PENGARU Q=V A PENGGU TERHA HID
Perubahan Paradigma
Q = Debit ( m3/dt ) V = Kecepatan aliran ( m/dt ) A = Luas penampang kali ( m2 )
Jika terjadi perubahan debit maks yg melebihi kapasitas sungai atau kali dan biasanya akan menimbulkan banjir… maka yg umum dilakukan adalah usaha pelebaran kali atau perluasan penampang kali A ( m2 ):
Pola ini yg selalu dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda s/d sekarang.
Pola pemikiran yg demikian akan berakibat air hujan akan lancar mengalir kedaerah hilir ; sayangnya jika hujan yg lebat bersamaan dg datangnya waktu air pasang maka air yg mengalir di sungai akan tertahan dg laut pasang sehingga didataran rendah air akan meluap, contoh tersebut terjadi di Jakarta tahun 1996, 2002 dan 2007. Pola pemikiran ini perlu diubah dengan pola paradigma seperti dibawah ini ;
Q = 0,278 C I A Q = Debit maksimum ( m3/dt ) I = Intensitas curah hujan ( mm/jam ) A = Luas daerah aliran / catchment area ( km2 ) C = Coefisien Run Off Debit maksimum berubah >> jika terjadi perubahan I ( Intensitas hujan ) lebih >> dan C ( Coefisien Run Off ) >= 1, karena A ( Catchment Area ) selalu tetap. Dalam mengurangi banjir program MAI adalah memperkecil C (Coefisien Run Off ) mendekati 0 dengan cara Artificial Recharge ( Sumur Resapan dan Waduk resapan ) ; sehingga Q max juga akan berkurang. Perubahan lain yg perlu dilakukan dalam mencegah banjir di hilir Jakarta adalah dg memperkecil penampang sungai yg masuk ke Jakarta sehingga debit air yg masuk ke Jakarta lebih <<<, air yg tergenang di Selatan Jakarta ditangani dg memperkecil Coef Run Off yaitu dg cara Natural recharge ( penghijauan kembali ) serta artificial recharge ( sumur resapan dan waduk resapan ) sehingga Surface Run Off mendekati 0.