Metode Mengetes Homogenitas Data Hujan-asli-2.docx

  • Uploaded by: Rizkika Utami
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Metode Mengetes Homogenitas Data Hujan-asli-2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,732
  • Pages: 16
ANALISIS BEBERAPA CARA PENGUJIAN KEPANGGAHAN DATA HUJAN Oleh: Sasmito

I.

Pengantar

Seperti diketahui bahwa data hujan pada suatu DAS dikumpulkan dengan cara mengadakan pengukuran besaran hujan di setasiun-setasiun hujan pada jaringan pengukuran hujan yang ada di DAS yang bersangkutan. Hasil pengukuran pada suatu setasiun hujan dimungkinan untuk dapat tidak panggah (inconsistent), hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Sri Harto (2009) penyebab ketidak-panggahan tersebut, antara lain: 1) 2) 3)

Alat ukur diganti dengan spesifikasi berbeda dengan alat sebelumnya, atau alatnya sama tetapi dipasang dengan aturan yang beda. Alat ukur dipindah dari lokasi semula, akan tetapi namanya tidak diubah misalnya karena masih dalam satu wilayah desa yang sama. Lingkungan di sekitar alat ukur berubah, misal semula dipasang di tempat yang ideal (sesuai dengan persyaratan pemasangan) kemudian selang beberapa waktu berubah karena ada bangunan atau pepohonan besar yang berdekatan.

Data hujan yang tidak panggah tersebut tidak bisa langsung dipakai, karena menurut Sri Harto (2009) data yang terekam berasal dari populasi yang berbeda. Oleh karena itu data tersebut harus dikoreksi lebih dulu. Beberapa cara pengujian kepanggahan data diuraikan pada uraian berikut ini.

II.

Beberapa cara pengujian kepanggahan

A.

Cara kurva masa ganda (double-mass curve)

Cara yang populer adalah double-mass curve atau kurva masa ganda yang dikembangkan oleh Searcy dan Hardison (Buishand, 1982). Ketidak-panggahan dapat diketahui dengan cara mengeplotkan besaran kumulatif hujan setasiun yang diuji terhadap besaran kumulatif hujan setasiun terdekat. Titik plot cenderung membentuk garis lurus apabila data panggah (consistent). Jika data tidak panggah maka garis lurus plot akan patah pada titik tertentu. Data yang tidak panggah ini harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum dipakai dengan mengalikan dengan faktor koreksi sebesar (Sri Harto, 2009): 𝑆

𝛼 = 𝑆1 2

(1) 1

Dengan:

Ξ± adalah faktor koreksi data yang tidak panggah S1 = landai sesudah perubahan S2 = landai sebelum perubahan

Menurut Sri Harto (2009), sebenarnya tidak ada ketentuan data mana yang dianggap benar, karena sebenarnya keduanya benar. Sehingga data sebelum atau sesudah perubahan dapat digunakan, asalkan sesuai dengan data lain yang dipakai untuk analisis. Perubahan landai tersebut dapat saja tidak nampak, apabila perubahan pada lingkungan sekitar alat ukur terjadi perlahan-lahan, sehingga kepanggahan data sulit untuk dideteksi. Cara kurva masa ganda masih mengundang pertanyaan karena data pada setasiun acuan (penguji) juga diragukan kepanggahannya. Untuk menghilangkan keraguan tersebut, maka digunakan cara statistik yang menguji kepanggahan data tanpa menggunakan data setasiun acuan, tetapi menggunakan data setasiun itu sendiri. Banyak cara yang ditemukan untuk pengujian dengan cara statistik, antara lain adalah Von Neumann Ratio, Cumulative Deviation, Rescaled Adjusted Partial Sums, Weighted Adjusted Partial Sums. Berikut ini diuraikan mengenai cara-cara tersebut (Sri Harto, 2009).

B.

Cara Statistik

Buishand (1982), membuat anggapan umum distribusi data sebagai joint distribusi Yi. Dalam hal ini Yi adalah stokastik bebas dan mempunyai distribusi normal. Meskipun begitu pengujian dapat diterapkan biarpun ketika terdapat sedikit perbedaan dari distribusi normal. Dalam hal ini sifat-sifat pengujian statistik digambarkan untuk kasus bahwa Yi adalah berdistribusi normal dengan rerata: 𝐸(π‘Œπ‘– ) = {

πœ‡, 𝑖 = 1, … … … . . π‘š πœ‡ + βˆ†, 𝑖 = π‘š + 1, … . , 𝑛

(2)

Dan varian: π‘£π‘Žπ‘Ÿ π‘Œπ‘– = πœŽπ‘Œ2 Model menganggap bahwa suatu perubahan pada besarnya rerata βˆ† terjadi setelah observasi m. B.1.

β€œVon Neuman ratio” Cara Von Neuman ratio didefiniskan dengan:

2

𝑛 2 Μ… 2 𝑁 = βˆ‘π‘›βˆ’1 𝑖=1 ( π‘Œπ‘– βˆ’ π‘Œπ‘–+1 ) / βˆ‘π‘–=1(π‘Œπ‘– βˆ’ π‘Œ)

(2)

Dengan π‘ŒΜ… adalah rerata dari Yi. Jika nilai N = 2 maka deret data tersebut panggah, jika nilai N < 2 maka data tersebut tidak panggah.

B.2.

β€œCumulative Deviattion” (Adjusted Partial Sums)

Cara Cumulative Deviation ditunjukkan dengan nilai kumulatif penyimpangannya terhadap nilai rerata (mean) dengan persamaan: 𝑆0βˆ— = 0; π‘†π‘˜βˆ— = βˆ‘π‘˜π‘–=1(π‘Œπ‘– βˆ’ π‘ŒΜ…), π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘˜ = 1,2, … … . . , 𝑛

(3)

Memperhatikan persamaan (3) tersebut, nmpak apabila nilai βˆ† < 0, maka nilai π‘†π‘˜βˆ— akan bernilai positif sedangkan kalau βˆ† > 0 maka π‘†π‘˜βˆ— bernilai negatif. Dengan membagi π‘†π‘˜βˆ— dengan deviasi standar, diperoleh apa yang disebut β€œRescaled Adjusted Partial Sums” (RAPS). π‘†π‘˜βˆ—βˆ— =

π‘†π‘˜βˆ—

(4)

𝐷𝑦

Dengan 𝐷𝑦2 = βˆ‘π‘›π‘–=1

(π‘Œπ‘– βˆ’ π‘ŒΜ…)2 𝑛

Statitistik yang dapat digunakan sebagai alat penguji kepanggahannya adalah: 𝑄 = max|π‘†π‘˜βˆ—βˆ— |

(5)

Atau nilai Range: 𝑅 = max π‘†π‘˜βˆ—βˆ— βˆ’ min π‘†π‘˜βˆ—βˆ—

(6)

Nilai kritik Q dan R disajikan pada table 1.

3

Tabel 1. Nilai kritik Q dan R

n 90% 1,05 1,10 1,12 1,13 1,14 1,17 1,22

10 20 30 40 50 100 ∞ B.3.

Q/√n 95% 1,14 1,22 1,24 1,26 1,27 1,29 1,36

99% 1,29 1,42 1,46 1,50 1,52 1,55 1,63

90% 1,21 1,34 1,40 1,42 1,44 1,50 1,62

R/√n 95% 1,28 1,43 1,50 1,53 1,55 1,62 1,75

99% 1,38 1,60 1,70 1,74 1,78 1,86 2,00

Worsley’s Likehood Ratio Test

Memperhatikan kembali persamaan (2), pengujian dapat dialakukan dengan statistik W, yaitu: π‘Š = max |π‘‘π‘˜ |

(7)

1β‰€π‘˜β‰€π‘›βˆ’1

Dengan |π‘‘π‘˜ | adalah statistik Student’s untuk data k pertama dan (n-k) berikutnya. Hubungan dengan β€˜adusted partial sums’ adalah: π‘π‘˜βˆ— = [π‘˜(𝑛 βˆ’ π‘˜)]βˆ’0,5 π‘†π‘˜βˆ— dengan k =1, ….. , n-1

(8)

Weight Rescaled Adjusted Partial Sums (WRAPS) adalah π‘π‘˜βˆ— . π‘π‘˜βˆ—βˆ— =

π‘π‘˜βˆ—

(9)

𝐷𝑦

Dengan penjabaran ditetapkan: 𝑉=

max |π‘π‘˜βˆ—βˆ— |

1β‰€π‘˜β‰€π‘›βˆ’1

(10) Maka : π‘Š = (𝑛 βˆ’ 2)0,5

𝑉 (1βˆ’π‘£)0,5

(11)

Dengan demikian maka Worsley (Buishand, 1982) menetapkan bahwa uji V sama dengan uji W. Uji W ditetapkan dengan tabel 2. Koreksi dilakukan dengan menyadari adanya perbedaan antara nilai rerata (mean). 4

Tabel 2. Statistik W

n

Persen 0

3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 25 30 35 40 45 50

90 95 Exact Percentage Point 0,58 12,71 25,45 0,52 5,34 7,65 0,47 4,18 5,39 0,44 3,73 4,60 0,41 3,46 4,20 0,39 3,32 3,95 0,37 3,21 3,78 0,36 3,14 3,66 Approximate Percentage Points From Simulation 0,30 2,97 3,36 0,36 2,90 3,28 0,24 2,89 3,23 0,22 2,86 3,19 0,20 2,88 3,21 0,19 2,88 3,17 0,18 2,86 3,18 0,17 2,87 3,16

βˆ†Μ‚π‘š = π‘ŒΜ…π‘›βˆ’π‘š βˆ’ π‘ŒΜ…π‘š

99 127,32 17,28 9,46 7,17 6,14 5,56 5,19 4,93 4,32 4,13 3,94 3,86 3,87 3,77 3,79 3,79

(12)

Dengan π‘ŒΜ…π‘š adalah rerata dari bagian deret pertama dan π‘ŒΜ…π‘›βˆ’π‘š adalah rerata deret berikutnya. Besaran ini memberikan perkiraan perubahan secara proporsional (Buishand, 1999). Nilai βˆ†Μ‚π‘š dapat diturunkan langsung dari penggambaran kumulatif terdahulu, dan menghasilkan: 𝑛 𝑛 βˆ— βˆ—βˆ— βˆ†Μ‚π‘š = βˆ’ π‘š(π‘›βˆ’π‘š) π‘†π‘š = βˆ’ π‘š(π‘›βˆ’π‘š) 𝐷𝑦 π‘†π‘š

B.4.

(13)

Prosedur Bayesian

Prosedur Bayesian (Bayesian Procedure) dikembangkan oleh Chernof dan Zaks serta Gardner (Buishand, 1982). Apabila varian πœŽπ‘¦2 diketahui, maka statistik Grdner adalah: βˆ—

π‘†π‘˜ 𝐺̃ = βˆ‘π‘›βˆ’1 π‘˜=1 Ξ‘π‘˜ (𝜎 ) 𝑦

2

(14) 5

Dengan Ξ‘π‘˜ adalah probabilitas sebelum terjadinya loncatan pada observasi ke k. Apabila Ξ‘π‘˜ tidak tergantung k, maka statistik U:

π‘ˆ=

1 𝑛(𝑛+1)

βˆ—βˆ— 2 βˆ‘π‘›βˆ’1 π‘˜=1(π‘†π‘˜ )

(14)

Dan apabila Ξ‘π‘˜ proporsional terhadap

1 π‘˜(π‘›βˆ’π‘˜)

maka diperoleh statistik A:

βˆ—βˆ— 2 𝐴 = βˆ‘π‘›βˆ’1 π‘˜=1(π‘π‘˜ )

(15)

Statistik A disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Statistik U dan A

n 10 20 30 40 50 100 ∞

90% 0,336 0,343 0,344 0,341 0,342 0,341 0,347

U 95% 0,414 0,447 0,444 0,448 0,452 0,457 0,461

99% 0,575 0,662 0,691 0,693 0,718 0,712 0,743

90% 1,90 1,93 1,92 1,91 1,92 1,92 1,93

A 95% 2,31 2,44 2,42 2,44 2,48 2,48 2,49

99% 3,14 3,50 3,70 3,66 3,78 3,82 3,86

Dari cara-cara pengujian kepanggahan data tersebut di atas ditunjukkan kekuatan masingmasing statistik, secara umum terdapat catatan sebagai berikut: 1)

2)

Pengujian dengan RAPS (statistik Q) lebih baik apabila terjadinya perubahan kirakira di tengah-tengah deret data yang digunakan, sedang untuk kasus ini statistik W (pengujian dengan WAPS) tidak beunjuk kera baik. Sebaliknya apabila terjadinya perubahan kepanggahan kira-kira di bagian awal dan atau bagian akhir deret data, maka unjuk kerja statistik W lebih baik. 6

III.

Daftar Pustaka

Buishand, T.A., 1982, Some Methods for Testing the Homogeneity of Rainfall Records, Journal of Hydrology, Vol. 8, 1982. Sri Harto, 1989, Beberapa Cara Pengujian Kepanggahan Data Hujan, Makalah Seminar Hidraulika dan Hidrologi unttuk Perancangan, PAU-IT UGM, 6-7 November 1989. Sri Harto, 2009, Hidrologi: Teori Masalah dan Penyelesaian, Nafiri Offset, Yogyakarta

IV.

Aplikasi

A.

Soal:

Diketahui data hujan tahunan pada setasiun A, B, C, D, E, diminta untuk menguji kepanggahan data setasiun A dengan cara kurva masa ganda dan dengan cara statistik. Tabel 4. Data kedalaman hujan Stasiun A, B, C, D, dan E Tahun

Kedalaman hujan (mm) Sta. A

Sta. B

Sta. C

Sta. D

Sta. E

1985

1314

1495

1228

1828

1590

1986

1123

1235

1640

1541

1583

1987

1341

1680

1618

1931

1681

1988

1183

1597

1300

1386

1656

1989

950

1453

1469

1805

1262

1990

2336

1465

2494

2131

2222

1991

1850

1545

1914

1603

1925

1992

1214

1076

1310

1183

1594

1993

1871

1298

1445

1667

1816

1994

1523

1663

1229

1925

1796

1995

1713

1253

1416

1579

1306

1996

1517

1766

1567

1765

1835

1997

2027

2025

1731

1558

1842

1998

1874

1644

1994

1663

1991

1999

2021

1561

1915

1987

1891

2000

1375

1378

1286

1277

1483

7

B.

Jawab:

1.

Cara Kurva masa ganda Pertama kali dibuat tabel untuk menentukan kumulatif stasiun A, dan kumulatif rerata stasiun B, C, D, E. sperti tabel 5 berikut.

Tabel 5. Perhitungan kumulatif hujan pada setasiun A dan kumkulatif rerata hujan setasiun B,C,D,E

Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

A 1314 1123 1341 1183 950 2336 1850 1214 1871 1523 1713 1517 2027 1874 2021 1375

B 1495 1235 1680 1597 1453 1465 1545 1076 1298 1663 1253 1766 2025 1644 1561 1378

Hujan tahunan (mm) C D 1228 1828 1640 1541 1618 1931 1300 1386 1469 1805 2494 2131 1914 1603 1310 1183 1445 1667 1229 1925 1416 1579 1567 1765 1731 1558 1994 1663 1915 1987 1286 1277

E 1590 1583 1681 1656 1262 2222 1925 1594 1816 1796 1306 1835 1842 1991 1891 1483

Rerata B,C,D,E 1535 1500 1728 1485 1497 2078 1747 1291 1557 1653 1389 1733 1789 1823 1839 1356

Kumul A 1314 2437 3778 4961 5911 8247 10097 11311 13182 14705 16418 17935 19962 21836 23857 25232

kumul rrt B,C,D,E 1535 3035 4763 6247 7745 9823 11569 12860 14417 16070 17458 19192 20981 22804 24642 25998

Selanjutnhya dibuat grafik hubungan antara kumulatif hujan setasiun A versus kumulatif rerata hujan setasiun B, C, D, E, sehingga menghasilkan grafik pada gambar 1.

8

30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

Kumulatif B,C,D,E

Gambar 1. Kurva masa ganda Setasiun A terhadap Setasiun B,C,D,E

Dari gambar 1. Kurva masa ganda, terlihat bahwa garis plot patah pada suatu titik yang menunjukkan tahun 1989. Berarti telah terjadi perubahan pada pengukuran data hujan pada saat tersebut. Oleh karena itu data hujan menjadi tidak panggah, untuk itu data sebelum terjadi perubahan perlu dikoreksi dengan faktor kreksi sebesar: S1 = 0,94 S2 = 1,28 Faktor koreksi data setasiun A = 0,95/1,28 = 0,73 Sehingga data hujan sebelum dari tahun 1985 sampai dengan 1989 dikoreksi dengan faktor 0,73, menghasilkan data seperti tabel 4.

9

Tabel 6. Data hujan setasiun A setelah dikoreksi

Tahun

seblm kor ssdah kor

Hujan tahunan (mm)

A

A

B

C

D

E

1985

1314

1800

1495

1228

1828

1590

1986

1123

1538

1235

1640

1541

1583

1987

1341

1837

1680

1618

1931

1681

1988

1183

1621

1597

1300

1386

1656

1989

950

1301

1453

1469

1805

1262

1990

2336

2336

1465

2494

2131

2222

1991

1850

1850

1545

1914

1603

1925

1992

1214

1214

1076

1310

1183

1594

1993

1871

1871

1298

1445

1667

1816

1994

1523

1523

1663

1229

1925

1796

1995

1713

1713

1253

1416

1579

1306

1996

1517

1517

1766

1567

1765

1835

1997

2027

2027

2025

1731

1558

1842

1998

1874

1874

1644

1994

1663

1991

1999

2021

2021

1561

1915

1987

1891

2000

1375

1375

1378

1286

1277

1483

Setelah diadakan koreksi terhadap setasiun A, kemudian kumulatif hujan setasiun A diplotkan lagi ke grafik semula, sehingga menghasilkan grafik pada gambar 2.

10

30000

25000

20000

15000

10000

5000

0 0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

Kumulatif B,C,D,E

Gambar 2. Kurva masa ganda Setasiun A terhadap Setasiun B,C,D,E setelah dikoreksi

Dari gambar 2, Nampak bahwa setelah diadakan koreksi pada data sebelum terjadi perubahan maka kurva menjadi lurus. Sehingga disimpulkan setelah dikoreksi data menjadi panggah.

11

2.

Pengujian kepanggahan data hujan setasiun A dengan cara Statistik (RAPS)

a)

Pengujian stasiun A Dihitung nilai Sk* dengan rumus (3), dan nilai Sk** dengan rumus (4), yang hasilnya ditampilkan pada tabel 7. Tabel 7. Hasil hitungan Sk* dan Sk**

Tahun

P (mm) setasiun A

Sk*

Sk**

|Sk**|

1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

1314 1123 1341 1183 950 2336 1850 1214 1871 1523 1713 1517 2027 1874 2021 1375

-263 -717 -953 -1347 -1974 -1215 -942 -1305 -1011 -1065 -929 -989 -539 -242 202 0

-0.69 -1.89 -2.51 -3.55 -5.20 -3.20 -2.48 -3.44 -2.66 -2.80 -2.44 -2.60 -1.42 -0.63 0.53 0

0.69 1.89 2.51 3.55 5.20 3.20 2.48 3.44 2.66 2.80 2.44 2.60 1.42 0.63 0.53 0

Q = maks | Sk**| = 5.20 Q/√n = 5.20/4 = 1.30

> tabel 1 (95%) Q/√n = 1.19

R = max Sk** - min Sk** = 0.53 +5.20 = 5.73 R/√n = 5.73/4 =1.43 > tabel 1 (95%) = 1.37 Jadi data tersebut tidak panggah, harus diadakan koreksi sebelum diapakai untuk analisis. 12

Koreksi data hujan dengan cara statistik (Buishand, 2010) Koreksi data yang tidak panggah dengan cara statistik dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: ο‚·

Plotkan hubungan antara adjusted partial sums (misalnya |Sk**|) dengan tahun pada suatu grafik. Tentukan titik perubahan kurva. Tentukan m1 dan m2 adalah mean (nilai rerata) data sebelum dan sesudah titik

ο‚· ο‚·

perubahan kurva. Tentukan d = m2 – m1, d adalah besaran ketidak-panggahan data. Cara mengoreksi ketidak-panggahan data adalah mengalikan data hujan sebelum terjadi perubahan dengan faktor pengali sebesar (1 + d/M1). M1 adalah nilai rerata (mean) data sebelum terjadi perubahan, dengan catatan bahwa M1 adalah nilai rerata tak bersyarat (unconditional), sedangkan m1 adalah nilai rerata seri data yang dikurangi.

ο‚· ο‚·

6.00

5.00 4.00

|Sk**|

b)

3.00 2.00 1.00 0.00 1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

Tahun

Gambar 3. Hubungan |Sk**| versus tahun kejadian pada setasiun A

Dari gambar 3, terlihat bahwa terjadi perubahan kurva pada tahun 1989. Berdasarkan titik perubahan tersebut kemudian dihitung nilai m1, m2, d, dan M1. 13

m1 = 1240 m2 = 1689 d = m2 – m1 = 449 M1 = 1577 Sehingga faktor koreksi = (1 + d/M1) = (1 + 449/1577) = 1.28. Data setasiun A sebelum titik perubahan dikalikan dengan faktor koreksi, maka menghasilkan data koreksi seperti tabel 8.

Tabel 8. Data setasiun A setelah dikoreksi Tahun

1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Setasiun A Stasiun A sebelum koreksi setalah koreksi 1314 1123 1341 1183 950 2336 1850 1214 1871 1523 1713 1517 2027 1874 2021 1375

1681.92 1437.44 1716.48 1514.24 950.00 2336.00 1850.00 1214.00 1871.00 1523.00 1713.00 1517.00 2027.00 1874.00 2021.00 1375.00

14

Hasil koreksi kemudian diuji dengan kurva masa ganda dan RAF. Dari tabel 8, maka dapat dibuat kurva masa ganda seperti gambar 4 berikut.

30000

Kumulatif Sta A (mm)

25000 20000 15000 10000 5000 0 0.00

5000.00

10000.00

15000.00

20000.00

25000.00

30000.00

Kumulatif Sta. B, C, D, E

Gambar 4. Kurva masa ganda Setasiun A terhadap Setasiun B,C,D,E setelah dikoreksi dengan cara statistik.

Dari gambar 4, terlihat bahwa kurva menunjukkan garis lurus, sehingga disimpulkan data setasiun A setelah dikoreksi dengan cara statistik (Buishand, 2010) menjadi data yang panggah.

15

Pengujian dengan cara RAF menghasilkan besaran seperti tabel 9 berikut.

Tabel 9. Besaran Sk*, Sk**, dan |Sk**|

Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Sta. Setelah dikoreksi 1681.92 1437.44 1716.48 1514.24 950.00 2336.00 1850.00 1214.00 1871.00 1523.00 1713.00 1517.00 2027.00 1874.00 2021.00 1375.00

Q = max |Sk**| = 3.08

Sk*

Sk**

|Sk**|

18.10

0.055

0.055

-208.28

-0.630

0.630

-155.61

-0.471

0.471

-305.19

-0.923

0.923

-1019.01

-3.082

3.082

-346.83

-1.049

1.049

-160.65

-0.486

0.486

-610.46

-1.846

1.846

-403.28

-1.220

1.220

-544.10

-1.646

1.646

-494.92

-1.497

1.497

-641.74

-1.941

1.941

-278.55

-0.843

0.843

-68.37

-0.207

0.207

288.81

0.874

0.874

-0.01

0.000

0.000

οƒ 

Q/√n = 3.08/√16 = 0.77 < tabel (1.19)

οƒ 

R/√n = 3.96/√16 = 0.99 < tabel (1.37)

R = max Sk** - min Sk** = 0.87 – ( -3.08) = 3.96

Jadi data setasiun A setelah dikoreksi dengan cara statistik menjadi data yang panggah.

16

Related Documents


More Documents from "janikekbarek"