Metlit-1610112183-wielungga A..docx

  • Uploaded by: Wielungga Arja Pratama
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Metlit-1610112183-wielungga A..docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,833
  • Pages: 21
MERINGKAS JURNAL LOKAL BIDANG AKUNTANSI

WIELUNGGA ARJAPRATAMA 1610112183 LOKAL B

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2019

DAMPAK PENERAPAN PSAK 10 (REVISI 2010) MENGENAI PENGARUH PERUBAHAN KURS VALUTA ASING TERHADAP DAYA INFORMATIF LABA Nama Peneliti

: 1. Dianwicaksih Arieftiara 2. Merlyana Dwinda Yanthi

Tahun Penelitian

: 2017

Hasil Penelitian

:

I. RESEARCH ISSUE 1. Tujuan Penelitian Untuk menginvestigasi konsekuensi penerapan PSAK No. 10 (Revisi 2010) mengenai pengaruh perubahan kurs valuta asing terhadap daya informatif laba (earnings informativeness). 2. Motivasi Riset Sejak 1 Januari 2012, PSAK No. 10 (Revisi 2010) mulai diberlakukan. PSAK ini mensyaratkan bahwa mata uang fungsional (functional currency) akan digunakan untuk mengukur semua transaksi dan dapat pula menjadi mata uang penyajian (presentation currency) meskipun mata uang penyajiannya dapat berbeda dengan mata uang fungsional. Sebelum revisi 2010, yaitu pada PSAK No. 10 (1994), mata uang pengukuran dan penyajian adalah menggunakan Rupiah, dimana entitas dapat menggunakan mata uang selain Rupiah jika mata uang tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional (PSAK No. 10). Penerapan PSAK No. 10 (Revisi 2010) ini jelas membawa perubahan yang besar pada entitas yang sebelumnya memiliki mata uang fungsional yang berbeda dengan mata uang pelaporan karena entitas tersebut mengukur dan mencatat semua transaksi menggunakan mata uang fungsional. Mata uang di luar mata uang fungsional akan dianggap sebagai mata uang asing sehingga apabila entitas melakukan transaksi dalam mata uang asing, maka wajib untuk

ditranslasikan ke dalam mata uang fungsional pada saat pengukurannya. Pada saat pengukuran transaksi, keuntungan (atau kerugian) yang diakibatkan perubahan kurs mata uang asing tersebut diakui sebagai laba (atau rugi) dalam laporan laba rugi komprehensif. 3. Manfaat / Kontribusi Kontribusi dari penelitian ini adalah merupakan penelitian pertama yang fokus menganalisis dampak penerapan PSAK No. 10 (Revisi 2010) mengenai perubahan nilai tukar valuta asing terhadap daya informatif laba. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi menambah literatur dan bukti empiris (khususnya konteks di Indonesia) mengenai pengaruh perubahan standar akuntansi terhadap aspek pasar modal, yaitu menyediakan bukti dampaknya pada daya informatif laba (earnings informativeness) yang diukur menggunakan Earnings Response Coefficient (ERC). Kontribusi lain adalah investor dapat mempertimbangkan apakah makin meyakini atau tidak laporan laba untuk mengambil keputusan investasi berdasarkan bukti penelitian ini terkait daya informatif laba.

II. TEORI & HIPOTESIS 1. Teori Keagenan Dalam teori agensi yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976), perusahaan merupakan sekumpulan kontrak, dimana manajer sebagai agen berusaha untuk memenuhi hubungan kontraktual dengan pemegang saham sebagai prinsipal melalui pengelolaan perusahaan dengan sebaikbaiknya, berusaha mencapai tujuan perusahaan jangka panjang, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham.

2. Laporan Keuangan dan Pedoman Penyusunannya

Laporan keuangan merupakan catatan seluruh informasi keuangan perusahaan yang merupakan rekaman dari seluruh aktivitas manajer atas pengelolaan perusahaan. Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dan pengambilan keputusan ekonomi (Suwardjono 2014). Laporan keuangan ini juga merupakan pertangungjawaban manajer sebagai agen dari pemegang saham atas pengelolaan perusahaan yang telah dilakukan selama satu tahun. Laporan keuangan harus dibuat berdasarkan pedoman dan standar penyusunan yang berlaku, di Indonesia pedoman yang dianut adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

3. Pokok-Pokok Perubahan dalam PSAK No. 10 (Revisi 2010) Standar ini mengatur bahwa perusahaan harus mengidentifikasi mata uang fungsionalnya. Mata uang fungsional merupakan mata uang pada lingkungan ekonomi utama di mana entitas beroperasi. Lingkungan ekonomi utama di mana entitas beroperasi adalah lingkungan entitas tersebut utamanya menghasilkan dan mengeluarkan kas. Mata uang fungsional ini akan menjadi mata uang pelaporan (mata uang yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan perusahaan).

III.

METODE PENELITIAN 1.

Pendakatan Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pengujian empiris. Dilihat dari tujuan penelitian, maka jenis penelitian ini dapat dikategorikan dalam penelitian kausal. Penelitian kausal menggambarkan suatu variabel dipengaruhi oleh satu atau beberapa variabel yang lain (Cooper et al. 2006). Untuk mencapai tujuan penelitian, metode yang digunakan adalah teknik uji regresi linear berganda data panel.

2.

Pengambilan Sampling dan Sumber Data

Metode pemilihan sampel adalah purposive sampling, yaitu perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan terbuka yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010 sampai 2013, dengan kriteria memiliki kelengkapan seluruh data penelitian. Penerapan perubahan PSAK No. 10 (Revisi 2010) adalah sejak 1 Januari 2012 sehingga laporan keuangan tahun 2012 telah disusun dengan menerapkan perubahan PSAK ini. Untuk konsistensi (keseimbangan) jumlah observasi sebelum dan setelah penerapan PSAK No. 10 (Revisi 2010), maka dipilih tahun 2010 sebagai awal observasi dan 2013 sebagai tahun terakhir. Dengan demikian, jumlah periode penelitian adalah 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah penerapan PSAK No. 10 (Revisi 2010). 3. Model Empiris Rit = α + β1 CONVERTING + β2 POSTt + β3 ΔEit + β4 CONVERTING * ΔEit + β5 POST * ΔEit + β6 CONVERTING * POSTt + β7 CONVERTING * POSTt * ΔEit + γ0 CTRLit + γ1 CTRLit * ΔEit + eit Keterangan: 

Rit : return saham perusahaan i tahun ke t



CONVERTING : variabel indikator yang bernilai 1 jika perusahaan memiliki

akun

pendapatan

komprehensif

lain

(Other

Comprehensive Income/ OCI) terkait selisih kurs karena melakukan translasi mata uang asing akibat adanya perubahan mata uang fungsional 

POST : variabel indikator yang bernilai 1 untuk periode 2012 dan 2013 (setelah pemberlakuan efektif PSAK No. 10 Revisi 2010) dan bernilai 0 jika yang lainnya



∆Eit : perubahan laba tahunan merupakan perubahan pada laba sebelum pos luar biasa dari tahun t-1 sampai tahun ke t untuk perusahaan i, diskalakan dengan nilai pasar saham pada akhir tahun t-1



CTRLit : variabel kontrol, mengikuti Ettredge et al. (2005) dan Basu (1997), terdiri dari (1) ukuran perusahaan (SIZE), diukur dari

logaritma natural dari total aset; (2) pertumbuhan perusahaan (MBVE), diukur menggunakan ratio antara market value of common equity terhadap book value of common equity; dan (3) ketepatan waktu pelaporan laba (timely of earnings) yang diukur menggunakan variabel dummy SIGN, bernilai 1 jika perusahaan memiliki return negatif, 0 untuk yang lain 

IV.

e : error (variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model)

HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan perubahan PSAK No. 10 (Revisi 2010) dapat meningkatkan level daya informatif laba perusahaan dibandingkan sebelum penerapan. Hasil penelitian ini menyediakan bukti empiris dampak penerapan PSAK No. 10 (Revisi 2010) terhadap daya informatif laba. Melalui bukti penelitian ini, diharapkan respon pemegang saham/investor atas laporan laba perusahaan semakin positif karena kandungan informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan menjadi semakin relevan dalam mendukung keputusan investor sehingga akan terhindar dari keputusan investasi yang salah. Pada akhirnya diharapkan memberikan dampak positif terhadap perdagangan saham.

V.

IMPLIKASI, KETERBATASAN, SARAN

Hasil ini memberikan implikasi bagi manajer perusahaan, yaitu perubahan standar akuntansi terkait PSAK No. 10 (Revisi 2010) berdampak positif terhadap daya informatif laba, ini artinya manajer harus benar-benar mempertimbangkan adanya konsekuensi perbedaan kurs nilai tukar

mata uang asing sebelum memutuskan untuk melakukan transaksi, baik impor barang maupun transaksi lain yang berkaitan dengan translasi nilai tukar mata uang asing, serta memutuskan dengan sebaik-baiknya mata uang fungsionalnya karena akan berpengaruh terhadap pelaporan keuangannya khususnya pada daya informatif laba.

PENGARUH EFEKTIVITAS KOMITE AUDIT TERHADAP FINANCIAL DIDTRESS (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA, MALAYSIA, DAN SINGAPURA PERIODE 2014-2015) Nama Peneliti : 1. Evi rahmawati 2. Prasetya Herlambang Tahun Penelitian

: 2018

Hasil Penelitian

:

I. Research Issue 1. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas Komite Audit ketika suatu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Malaysia, dan Singapura mengalami Financial Distress.

2. Motivasi Riset Berkaitan dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 atau yang bisa disebut dengan ASEAN Economic Community (AEC) adalah sebuah integrasi ekonomi yang dilakukan oleh Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dalam rangka dibukanya perdagangan bebas antar negara-negara yang ada di Asia Tenggara membuat financial distress menjadi topik menarik untuk diteliti. Financial distress merupakan kondisi sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan, sehingga biasanya financial distress akan menarik jika diteliti saat ada gejolak ekonomi global. Menurut Platt dan Platt (2002) financial distress didefinisikan sebagai penurunan kondisi keuangan pada perusahaan yang terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi. Financial distress dimulai dari tahap likuiditas yang merupakan tahap awal financial distress yang masih ringan sampai financial distress yang paling berat yaitu kebangkrutan. Kondisi-kondisi

yang

menyebabkan

terjadinya

permasalahan

keuangan yang mungkin menimpa perusahaan. Skandal kasus PT Kimia Farma, Bank Lippo, dan PT Indofarma merupakan contoh lemahnya

penerapan corporate governance di Indonesia. Begitupun di Malaysia yang terjadi pada perusahaan Transmile. Perusahaan real estate terkenal di Singapura juga dinyatakan bersalah karena terbukti gagal untuk memberikan peringatan kepada manajemen perusahaan tersebut tentang adanya kecurangan yang dilakukan oleh mantan manajer keuangannya yang tidak menyetorkan uang perusahaan ke bank yang ditunjuk Sarbanes Oxley Act atau SOX membawa perbaikan lebih lanjut dalam lingkungan tata kelola perusahaan dengan komite audit yang secara substansial lebih aktif dan rajin juga memiliki keahlian yang lebih besar dan kekuatan untuk memenuhi tanggung jawab yang luas.

3. Manfaat / Kontribusi Financial distress juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya fraud atau sebuah tindakan penipuan atau kecurangan. Aulia dan Fitriany (2013) menjelaskan jika fraud dapat dilakukan dengan memanipulasi laporan keuangan, menyalahgunakan aktiva, bahkan dengan cara korupsi. Aulia dan Fitriany (2013) juga menemukan bahwa fraud lebih cenderung ditemukan pada perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Sehingga financial distress di sini akan digunakan sebagai pengukuran fraud karena perusahaan yang mengalami kebangkrutan memiliki indikasi yang lebih besar melakukan kecurangan. Meskipun tidak semua perusahaan yang melakukan fraud mengalami kebangkrutan tetapi kondisi perusahaan itulah yang dapat mempengaruhi terjadinya fraud.

II. Teori & Hipotesis 1. Jumlah Komite Audit terhadap Financial Distress Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nuresa (2013) dan juga Kristanti (2012) menunjukkan jika ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress. Dimana komite audit akan lebih efektif jika memiliki jumlah

yang banyak karena tentunya masalah-masalah akan terselesaikan lebih mudah dengan adanya latar belakang pengalaman dan pendidikan yang berbeda beda dari masing-masing anggota. Penelitian Choy, et al. (2011) yang dilakukan di Malaysia juga menjelaskan jika terdapat pengaruh ukuran komite audit terhadap financial distress. Hal ini akan menciptakan komite audit yang efektif untuk memantau dan mengendalikan kegiatan yang dilakukan perusahaan agar tidak menyimpang. Sehingga dengan banyaknya jumlah anggota yang dimiliki komite audit dapat memberikan pengendalian untuk pengambilan kebijakan dan mengurangi resiko permasalahan keuangan. Berdasarkan argumen diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1a : Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Indonesia H1b : Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Malaysia H1c : Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Singapura

2. Pengaruh Independensi Komite Audit terhadap Financial Distress Penelitian yang dilakukan oleh Nuresa (2013) dan Kristanti (2012) menunjukkan jika independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress. Penelitian Choy, et al. (2011) juga menjelaskan jika terdapat pengaruh independensi komite audit terhadap financial distress. Dengan adanya independensi komite audit diharapkan apa yang dilaporkan dan direkomendasikan oleh komite audit dilakukan secara adil dan objektif. Sehingga kepercayaan investor akan meningkat bahkan akan ada ketertarikan investor baru yang akan memberikan modalnya pada perusahaan sehingga perusahaan terhindar dari permasalahan keuangan. Berdasarkan argumen diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2a : Independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Indonesia. H2b : Independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Malaysia.

H2c : Independensi komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Singapura.

3. Pengaruh Frekuensi Pertemuan Komite Audit terhadap Financial Distress Dari penelitian yang dilakukan oleh Nuresa (2013) dan juga Kristanti (2012) menunjukkan jika frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress. Penelitian Choy, et al. (2011) juga menjelaskan jika terdapat pengaruh frekuensi pertemuan komite audit terhadap financial distress. Dengan pertemuan yang lebih sering dilakukan oleh komite audit maka dalam membahas kinerja perusahaan akan lebih baik dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan. Aktivitas perusahaan yang dilakukan secara terus menerus tentunya akan lebih mudah dikendalikan dan masalah akan mudah ditemukan serta diselesaikan. Sehingga mekanisme pengawasan dan pemantauan yang dilakukan komite audit akan lebih efektif. Dengan adanya efektifitas pengawasan dan pemantauan maka kemungkinan perusahaan terkena financial distress akan lebih kecil. Berdasarkan argumen diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3a : Frekuensi rapat komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Indonesia H3b : Frekuensi rapat komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Malaysia H3c : Frekuensi rapat komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Singapura

4. Pengaruh Pengetahuan Keuangan Komite Audit terhadap Financial Distress Penelitian yang dilakukan oleh Nuresa (2013) dan Kristanti (2012) menunjukkan jika pengetahuan keuangan komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress. Dengan adanya komite audit yang memiliki pengetahuan

tentang

keuangan

diharapkan

dapat

memiliki

standar

akuntabilitas yang tinggi. Komite audit akan memberikan kompetensi dan kinerja yang baik bagi perusahaan terutama dalam mengontrol dan melakukan

pengawasan. Sehingga dengan kompetensi latar belakang keuangan yang dimiliki komite audit akan menciptakan kinerja perusahaan yang lebih baik dan menghindarkan dari resiko terkena financial distress. Berdasarkan argumen diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4a : Keahlian keuangna anggota komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Indonesia H4b : Keahlian keuangan anggota komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Malaysia H4c : Keahlian keuangan anggota komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress di Singapura

5. Rasio Likuiditas terhadap Financial Distress Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hanifah (2013) menunjukkan hasil bahwa current ratio memiliki pengaruh positif untuk memprediksi financial distress pada perusahaan. Tingkat likuiditas yang semakin tinggi berarti perusahaan memiliki tingkat pengembalian hutang yang lambat. Sehingga semakin tinggi hutang akan mengakibatkan tingkat pengembalian yang semakin sulit saat terjadi jatuh tempo. Artinya perusahaan akan lebih dekat dengan financial distress. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis: H5a : Likuiditas berpengaruh positif terhadap financial distress di Indonesia H5b : Likuiditas berpengaruh positif terhadap financial distress di Malaysia H5c : Likuiditas berpengaruh positif terhadap financial distress di Singapura

6. Rasio Leverage terhadap Financial Distress Hanifah (2013) dan Hidayat (2014) meunjukkan bahwa bahwa leverage berpengaruh positif terhadap kondisi financial distress. Karena keputusan pendanaan yang dilakukan perusahaan dengan hutang tentunya akan mempersulit perusahaan dalam mengmbalikan hutang dimasa yang akan datang. Sehingga hutang yang besar akan memperbesar pula perusahaan

terkena financial distress. Berdasarkan argumen diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H6a : Leverage berpengaruh positif terhadap financial distress di Indonesia H6b : Leverage berpengaruh positif terhadap financial distress di Malaysia H6c : Leverage berpengaruh positif terhadap financial distress di Singapura

7. Pengaruh Profitabilitas terhadap Financial Distress Hanifah (2013) meunjukkan bahwa bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap kondisi financial distress. Semakin tinggi tingkat ROA berarti menunjukkan jika perusahaan berhasil dalam mengoptimalkan labanya. Perusahaan yang memiliki laba yang tinggi tentunya akan memiliki kondisi keuangan yang bagus. Hal ini tentunya akan mengundang para investor unutk turut berpartisipasi. Sehingga dengan kemampuan perusahaan yang tinggi dalam menghasilkan laba maka akan memperkecil resiko terjadinya financial distress. Berdasarkan argumen diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H7a : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap financial distress di Indonesia H7b : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap financial distress di Malaysia H7c : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap financial distress di Singapura

8.

Financial Distress di Indonesia, Malaysia, dan Singapura Indonesia, Malaysia, dan Singapura merupakan Negara yang berada di wilayah Asia Tenggara yang mana saat ini sedang diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC). Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) telah 58 Pengaruh Efektivitas Komite Audit... sepakat membentuk pasar tunggal yang bertujuan agar daya saing ASEAN meningkat sekaligus bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi. ASEAN Economic Community (AEC) membuat kompetisi antar negara menjadi ketat karena tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, dan akuntan. Penelitian antar Negara pernah dilakukan oleh Buhr dan Freedman (2001) dari University of

Saskatchewan, Canada. Buhr dan Feedman (2001) menyatakan jika perusahaan di Canada lebih baik dibandingkan dengan Amerika Serikat dalam pengungkapan lingkungan. Sementara penelitian antar negara yang dilakukan di asia dilakukan oleh McGee (2008) dari Florida International University. McGee membandingkan corporate governance Negara asia Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Hal itu membuat sebuah pemikiran jika antara negara satu dengan negara lainnya tentunya memiliki perbedaan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan Hipotesis: H8a : Terdapat perbedaan penerapan financial distress di Indonesia dan Malaysia H8b : Terdapat Perbedaan penerapan financial distress di Indonesia dan Singapura

9. Pengaruh Financial Distress terhadap Kemungkinan Terjadinya Fraud di Indonesia Dalam penelitian yang dilakukan Aulia dan Fitriany (2013) menunjukkan jika financial distress memiliki pengaruh positif terhadap kemungkinan terjadinya fraud. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan akan cenderung melakukan manipulasi keuangan. Hal itu dilakukan agar perusahaan dapat terus menjaga keberlangsungan operasinya. Sehingga kemungkinan terjadinya fraud pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan akan lebih tinggi. Berdasarkan argumen diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H9 : Financial distress berpengaruh positif terhadap kemungkinan terjadinya fraud di Indonesia

III. Metodologi Penelitian Pendekatan Jenis penilitian ini adalah penelitian asosiatif yang menguji pengaruh efektivitas komite audit terhadap financial distress. Data yang digunakan berupa data sekunder yang bersumber dari www.idx.co.id. Objek dalam

penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) dan Singapore Exchange

(SGX)

tahun

2014-

2015.

Teknik

pengambilan

sampel

menggunakan teknik purposive sampling.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan sampel seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) dan Singapore Stock Exchange (SGX). Tahun penelitian mencakup data pada tahun 2014-2015, hal ini dimaksudkan agar lebih mencerminkan kondisi saat ini. Berdasarkan metode purposive sampling yang telah ditetapkan pada bab III, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 124 (Indonesia), 138 (Malaysia), dan 98 (Singapura) perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria.

V. SIMPULAN Berdasarkan analisis dan pengujian data dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress yang diukur dengan model Altman dan Springate di Indonesia, Malaysia, dan Singapura; Independensi komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress yang diukur dengan model Altman dan Springate di Indonesia, Malaysia, dan Singapura; Jumlah rapat komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress yang diukur dengan model Altman dan Springate di Indonesia, Malaysia, dan Singapura; Keahlian keuangan komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress yang diukur dengan model Altman dan Springate di 66 Pengaruh Efektivitas Komite Audit... Indonesia, Malaysia, dan Singapura; Likuiditas tidak berpengaruh terhadap financial distress yang diukur dengan model Altman dan Springate di Indonesia, Malaysia, dan Singapura; Likuiditas berpengaruh terhadap financial distress yang diukur dengan model Altman dan Springate di Indonesia, Likuiditas tidak berpengaruh terhadap financial distress yang diukur dengan model Altman dan Springate di Malaysia, Likuiditas

berpengaruh terhadap financial distress yang diukur dengan model Altman di Singapura; Financial distress tidak berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya fraud; Terdapat perbedaan penerapan financial distress di Indonesia dan Malaysia; Terdapat Perbedaan penerapan financial distress di Indonesia dan Singapura. Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa saran untuk perbaikan penelitian kedepanya sebagai berikut: Menambah jumlah sampel penelitian dengan mamanjangkan periode waktu penelitian agar hasil penelitian dapat lebih mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan variabel yang lebih luas, misalkan menambah beberapa proksi dari GCG, Penelitian selanjutnya sebaiknya membandingkan pengukuran model Altman, Springate, Zmijewski dalam pengukuran financial distress, Penelitian selanjutnya diharapkan juga membandingkan pengaruh yang ditimbulkan Financial distress tidak berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya fraud di negara lain, Penelitian selanjutnya diharapkan bisa membandingkan dengan negara lain yang masih serumpun (studi komparatif).

Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance, Independensi Auditor, Kualitas Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya Terhadap Manajemen Laba

Welvin I Guna Arleen Herawaty

1. Research Issue 1.1 Motivasi 1.1.1 Fenomena Seluruh perusahaan yang telah go public dan terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia wajib memenuhi kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) sebelum dipublikasikan kepada publik sesuai dengan keputusan ketua BAPEPAM No Kep. 17/PM/2002. Dalam menjalankan profesinya, auditor dituntut untuk dapat bersikap independen dalam mendeteksi kemungkinan perilaku menyimpang atau kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangannya. Hal ini telah diatur melalui keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK-06/2002 yang mengatur mengenai rotasi wajib bagi auditor dan Kantor Akuntan Publik tidak diperbolehkan memberikan jasa nonaudit disamping jasa audit itu sendiri karena dapat mengganggu independensi auditor.

1.1.2 GAP Riset Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Gul et al (2005). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada (1) objek penelitian, yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. perusahaan manufaktur dipilih untuk mencegah terjadinya bias dalam perhitungan discreationary accruals dalam mendeteksi manajemen laba; (2) penambahan variable independen, yaitu mekanisme good corporate governance yang meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, keberadaan komite audit dan komisaris independen, kualitas audi, leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan; (3) tahun penelitian, yaitu tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. 1.1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya pengaruh tata kelola perusahaan yang baik dan peranan auditor dalam mengaudit laporan keuangan terhadap kecenderungan dilakukannya manajemen laba 2. Teori dan Hipotesis 2.1 Hipotesis Oleh karena itu, hipotesis pertama yang diajukan penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate governance kepemilikan institusional terhadap manajemen laba.

dengan proksi

H2: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate governance dengan proksi kepemiliknan terhadap manajemen laba. H3: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate governance dengan proksi kepemiliknan terhadap manajemen laba. H4: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate governance dengan proksi kepemiliknan terhadap manajemen laba. H5: Terdapat pengaruh independensi auditor terhadap manajemen laba. H6: terdapat pengaruh leverage perusahaan terhadap manajemen laba. H7: terdapat pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba. H8: Terdapat pengaruh profitabilitas perusahaan terhadap manajemen laba. H9: Terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. 3. Metodologi 3.1 Pengambilan Sample Objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006 sampai 2008. Pemilihan sample menggunakan metode purposive sampling , yang dipilih berdasarkan kriteria perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia minimal sejak Desember 2005 – 2008 dan tidak mengalami delisting selama periode penelitian.

4. Hasil

Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas pada table di atas dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas antar variable independen dalam model regresi penelitian ini.

Berdasarkan hadil uji hipoesis pada table 3 dapat dilihat bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2004). Kepemilikan manajemen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh suranta dan midiastusty (2005) serta Astuti (2004) Komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya, ketidakkonsistenan ini terjadi dapat menjalankan tugasnya dalam memonitor pelaporan keuangan sehingga bereadaan komite audit gagal dalam mendeteksi manajemen laba.

5. Implikasi, Keterbatasan, dan Saran 5.1 Implikasi Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat kesimpulan bahwa leverage , kualitas audit dan profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan Kepemilikan Institusional, kepemilikan manajemen, komite audit, komisaris independen, independensi dan ukutsan perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. 5.2 Keterbatasan Penelitian ini mempuyai beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan untuk penelitian berikutnya, yaitu (1) jumlah sample perusahaan yang dijadikan objek penelitian hanya satu jenis industry saja, yaitu manufaktur sehingga tidak dapat mencakup semua hasil temuan untuk seluruh perusahaan publik; (2) Perioda penelitian untuk memprediksi

manajeman laba hanya tiga tahun, sehingga memungkinkan praktik manajemen laba dalam perusahaan yanh diamati kurang menggambarkan kondisi yang sebenarnya; dan (3) Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini hanya menjelaskan 8% dari variasi variable dependen, sisanya terdapat pada variable lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian. 5.3 Saran Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah (1) menambah populasi perusahaan yang akan dijadikan sample penelitian tidak hanya perusahaan manufaktur tetapi juga jenis industry lainnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia; (2) menambah jumlah tahun pengamatan agar hasil penelitian dapat digeneralisasi; dan (3) menambah variable independen diluar model penelitian ini agar dapat diketahui factor – factor utama yang mempengaruhi manajemen laba, seperti jenis industry, marker share dan fee audit.

More Documents from "Wielungga Arja Pratama"