BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Indonesia merupakan Negara terbesar setelah Brazil yang kaya akan biodiversity termasuk tanaman obat. Salah satu tanaman tersebut adalah Curcuma longa. Tanaman ini telah dikenal luas dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencegah dan mengobati berbagai kondisi ketidakseimbangan tubuh sejak zaman kuno hingga sekarang. Selain dimanfaatkan sebagai obat, di Indonesia tanaman ini digunakan sebagai pewarna dan bumbu masak sehari-hari, bagian yang sering dimanfaatkan adalah rimpang diantaranya sebagai antiinflamasi, antiseptik, antioksidan (Duvoix et al, 2004). Ada banyak data dan literatur yang menunjukkan bahwa kunyit berpotensi besar dalam aktifitas farmakologi yaitu anti imflamatori, anti imunodefisiensi, anti virus (virus flu burung), anti bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi (Joe et al, 2004; Chattopadhyay et al, 2004; Araujo dan Leon, 2001). Studi kimia pada beberapa simplisia turmerik menunjukkan bahwa komposisi kimia di dalam tanaman kunyit adalah minyak atsiri 4,2-14%, minyak lemak 4,4-12,7% dan senyawa kurkuminoid 60-70%. Srinivasan (1953),
menyebutkan tiga senyawa kurkuminoid sebagai kandungan
utama dari kunyit adalah senyawa 1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1,6heptadiena-3,6-dion yang disebut sebagai kurkumin (Kurup, 1977). Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari tanaman Zingiberaceae, khususnya kunyit (Curcuma longa L.). Yang telah dimanfaatkan dalam industri farmasi, makanan, parfum, dan lain-lain. Kurkumin memiliki beberapa sifat yang tidak menguntungkan seperti kelarutan rendah dan bioavailabilitas rendah (Wang et al., 2009; Yang et al., 2007). Kombinasi kelarutan rendah dan bioavailabilitas yang
buruk secara negatif mempengaruhi kemanjuran biologisnya (Shaikh et al., 2009). Oleh sebab itu sangat penting untuk melakukan pengembangan formula sehingga bioavailabilitas senyawa bahan alam dapat meningkat (Ajazudin et al, 2010). Salah satu pendekatan penting untuk memperbaiki sifat biofarmaka yang buruk dari kurkumin adalah untuk meningkatkan kelarutan berair menggunakan nanoteknologi dan nanopartikel (Torchilin, 2009; Ruenraroengsak et al, 2010; Sultana et al, 2013). Formulasi dalam bentuk sediaan Nanostructured Lipid Carrier (NLC) menjadi salah satu alternantif untuk meningkatkan bioavailabiltas kurkumin. Kelebihan NLC adalah sebagai berikut biokompatibilitas dan biodigregabilitas, pelepasan obat terkontrol, pemuatan obat yang tinggi; penargetan pasif dan aktif, dan kemungkinan produksi skala besar (D.H et al, 2010). pembawa lipid berstrukturnano (NLC) memiliki fitur yang lebih canggih atas nanopartikel lipid padat (SLN) dan asam oleat adalah faktor utama untuk meningkatkan karakteristik, farmakokinetik dan biodistribusi nanopartikel (Tiwari dan Pathak, 2011). Nanonisasi dari produk herbal memiliki beberapa keuntungan seperti meningkatkan kelarutan zat aktif, menurunkan dosis terapi, memperbaiki absorpsi dan bioavailabilitas di dalam tubuh (Ajazudin et al, 2010). Menurut Delly (2016), selain keuntungan diatas, nanopartikel juga memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut misalnya karena ukuran partikel yang kecil dan luas permukaan yang lebar dapat membuat partikel beragregasi. Selain itu karena ukurannya yang sangat kecil suatu nanopartikel hanya mampu menjerap obat dalam jumlah terbatas. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih spesifik mengenai efisiensi penyerapan dan daya muat obat melalui formula nanostructured lipid carrier (NLC) terhadap senyawa kurkumin.
B.
Perumusan Masalah 1) Apakah senyawa kurkumin dapat dibuat dalam bentuk formula nanostructured lipid carrier (NLC). 2) Bagaimanakah efisiensi penjerapan dan daya muat obat melalui formula nanostructured lipid carrier (NLC) terhadap senyawa kurkumin.
C.
Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui senyawa kurkumin dapat dibuat dalam bentuk formula nanostructured lipid carrier (NLC). 2) Untuk mengetahui lebih spesifik efisiensi penjerapan dan daya muat obat melalui nanostructured lipid carrier (NLC) terhadap senyawa kurkumin.
D.
Manfaat Penelitian 1) Bagi Universitas Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan bagi mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945. 2) Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat agar lebih mengetahui tentang efisiensi penjerapan dan daya muat obat melalui nanostructured lipid carrier (NLC) terhadap senyawa kurkumin. 3) Bagi Peneliti Lanjutan Hasil penelitian ini, diharapkan dapat berguna sebagai bahan literature dan perbandingan bagi penelitian lebih lanjut untuk meneliti tentang kurkumin.
E.
Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah kurkumin dapat diformulasikan dalam bentuk Nano Structured Lipid Carrier (NLC) dan mendapatkan efisiensi penjerapan, daya muat obat melalui melalui nanostructured lipid carrier (NLC) dari senyawa kurkumin.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kurkumin
Kurkumin pertama kali ditemukan sekitar dua abad yang lalu ketika Vogel dan Pelletier melaporkan isolasi "materi kuning" dari rimpang C. longa dan menamakannya kurkumin (Vogel H et al, 1815) dan pertama disintesis oleh Lampe et al (Lampe V et al, 1913). Kurkumin telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk beragam penyakit, tetapi nilai obatnya pertama kali didokumentasikan pada tahun 1937 ketika digunakan untuk melawan penyakit biliaris (Srivastava et al, 2011). Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari tanaman Zingiberaceae, khususnya kunyit. .
Ada banyak data dan literatur yang menunjukkan bahwa kunyit d
berpotensi besar dalam aktifitas farmakologi yaitu anti imflamatori, anti imunodefisiensi, anti virus (virus flu burung), anti bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi (Joe et al., 2004; Chattopadhyay et al., 2004; Araujo dan Leon, 2001). Kurkumin
memiliki
beberapa
aktivitas
biologis
sebagai
antioksidan (Castro et al, 2014; Trujillo J et al, 2013) antibakteri (K.S et al,
2017; Sylvester WS et al 2015), antineoplastik (W.W et al, 2017; G.S et al, 2017), antiproliferatif (Montazeri P-SY et al, 2017), dan agen antiinflamasi (Fan Z et al, 2015; Li W et al, 2017). Selanjutnya, kurkumin memiliki potensi terapeutik terhadap gangguan neuroregeneratif (N.-M.I et al, 2017; Van der merwe C et al, 2017), penyakit kardiovaskular (Griffiths K et al, 2016; Guo s et al, 2018), kerusakan hati (E.-K.A et al, 2017; Lee KS et al, 2017), dan diabetes mellitus (Panahi Y et al, 2017; Rashid k et al, 2017). Senyawa kurkumin ini, seperti juga senyawa kimia lain seperti antibiotik, alkaloid, steroid, minyak atsiri, resin, fenol dan lain-lain merupakan hasil metabolit sekunder suatu tanaman (Indrayanto, 1987). Produksi kurkumin untuk pabrik-pabrik industri sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan pertumbuhan tanaman di lapang yang ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan seperti tanah, nutrisi, iklim serta hama dan penyakit. Salah satu upaya untuk menghasilkan kurkumin dengan jumlah yang banyak adalah dengan teknologi kultur jaringan seperti kultur kalus. Kurkumin termasuk golongan senyawa polifenol dengan struktur kimia mirip asam ferulat yang banyak digunakan sebagai penguat rasa pada industri makanan (Pan et al., 1999). Serbuk kering rhizome (turmeric) mengandung 3-5% kurkumin dan dua senyawa derivatnya dalam jumlah yang kecil yaitu desmetoksi kurkumin dan bisdesmetoksikurkumin, yang ketiganya sering disebut sebagai kurkuminoid (Dandekar dan Gaikar, 2002). Kurkumin tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida (DMSO).
B.
Manfaat Kurkumin Beberapa kajian ilmiah menunjukkan adanya potensi farmakologi dari senyawa kurkuminoid, diantaranya sebagai antioksidan (Sahebkar et al, 2015; Borra SK et al, 2013), antiinflamasi (Bagad AS et al, 2013), antitumor (Jiang JL et al, 2012), antialergi (Shimoda K et al, 2010) dan antidimensia (Brondino N et al, 2014). Penggunaan obat kurkumin semakin populer. Misalnya, kurkumin saat ini digunakan dalam formulasi
beberapa sunscreen. Senyawa-senyawa ini mungkin memiliki sifat antioksidan dan pemutih kulit dan dapat digunakan untuk mengobati radang kulit, sehingga membuat senyawa ini berguna dalam formulasi kosmetik (W. Tongchai etl, 2009). Swarnakar dan Paul (2009) menyebutkan bahwa manfaat kurkumin
pada
berbagai
penyakit
di
antaranya
adalah
sebagai
antiinflamasi dan peng- hambatan pada NF-κB. Berdasarkan hal tersebut, kurkumin diduga memberi manfaat sebagai terapi pada endometriosis. Manfaat dari senyawa kurkumin ini meningkatkan nafsu makan, menyembuhkan hepatitis B bahkan penyakit liver. Kurkuminnoid telah terbukti secara cepat dapat menurunkan kadar SGPT dan SGOT pada penderita hepatitis (Sampurno, 2005).
C.
Kandungan Kurkumin Kurkumin
memiliki
rumus
molekul
kimia
C 21H 20O 6,
mempunyai berat molekul sebesar 368 g/gmol. Kurkumin mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah 100 mg/hari (Rahayu, 2010). Lin
dkk, (2009)
menyatakan
bahwa mikroemulsi yang
mengandung kurkumin tetap berwarna kuning transparan selama kurang lebih 14 hari pada suhu 37oC. Namun kurkumin mengalami degradasi dibawah
kondisi
asam,
basa, pengoksidasian, dan pencahayaan.
Kurkumin memiliki sifat pleiotropik yang memodulasi berbagai target termasuk protein (reduktase thiore-, siklooksigenase 2 (COX-2), protein kinase C (PKC), 5-lipoxygenase dan tubulin, faktor transkripsi, faktor pertumbuhan dan reseptornya, sitokin, enzim dan gen yang mengatur proliferasi sel dan apoptosis (Basnet et al, 2010; Teiten et al, 2010; Wilken et al, 2011). Tidak semua kandungan zat pada suatu bahan makanan mampu bertahan pada suhu yang tinggi. Kurkumin memiliki titik didih
o
118 C dan titik
o
lebur
180 C selama 4 menit, artinya kurkumin benar-
benar rusak sepenuhnya pada suhu 180oC. Hampir semua senyawa fenol o
mengalami kerusakan akibat suhu pemanasan di atas 85 C dengan lama pemanasan lebih dari 5 menit. Senyawa tannin dan fenilpropanoid rusak pada suhu 120oC dengan lama pemanasan selama 4 menit (Harjanti et al., 2003).
D.
Kunyit (Curcuma longa) 1) Klasifikasi Tumbuhan
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Curcuma
Spesies
: Curcuma longa Linn.
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)
2) Nama Daerah Kunyit mempunyai berbagai nama daerah yang berbedabeda diantaranya :Sumatra;
Kakunye
(Enggano),
Kunyet
(Adoh), Kuning (Gayo), Kunyet (Alas), Hunik (Batak), Odil (Simalur), Undre, (Nias), Kunyit (Lampung), Kunyit (Melayu). Jawa: Kunyir (Sunda), Kunir (Jawa Tengah), Temo koneng (Madura). Kalimantan: Kunit (Banjar), Henda (Ngayu), Kunyit (Olon Manyan), Cahang (Dayak Panyambung), Dio (Panihing), Kalesiau (Kenya), Kunyit (Tidung). Nusa Tenggara: Kunyit (Sasak), Huni (Bima), Kaungi (Sumba Timur), Kunyi (Sumba Barat), Kewunyi (Sawu), Koneh, (Flores), Kuma Kumeh
(Alor),
(Solor),
Kunik (Roti), Hunik kunir (Timor). Sulawesi:
Uinida (Talaud), Kuni (Sangir), Alawaha (Gorontalo), Kolalagu (Buol), Pagidon (Toli-toli), Kuni (Toraja), Kunyi (Ujungpandang), Kunyi (Selayar), Unyi (Bugis), Kuni (Mandar). Maluku: Kurlai (Leti), Lulu malai (Babar), Ulin (Tanimbar), Tun (Kayi), Unin
(Ceram), Kunin (Seram Timur), Unin, (Ambon), Gurai
(Halmanera), Garaci (Ternate). Irian: Rame (Kapaur), Kandeifa (Nufor), Nikwai (Windesi), Mingguai (Wandamen), Yaw (Arso).
3) Uraian Tumbuhan Habitus: Semak, tinggi ± 70 cm. Batang: Semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, hijau kekuningan. Daun: Tunggal, lanset memanjang, helai daun 3-8, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, pertulangan menyirip, hijau pucat. Bunga: Majemuk, berambut, bersisik, tangkai panjang 16-40 cm, mahkota panjang ± 3 cm, lebar ± 1,5 cm, kuning, kelopak silindris, bercangap tiga, tipis, ungu, pangkal daun pelindung pulih, ungu. Akar: Serabut, coklat muda (Depkes RI, 2002).
4) Manfaat Dan Kandungan Kunyit (Curcuma longa) adalah anggota keluarga Zingiberaceae dan dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia dan berasal dari India, Asia Tenggara dan Indonesia (Paramasivam et al, 2009). Kunyit serbuk digunakan secara luas sebagai pewarna dan bahan yang tidak lengket dalam kari dan mustard. Kunyit telah digunakan di India untuk menjaga kebersihan mulut (Chaturvedi, 2009). Secara tradisional telah digunakan untuk tujuan medis selama berabad-abad di negara-negara seperti India dan Cina untuk pengobatan penyakit kuning dan penyakit hati lainnya (Mukerjee et al, 2009; Perko et al, 2015). Kegiatan farmakologis kunyit telah dikaitkan terutama untuk kurkuminoid terdiri dari kurkumin (CUR) dan dua senyawa terkait demethoxy kurkumin (DMC) dan bisdemethoxycurcumin (BDMC) (Paramasivam, 2009). Kunyit
berkhasiat
sebagai
obat-obatan
karena mengandung minyak atsiri (ar-tumeron, α dan β-tumeron, tumerol, α-atlanton, β-kariofilen, linalol, 1,8 sineol), kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, damar, gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi. (kurkuminoid)
Zat
warna
kuning
pada kunyit dimanfaatkan sebagai pewarna untuk
makanan manusia dan ternak (Rahardjo dan Rostiana, 2005). Kunyit sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari pengolahan
tertentu yang
tanpa
disadari
dengan proses
proses tersebut
mampu mengurangi khasiat bahkan merusak kandungan kunyit. Penambahan asam dan suhu adalah faktor utama yang mampu merusak aktivitas zat yang bersifat antioksidan dan antibakteri yang terkandung dalam kunyit. Telah banyak penelitian yang mengkaji mengenai kegunaan metabolit sekundernya sebagai sumber anti oksidan, anti bakteri dan antivirus (Mishra, 2007).
F.
Fourier Transform Infrared (FTIR) Metode transformasi Fourier dan spektrumnya disebut spectrum inframerah pentransformasi fourier atau fourier transform infrared (FTIR). Sumber cahaya inframerah, yang memancarkan radiasi pada keseluruhan tentang frekuensi instrumen, umumnya 4600-400 cm-1, dibagi lagi menjadi dua berkas dengan intensitasyang sama. Baik satu berkas yang dilewatkan melalui sampel maupun keduanya dilewatkan, salah satu berkas diatur untuk melintasi lintasan yang lebih panjang daripada lintasan berkas yang lainnnya. Rekombinasi kedua berkas tersebut menghasilkan suatu pola interfensi atau gangguan yang merupakan penjumlahan dari seluruh pola interferensi yang ditimbulkan oleh setiap panjang gelombang dalam berkas tersebut. Dengan mengubah perbedaan antara kedua lintasan itu secara sistematik, polapola interferensi berubah untuk menghasilkan sinyal yang terdeteksi yang beragam berdasarkan perbedaan lintasan optik, yang dimodifikasi berdasarkan serapan selektif oleh sampel pada beberapa frekuensi. Pola ini dikenal sebagai interferogram dan sama sekali tidak terlihat seperti sebuah spectrum. Akan tetapi, transformasi fourier pada interferogram dengan menggunakan sebuah komputer yang dihubungkan pada instrumen diubah menjadi suatu plot serapan terhadap bilangan gelombang persis seperti pada metode yang lama. Ada beberapa keunggulan FTIR dan sedikit kelemahan dibandingkan dengan metode lama. Keseluruhan spektrum dapat terukur dalam waktu beberapa detik saja karena setiap bilangan gelombang tidak perlu dipindai secara berturut-turut. Metode FTIR tidak bergantung pada celah dan prisma atau kisi sehingga resolusi tinggi pada FTIR lebih mudah diperoleh tanpa menghilangkan kepekaannya. FTIR khususnya digunakan untuk menguji sampel-sampel kecil dan untuk memperoleh spectrum senyawa yang dihasilkan hanya dalam waktu singkat didalam aliran kromatograf. Senyawa dapat diperiksa dalam bentuk fase uap, cairan murni, larutan dan padat. Dalam fase uap, uap dimasukkan ke dalam sel, biasanya
memiliki panjang sekitar 10 cm, yang kemudian dapat ditempatkan secara langsung pada lintasan salah satu berkas inframerah. Dinding ujung sel-sel tersebut biasanya terbuat dari natrium klorida, yang tembus terhadap cahaya inframerah pada rentang yang lazim digunakan. Sebagian besar senyawa organik memiliki tekanan uap yang sangat rendah sehingga dapat digunakan pada fase ini. Sebagai cairan, setetes cairan diperoleh dari sela-sela lempengan natrium klorida(tembus cahaya inframerah pada daerah 4000-625 cm-1). Ini adalah prosedur yang paling sederhana. Sebagai alternatif, jika sampel cairan itu tidak cocok untuk digunakan sebagai tetesan, larutan dalam suatu pelarut kering dan mudah menguap dapat mengendap secara langsung di atas permukaan pelat natrium klorida dan pelarutnya dibiarkan menguap pada atmosfer kering sehingga meninggalkan selaput tipis. Dalam larutan, senyawa tersebut dilarutkan agar menghasilkan, biasanya larutan 1-5% dalam karbon tetraklorida atau kloroform bebas alkohol untuk sifat-sifat pelarut yang lebih baik. Larutan ini dimasukkan kedalam sel yang terbuat dari natrium klorida dengan ketebalan 0,1-1 mm. sel kedua berisi pelarut murni dengan ketebalan yang sama, ditempatkan pada lintasan berkas lain pada spektrometer tersebut agar serapan pelarutnya seimbang. Umumnya, spektrum yang paling diinginkan diperoleh dari larutan encer dalam pelarut-pelarut nonpolar karena larutan dalam pelarut non polar biasanya terurai lebih baik daripada spektrum yang diperoleh dari padatan. Dalam keadaan padat, sekitar 1 mg padatan digerus halus didalam sebuah mortar agate kecil dengan setetes hidrokarbon cair. Campuran itu kemudian dikempa diantara pelat natrium klorida yang sangat mengkilap. Sebagai alternatif, padatan tersebut yang sering kali kurang dari 1 mg, digerus dengan 10-100 kali ruahan kalium bromide murninya dan campuran tersebut dikempa menjadi sebuah cakram menggunakan cetakan dan kempa hidrolik (Dudley dan Ian, 2013).
G.
Nanostructured Lipid Carrier (NLC) Polimerik dan nanopartikel lipid padat (SLN) adalah dua jenis sistem pembawa nano tersebut. Nanopartikel polimerik memiliki beberapa kelemahan seperti toksisitas dan tidak tersedianya beberapa teknik yang baik untuk produksi nanopartikel dalam skala besar. Dibandingkan dengan nanopartikel polimerik, SLN memperoleh beberapa keuntungan dalam hal risiko toksikologi yang lebih sedikit karena lipid asal alami. Meskipun SLN menjadi pembawa yang baik, kapasitas pemuatan obat yang lebih sedikit dan pengeluaran obat selama penyimpanan mungkin perlu memikirkan beberapa teknik yang baik untuk mengatasi masalah tersebut. Sebagai akibatnya, pembawa lipid berstruktur nano (NLCs) telah dikembangkan, yang dalam batas tertentu dapat menghindari keterbatasan yang disebutkan sebelumnya. NLCs dapat didefinisikan sebagai generasi kedua SLN yang memiliki matriks lipid dan cair lipid (minyak) padat yang mengatasi struktur yang kurang teratur atau tidak sempurna yang membantu dalam meningkatkan pemuatan obat dan menurunkan pengeluaran obat dari matriks selama periode penyimpanan (Radtke et al, 2005; Muller et al, 2002). Nanoemulsi adalah dispersi koloid dengan ukuran droplet mulai dari 50 nm hingga 1000 nm. Mereka digunakan untuk menghasilkan produk makanan untuk minyak beraroma, saus salad, minuman pribadi, pemanis, dan makanan olahan lainnya (Garti, 2008). Nanoemulsi menghadirkan banyak keuntungan seperti dekon- laminasi peralatan dan kejelasan tinggi tanpa mengganggu penampilan dan rasa produk. Senyawa fungsional nanosized yang dikapsulasi oleh nanoemulsi yang dirakit sendiri digunakan untuk pengiriman lutein yang ditargetkan; b-karoten; lycopene; vitamin A, D, dan E3; ko-enzimQ10; dan asam omega-3-lemak (Choi et al, 2011). Nanoemulsi capsa-icin-loaded stabil berlapis ganda distabilkan dengan polimer alami seperti alginat dan kitosan untuk digunakan sebagai sistem pengiriman bahan fungsional (Jasinska et al, 2010). Aplikasi lain
nanoemulsion termasuk air minum dalam botol dan susu yang diperkaya dengan vitamin, mineral, dan antioksidan (Huang et al, 2014). Saat ini, NLC digunakan sebagai sistem pemberian obat baru karena beberapa keuntungannya yang meliputi peningkatan kelarutan obat yang sulit larut, mengurangi iritasi kulit, stabilitas fisik yang lebih baik, kemudahan pembuatan dan peningkatan, efisiensi jeratan yang tinggi dari kedua obat tersebut. obat lipofilik dan hidrofilik, ukuran partikel terkontrol, oklusif di alam dan memberikan pelepasan diperpanjang obat (Sanat et al, 2010; Kaur et al, 2015; Jain et al, 2010). NLC adalah pembawa yang cocok untuk agen tabir surya karena agen ini adalah tempat bahan aktif itu sendiri dalam matriks padat menyebabkan penundaan dan pelepasan obat yang berkepanjangan (Muller, 2004). Produksi NLC berkaitan erat dengan SLN. Metode yang paling umum digunakan untuk persiapannya adalah metode homogenisasi panas, metode homogenisasi dingin dan metode evaporasi pelarut pelarut (Pardeike et al, 2009). Tekanan homogenisasi tinggi adalah metode konvensional untuk pembuatan NLC. Keuntungan yang terkait dengan metode ini termasuk, waktu produksi singkat, penggunaan terbatas dari berbagai bahan kimia lainnya dan peningkatan skala yang mudah. Dalam metode ini bahan farmasi aktif diuraikan dalam campuran lipid leleh, campuran yang dihasilkan dengan cepat terdispersi dalam emulsifier berair dengan pengadukan berkecepatan tinggi. Suhu dipertahankan konstan selama keseluruhan proses. Emulsi yang dipersiapkan mengalami homogenisasi tekanan tinggi dengan intensitas ultrasonik tinggi yang mengubah emulsi menjadi nano rentang emulsi. Pendinginan dilakukan baik dalam air dingin atau dengan penukar panas dan endapan nanopartikel dikumpulkan. Kerugian yang terkait dengan metode ini adalah degradasi bahan peka panas karena suhu (Severino et al, 2012). Metode homogenisasi dingin, seperti namanya menunjukkan bahwa suhu yang digunakan dalam keseluruhan proses lebih rendah daripada yang digunakan dalam proses homogenisasi panas yang akhirnya
mengesampingkan kerugian yang mungkin dihasilkan karena panas. Campuran lipid dengan obat cepat didinginkan oleh pemanfaatan nitrogen cair. Matriks lipid yang diperoleh digiling dan kemudian partikel didispersikan dalam larutan emulsifier dan kemudian dihomogenkan untuk menghasilkan partikel halus. Berbagai keuntungan dari proses ini selama proses homogenisasi panas adalah: 1. Degradasi termal dimi- liki. 2. Peningkatan efisiensi jebakan obat 3. Distribusi seragam obat dalam lipid (Weiss et al, 2009). Dibandingkan dengan metode homogenisasi panas, ukuran partikel yang lebih besar dan distribusi ukuran yang lebih luas diamati dalam metode homogen yang dingin.
H.
Kerangka Konsep
Senyawa kurkumin dari tanaman famili Zingiberaceae
Preparasi kurkumin-NLC
Analisis ukuran partikel, IP, zeta potensial kurkumin-NLC
Identifikasi Senyawa kurkumin dengan FTIR
Efisiensi Penjerapan dan Daya Muat Obat s
BAB III METODE PENELITAN
A. Tempat dan waktu penelitian 1) Tempat Penelitian Peneltian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Kimia Kawasan PUSPITEK Serpong dan Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi PSSP LPPM-IPB. 2) Waktu Penelitian Waktu penelitian ini akan berlangsung dalam kurang lebih 3 bulan.
B. Alat dan Bahan 1) Alat Alat yang dgunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, batch pemanas, hotplate, pengaduk magnet, homogenizer (IKA Ultra Turrax), ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), particle size analyzer (Delsa Nano, Beckman Coulter), sentrifus, spektrofotometer UV-Vis (UV 1700, Shimadzu, Kyoto, Jepang), Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan alat-alat gelas.
2) Bahan Bahan yang digunakan yaitu kurkumin, kolestrol, asam oleat, poloksamer 188, Twen 80, aquades, etanol, aseton, medium RPMI, Fetal Bovine Serum (FBS), dimetil sulfoksida (DMSO), HCl, MTT [3-(4,5dimetiltiazolil-2)-2,5-difeniltetrazolium bromida], dan tripsin.
C. Prosedur penelitian 1) Preparasi kurkumin-NLC (Emami et al, 2012; Rosli et al, 2015; Jing et al, 2015) NLC dengan atau tanpa kurkumin dibuat dengan metode evaporasi dan difusi pelarut dalam sistem berair kemudian diikuti ultrasonikasi. Adapun tahapannya yaitu : sebanyak 60 mg campuran kolesterol dan asam oleat (AO) dengan kandungan 15 atau 30% AO dilarutkan dalam larutan campuran aseton(3ml) dan etanol (3ml) kemudian dipanaskan pada suhu 600C untuk membentuk fase lipid yang seragam dan bening. Kurkumin ditambahkan ke fase lipid berdasarkan rasio obat/lipid (5 atau 10%) dan suhu pemanasan dipertahankan pada suhu 600C. sementara itu, fase berair disiapkan dengan mencampur air suling (60 ml) dan poloksamer 188/tween 80 (konsentrasi 1% atau 2% b/v) yang dipanaskan pada suhu 600. Segera, campuran berair ditambahkan ke dalam campuran lipid untuk membentuk campuran pra-emulsi, pra-emulsi kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan IKA Ultra Turrax homogenizer pada 800 atau 1300 rpm selama 2 atau 4 menit. Kemudian, campuran pra-emulsi diultrasonikasi selama 20 menit pada amplitudo 20%. Selanjutnya, disperse NLC didinginkan sampai suhu kamar (250C) dan disimpan pada suhu 40C.
2) Analisis ukuran partikel, indeks polidispersitas dan zeta potensial kurkumin-NLC (Suciati et al, 2014) Diameter rata-rata, indeks polidespersitas (IP), dan zeta potensial kurkumin-NLC diukur dengan spektroskopi korelasi foton (PCS) menggunakan Particles size analyzer delsa TM nano C (Beckman Coulter) pada sudut tetap 900 dan suhu 250C.
3) Identifikasi
senyawa
kurkumin
dengan
Transformasi
Fourier
spektroskopi inframerah (FT-IR) (Saedi et al, 2018) Spektrum FT-IR kurkumin murni, NLC dan kurkumin NLC diambil dengan FT-spektrofotometer IR (Nicoletislo, Thermo scientific, USA). Analisis dilakukan oleh cakram potasium bromida yang berisi sejumlah kecil sampel dalam kisaran 400-4000 cm-1.
4) Efisiensi Penjerapan dan Daya Muat Obat (Madane & Mahajan, 2016) Efisiensi penjerapan (Encapsulation Efficieny) ditentukan dengan cara : Dispersi kurkumin-NLC disentrifugasi pada 4500 rpm selama 35 menit dan supernatannya didekantasi. 1 ml supernatan diencerkan dengan 3 ml campuran DMSO dan methanol kemudian diukur secara spektrofotometri pada 423 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS (UV 1700, Shimadzu, Kyoto, Jepang). Sedangkan daya muat obat (Drug Loading) ditentukan dengan cara : kurkumin dari NLC diekstraksi dengan campuran DMSO dan methanol. Kandungan kurkumin dianalisis secara spektrofotometri pada panjang gelombang 423 nm, terhadap campuran DMSO dan metanol sebagai blanko. Persen efisiensi penjerapan (%EE) dan persen daya muat obat (%DL) dihitung dengan persamaan berikut : ditabahkan−jumlah kurkumin dalam supernatan %EE =( Jumlah Kurkuminyang ) x 100% jumlah kurkumin yang ditambahkan
𝑘𝑢𝑟𝑘𝑢𝑚𝑖𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛 %DL =( 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑘𝑢𝑚𝑖𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ) x 100% 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛+𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑘𝑠𝑖𝑝𝑖𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛
DAFTAR PUSTAKA
Indrasari. DS, 2013. Hubungan antara Diabetes Melitus dengan Penyakit Periodental. My’n Your Dentist Clinic. Jakarta Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013. P 165-166 Lau A, Harper W. 2007. Thiazolidinediones and their effect on bone metabolism: a review. Canadian journal of diabetes 31(4): 378-383.
Chattopadhyay, I., Biswas, K.,Bandyopadhyay, U. and Banerjee,R.K., 2004. Tumeric and Curcumin: Biological actions ans medicinal applications. Current Science. 87 (1) : 44 - 53. Araujo, C.A.C and L.L. Leon, 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Mem. Inst. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 96 (5) : 723 - 728. Shimoda K, Hamada H. Enzymatic synthesis and anti-allergic activities of curcumin oligosaccharides. Biochemistry Insights. 2010. 3: 1-5. Brondino N, Re S, Boldrini A, Cuccomarino A, Lanati N, Barale F, Politi P. Curcumin as a therapeutic agent in dementia: a mini systematic review of human studies. The Scientific World Journal. 2014. http://dx.doi. org/10.1155/2014/174282. Nurcholis W, Ambarsari L, Darusman LK. Curcuminoid contents, antioxidant and anti-inflammatory activities of Curcuma xanthorrhiza Roxb and Curcuma domestica Val promising lines from Sukabumi of Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Kimia UNESA, 2012. C284-92. Sahebkar A, Serban MC, Ursoniu S, Banach M. Effect of curcuminoids on oxidative stress: A systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Journal of Functional Foods. 2015. doi: 10.1016/j.jff.2015.01.005. Borra SK, Gurumurthy P, Mahendra J, Jayamathi KM, Cherian CN, Chand R. Antioxidant and free radical scavenging activity of curcumin determined by
using different in vitro and ex vivo models. J Med Plants Res. 2013. 7(36):2680-90. Bagad AS, Joseph JA, Bhaskaran N, Agarwal A. Comparative evaluation of antiinflammatory activity of curcuminoids, turmerones and aqueous extracts of Curcuma longa. Adv Pharmacol Sci. 2013. http://dx.doi.org/10.1155/2013/805756. Jiang JL, Jin XL, Zhang H, Su X, Qiao B, Yuan YJ. 2012. Identification of antitumor constituents in curcuminoids from Curcuma longa L. based on the composition–activity relationship. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 2012. 70: 664-70. Du Z, Liu R,Shao W, Mao X, Ma L, Gu L, Huang Z, Chan ASC. Α-Glucosidase inhibition of natural curcuminoids and curcumin analogs. Eur J Med Chem. 2005. 41(2):213-8. Dandekar dan Gaikar. 2002. Microwave Assisted Extraction Of Curcuminoids From Curcuma Longa. Separation Science and Technology. 37(11), 2669–2690. Swarnakar S and Paul S. Curcumin arrest endometriosis by downregulation of matrix metalloproteinase-9 activity. Indian J. Biochem. Biophys. 2009;46:59-65. Vogel H, Pelletier J. Curcumin-biological and medicinal properties. J Pharma. 1815;2:50. Lampe V, Milobedeska J. Studien über curcumin. Ber Dtsch Chem Ges. 1913;46: 2235e2240. Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. Bioavailability of curcumin: problems and promises. Mol Phar. 2007;4:807e818. Srivastava RM, Singh S, Dubey SK, Misra K, Khar A.
Immunomodulatory and therapeutic activity of curcumin. Inter Immunopharmacol 2011;11:331–41.
W. Thongchai, B. Liawruangrath, S. Liawruangrath, Flow injection analysis of total curcuminoids in turmeric and total antioxidant capacity using 2,2′-di- phenyl-1-picrylhydrazyl assay, Food Chem. 112 (2009) 494–499. Wang,
Y., Lu,
Z.X.,
microencapsulation
Lv,
F.X.,
Bie,
X.M.,
2009.
Study on
of curcumin pigments by spray drying.
Eur. Food Res. Tech. 229 (3), 391–396. Yang, K., Lin, L., Tseng, T., Wang, S., Tsai,
T., 2007. Oral
bioavailability of curcumin in rat and the herbal analysis from Curcuma longa by LC-MS/MS. J. Chromatogr. B 853, 183–189. Shaikh, J., Ankola, D.D., Beniwal, V., Singh, D., Ravi M.N.V.,
Kumar,
2009. Nanoparticle encapsulation improves oral
bioavailability of curcumin by at least 9-times when compared to curcuminadministered with piperine as absorption enhancer. Eur. J. Pharm. Sci. 37, 223–230. Lee KS, Lee HY, Choi GH, Chung MK, Lee HW, Kim YC, Kwon HR, Chae HJ. Curcumin and Curcuma longa L. extract ameliorate lipid accumulation through the regulation of reticulum redox and ER stress. Sci.
the endoplasmic
Rep.
2017;7:6513.
https://doi.org/10.1038/s41598-017-06872-y. E.-K.A, Elmansi AM, Shishtawy MMEl, Eissa LA. Hepatoprotective effect of curcumin on hepatocellular carcinoma through autophagic
and
apoptic pathways.
Ann.
Hepatol.
2017;16:607e18. https://doi.org/10.5604/01.3001.0010.0307. Guo S, Meng X, Yang X, Liu
X, Ou-Yang C, Liu
C. Curcumin
administration suppresses collagen synthesis in the hearts
of
rats with experimental dia- betes. Acta Pharmacol. Sin.
2018;39:195e204. https://doi.org/10.1038/ aps.2017.92. van der
Merwe C,
Westhuizen
van Dyk
HC,
Engelbrecht L,
FH, Kinnear C, Loos
rescues a PINK1
van
der
B, Bardien S. Curcumin
knock down SH-SY5Y cellular model of
Parkinson's disease from mitochondrial dysfunction and cell death.
Mol.
Neurobiol.
2017;54:2752e62.
https://doi.org/10.1007/ s12035-016-9843-0. Li
W,
Suwanwela NC,
Patumraj S.
Curcumin prevents
reperfusion injury following ischemic stroke in rats via inhibition
of
expression.
NF-kB, Mol.
ICAM-1, Med.
MMP-9 Rep.
and
caspase-3
2017;16:4710e20.
https://doi.org/10.3892/mmr.2017.7205. Griffiths K, Aggarwal BB, Singh RB, Buttar HS, Wilson D, De Meester F. Food antioxidants and their
anti-inflammatory
properties: a potential role in cardiovascular diseases and cancer
prevention.
Diseases
2016;4:28.
https://
doi.org/10.3390/diseases4030028. Fan Z, Yao J, Li Y, Hu X, Shao H, Tian X. Anti-inflammatory and antioxidant effects of curcumin on acute lung injury in a rodent
model
of
intestinal ischemia
reperfusion
by
inhibiting the pathway of NF-KB. Int. J. Clin. Exp. Pathol. 2015;8:3451e9. Montazeri
P-SY,
Zarghami
Mohaghegh
M,
N, Sadeghizadeh
M.
Panahi
A,
Khodi
Antiproliferative and
apoptotic effect of dendrosomal curcumin nanoformulation in P53 mutant and wide-type cancer cell
lines. Anti Canc.
Agents Med. Chem. 2017;17:662e73. G.S., Liu F, Yang Y, Zhao X, Fan Y, Ma W, Yang D, Yang A, Yu Y. Curcumin induced autophagy anticancer effects on human lung
adenocarcinoma
cell line
A549.
Oncol
Lett.
2017;14:2775e82. https://doi.org/10.3892/ ol.2017.6565. W.W, He B, Liu J, Xu Y, Zhao G. Synergistic anticancer effect of curcumin and chemotherapy regimen FP in human gastric cancer MGC803
cells.
Oncol
Lett.
2017;14:3387e94.
https://doi.org/10.3892/ol.2017.6627. Sylvester
WS,
activity
of
Son
R, Lew
KF, Rukayadi
Y. Antibacterial
java turmeric (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.)
extract against Klebsiella pneumo- niae isolated from several vegetables. Int. Food Res. J. 2015;22:1770e6. K.S, Lee
HJ, Jeong SH,
Chung KH,
photodynamic therapy with xanthorrhiza
extract
Kim
curcumin
against
BI. Antibacterial and
Streptococcus
Curcuma mutans.
Photodiagn. Photodyn. Ther. 2017;S1572e1000:30300e9. Trujillo J, Chirino YI, Molina-Jijo n E, Ande rica-Romero AC, Tapia E,
Pedraza-
Chaverrí
J.
Renoprotective
antioxidant curcumin: recent find- ings. 2013;1:448e56.
effect
of
Redox
the Biol.
https://doi.org/10.1016/
j.redox.2013.09.003. Panahi Y, Khalili N, Sahebi E, Namazi S, Reiner Z , Majeed M, Sahbekar A. Curcuminoids modify lipid profile in type 2 diabetes mellitus: a randomized controlled trial. Complement. Ther. Med. 2017;33:1e5. https://doi.org/10.1016/j.ctim.2017.05.006. Rashid K, Chowdhury S, Ghosh S, Sil PC. Curcumin attenuates oxidative stress induced NFkB mediated inflammation and endoplasmic splenocytes
reticulum in
diabetes.
depen-
dent
apoptosis
of
Biochem. Pharmacol. 2017;1:
140e55. https://doi.org/10.1016/j.bcp.2017.07.009. Castro CN, Barcala Tabarrozzi AE, Winnewisser J, Gimeno ML,
Antunica Noguerol M,
Liberman AC, Paz
DA,
Dewey RA,
Perone MJ. Curcumin ame- liorates autoimmune
diabetes.
Evidence in accelerated murine models of type 1 diabetes. Clin.
Exp.
Immunol.
2014;177:149e60.
https://doi.org/10.1111/cei.12322. N.-M.I, Noratiqah SB, Zulfarina MS, Qodriyah HM.
Natural
polyphenols in the treatment of Alzheimer's disease. Curr. Drug
Targets
2017.
https://doi.org/10.2174/1389450118666170328122527.
Joe, B.; M. Vijaykumar and B.R. Lokesh, 2004.Biological properties of curcumin-cellular and molecular mechanisms of action. Critical Review in Food Science and Nutrition 44 (2) : 97 - 112. Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U. and Banerjee, R.K., 2004. Tumeric and Curcumin : Biological actions ans medicinal applications.
Current
Science. 87 (1) : 44 - 53.
Araujo, C.A.C and L.L. Leon, 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Mem. Inst. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 96 (5) : 723 - 728.
Moorthi C, Kiran
K, Manavalan R, Kathiresan K. Preparation and
characterization of curcumin–piperine dual drug loaded nanoparticles. Asian Pac J Trop Biomed 2012;2:841–8.
Anand P, Kunnumakkara AB, Newman RA, Aggarwal BB. Bioavailability of curcumin: problems and promises. Mol Pharm 2007;4(6):807–18.
Yang R, Zhang S, Kong D, Gao X, Zhao Y, Wang Z. Biodegradable polymer–curcumin conjugate micelles enhance the loading and delivery of low-potency curcumin. Pharm Res 2012;29(12):3512–25.
Anand P,
Sundaram C,
Jhurani S, Kunnumakkara
AB, Aggarwal BB.
Curcumin and cancer: an ‘‘old-age’’ disease with an ‘‘age-old’’ solution. Cancer Lett 2008;267(1):133–64. Thangapazham RL, Sharma A, Maheshwari RK. Multiple molecular targets in cancer chemoprevention by curcumin. AAPS J 2006;8(3):443–9.
D.H. Liu, N. Zhang, Cancer chemotherapy with lipid-based nanocarriers, Crit. Rev. Ther. Drug. Carrier Syst. 27 (2010) 371–417.
Tiwari, R., Pathak, K., 2011. Nanostructured lipid carrier versus solid lipid nanoparticles
of
simvastatin:
Comparative
analysis
of
characteristics,
pharmacokinetics and tissue uptake, Int. J. Pharm. 415, 232-243.
Saedi A, Rostamizadeh K, Parsa M, Dalali N, Ahmadi N, Preparation and Characterization of Nanostructured Lipid Carriers as Drug Delivery System: Influence of Liquid Lipid Types on Loading and Cytotoxicity, Chemistry and Physics of Lipids (2018), https://doi.org/10.1016/j.chemphyslip.2018.09.007
Lis Nurrani, Julianus Kinho, Supratman Tabba.
(2014).
Active
Ingredients
and Their Toxicity of Several Forest Plant Species Indigenous from North Sulawesi Potential as Efficacious Medicine. Hal. 1 – 2
Miranti, Laili Fitri Yeni, Asriah Nurdini. (2014). Uji Potensi Anti Kanker Ekstrak
Biji Pinang Merah dan Implementasinya dalam Pembelajaran Mitosis. Hal. 1 – 2. Medelsohn, J. 2000. Prinsip Neoplasma. Didalam: Horrison Prinsip – prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4. Jakarta : Kedokteran EGC.
Duyff, Roberta L. 2006. Complete Food and Nutrition Guide. USA: American Dietetic Association
Krinke UB. 2005. Nutrition Through The Life Cycle. USA : Thomson & Wadsworth.
Corwin J, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Kedokteran EGC.
Escott, Sylvia. 2008. Nutrition and Diagnosis-Related Care. USA: Saunder Company. Price Sylvia A, Wilson L M. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses penyakit. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC.
Kurup, P.N.V., 1977. Studies on traditional Indian medicine, Handbook of Med. Plants vol. 1, Central Council for Research in Indian Medicine and Homoephaty, p.110 Srinivasan, K. R., 1953. Composition of Curcuma longa, J. Pharm. Pharmacol. 5, p. 448
Duvoix A, Blasius R, Delhalle S, Schnekenburger M, Morceau F, Henry E, Dicato M, Diederich M. (2005), Chemopreventive and therapeutic effect of kurkumin. Science Direct, Cancer Letter. P 181-190
Ajazudin, Saraf S. Applications of novel drug delivery system for herbal formulations. Fitoterapia. 2010.81(7):680-9 Delly Ramadon, Abdul Mun’im.2016. Pemanfaatan nanoteknologi dalam sistem penghantaran obat baru untuk produk bahan alam. Universitas Indonesia