molekul-molekul air dengan molekulmolekul hidrokarbon ringan (metana, etana, dan propana) di dalam gas

bumi/alam. Pada kondisi ekstrim, hidrat ini akan membuat buntu sistem perpipaan. 4. Merkuri ( Hg ) Merckuri atau raksa (Hg) harus dibuang karena bahan ini dapat merusak peralatan-peralatan yang terbuat dari aluminium khususnya alat pendingin utama pada unit pencairan gas alam. D.

Pemanfaatan Gas Alam Secara garis besar pemanfaatan gas alam dibagi atas 3 kelompok yaitu : 1.

Gas alam sebagai bahan bakar Antara lain sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap, bahan bakar industri ringan, menengah dan berat, bahan bakar kendaraan bermotor (BBG/NGV), sebagai gas kota untuk kebutuhan rumah tangga hotel, restoran dan sebagainya. Gas alam terkompresi (Compressed natural gas, CNG) adalah alternatif bahan bakar selain bensin atau solar. Di Indonesia, kita mengenal CNG sebagai bahan bakar gas (BBG). Bahan bakar ini dianggap lebih ‘bersih’ bila dibandingkan dengan dua bahan bakar minyak karena emisi gas buangnya yang ramah lingkungan. LPG (liquified petroleum gas), adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam. Dengan menambah tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Komponennya didominasi propana (C3H8) dan butana (C4H10). Elpiji juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana (C2H6) dan pentana (C5H12). Sifat elpiji terutama adalah sebagai berikut: ·

Cairan dan gasnya sangat mudah terbakar.

·

Gas tidak beracun, tidak berwarna dan biasanya berbau menyengat.

·

Gas dikirimkan sebagai cairan yang bertekanan di dalam tangki atau silinder.

·

Cairan dapat menguap jika dilepas dan menyebar dengan cepat.

·

Gas ini lebih berat dibanding udara sehingga akan banyak menempati daerah yang rendah.

Penggunaan Elpiji di Indonesia terutama adalah sebagai bahan bakar alat dapur (terutama kompor gas). Selain sebagai bahan bakar alat dapur, Elpiji juga cukup banyak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor walaupun mesin kendaraannya harus dimodifikasi terlebih dahulu. 2.

Gas alam sebagai bahan baku Antara lain bahan baku pabrik pupuk, petrokimia, metanol, bahan baku plastik LDPE (low density polyethylene), LLDPE (linear low density polyethylene), HDPE (high density polyethylen), PE (poly ethylene), PVC (poly vinyl chloride), C3 dan C4-nya untuk LPG, CO2-nya untuk soft drink, dry ice pengawet makanan, hujan buatan, industri besi tuang, pengelasan dan bahan pemadam api ringan.

3.

Gas alam sebagai komoditas energi untuk ekspor Gas alam yang paling besar digunakan untuk komoditas ekspor di dunia yaitu LNG (Liquified Natural Gas) atau gas alam cair. Gas alam cair atau LNG adalah gas alam yang telah diproses untuk menghilangkan ketidakmurnian dan hidrokarbon berat dan kemudian dikondensasi menjadi cairan pada tekan atmosfer dengan mendinginkannya sekitar -160° Celcius. LNG ditransportasi menggunakan kendaraan yang dirancang khusus dan ditaruh dalam tangki yang juga dirancang khusus. LNG memiliki isi sekitar 1/640 dari gas alam pada Suhu dan Tekanan Standar, membuatnya lebih hemat untuk ditransportasi jarak jauh di mana jalur pipa tidak ada. Ketika memindahkan gas alam dengan jalur pipa tidak memungkinkan atau tidak ekonomis, dia dapat ditransportasi oleh kendaraan LNG. Dibandingkan dengan minyak mentah, pasar gas alam cair relative lebih kecil. Saat ini teknologi manusia juga telah mampu menggnakan gas alam untuk air conditioner (AC), seperti yang digunakan di bandara Bangkok, Thailand dan beberapa bangunan gedung perguruan tinggi di Australia

E.

Proses Pemurnian Gas Bumi Sebelum digunakan untuk berbagai keperluan, gas bumi perlu dimurnikan (distreatment) lebih dulu untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang terkandung di dalamnya. Jenis-jenis pemrosesan gas bumi yaitu: 1.

Amine Gas Treating

Proses Amine Gas Treating merupakan proses pemurnian terhadap gas bumi, dengan menggunakan metode absorbsi. Proses absorbsi adalah proses pemisahan sebagian dari komponen-komponen di dalam campuran gas dengan menggunakan zat cair sebagai penyerap (absorbent) yang selektif. Pemisahan ini berdasarkan perbedaan daya larut komponen-komponen gas di dalam cairan penyerap. 1.1. Penggolongan Cairan Penyerap Cairan penyerap terbagi menjadi dua golongan, yaitu: 

Non Regenerative Absorbent Adalah absorbent yang tidak dapat diregenerasi, sehingga hanya dapat dipergunakan sekali pakai saja. Contoh: Larutan NaOH untuk menyerap gas H2S



Regenerative Absorbent Adalah absorbent yang dapat diregenerasi, sehingga dapat dipergunakan lagi sebagai penyerap (absorbent) Contoh: Larutan Alkanol Aminr (Mono Ethanal Amine, Diethanol Amine, dan Trieshanol Amine) untuk menterap impurities CO2 dan H2S di dalam gas bumi/Gas alam.

1.2.Uraian Proses Umpan berupa gas alam yang mengandung senyawa H2S dan CO2 dialirkan masuk melalui bagian bawah kolom absorber, sedang larutan alkanol amine yang masih segar (lean amine solution) dialirkan masuk melalui bagian atas kolom absorber, dan bertemu dengan aliran gas yang naik ke atas sehingga terjadi kontak sekaligus penyerapan. Gas alam yang telah bebas dari CO2 dan H2S keluar dari puncak kolom absorber sebagai “Purified gas“. Larutan alkanol amine yang telah menyerap CO2 dan H2S disebut Rich Amine Solution keluar dari dasar kolom Absorber. Larutan Alkanol Amine ini setelah lebih dulu dipanaskan didalam Heat Exchanger (HE), kemudian dialirkan masuk melalui bagian atas dari kolom regenerator untuk dipisahkan dari impurities (CO2 dan H2S) yang telah terserap di dalamnya dengan cara pemanasan. Pemanasan dilakukan dengan sistim reboiler yang menggunakan steam (uap air) sebagai

pemanas. Senyawa belerang sebagai H2S dan CO2 dalam bentuk gas keluar dari puncak kolom regenerator sebagai acid gas dan dialirkan ke Flare untuk dibakar. Larutan Alkanol Amine yang telah bebas dari impurities CO2 dan H2S disebut Lean Amine Solution keluar dari bagian bawah kolom regenerator. Larutan ini setelah didinginkan di dalam HE dan Cooler, kemudian dikembalikan kedalam kolom Absorber untuk digunakan lagi sebagai penyerap. 1.3.Kondisi Operasi  Kolom Absorber Type : Bubble Cap Try Coloum. Kondisi Operasi : Suhu absorbsi maksimum 100oF, minimum 50oF. Bila diatas maksimum, maka kehilangan karena penguapan (Vapor loss) larutan Alkanol Amin terlalu besar. Bila dibawah minimum, maka viskositas kekentalan absorbent akan naik sehingga efisiensi kontak akan turun.  Kolom Regenerator Type : Bubble Cap Try coloum. Kondisi Operasi: Suhu steam pemanas maksimum 1800oC. Bila diatas maksimum, larutan alcohol Amine akan terurai. Suhu regenerasi = 90 - 95oC. 2.

Proses Pengeringan Gas Gas bumi yang baru keluar dari sumur, baik yang keluar dari sumur gas atau yang keluar bersama-sama minyak mentah, mengandung uap air cukup tinggi (jenuh). Bila gas tersebut mengalami pendinginan, maka akan terjadi kondensasi dari uap air membentuk air bebas. Adanya air bebas ini dapat berakibat:  Berpotensi terbentuk hidrat di sistem perpipaan dimana gas bumi dialirkan.  Bila suhunya minus, maka akan terbentuk kristal es.

Apabila hidrat tersebut berada dalam sistem perpipaan, maka laju alir dari gas akan menurun dan dalam kondisi yang ekstrim hidrat tersebut akan membuntui aliran gas dalam perpipaan. Hidrat adalah suatu kristal yang terbentuk antara molekul-molekul air dengan molekul-molekul gas hidrokarbon ringan (Metana, Etana, Propana, dan Butana) di dalam gas bumi (Gas alam). Disamping itu adanya molekul-molekul hidrogen sulfida (H2S) dan karbon dioksida (CO2) di dalam gas bumi juga dapat membentuk hidrat. Proses pengeringan gas dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu glycol gas dehydration dan penyerapan menggunakan zat padat. 2.1. Proses Glycol Gas Dehydration Tempat terjadinya penyerapan uap air oleh Glycol ini disebut kontaktor atau kolom absorber, yang di dalamnya berisi beberapa susunan tray Glycol yang mengandung sedikit uap air (lean Glycol) masuk kontaktor dari bagian atas kolom, dan gas umpan (wet gas) masuk kontaktor dari bagian bawah kolom. Di dalam tray inilah terjadi kontak antara gas yang menuju keatas dan cairan glycol yang mengalir kebawah. Glycol yang keluar dari bagian bawah kolom kontaktor ini relatip banyak mengandung uap air, yang disebut wet glycol (Rich Glycol) Wet glycol ini agar dapat dipakai lagi sebagai penyerap harus dipisahkan airnya dengan jalan dipanaskan agar air dapat menguap sehingga diperoleh dry glycol (lean glycol). Alat untuk memanaskan rich glycol ini disebut reboiler. Proses absorsi dikolom kontaktor akan berjalan secara efektif apabila suhu glycol yang masuk kontaktor relative rendah. Oleh sebab itu lean glycol yang keluar dari reboiler harus didinginkan dulu dengan menggunakan beberapa HE (Heat Exchanger) sebelum masuk kontaktor. 2.2. Proses Penyerapan dengan Menggunakan Zat Padat (Solid Desiccant) Adalah proses penyerapan uap air di dalam gas alam dengan menggunakan zat padat berupa buturan-butiran yang disebut solid desiccant. Proses dehidrasi dengan menggunakan solid dessiccant, prosesnya dinamakan proses adsorbsi, dan zat penyerapnya disebut

adsorbent. Gas umpan yang mengandung uap air dilewatkan di dalam suatu kolom adsorber yang mempunyai kemampuan penyerapan tertentu. Pada suatu periode tertentu, desiccant akan jenuh dan perlu diregenerasi Tingkat penyerapan tergantung pada jenis desiccant dan waktu kontak yang digunakan. Pada materi berikutnya akan dibahas proses dehidrasi terhadap gas alam dengan menggunakan solid desiccant. 

Mekanisme Adsorbsi Keadaan solid desiccant di dalam kolom adsorber ketika menyerap air dapat digambarkan seperti pada gambar. Di dalam kolom adsorber, adsorbent yang berupa butiran-butiran dengan ukuran 30 - 60 mesh (pada luasan 1 cm2 berisi butiran antara 30 60 biji) ditempatkan dalam suatu lapisan yang tidak bergerak (Fixed Bed) di dalam sebuah kolom yang disebut kolom adsorber. Umpan berupa gas alam yang mengandung uap air dimasukkan dari atas kolom dan menembus lapisan solid desiccant (adsorbent), sehingga uap air yang terkandung di dalam gas umpan akan terserap. Di dalam kolom adsorber, solid desiccant terbagi menjadi 3 daerah (zone). Ketiga daerah tersebut bertututturut adalah : 

Saturation zone. Adalah daerah dimana solid desiccant pada daerah ini telah jenuh dengan air, sehingga tidak mampu lagi untuk menyerap uap air.



Mass Transfer Zone. Adalah daerah dimana solid desiccant belum jenuh dengan air. Pada bagian yang paling atas, keadaan solid desiccant hampir mencapai jenuh, sedangkan makin kebawah tingkat kejenuhan dari solid desiccant belum begitu tinggi (masih rendah).



Active Zone. Adalah daerah dimana pori pori pada solid desiccant belum terisi air. Pada daerah ini desiccant belum berfungsi menyerap uap air.



Regenerasi Adsorbent Apabila lapisan adsorbent di dalam kolom adsorber sudah mencapai titik jenuh (saturated) dan operasi tetap dijalankan, maka kandungan uap air di dalam gas outlet (gas yang keluar dari kolom) akan berangsur naik. Keadaan ini tidak diinginkan sehingga adsorbent harus diregenerasi. Untuk regenerasi adsorbent yang sering digunakan adalah dengan cara pemanasan. Cara pemanasan langsung dikontakkan ke susunan solid dessicant (timbunan adsorbent di dalam kolom) dengan menggunakan fluida panas yang suhunya 200 - 300oC. Pada suhu tersebut, kandungan air di dalam solid dessicant akan terlepas dan menguap ikut bersama fluida panas tersebut. Pada saat proses regenerasi, kolom adsorber dalam keadaan berhenti (tidak dioperasikan untuk proses dehidrasi) dan dialihkan ke kolom adsorber lain yang sudah siap dioperasikan, sehingga proses dehidrasi dapat berjalan secara kontinyu (terus menerus).

3.

Proses Pemisahan (Penghilangan) Kandungan Mercury (Air Raksa) di dalam Gas Alam Pada proses pemisahan kandungan mercury (Hg) dari dalam gas alam, prosesnya disebut Mercury Removal Process (Hg Removal). Peralatan yang dipergunakan berupa vessel yang di dalamnya diisi dengan karbon aktif yang mengandung sulfur. 3.1.

Uraian Proses Gas umpan yang yang telah bersih dari uap air ini kemudian dialirkan masuk kedalam alat penyerap mercury (Mercury Removal Vessel). Disini kandungan mercury yang terkandung di dalam gas umpan akan diserap oleh karbon aktif yang mengandung sukfur tersebut, walaupun pada kenyataannya jumlah mercury yang

terkandung di dalam gas umpan sangat kecil sekali. Setelah gas umpan melewati proses mercury removal, gas alam kemudian masuk ke tahap proses selanjutnya. 3.2.

Tujuan Penghilangan Kandungan Merkuri di dalam Gas Tujuan penghilangan merkuri adalah untuk mencegah kerusakan peralatan-peralatan yang terbuat dari bahan aluminium, khususnya alat pendingin utama (Main Heat Exchanger) pada proses pencairan gas alam.

F. Proses Pengolahan Gas Alam (sumber: PT. Badak Natural Gas Liquefaction) 4.

Proses Pencairan Gas Alam Tujuan utama gas alam yang telah dibersihkan dari unsur-unsur kimia yang tidak diperlukan dan diproses untuk dijadikan menjadi liquid yang berupa LNG adalah untuk mempermudah dalam pengangkutan dan penyimpanan selama menuju negara pengimport, karena volume dari gas alam tadi dapat ditekan sampai 600 kali. Bahan baku dari lapangan-lapangan seperti Muara Badak, Nilam, Handil Mutiara, Samberah, Tatun dan Santan masih mengandung berbagai macam molekul-molekul gas yang tidak diperlukan seperti CO2, H2O, dan Hg. Kemudian setelah melalui proses pemisahan gas, diambil gas yang terutama mengandung unsur C1, C2, C3, C4.

5. Knock out drum Gas alam dari Muara Badak disalurkan ke kilang LNG Badak dengan menggunakan pipa penyalur. Pengiriman gas tersebut menggunakan metoda perbedaan tekanan, dimana di Muara Badak bertekanan ± 842 psi sedang di Bontang bertekanan ± 675 psi untuk operasi normal. Karena mengalami penurunan tekanan selama perjalanan, maka ada sebagian gas yang berubah menjadi cair yang berupa hydrokarbon liquid. Fungsi dari KOD adalah untuk memisahkan wujud gas dan wujud cair. 6. CO2 removal unit (plant 1) Gas yang berasal dari KOD (separator) tadi disalurkan ke unit ini untuk dipisahkan dari kandungan CO2. Tujuannya adalah agar tidak membeku pada temperatur di bawah 0°C dan tidak menimbulkan korosi pada sistem (unit)

selanjutnya. Batasan maksimum yang diijinkan pada pemisahan ini adalah sebesar 50 ppm. Pemisahan ini menggunakan MDEA (Methyl De Ethanol Amina) dengan cara absorbsi. 7. Dehydrationand mercury removal (plant 2) Pada plant 2 ini dilakukan pemisahan H2O agar pada saat proses Main Exchanger, molekul H2O tidak membeku pada temperatur di bawah 0° C dan Hg tidak menimbulkan korosi, karena Main Exchanger terbuat dari bahan aluminium. Pemisahan ini menggunakan Molekular Silve hingga kandungan Hg yang diijinkan sebesar 0,1 ppm. 8. Heaver HC (plant 3) Dalam tahap ini dilakukan pemisahan fraksi berat (kandungan unsur C3 dan C4) dan fraksi ringannya (kandungan unsur C1 dan C2), alat ini disebut juga Scrub Column. Fraksi berat yang terpisah dari fraksi ringan kemudian dialirkan ke DeEthanizer, DePropanizer, dan DeButanizer untuk proses pemisahan selanjutnya. Sedangkan fraksi ringannya didinginkan terlebih dahulu pada temperatur -50°C untuk selanjutnya diproses pada plant 5. 9. MCR refrigeration and propane (plant 4) Selain penurunan tekanan, proses pencairan gas alam dilakukan dengan menggunakan pendinginan bertingkat. Bahan pendinginan yang digunakan adalah Propana dan Multi Component Refrigerant (MCR) dari hasil sampingan pembuatan LNG. MCR adalah campuran nitrogen, metana etana, propana, dan butana yang digunakan untuk pendinginan akhir dalam proses pembuatan LNG. 10. Liquefaction (plant 5) Tahap ini merupakan bagian inti dari proses pencairan gas alam, dengan menggunakan Main Heat Exchanger. Gas yang diproses dalam tahap ini adalah C1 dan C2 yang didinginkan sampai pada temperatur -160°C dan pada tekanan atmosfer. Setelah berubah wujud menjadi cair maka gas cair tersebut dialirkan ke LNG Storage untuk penyimpanan dan pengapalannya. 11. Proses Penampungan dan Penyaluran Setelah pengolahan gas menjadi cair mencapai titik akhir, selanjutnya hasil produksi ini ditampung dalam tangki-tangki penyimpanan sedangkan gas cair sampingan diolah kembali pada proses-proses selanjutnya.

12. Condensat stabilizer (plant 16) Stabilizer ini mengolah cairan-cairan seperti hidrokarbon dari proses train dan knock out drum menjadi bahan bakar (kondensat). Sebagian besar kondensat ini dikirim kembali ke Muara Badak dan sebagian kecil digunakan sendiri oleh PT. Badak NGL sebagai bahan bakar kendaraan. Gas-gas yang dihasilkan plant ini disalurkan ke saluran induk bahan bakar untuk ketel. Kapasitas plant ini 60 m3/ jam. 13. Tangki penampungan refrigerant ( plant 20 ) Tangki penampung ini menampung cairan-cairan seperti: Methane (CH4), Ethane (C2H6), Propane (C3H8), Butane (C4H10) yang akan digunakan lagi pada proses train sebagai campuran MCR baik dalam bentuk cair atau gas. Jumlah tangki penampung Etana (C2H6) adalah 2 buah masing-masing berkapasitas 176 m3, tangki penampung Propana (C3H8) 4 buah masing-masing berkapasitas 497 m3, sedangkan penampung Butana (C4H10) berjumlah 1 buah dengan kapasitas 497 m3. 14. Tangki penampung LNG (plant 24) Tangki penampung ini akan menampung hasil produksi proses train untuk kemudian dikapalkan ke Jepang, Taiwan, dan Korea. Sedangkan tangki penampung LNG yang dimiliki PT. Badak NGL berjumlah 6 buah : a) 4 buah tangki masing-masing berkapasitas 600.000 barrel ( ± 96.000 m3 ) b) 2 buah tangki berkapasitas 800.000 barrel ( ± 126.000 m3 ) 15. Pompa muat LNG Pompa ini digunakan untuk memompa LNG dari tangki penampung ke kapal melalui pipa penyalur (2 buah per tangki) dan loading arm (4 buah per dock). Masing-masing pompa LNG memiliki kapasitas 2900 m3/jam yang digerakkan oleh motor listrik berkapasitas 590 KW. 13. Pompa sirkulasi LNG Pompa ini digunakan untuk mensirkulasi LNG dari tangki melalui 2 pipa saluran LNG. Satu pipa digunakan untuk menekan LNG ke loading dock, sedangkan pipa lain dipakai untuk mengembalikan LNG tersebut ke dalam tangki LNG yang lain. Maksud mensirkulasi LNG dari satu tangki ke tangki yang lain adalah untuk menahan temperatur dari tangki bersamaan menahan temperatur dari

kedua pipa itu sendiri, dengan begitu PT. Badak NGL selalu siap untuk memuat LNG ke kapal. 14. Boil-off compressor Compressor ini digunakan untuk menjaga tekanan di dalam tangki penampung LNG dengan cara mengkompresi gas-gas yang terjadi (boil-off) di dalam tangki tersebut. Setelah gas-gas dikompresi, maka hasil kompresi disalurkan ke bahan bakar untuk boiler. Total boil-off compressor ada 4 buah, yaitu: a) Untuk 24 K-1/8/9 mempunyai kapasitas 28.000 m3/ jam dengan penggerak motor listrik berkapasitas 1490 KW. b) Untuk 24 K-16 mempunyai kapasitas 774.000 m3/ jam dengna penggerak motor listrik berkapasitas 3500 KW. 15. Loading dock Pada Pelsus Gas Alam Bontang terdapat 3 buah loading dock, yaitu : a) Dock #1, dipakai untuk menambatkan kapal LNG dan memuat LNG. Fasilitas pokok adalah 4 buah loading arm dan 1 boil-off arm. b) Dock #2, dipakai untuk menambatkan kapal LPG dan LNG dan memuat LPG/LNG, mempunyai 2 LPG loading arm dan 1 vapor loading arm serta 4 LNG loading arm dan 1 boil-off. Semua loading arm dilengkapi dengan system melepas sambungan dengan cepat pada keadaan bahaya ( PERC System ). c) Dock #3, kegunaan dan fasilitas sama dengan Dock #2.

G. Pemanfaatan Gas Alam sebagai Pupuk Pupuk urea yang diproduksi dipabrik merupakan hasil reaksi antara Karbon Dioksida (CO2) dengan Amoniak (NH3) sedangkan kedua senyawa ini berasal dari bahan baku gas alam, air dan udara. Untuk pembuatan Amoniak, salah satu proses yang banyak digunakan di Indonesia adalah proses Kellog (KBR) sedangkan Amoniak yang dihasilkan tersebut direaksikan dengan CO2 menggunakan proses Toyo (Total Recycle atau ACES). Untuk proses pembuatan Amoniak umumnya terdiri dari tiga tahapan yaitu : Feed Treating, Purifikasi dan Produksi

1. Feed Treating Gas alam sebagai bahan baku sebelum diproses, terlebih dahulu dibersihkan (beberapa tahap) dari kotoran – kotoran padat, maupun senyawa kimia (Sulfur dan Gugus Mercaptan), kadar air, CO2. Setelah melalui beberapa tahap pemisahan, selanjutnya akan diproses di Unit Reforming (Primary Reformer dan Secondary Reformer) dengan menambahkan steam dan udara dengan persamaan reaksi : CH4 + H2O <===> CO + 3H2 (Endotermis) CO + H2O <===> CO2 + H2 (Eksotermis) Setelah keluar dari Secondary Reformer gas CO yang masih ada dikonversikan menjadi CO2 di unit CO Shift Converter dengan reaksi : CO + H2 O <===> CO2 + H2 (Eksotermis) 2. Purifikasi Pemisahan CO2 Gas CO2 yang terbentuk selanjutnya akan dipisahkan dengan penyerapan menggunakan larutan dengan unsur utama K2CO3 atau dengan larutan DEA di unit CO2 Absorber. Gas CO2 yang sudah diserap oleh larutan penyerap lalu dipisahkan dengan pemanasan menggunakan steam di unit CO2 Stripper. Gas CO2 ini selanjutnya dikirim kepabrik urea untuk dijadikan bahan baku sedangkan larutan penyerap akan digunakan kembali. Methanasi Sisa gas CO dan CO2 yang keluar dari Absorber selanjutnya dikonversi menjadi Methane (CH4) di unit Methanator karena kedua senyawa ini dapat merusak katalis di unit Ammonia Converter. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : CO + 3H2 <====> CH4 + H20 (Eksotermis) CO2 + 4H2 <===> CH4 + 2H2O (Eksotermis) Tujuan proses methanasi ini untuk mengkonversikan unsur CO & CO2 menjadi unsur Methan, karena unsur CO dan CO2 dapat merusak katalis di unit Ammonia Converter. 3. Produksi Kompresi Gas Sintesa.

Gas yang keluar dari proses Methanasi yang dapat disebut sebagai gas sintesa hanya mempunyai tekanan lebih kurang 25 – 27 kg/cm2, sedangkan untuk reaksi pembentukan Amoniak akan dilakukan pada tekanan sekitar 150 kg/cm2 sehingga perlu dinaikkan tekanannya dengan menggunakan Kompresor. Synthesa Amoniak. Gas sintesa yang keluar dari methanator mempunyai unsur : H2 dan N2, selanjutnya direaksikan di unit Ammonia Converter sebagai berikut : N2 + H2 <===> 2NH3 (Eksotermis) Amoniak yang dihasilkan selanjutnya didinginkan dan dipisahkan dari gas yang tidak terkonversi kemudian dikirim kepabrik amoniak atau bisa juga disimpan dalam Tangki. Untuk Proses pembuatan urea terbagi atas empat tahap yaitu : Sintesa, Dekomposisi/Purifikasi, Recovery dan Kristalisasi 1. Tahap Sintesa Pada tahap ini urea diproduksi dari hasil reaksi antara CO2 (gas) dengan NH3 (cair) dalam reaktor urea dengan tekanan antara 175 – 250 kg/cm2. CO2 dan NH3 direaksikan dalam reaktor ini akan menghasilkan ammonium karbamat (reaksi eksoterm) dan kemudian diikuti oleh dehidrasi dari Ammonium Karbamat membentuk urea. 2NH3 + CO2 < ===> NH2 COONH4 + Q NH2COONH4 <===> NH2CONH2 + H2O – Q (Ammonium Karbamat)

(Urea)

2. Tahap Purifikasi (Dekomposisi) Tahap ini bertujuan untuk memisahkan urea dari hasil reaksi di Reaktor Urea yaitu Urea, Air, Biuret, Ammonium Karbamat dan ekses amoniak, Semua ekses amoniak dan Ammonium Karbamat dipisahkan sebagai gas dari larutan Urea dalam High Pressure Decomposer (HPD), Low Pressure Decomposer (LPD) dan Gas Separator. Prinsip proses dari Tahap Dekomposisi ini adalah memanaskan dan menurun kan tekanan, sehingga Ammonium Karbamat terurai menjadi gas NH3 dan CO2 menurut reaksi sebagai berikut : NH2COONH4

<===> 2NH3 + CO2

(Ammonium Karbamat)

(Amoniak)

3. Tahap Recovery Pada tahap ini, gabungan gas NH3 dan CO2 dari Tahap Dekomposisi diserap dengan air dan larutan urea, kemudian larutan dikembalikan ke Reaktor. Amoniak berlebih dimurnikan dalam High Pressure Absorber dan dikembalikan secara terpisah ke Reaktor melalui Ammonia Condenser, Ammonia Reservoir dan Liquid Ammonia Feed Pump, serta Ammonia Preheater. 4.

Tahap Kristalisasi dan Pembutiran Larutan Urea setelah dipisahkan dari karbamat di tahap dekomposisi, divakumkan dengan Crystalizer kemudian kristal Urea dipisahkan oleh Centrifuge. Kristal urea dikeringkan hingga mengandung air kurang dari 0,3% dengan udara panas kemudian dikirim ke priling Tower melalui Fuidizing Dryer. Selanjutnya kristal urea dilelehkan di Melter dan mengalir melalui distributor. Selanjutnya untuk mendapatkan Urea dalam bentuk butiran kecil, keras dan padat maka kristal Urea yang dilelehkan ini dialirkan melalui nozel – nozel kecil pada bagian atas Prilling Tower sedangkan pada bagian bawahnya dihembuskan udara dingin sehingga lelehan Urea yang jatuh dari atas akan membeku menjadi butiran urea keras dan padat saat sampai dibawah.

PRODUK HASIL OLAHAN MINYAK DAN GAS BUMI

Keberadaan minyak bumi dan berbagai macam produk olahannya memiliki manfaat yang sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, sebagai contoh penggunaan minyak tanah, gas, dan bensin. Tanpa ketiga produk hasil olahan minyak bumi tersebut mungkin kegiatan pendidikan, perekonomian, pertanian, dan aspek-aspek lainnya tidak akan dapat berjalan lancar. Dibawah ini adalah beberapa produk hasil olahan minyak bumi: 1. Bahan bakar gas Bahan bakar gas terdiri dari LNG (Liquified Natural Gas) dan LPG (Liquified Petroleum Gas). 2. Naptha atau Petroleum eter, biasa digunakan sebagai pelarut dalam industri. 3. Gasolin (bensin), biasa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. 4. Kerosin (minyak tanah), biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga. Selain itu kerosin juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan bensin melalui proses cracking. 5. Minyak solar atau minyak diesel, biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel pada kendaraan bermotor seperti bus, truk, kereta api dan traktor. Selain itu, minyak solar juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan bensin melalui proses cracking. 6. Minyak pelumas, biasa digunakan untuk lubrikasi mesin-mesin. 7. Residu minyak bumi yang terdiri dari : 

Parafin digunakan dalam proses pembuatan obat-obatan, kosmetika, tutup botol, industri tenun menenun, korek api, lilin batik, dan masih banyak lagi.



Aspal digunakan sebagai pengeras jalan raya

Sumber Rujukan :

Gary, James H. 2001. Petroleum Refining Technology and Economics Fourth Edition. Marcel Dekker, Inc. New York. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28, 2003. Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis. Jakarta. Koesoemadinata, R P. 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi Jilid 1 Edisi Kedua. Bandung: ITB. Mall, I.D. 2007. Petrochemical process technology First edition. India. Mandal, K.K. 2005. Improve desalter control, Hydrocarbon processing. India Nawawi, Harun. 1955. Minyak Bumi dan Hasil Minyak Bumi, Penggalian, Pengerjaan dan Pemakaiannya. Penerbit Buku Teknik: Jakarta. Speight, J.G. 1991. The Chemistry and Technology of Petroleum. Marcel Dekker Inc. New York. Watkins, R.N. 1979. Petroleum refinery distillation, Second edition, Gulf Publishing Company, Houston.

Lampiran

Drier

Process Vessel

distilat umpan

produk

asam asetat anhidrid

Settler recycle soda reagensia bekas

Gambar 1. Diagram Alir Proses Nalfining

deaktivator

slurry udara

Settler

Lar.Cu

Koaleser

Settler

sulfide wash udara gasolin

Umpan gasolin

Regenerator

H2O wash

olahan

gasolin Casustic Wash

gasolin [solution]

gasolin olahan [solid]

udara

olahan [slurry]

Gambar 2. Diagram Alir Proses Oksidasi Cooper Sweetening

Gambar 3. Diagram Fraksionasi Minyak Bumi

Gambar 4. Diagram Alir Proses Pengolahan Gas Alam

Tabel 1. Hasil Destilasi Bertingkat Minyak Bumi

More Documents from "ahmad jihad"

Attachment.pptx
December 2019 6
Kata Pengantar.docx
December 2019 3
131603_tabel Otk.docx
December 2019 4
Makalah Semen.docx
December 2019 4
Attachment.pptx
December 2019 2