Merged.pdf

  • Uploaded by: Jeri Ravi Lenahatu
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Merged.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 13,505
  • Pages: 65
MAKALAH PENDEKATAN PENELITIAN DALAM PENELITIAN KUALITATIF

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Riset Komunikasi

OLEH : AHMAD FAIQ SAIFFUDIN

(10814544)

CLAUDIA TASYA MANUSAMA (12814460) OKTAVIA NUR’AFIFAH

(18814332)

VERONIKA DINA MARYANI

1C814002

DOSEN MATA KULIAH: Dr. NURIYATI SAMATAN Dra, M.Ag

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 2017

KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Riset Komunikasi pada semester VI di tahun ajaran 2017/2018 dengan judul “PENDEKATAN PENELITIAN DALAM PENELITIAN KUALITATIF” sebagai makalah utama dari kelompok 8 dan pembanding dari kelompok 2. Tidak lupa kami juga berterima kasih kepada : 1. Orang tua yang selalu mendukung kami; 2. Dr. Nuriyati Samatan, Dra.,M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Riset Komunikasi; 3. Perpustakaan Univeristas Gunadarma; 4. Perpustakaan Universitas Indonesia; 5. Teman-teman FIKOM Universitas Gunadarma angkatan 2014; 6. Pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal dan memahami bagaimana beberapa pendekatan penelitian dalam penelitian kualitatif saat melakukan riset. Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangna literatur. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Kami sadar sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Depok, 14 Juni 2017

Tim Penyusun

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................

i

DAFTAR ISI ..................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

1

1.1 Latar Belakang .........................................................................................

2

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................

2

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah ....................................................................

2

1.4 Manfaat .......................................................................................... ..........

2

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................

3

2.1 Karakteristik Penelitian Kualitatif ...........................................................

3

2.2 Strategi Penelitian Kualitatif ....................................................................

10

2.3 Peran Peneliti ...........................................................................................

20

2.4 Prosedur Pengumpulan Data ....................................................................

24

2.5 Prosedur Perekaman Data ........................................................................

45

2.6 Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ...................................................

47

2.7 Reliabilitas, Validitas, dan Generabilitas .................................................

52

2.8 Menulis Kualitatif ....................................................................................

57

BAB III PENUTUP .......................................................................................

60

3.1 Kesimpulan ..............................................................................................

60

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

61

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul penelitian berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif. Baik substansial maupun materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan metodologis. Penelitian sebagai sistem ilmu pengetahuan, memainkan peran penting dalam bangunan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini berarti bahwa penelitian telah tampil dalam posisi yang paling urgen dalam ilmu pengetahuan untuk melindunginya dari kepunahan. Peelitian memiliki kemampuan untuk meng-upgrade ilmu pengetahuan yang membuat up-to-date dan canggih dalam aplikasi serta setiap saat dibutuhkan masyarakat Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Sebelum melakukan penelitian kualitatif, seorang peneliti sebaiknya mengenal dahulu bagaimana pendekatan dalam penelitian kualitatif. Oleh karena itu, penulis ingin menjelaskan tentang penedekatan penelitian khususnya dalam penelitian kualitatif sebagai pengenalan peneliti pemula pada dunia penelitian, khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma.

1

1.2 Rumusan Masalah Dari penjelasan di atas, yang dijadikan rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1.2.1

Apa karakteristik penelitian kualitatif?

1.2.2

Bagaimana peran peneliti dalam penelitian kualitatif?

1.2.3

Apa saja strategi penelitian kualitatif dan bagaimana proses pengumpulan data hingga interpretasi data dan menulis kualitatif?

1.3 Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini adalah: 1.3.1

Memenuhi tugas mata kuliah Riset Komunikasi

1.3.2

Memberikan penjelasan tentang pendekatan penelitian dalam penelitian kualitatif.

1.4 Manfaat Adapun manfaat dari makalah ini adalah: 1.4.1

Dapat memahami karakteristik penelitian kualitatif.

1.4.2

Dapat memahami peran peneliti dalam penelitian kualitatif.

1.4.3

Dapat

mamahami,

merancang,

dan

menggunakan

strategi

penelitian, pengumpulan data, perekaman data, interpretasi hingga menulis kualitatif yang baik.

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Penelitian Kualitatif Penelitian kualitatif memiliki sejumlah ciri yang membedakannya dengan penelitian jenis lainnya. Dari hasil penelaahan kepustakaan ditemukan bahwa Bogdan dan Biklen (1982; 27-30) mengajukan lima buah ciri penelitian kualitatif sedangkan Lincoln dan Guba (1985: 39-44) mengulas 10 buah ciri penelitian kualitatif. Uraian di bawah ini merupakan hasil pengkajian dan sisntesis kedua versi tersebut. a. Ciri ke-1: Latar Alamiah (natural setting) Penelituan kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Hal tersebut didasarkan atas beberapa asumsi: (1) tindakan pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat, karena itu hubungan penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks untuk keperluan pemahaman. (2) konteks sangat menentukan

dalam

menetapkan

apakah

dalam

suatu

penemuan

mempunyai arti bagi konteks lainnya, yang berarti bahwa suatu fenomena harus diteliti dalam keseluruhan pengaruh lapangan; dan (3) sebagai struktur nilai kontekstual bersifat determinative terhadap apa yang akan dicari. b. Ciri ke-2: Manusia sebagai Alat (Instrumen) Peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan-manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebagi yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu, hanya “manusia sebagai alat” sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya, dan hanya manusialah

3

yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Hanya manusia sebagai instrument pula lah yang dapat menilai apakah kehadirannya menjadi faktor pengganggu sehingga apabila terjadi hal yang demikian pasti dapat menyadarinya serta dapat mengatasinya. c. Ciri ke-3: Metode Kualitatif Metode kualitatif ini digunakan kerena beberapa pertimbangan. Pertama, proses induktif dapat menemukan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. d. Ciri ke-4: Analisis Data Secara Induktif Analisis Induktif digunakan karena beberapa alasan. Pertama, proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda sebagai yang terdapat dalam data; kedua, analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit; dapat dikenal; dan akontabel; ketiga, analisis induktif lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapattidaknya pengalihan kepada suatu latar lainnya; keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubunganhubungan; dan terakhir, analisis induktif dapat memperhitungkan nilainilai secara eksplisit sebagi bagian dari struktur analitik. e. Ciri ke-5: Teori dari Dasar (Grounded Theory) Penelitian

kualitatif

lebih

menghendaki

arah

bimbingan

penyusunan teori substantive yang berasal dari data. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak ada teori a priori yang dapat mencukupi kenyataan-kenyataan ganda yang mungkin akan dihadapi; kedua, penelitian ini mempercayai apa yang dilihat sehingga ia berusaha untuk sejauh mungkin menjadi netral; dan ketiga, teori-teori dasar lebih dapat responsive terhadap nilai-nilai kontekstual.

4

f. Ciri ke-6: Deskriptif Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. g. Ciri ke-7: Lebih Mementingkan Proses daripada Hasil Hal tersebut disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses. h. Ciri ke-8: Adanya “Batas” yang ditentukan oleh “Fokus” Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Hal tersebut disebabkan atas beberapa hal. Pertama, batas menentukan kenyataan ganda yang kemudian mempertajam fokus. Kedua, penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara peneliti dan fokus. Dengan kata lain, bagaimana pun, penetapan fokus sebagai masalah penelitian penting artinya dalam usaha menemukan batas penelitian. Dengan hal itu dapatlah peneliti menemukan lokasi penelitian. i. Ciri ke-9: Adanya Kriteria Khusus untuk Keabsahan Data Penelitian kualitatif meredefinisikan validitas, realibilitas, dan objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif. Menurut Lincoln dan Guba (1985: 43) ha itu disebabkan oleh validitas internal cara lama telah gagal karena hal itu menggunakan isomorfisme antara hasil penelitian dan kenyataan tunggal dimana penelitian dapat dikonvergensikan. Kedua, validitas eksternal gagal karena tidak taat asas dengan aksioma dasar dari generalisasinya; ketiga, kriteria reliabilitas gagal karena mensyaratkan stabilitas dan keterlaksanaan secara mutlak dan keduanya tidak mungkin digunakan dalam paradigm yang didasarkan atas desain yang dapat berubah-ubah. Keempat, kriteria objektivitas gagal karena peneitian kuantitatif justru memberi kesempatan iteraksi antara peneliti-responden dan peranan nilai.

5

j. Ciri ke-10: Desain yang Bersifat Sementara Penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan. Jadi, tidak menggunakan desai yang telah disusun secara ketat dan kaku sehingga tidak dapat diubah lagi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak dapat dibayangkan sebelumnya tentang kenyataan-kenyataan ganda di lapangan; kedua, tidak dapat diramalkan sebelumya apa yang akan berubah karena hal itu akan terjadi dalam interaksi antara peneliti dengan kenyataan; ketiga, bermacam sistem nilai yang terkait berhubungan dengan cara yang tidak dapat diramalkan. k. Ciri ke-11: Hasil Penelitian Dirundingkan dan Disepakati Bersama Penelitian kualitatif lebih menghendaki agar penelitian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagi sumber data. Karena, pertama, susunan kenyataan dari merekalah yang diangkat oleh peneliti; kedua, hasil penelitian bergantung pada hakikat dan kualitas hubungan antara pencari dan yang dicari; ketiga, konfirmasi hipotesis kerja akan menjadi lebih baik verifikasinya apabila diketahui dan dikonfirmasikan oleh orang-orang yang ada kaitannya dengan yang diteliti.

Berikut beberapa saran bagi para penulis proposal yang ingin merancang bagian karakteristik penelitian, antara lain: 

Amatilah apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh para pembaca proposal anda. Identifikasilah apakah pembaca anda sudah banyak mengetahui karakteristik-karakteristik penelitian kualitatif sehingga bagian ini tidak begitu penting bagi mereka.



Jika anda ragu-ragu atas pengetahuan mereka, jelaskan karakteristikkarakteristik dasar penelitian kualitatif dalam proposal anda dan jika

6

memungkinkan, bahaslah sebuah artikel jurnal (atau studi) kualitatif baru-baru ini sebagai contoh untuik mengilustrasikan karakteristikkarakteristik tersebut. 

Sejumlah karakteristik penelitian kualitatif bisa saja digunakan, tetapi disini saya mengandalkan pada analisis gabungan dari beberapa penulis ini sudah saya sertakan secara menyeluruh dalam buku saya tentang penelitian kualitatif (Creswell, 2007).

Berikut ini adalah beberapa karakteristik penelitian kualitatif yang disajikan tidak dalam urutan prioritas tertentu dan hampir sama seperti apa yang telah diungkapkan Bogdan-Biklen dan Lincoln-Guba di atas, yaitu: 

Lingkungan alamiah (natural setting); para peneliti kualitatif cenderung mengumpulkan data lapangan di lokasi di mana para partisipan mengalami isu atau masalah yang akan diteliti. Peneliti kualitatif tidak membawa individu-individu ini ke dalam laboratorium (atau dalam situasi yang telah di-setting sebelumnya); tidak pula membagikan instrumen-instrumen kepada mereka. Informasi yang dikumpulkan dengan berbicara langsung kepada orang-orang dan melihat mereka bertingkah laku dalam konteks natural inilah yang menjadi karakteristik utama penelitian kualitatif. Dalam setting yang alamiah, para peneliti kualitatif melakukan interaksi face-to-face sepanjang penelitian.



Peneliti sebagai instrumen kunci (researcher as key instrument); para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilaku, atau wawancara dengan para partisipan. Mereka bisa saja menggunakan protokol --- sejenis instrumen untuk mengumpulkan data --- tetapi diri merekalah yang sebenarnya menjadi satu-satunya instrumen dalam mengumpulkan informasi. Mereka, pada umumnya, tidak menggunakan kuesioner atau instrumen yang dibuat oleh peneliti lain.



Beragam sumber data (multiple sources of data); para peneliti kualitatif biasanya memilih mengumpulkan data dari beragam sumber, seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi, ketimbang hanya bertumpu pada

7

satu sumber data saja. Kemudian, peneliti mereview semua data tersebut, memberikannya makna, dan mengolahnya ke dalam kategori-kategori atau tema-tema yang melintasi semua sumber data. 

Analisis data induktif (inductive data analysis); para peneliti kualitatif membangun pola-pola, kategori-kategori, dan tema-temanya dari bawah ke atas (induktif), dengan mengolah data ke dalam unit-unit informasi yang lebih abstrak. Proses induktif ini mengilustrasikan usaha peneliti dalm mengolah secara berulang-ulang tema-tema dan database penelitian hingga peneliti berhasil membangun serangkaian tema yang utuh. Kemudian secara deduktif, para peneliti melihat kembali data mereka dari tematema untuk menentukan apakah lebih banyak bukti dapat mendukung setiap tema dan apakah mereka perlu menggabungkan informasi tambahan. Proses ini juga

melibatkan peneliti untuk bekerja sama dengan para partisipan secara interaktif sehingga partisipan memiliki kesempatan untuk membentuk sendiri tema-tema dan abstraksi-abstraksi yang muncul dari proses ini. Dengan demikian, ketika proses dimulai secara induktif, pemikiran deduktif juga berperan penting ketika analisis bergerak maju.



Makna

dari

para

partisipan

(participant’s

meaning);

dalam

keseluruhan proses penelitian kualitatif, peneliti terus berfokus pada usaha mempelajari makna yang disampaikan para partisipan tentang masalah atau isu penelitian, bukan makna yang disampaikan oleh peneliti atau penulis lain dalam literatur-literatur tertentu. 

Rancangan yang berkembang (emergent design); bagi para peneliti kualitatif, proses penelitian selalu berkembang dinamis. Hal ini berarti bahwa rencana awal penelitian tidak bisa secra ketat dipatuhi. Semua tahap dalam proses ini bisa saja berubah setelah peneliti masuk ke lapangan dan mulai mengumpulkan data. Misalnya, pertanyaan-pertanyaan bisa saja berubah, strategi pengumpulan data juga bisa berganti, dan individuindividu yang diteliti serta lokasi-lokasi yang dikunjungi juga bisa berubah sewakyu-waktu. Gagasan utama di balik penelitian kualitatif sebenarnya

8

adalah mengkaji masalah atau isu dari para pasrtisipan dan melakukan penelitian untuk memperoleh informasi mengenai masalah tersebut. 

Refleksibilitas

(reflexibility);

dalam

penelitian

kualitatif,

peneliti

merefleksikan bagaimana peran mereka dalam penelitian dan latar belakang pribadi, budaya, dan pengalamannya berpotensi membentuk interpretasi, seperti tema-tema yang mereka kembangkan dan makna-makna yang mereka anggap sebagai sumber data. Aspek metode ini lebih dari sekedar bias dan nilai yang berkembang dalam penelitian, tetapi bagaimana latar belakang peneliti sebetulnya dapat membentuk arah penelitian.



Perspektif teorestis (theoretical lens); para peneliti kualitatif sering kali menggunakan perspektif tertentu dalam penelitian mereka, seperti konsep kebudayaan, etnografi, perbedaan-perbedaan gender, ras, atau kelas yang muncul dari orientasi-orientasi teoretis. Terkadang pula penelitian dapat diawali dengan mengidentifikasi terlebih dahulu konteks sosial, politis, atau historis dari masalah yang akan diteliti.



Bersifat penafsiran (interpretive); penelitian kualitatifmerupakan salah satu bentuk penelitian interpretif dimana di dalamnya para peneliti kualitatif membuat suatu interpretasi-interpretasi mereka bisa saja berbeda dengan latar belakang, sejarah, konteks, dan pemahaman-pemahaman mereka sebelumnya. Setelah laporan penelitian diterbitkan, barulah para pembaca dan para partisipan yang melakukan interpretasi, yang sering kali berbeda dengan interpretasi peneliti. Karena pembaca, partisipan, dan peneliti sama-sama terlibat dalam proses interpretif ini, tampaklah bahwa penelitian kualitatif memang menawarkan pandangan-pandangan yang beragam atas suatu masalah.



Pandangan menyeluruh (holistic account); para peneliti kualitatif berusaha membuat gambaran kompleks dari suatu masalah atau isu yang diteliti. Hal ini melibatkan usaha pelaporan perspektif-perspektif, pengidentifikasian faktor-faktor yang terkait dengan situasi tertentu, dan secara umum usaha pensketsaan atas gambaran besar yang muncul. Untuk itulah, para peneliti kualitatif diharapkan dapat membuat suatu model

9

visual dari berbagai aspek mengenai proses atau fenomena utama yang diteliti. Model inilah yang akan membantu mereka membangun gambaran holistik.

2.2 Strategi Penelitian Kualitatif Selain karakteristik-karakteristik utama di atas, penelitian kualitatif juga memiliki strategi-strategi penelitian yang spesifik. Strategi-strategi ini utamanya terkait dengan pengumpulan data, analisis data, dan laporan penelitian, tetapi tetap berasal dari berbagai disiplin dan terus berkembang dinamis sepanjang proses penelitian (seperti, jenis-jenis problem, masalah-masalah etis, dan sebagainya). Ada banyak strategi kualitatif yang sudah dibahas, seperti 28 pendekatan yang pernah diidentifikasi oleh Tesch (1990), 19 jenis dalam konsep pohon-nya Wolcott (2001), dan 5 pendekatan kualitatif oleh Creswell (2007). Penulis merekomendasikan agar para peneliti kualitatif memilih antara beberapa kemungkinan, seperti naratif, fenomenologi, etnografi, studi kasus, dan grounded theory. Penulis memilih lima strategi ini karena kelimanya cukup populer dalam ilmu kesehatan dan sosial saat ini. Strategi-strategi lain juga ada dan sudah banyak dibahas secara meyakinkan dalam buku-buku kualitatif, seperti penelitian tindakan partisipatoris (Kemmis & Wilkinson, 1998) atau analisis wacana (Cheek, 2004). Khusus untuk lima pendekatan tadi, para peneliti dapat mengkaji individu-individu (dengan naratif atau fenomenologi); mengeksplorasi proses, aktivitas, dan peristiwa-peristiwa (dengan studi kasus atau grounded theory); atau mempelajari perilaku culture-sharing dan individu-individu atau kelompok-kelompok tertentu (dengan etnografi). 1. Studi Kasus Menurut Stake (dalam Denzin dan Lincoln, 1991: 202) studi kasus merupakan salah satu strategi yang banyak dilakukan dalam penelitian kualitatif, meskipun tidak semua penggunaan studi kasus ini merupakan penelitian kualitatif. Fokus dari studi kasus ini melekat

10

pada paradigma yang bersifat naturalistic, holistic, kebudayaan, dan fenomenologi. Menurut Yin (1993), ada beberapa jenis studi kasus, yaitu studi kasus yang bersifat exploratory, and descriptive. Lebih lanjut, Yin mengatakan bahwa studi kasus ini lebih banyak burkutat upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, bagaimana dan mengapa, serta pada tingkat tertentu juga menjawab pertanyaan apa/apakah. Sementara

Stake

(1995)

dalam

Creswell

(2014)

mengemukakan jenis studi kasus yang lainnya, yaitu pertama, studi kasus intrinsik yang merupakan usaha penelitian untuk mengetahui “lebih dalam” mengenai suatu hal. Jadi, studi kasus ini studi kasus ini tidak dimaksudkan untuk membangun teori. Kedua, studi kasus instrumental yang bertujuan untuk menghasilkan temuan-temuan baru yang dapat mempertajam suatu teori. Kasus di sini hanya merupakan alat mencapai tujuan lain. Ketiga, studi kasus kolektif, yang merupakan perluasan dari kasus instrumental untuk memperluas pemahaman dan menyumbang kepada pembentukan teori.

2. Etnografi atau Etnosains Etnosains ini muncul sebagai jawaban terhadap persoalan penting dalam antropologi budaya yang muncul berkaitan dengan bagaimana kita dapat melukiskan suatu kebudayaan yang dapat dibandingkan satu sama lain. Kebutuhan untuk menjelaskan gejala ini secara ilmiah dan sistematis telah mendorong pada ahli antropologi untuk melakukan studi perbandingan (comparative study). Oleh karena itu tidak mengherankan apabila antropologi budaya selalu menekankan pentingnya studi perbandingan. Namun pada perkembangan selanjutnya, ternyata studi perbandingan ini memiliki berbagai hambatan. Menurut Goodenough, ada tiga masalah pokok yang menghambat studi perbandingan tersebut. Pertama, mengenai ketidaksamaan data etnografi yang

11

disebabkan oleh perbedaan minat di kalangan ahli antropologi sendiri. Kedua, masalah sifat data itu sendiri, artinya seberapa jauh data tersebut bisa dikatakan melukiskan gejala yang sama dari masyarakat yang berbeda. Ketiga, menyangkut soal klasifikasi. Beberapa masalah tersebut merupakan kelemahan cara pelukisan kebudayaan, oleh karena itu diperlukan model-model yang lebih tepat. Salah satu model yang kemudian dipakai adalah model dari linguistic, yakni dari fonologi. Dalam fonologi dikenal dua cara penulisan bunyi bahasa, yaitu secara fonemik dan fonetik. Fonemik menggunakan cara penulisan bunyi bahasa menurut cara yang digunakan oleh si pemakai bahasa sedang fonetik adalah sebaliknya, yakni memakai symbol-simbol bunyi bahasa yang ada pada si peneliti (ahli bahasa) atau alphabet fonetia. Cara pelukisan seperti itu dalam antropologi kemudian dikenal dengan pelukisan emik dan enik. Berkenaan dengan implikasi-implikasi terhadap masalahmasalah antropologi, kita dapat menggolongkannya menjadi tiga kelompok. Masalah pertama dipelajari oleh mereka yang berpendapat bahwa kebudayaan merupakan “form of things that people havi in mind”, yang dalam hal ini ditafsirkan sebagai model untuk mengklasifikasikan lingkungan atau situasi yang dihadapi. Kelompok

kedua

adakah

mereka

yang

mengerahkan

perhatiannya pada bidang rule, atau aturan-aturan. Mereka berpijak pada definisi kebudayaan, yaitu sebagai hal hal-hal yang harus diketahui seseorang agar dapat mewujudkan tingkah laku (bertindak) menurut cara yang dapat diterima oleh waga masyarakat tempat dia berada. Kelompok

ketiga,

adalah

ahli-ahli

antropologi

juga

menggunakan definisi kebudayaan sebagai alat atau sarana yang dipakai untuk “perceiving” dan “dealing with circumstances”, yang berarti alat untuk menafsirkan berbagai gejala yang ditemui. Dalam hal

12

ini para antropologi tersebut beranggapan bahwa tindakan manusia mempunyai berbagai macam makna bagi pelakunya serta bagi orang lain. Tiga macam arah penelitian inilah yang sekarang dikenal sebagai wujud dari aliran etnosains. Etnosains ini lebih memusatkan perhatiannya pada usaha untuk menemukan bagaimana berbagai masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam kehidupan. Dengan demikian etnosains berusaha mengorek peta kognitif dari suatu masyarakat, yang terwujud dalam bahasa. 3. Fenomenologi Istilah fenomenologi digunakan untuk menandai suatu metode filsafat yang ditentukan oleh Edmund Husserl. Menurut Leiter, Husserl berusaha mengembangkan suatu fenomenologi transendental, yang berbeda dengan fenomenologi eksistensial. Kedua fenomenologi tersebut sama-sama memusatkan perhatian pada soal kesadaran (consciousness). Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama,fenomena selalu “menunjuk ke luar” atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran.

Kedua,fenomena

dari

sudut

kesadaran

kita,

karena

fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita. Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia.

Fenomenologi

memperoleh

ilmu

bermakna

pengetahuan

metode baru

atau

pemikiran

untuk

mengembangkan

pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak

berdasarkan

apriori/prasangka,

dan

tidak

dogmatis.

Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan. Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang essensial dari pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith,

13

etc., 2009: 11). Penelitian fenomenologis fokus pada sesuatu yang dialami

dalam

intensionalitas.

kesadaran Intensionalitas

individu,

yang

disebut

(intentionality),

sebagai

menggambarkan

hubungan antara proses yang terjadi dalam kesadaran dengan obyek yang menjadi perhatian pada proses itu. Dalam term fenomenologi, pengalaman atau kesadaran selalu kesadaran pada sesuatu, melihat adalah melihat sesuatu, mengingat adalah mengingat sesuatu, menilai adalah menilai sesuatu. Sesuatu itu adalah obyek dari kesadaran yang telah distimulasi oleh persepsi dari sebuah obyek yang “real” atau melalui tindakan mengingat atau daya cipta Sumbangan pemikiran Husserl lainnya adalah konsepnya tentang natural attitude. Konsep inilah yang menghubungkan filsafat fenomenologi dengan sosiologi. Lewat konsep ini Husserl ingin mengemukakan bahwa Ego yang berada dalam situasi tertentu biasanya menggunakan penalaran yang sifatnya praktis, seperti dalam kehidupan sehari-hari. Natural attitude ini disebut juga commonsense reality. Oleh Husserl, natural attitude ini dibedakan dengan theoretical attitude dan mytical religious attitude. Dengan perbedaan ini Husserl meletakkan salah satu ide pokok yang kemudian dikembangkan oleh Shutz yang mengaitkan attitude dengan bisa tidaknya terjadi proses interaksi social. 4. Etnometodologi Neuman (1997) mengartikan etnometodologi sebagai keseluruhan penemuan, metode, teori, suatu pandangan dunia. Pandangan etnometodologi berasal dari kehidupan. Etnometodologi berusaha memaparkan realitas pada tingkatan yang melebihi sosiologi, dan ini menjadikannya berbeda banyak dari sosiologi dan psikologi. Etnometodologi memiliki batasan sebagai kajian akal sehat, yakni kajian dari observasi penciptaan yang digunakan terus-menerus dalam interaksi

sosial

dengan

lingkungan

yang

sewajarnya.

Secara

terminology, etnometodologi diterjemahkan sebagai sebuah metode

14

pengorganisasian kebutuhan,

masyarakat

diantaranya:

dengan

melihat

pencerahan

beberapa

dan

aspek

pemberdayaan.

Etnometodologi bukanlah metode yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, melainkan menunjuk pada permasalahan apa yang akan diteliti. Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu

menciptakan

metodenya

dan

untuk

memahami

mencapai

kehidupan

kehidupan

sehari-hari, sehari-hari.

Etnometodologididasarkan pada ide bahwa kegiatan sehari-hari dan interaksi sosial yang sifatnya rutin, dan umum, mungkin dilakukan melalui berbagai bentuk keahlian, pekerjaan praktis, dan asumsiasumsi tertentu. Keahlian, pekerjaan praktis, dan asumsiasumsi itulah yang

disebut

dalam

etnometodologi.

Tujuan utama etnometodologi adalah untuk mempelajari bagaimana anggota masyarakat selama berlangsungnya interaksi sosial, membuat sense of indexical expression. Istilah indexical tidak bermakna universal namun bergantung pada konteks (misalnya, ia, dia, mereka). Sifatnya

terbatas

etnometodologi

pada

bukanlah

yang

diindeks

atau

anggota-anggota

dirujuk

suku-suku

Subjek terasing,

melainkan orang-orang dalam perbagai macam situasi dalam masyarakat kita. Etnometodologiberusaha memahami bagaimana orang-orang

mulai

melihat,

menerangkan,

dan

menguraikan

keteraturan dunia di tempat mereka hidup.Pemanfaatan metode ini lebih dilatari oleh pemikiran praktis (practical reasoning) ketimbang oleh kemanfaatan logika formal (formal logic). Tujuan Etnometodologi adalah mencari dasar-dasar yang mendukung terwujudnya interaksi social, atau dengan kata lain etnometodologi berusaha mendapatkan basic rule-nya, yaitu resource we employ in our mutual construction and negotiation of our everyday practical activities. Karena etnometodologi terutama ditujukan pada proses interaksi social serta bagaimana pelaku-pelaku yang terlibat di

15

dalamnya bisa berinteraksi dan memahami proses itu sendiri, maka etnometodologi juga memperhatikan bahasa atau percakapan yang ada di antara para pelaku. Anggapan para ahli di sini adalah bahwa bahasa merupakan alat untuk membangun kenyataan sosial dan sarana untuk mengkomunikasikan kenyataan-kenyataan social serta makna-makna yang dimiliki oleh para pelaku yang terlibat dalam suatu interaksi. Bahasa yang diperhatikan di sini adalah bahasa yang alami yang berada dalam dalam konteks atau setting tertentu. Percakapan tersebut kemudian

dianalisis

dari

sini

mereka

berharap

mampu

mengungkapkan mutual processes of reality negotiating contructions and maintenance. 5. Grounded Theory Pada penelitian dengan menggunakan strategi ini, peneliti langsung terjun ke lapangan tanpa membawa rancangan konseptual, teori, dan hipotesis tertentu. Glesser dan Strauss mengetengahkan dua jenis teori, yaitu teori substantif tertentu, atau empiris, dari pengamatan bersifat sosiologis, seperti perawatan pasien, pendidikan professional, kenakalan

atau

penyimpangan

adapt,

hubungan

ras,

atau

organisasi/badan penelitian. Sedangkan teori formal deitemukan dan dibentuk untuk kawasan kategori konseptual teoritik atau untuk bidang pengamatan sosiologis formal atau konseptual, seperti tanda cacat, tingkah laku yang menyimpang dari adapt, organisasi formal, sosialisasi, kekuasaan, dan kekuatan social, atau mobilitas social. Menurut Schlegel dan Stern, ada tiga elemen dasar dari grounded theory, yang masing-masing tidak terpisahkan satu dengan yang lain, yaitu (1) konsep; (2) kategori; (3) proposisi. 1) Konsep Dalam frounded theory, teori dibangun dari konsep, bukan langsung dari data itu sendiri. Sedangkan konsep diperoleh melalui konseptualitas dari data. Tipe konsep yang harus dirumuskan ada dua cirri pokok, yaitu (1) konsep itu haruslah

16

analitis-telah cukup digeneralisasikan guna merancang dan menentukan cirri-ciri kesatuan yang kongkrit, tetapi bukan kesatuan itu sendiri; dan (2) konsep juga harus bisa dirasakanartinya bisa mengemukakan gambaran penuh arti, ditambah dengan ilustrasi yang tepat, yang memudahkan orang bisa menangkap referensinya dari segi pengalamannya sendiri. 2) Kategori Kategori adalah unsure konseptual dari suatu teori, sedangkan kawasannya adalah aspek atu unsure suatu kategori. Kategori maupun kawasannya adalah konsep yang ditujukan oleh data yang pada mulanya menyatakannya, maka kategori dan kawasannya ini akan tetap, jadi tidak akan berubah atau menjadi lebih jelas ataupun meniadakan. 3) Proposisi atau Hipotesis Pada elemen ketiga ini, pada awalnya Glaser dan Strauss menyebut sebagai hipotesis, tetapi istilah proposisi tampaknya dianggap paling tepat. Hal ini dikarenakan disadari bahwa proposisi

menunjukkan

sedangkan terukur.

hipotesis

adanya

lebih

hubungan

menunjuk

pada

konseptual, hubungan

Dalam grounded theory yang dihasilkan adalah

hubungan konseptual, bukan hubungan terukur sehingga digunakan istilah-istilah proposisi. Hipotesis dalam penelitian grounded

adalah

suatu

pernyataan

ilmiah

yang

terus

dikembangkan. 6. Metode Biografi Dalam siklus hidup seseorang, dari kelahiran hingga kematian, berbagai kejadian dialami oleh individu. Pengalaman ini merupakan unsur yang sangat menarik untuk diketahui karena ia bersifat akumulatif yang tidak hanya menjelaskan apa saja yang dialami oleh seseorang, tetapi setting di mana kejadian dan pengalaman itu berlangsung. Metode biografi berusaha merekam kembali pengalaman

17

yang terakumulasi tersebut. Biografi karenanya merupakan sejarah individual

yang

menyangkut

berbagai

tahap

kehidupan

dan

pengalaman yang dialami dari waktu ke waktu. Biografi ini memiliki banyak varian, antara lain potret, profil, memoir, life history, autobiografi, dan diary. Varian semacam ini tidak hanya menunjukkan cara di dalam melihat pengalaman yang terakumulasi tersebut, tetapi juga memperlihatkan perluasan dari metode ini sebagai metode yang penting dalam penelitian sosial. Bahan yang digunakan dalam biografi ini adalah dokumen (termasuk surat-surat pribadi) dan hasil wawancara, tidak hanya dengan orang yang bersangkutan, tetapi juga dengan orang yang disekelilingnya. Dengan cara ini pula individu dapat dikendalikan sekaligus melihat data dari dimensi yang lain karena biografi bagaimanapun juga merupakan bagian dari proses representasi sosial. Dalam

menulis

prosedur

penelitian

untuk

proposal

kualitatif,

pertimbangkan tips-tips penelitian berikut ini: -

Jelaskan pendekatan spesifik yang akan anda gunakan.

-

Sajikan sejumlah informasi historis mengenai strategi penelitian yang akan anda terapkan, seperti asal mulanya, penerapannya, dan defenisi ringkasnya.

-

Jelaskan mengapa strategi tersebut dianggap sesuai untuk anda gunakan dalam penelitian anda.

-

Jabarkan pula bagaimana penggunaan strategi tersebut dapat menentukan jenis-jenis pertanyaan yang diajukan, cara-cara pengumpulan data, langkah-langkah analisis data, dan narasi/laporan akhir.

18

Tabel 2.1 Strategi Penelitian Strategi Penelitian Lapangan: Studi Kasus Etnografi

Interaksionis simbolik

Naturalistic inquiry

Grounded Theory

Digunakan Untuk Memahami individu, kelompok, lembaga, latar tertentu secara mendalam Memahami budaya atau aspek kebudayaan dalam kehidupan social masyarakat Memahami makna perilaku manusia dalam kehidupan: motif wawasan, internalisasi nilai Memahami fenomena interaksi, perilaku, tipe, dalam latar natural Menyusun, mengembangkan, merekonstruksi teori

Etnometodologi Memahami gejala kemanusiaan dan esensi maknanya dalam suatu kelompok social masyarakat/individu Etnografi teks Memahami karakteristik kehidupan social masyarakat berdasarkan teks sebagai penulisan pengalaman Penelitian Deskripsi, konsepsi, dan tindakan pengambilan keputusan secara kritis berdasarkan rekaman, pemantauan, dan evaluasi terhadap tindakan dan hasil tindakan Pluralisme Menemukan Interferensial pemahaman detil fakta secara intertekstual dan pertaliannya dengan empowerment

Data Catatan terstruktur, mendalam

Model lapangan, wawancara

Catatan lapangan, hasil partisipan observasi, interview, dan rekaman Catatan lapangan, hasil partisipasi observasi, yang tertransposisikan sebagai symbol dari sesuatu Catatan lapangan, hasil partisipasi observasi, wawancara/dialog mendalam Catatan lapang, hasil partisipasi observasi, secara induktif

Pospositivis

Interview, rekaman, dokumen, sebagai bahan induksi teori

Dialog dan persitipasi dalam interaksi

Teks individual: catatan Konstruktivis harian, pengalaman pribadi, teks orang lain

Rekaman process tindakan

on dan

going hasil

Pengalaman simbolik Post modernis dan wacana keseharian

19

2.3 Peran Peneliti Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitiannya. Instrument penelitian disini dimaksudkan sebagai alat mengumpulankan data seperti tes pada penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretatif, yang di dalamnya peneliti terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dan terus-menrus dengan para partisipan. Dengan keterlibatannya seperti ini, peneliti kualitatif berperan untuk mengidentifikasi bisa, nilai, dan latar belakang pribadinya secara refleksif, seperti gender, sejarah, kebudayaan, dan status social ekonominya, yang bisa saja turut membentuk interpretasi selama penelitian. Selain itu, para peneliti kualitatif juga berperan membangun peroleh entri dalam lokasi penelitian dan masalahmasalah etis yang bisa muncul tiba-tiba (Creswell, 2014: 252). 2.3.1 Peranan Manusia Sebagai Instrumen Penelitian dan Pengamatan Berperanserta Ciri khas penelitian kualitatif tidak bisa dipisahkan dari pengamatan berperanserta, namun peranan peneliti lah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Kedua hal tersebut diuraikan dalam bagian ini secara berturut-turut: 1. Pengamatan Berperanserta Bogdan (1972:3) mendefinisikan secara tepat pengamatan berperanserta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan. Sebagai pengamat, peneliti berperanserta dalam kehidupan sehari-hari subjeknya pada setiap situasi yang diinginkannya untuk dapat dipahami. Jadi jelas tidak pada peristiwa ia perlu berperanserta. Dengan kata lain, ada

20

seperangkat acuan tertentu yang membimbingnya untuk berperanserta. Ia memasuki pengalaman subjeknya dengan cara mengalami apa yang dialami mereka. Bagi mereka yang pertama kali terjun ke dalam bidang ini, biasanya pengalaman hari-hari pertama merupakan ujian mental dan ujian kemampuan. Peneliti dianjurkan agar mengiuti beberapa petunjuk sebagaiman yang dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor (1975: 127) sebagai berikut: 1) Jangan mengambil sesuatu dari lapangan secara pribadi, karena apa yang akan dilakukan di lapangan itu merupakan bagian dari proses lapangan itu sendiri. 2) Rencanakan kunjungan pertama untuk menemui seorang perantara yang nantinya akan memperkenalkan peneliti. Orang yang memberi izin

barangkali

dapat

melakukannya

atau

setidak-tidaknya

mengajurkan berkunjung kepada seseorang yang disarankannya. 3) Jangan berambisi untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin pada hari-hari pertama berada di lapangan. Ciptakan kemudahan diri sendiri di lapangan. Persingkat kunjungan pertama dan sampai sekitar satu jam atau kurang. Gunakan momen itu untuk memperoleh perkenalan pertama dan untuk memperoleh gambaran umum. 4) Bertindaklah

secara

relatif

pasif.

Tunjukkan

perhatian

dan

kesungguhan tentang apa yang dipelajari oleh penelitidan jangan dulu mengajukan terlalu banyak pertanyaan yang khusus, terutama dalam bidang yang barangkali bertentangan. 5) Bertindaklah dengan lemah lembut. Sewaktu peneliti diperkenalkan kepada orang-orang, tersenyumlah dan tunjukkan kesopanan yang dapat diterima dan tegurlah orang yang bertemu di suatu tempat.

2.3.2 Manusia sebagai Instrumen Penelitian Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan 21

pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrument atau alat disini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Namun, instrument penelitian disini dimaksudkan sebagai alat mengumpulkan data seperti tes pada penelitian kuantitatif. Guba dan Lincoln (1981: 128-150) mengungkapkan ciri-ciri umum, kualitas yang diharapkan, dan kemungkinan peingkatan manusia sebagai instrumen. a. Ciri-ciri Umum Manusia Sebagai Instrumen 1) Responsif: Manusia sebagai instrument responsive terhadap lingkungan dan terhadap pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Sebagai manusia ia bersifat interaktif terhadap orang dan lingkungannya. Ia tidak hanya responsif terhadap tanda-tanda, tetapi ia juga menyediakan tanda-tanda kepada orang-orang. Tanda-tanda yang diberikannya biasanya dimaksudkan untuk secara sadar berinteraksi dengan konteks yang ia berusaha memahaminya. 2) Dapat menyesuaikan diri. Manusia sebagai instrument hampir tidak terbatas dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data. Misalnya ia dapat menilai tingkatan karya seni hanya dengan melihat perhiasan di rumah. Jadi, manusia sebagai peneliti dapat melakukan beberapa tugas pengumpulan data sekaligus. Sambil mewawancarai ia membuat catatan, semetara itu ia mengamati susunan ruangan. Dengan demikian ia melakukan tugas yang dapat secara tajammembedakan segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan yang diamatinya secara serentak sehingga dapat dikatakan bahwa ia bertugas ganda di lapangan. Hal itu dapat dilakukannya karena perseptivitasnya, daya membedakannya, serta adanya insting dalam dirinya. 3) Menekankan

Keutuhan.

Manusia

sebagai

instrument

memanfaatkan imajinasi dan kreativitasnya dan memandang dunia ini

sebagi

suatu

keutuhan,

jadi

sebagai

konteks

yang

22

berkesinambungan di mana mereka memandang dirinya sendiri dan kehidupannya sebagai sesuatu yang real, benar, dan mempunyai arti. 4) Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan. Sewaktu peneliti melakukan

fungsinya

sebagai

pengumpul

data

dengan

menggunakan berbagai metode, tentu saja ia sudah dibekali dengan pengetahuan dan mungkin latihan-latihan yang diperlukan. Sewaktu

bekerja

di

lapangan

penelitian,

dasar-dasar

pengetahuannya, secara disadari ataupun tidak, membimbingnya melakukan kegiatan lapangan tersebut. 5) Memproses data secepatnya. Kemampuan lain yang ada pada manusia sebagai instrumen ialah memproses data secepatnya setelah diperolehnya, menyusunnya kembali, mengubah arah inquiry atas dasar penemuannya, merumuskan hipotesis sewaktu berada di lapangan, dan peneliti mengetes hipotesis itu pada respondennya. 6) Memanfaatkan

kesempatan

mengikhtisarkan.

Manusia

untuk

mengklarifikasikan

memiliki

kemampuan

dan untuk

menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subjek atau responden. Sering hal itu terjadi apabila informasi yang diberikan oleh

subjek

sudah

berubah.

Secepatnya

peneliti

akan

mengetahuinya, kemudian ia berusaha menggali lebih dalam lagi apa yang melatarbelakangi perubahan itu. Peneliti berusaha memperoleh penjelasan lagi mengenai hal ini, apakah terjadi karena suatu peristiwa tertentu, peraannya pada waktu itu, persepsinya, atau karena situasi yang memang sudah berubah. Peneliti mempunyai kemampuan untuk menggali lebih dalam, menghaluskan ataupun menguji dengan silang informasi yang mulanya meragukan baginya. 7) Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim dan idiosinkratik. Manusia sebagai instrument memiliki pula

23

kemampuan untuk menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan semula, yang tidak diduga terlebih dahulu, atau yang tidak lazim terjadi. Kemampuan peneliti bukan untuk menghindari melainkan justru mencari dan berusaha menggalinya lebih dalam. Kemampuan itu tidak ada tandingannya dalam penelitian manapun dan sangat bermanfaat bagi penemuan ilmu pengetahuan baru.

b. Kualitas yang diharapkan Pada dasarnya peneliti itu hendaknya memiliki sejumlah kualitas pribadi sebagai berikut: toleran, sabar, menunjukkan empati, menjadi pendengar yang baik, manusiawi, bersikap terbuka, jujur, objektif, penampilannya

menarik,

mencintai

pekerjaan

wawancara,

senang

berbicara, dan semacamnya. Selain itu tidak cepat jenuh terhadap pekerjaan yang melembaga, bisa bekerja sama tanpa merasa keletihan, dapat mengatasi tekanan batin karena tekanan psikologis di lapangan, dll. Peneliti hendaknya memiliki pula perasaan ingin tahu terhadap segala sesuatu

dan

senantiasa

mengharapkan

bahwa

informasi

yang

diperlukannya dapat pula datang dari sesuatu yang tidak diharapkan. Ia hendaknya mudah bergaul, gampang menyesuaikan diri dengan segala macam situasi, manampakkan situasi secara jujur dan tidak dibuat-buat \, menghargai perasaan dan pendapat subjeknya, dan tenang menghadapi situasi krisis sekalipun. c. Pengingkatan kemampuan peneliti sebagai instrumen Kemampuan peneliti sebagai instrumen dapat ditingkatkan dengan jalan pertama-tama peneliti hendaknya selalu pergi kepada situasi baru untuk memperoleh pengalaman, kemudian berusaha mencatat apa saja yang terjad dan mewawancarai beberapa orang serta mencatat apa saja yang menjadi hasil pembicaraan.

24

Selain itu, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretif, yang didalamnya peneliti terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dan terus-menerus dengan para partisipan. Keterlibatan inilah yang nantinya memunculkan serangkaian isu-isu strategis, etis, dan personal dalam proses penelitian kualitatif. Dengan keterlibatannya dalam concern seperti ini, peneliti kualitatif berperan untuk mengidengtifikasi bias-bias, nilai-nilai, dab latar belakang pribadinya secara refleksif, seperti gender, sejarah, kebudayaan, dan status sosial ekonominya, yang bisa saja turut membentuk interpretasi mereka selama penelitian. Selain itu, para peneliti kualitatif juga berperan memperoleh entri dalam lokasi penelitian dan masalah-masalah etis yang bisa saja muncul tiba-tiba. 

Nyatakanlah pengalaman-pengalaman anda sebelumnnya yang kirakira dapat mencerminkan data mengenai latar belakang yang komprehensif sehingga pembaca bisa lebih memahami topik, setting, atau para partisipan serta interpretasi anda atas fenomena tertentu.



Jelaskan hubungan antara anda (sebagai peneliti) dan partisipan, dan berilah keterangan mengenai lokasi penelitian. Penelitian “Backyard” (Glesne & Peshkin, 1992) melibatkan usaha identifikasi atas strategi pengolahan, mitra-mitra, atau setting kerja peneliti. Tugas ini seringkali mengharuskan peneliti terlibat dalam kompromi-kompromi tertentu untuk mengungkap informasi dan memunculkan isu-isu kekuasaan. Meskipun pengumpulan data bisa berlangsung nyaman dan mudah, masalah-masalah pelaporan data yang seringkali mengandung bias, tidak utuh, atau penuh dengan kompromi-kompromi juga tidak bisa diremehkan begitu saja. Jika penelitian backyard akan digunakan, cobalah menerapkan beragam strategi validasi (akan dijelaskan kemudian) untuk membuat pembaca merasa yakin akan akurasi hasil penelitian.



Jelaskan langkah-langkah yang anda lalui dalam memperoleh izin dari Dewan Pertimbangan Institusional/institutional Review Board (IRB)

25

untuk memproteksi hak-hak para partisipan. Dalam lampiran, sajikanlah surat persetujuan atau surat izin dari IRB dan jelaskan proses-proses memperoleh izin tersebut. 

Jelaskan langkah-langkah yang diambil untuk memperoleh izin dalam meneliti para partisipan dan lokasi penelitian (Marshall & Rossman, 2006). Peneliti perlu memiliki akses untuk meneliti dan mengarsip lokasi penelitian dengan cara berusaha mendapatkan izin dari pihak security atau individu-individu tertentu yang memiliki akses pada lokasi tersebut dan memberikan izin penelitian. Proposal ringkas mungkin perlu dibuat untuk diserahkan sebagai pertimbangan kepada pihak security tersebut. Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan beberapa hal yang dapat dibahas dalam proposal untuk keperluan izin ini: 1. Mengapa lokasi tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian? 2. Kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan di lokasi tersebut selama penelitian? 3. Apakah penelitian ini akan mengganggu lingkungan sekitar? 4. Bagaimana melaporkan hasil penelitian ini? 5. Apa yang dapat diperoleh pihak security dari penelitian ini?



Berikan penjelasan mengenai masalah-masalah etis yang mungkin muncul. Untuk masalah-masalah etis ini, jelaskan bagaimana anda akan mengantisipasinya. Misalnya, ketika sedang meneliti topik yang sensitif, penting merahasiakan nama-nama orang, lokasi, atau aktivitas-aktivitas tertentu. Dalam hal ini, proses merahasiakan informasi juga perlu dibahas dalam proposal penelitian.

2.3.3

Kualitas Pribadi Peneliti Peneliti kulitatif akan senantiasa berhubungan dengan subjeknya. Hubungan yang memerlukan kualitas pribadi peneliti terutama pada waktu proses wawancara terjadi. Kualitas pribadi itu meliputi: toleran, sabar, menunjukan empati, menjadi pendengar yang baik, manusiawi, bersikap terbuka, jujur,

26

objektif, penampilannya menarik, senang berbicara, dan semacamnya. Peneliti hendaknya memiliki pula perasaan ingin tahu terhadap segala sesuatu dan senantiasa mengharapkan informasi yang diperlukannya dapat pula datang dari sesuatu yang tidak diharapkan.

2.3.4

Peningkatan Kemampuan Peneliti sebagai Instrument Kemampuan peneliti sebagai instrument dapat ditingkatkan dengan jalan pertama-tama peneliti hendaknya selalu pergi kepada situasi baru untuk memperoleh pengalaman, kemudian berusaha mencatat apa saja yang terjadi, dan mewawancarai beberapa orang serta mencatat apa

saja yang menjadi hasil

pembicaraan.

2.4 Prosedur Pengumpulan Data Penjelasan tentang peran peneliti akan turut menentukan penjelasan tentang masalah-masalah yang mungkin muncul dalam proses pengumpulan data. Langkah-langkah pengumpulan data meliputi usaha membatasi penelitian, mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara, baik yang terstruktur maupun tidak, dokumentasi, materi-materi visual, serta usaha merancang protokol untuk merekam/mencatat informasi. 

Identifikasilah lokasi-lokasi atau individu-individu yang sengaja dipilih dalam proposal penelitian. Gagasan di balik penelitian kualitatif adalah memilih dengan sengaja dan penuh perencanaan para partisipan dan lokasi (dokumen-dokumen atau materi visual) penelitian yang dapat membantu peneliti memahami masalah yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif, tidak terlalu dibutuhkan random sampling atau pemilihan secara acak terhadap para partisipan dan lokasi penelitian, yang biasanya dijumpai dalam penelitian kuantitatif. Pembahasan mengenai para partisipan dan lokasi penelitian dapat mencakup empat aspek (Miles dan Huberman, 1994), yaitu: setting (lokasi penelitian), aktor (siapa yang akan diobservasi atau diwawancarai), peristiwa

27

(kejadian apa saja yang dirasakan oleh aktor yang akan dijadikan topik wawancara dan observasi, dan proses (sifat peristiwa yang dirasakan oleh aktor dalam setting penelitian). 

Jelaskan jenis-jenis data yang akan dikumpulkan. Peneliti –dalam kebanyakan penelitian kualitatif– mengumpulkan beragam jenis data dan memanfaatkab waktu seefektif mungkin untuk mengumpulkan informasi di lokasi penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan intrumen utama penelitian, di mana peneliti sekaligus sebagai perencana yang menetapkan fokus, memilih informan, sebagai pelaksana pengumpulan data, menafsirkan data, menarik kesimpulan sementara di lapang dan menganalisis data di lapangan yang alami tanpa dibuat-buat. Sudarwin (2002) menyatakan bahwa peneliti sebagai instrument dalam penelitian kualitatif mengandung arti bahwa peneliti melakukan kerja lapangan secara langsung dan bersama beraktivitas dengan orang-orang yang diteliti untuk mengumpulkan data. Konsekuensi peneliti sebagai instrumen penelitian adalah peneliti harus memahami masalah yang akan diteliti, memahami teknik pengumpulan data penelitian kualitatif yang akan digunakan. Peneliti harus dapat menangkap makna yang tersurat dan tersirat dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan, untuk itu dibutuhkan kepandaian dalam memahami masalah. Peneliti harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang akan diteliti, untuk itu dibutuhkan sikap yang toleran, sabar dan menjadi pendengar yang baik. Moleong (2005) mengemukakan ciri-ciri manusia atau peneliti sebagai instrument mencakup segi responsif, menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses, mencari respon. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat dinamis, di mana peneliti memasuki lapangan yang terbuka apa adanya, otomatis peneliti menghadapi situasi yang sulit diprediksi dengan tepat apa yang sudah,sedang dan akan terjadi. Untuk itu maka peneliti haruslah mengandalkan teknik-teknik

28

pengumpulan data kualitatif, seperti wawancara, observasi, dokumen dan pemaknaan. Peneliti dituntut untuk menunjukkan bukti secara nyata dari lapangan. Seperti yang dikatakan oleh Faisal (1990) yang menyatakan bahwa teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian kualitatif adalah observasi partisipatif dan wawancara mendalam ditambah dokumentasi. 1. Observasi Partisipatif Observasi berasal dari kata observation yang berarti pengamatan. Metode observasi dilakukan dengan cara mengamati perilaku, kejadian atau kegiatan orang atau sekelompok orang yang diteliti. kemudian mencatat hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dengan pengamatan peneliti dapat melihat kejadian sebagaimana subyek yang diamati mengalaminya,

menangkap,

merasakan

fenomena

sesuai

pengertian subyek dan obyek yang diteliti. Pengamatan menjadi alat ilmiah dan metode pengumpulan data untuk peneliti, ketika melayani

tujuan

penelitian

dirumuskan,

secara

sistematis

direncanakan dan dicatat dan dikenakan untuk cek dan kontrol pada validitas dan reliabilitas (Kothari, 2004: 96). Menurut

Spradley

(1980)

Tujuan

observasi

adalah

memahami pola, norma dan makna dari perilaku yang diamati, serta peneliti belajar dari informan dan orang-orang yang diamati. Selanjutnya Spradley mengemukakan bahwa yang diamati adalah situasi sosial yang terdiri dari tempat, pelaku dan aktivitas. Tempat adalah di mana observasi dilakukan, dapat di rumah, lingkungan, sekolah, kelas, bengkel dll. Pelaku adalah orang-orang yang berperan dalam masalah yang diteliti, seperti, guru, pengawas, siswa, orang tua siswa, petani, buruh, masyarakat dll. Aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pelaku yang sedang diteliti, seperti, kegiatan belajar mengajar, belajar, bekerja dan kegiatan lainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

29

Untuk dapat melakukan observasi dengan baik, peneliti harus

memahami

bentuk

atau

jenis

observasi,

sehingga

mendapatkan data yang akurat sesuai apa yang sebenarnya terjadi di lapang. Ada beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan. Bungin (2006) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur. Menurut Susan dalam Sugiyono (2006) dalam observasi partisipatif peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktifitas mereka. Jadi Observasi partisipasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar berada dalam keseharian pelaku yang diteliti atau informan, keberadaan peneliti dapat terlibat secara aktif maupun tidak aktif. Spradley (1980) membagi partisipasi atau keterlibatan peneliti menjadi empat yaitu; (1) partisipasi pasif, di mana peneliti datang mengamati tetapi tidak ikut terlibat kegiatan yang diamati; (2) partisipasi moderat, di mana peneliti kadang ikut aktif terlibat kegiatan kadang tidak aktif; (3) partisipasi aktif, di mana peneliti terlibat aktif dalam kegiatan yang diteliti; (4) partisipasi lengkap, di mana peneliti sudah sepenuhnya terlibat sebagai orang dalam, sehingga tidak kelihatan sedang melakukan penelitian. Untuk mendapatkan data yang akurat sebaiknya menggunakan observasi dengan partisipasi lengkap, karena sebagai orang dalam peneliti leluasa mengamati dan mendapatkan makna sesungguhnya dari apa yang diamati. Sementara observasi tidak berstruktur adalah observasi di mana peneliti belum tahu secara pasti apa yang akan diamati, sehingga pengamatan dilakukan tanpa menggunakan instrument

30

baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan, oleh karena itu peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati fenomena atau dinamika pelaku yang diteliti. Sedangkan observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa fenomena atau event sekaligus. Dalam

melakukan

observasi,

peneliti

harus

dapat

memusatkan perhatian dan akhirnya memilih hal-hal yang secara khas menemukan gambaran sesuatu yang bermakna. Pada permulaan observasi peneliti mengamati secara menyeluruh dan dengan ruang lingkup yang luas, kemudian memusatkan diri pada hal-hal yang menjadi fokus penelitianya dan akhirnya memilih halhal yang khas dan yang paling relevan untuk diamati dengan lebih cermat. Hal ini seperti yang dikemukakan Spradley (1980) yang mengungkapkan bahwa tahapan observasi ada tiga yaitu; (1) observasi deskriptif, di mana peneliti mengamati semua yang ada secara menyeluruh,

mendeskripsikan semua

yang diamati,

observasi ini disebut juga sebagai grand tour observation; (2) observasi terfokus, di mana pengamatan difokuskan pada aspek tertentu yang menjadi fokus penelitian, observasi ini disebut juga sebagai mini tour observation. dan; (3) observasi terseleksi, di mana peneliti menyeleksi fokus yang ditemukan secara lebih rinci lagi, Selanjutnya Spradley mengatakan, ketika melakukan observasi peneliti dapat mulai melakukan analisis. Pada observasi deskriptif peneliti dapat mulai menarik kesimpulan sementara, dengan analisis domain, sehingga dapat mendeskripsikan semua yang diobservasi. Pada observasi terfokus, peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus yang sebenarnya. Pada observasi terseleksi, peneliti melakukan analisis komponensial,

sehingga

dapat

menemukan

karakteristik,

31

persamaan, perbedaan, hubungan dari yang diteliti sehingga mudah ditarik kesimpulan dan ditemukan makna sebenarnya dari apa yang diteliti setelah kemudian menggunakan analisis tema. Jika analisisnya menggunakan analisis interaktif, maka pada setiap tahapan observasi di atas peneliti, dapat melakukan reduksi data, tabulasi data dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Observasi atau pengamatan dapat dilaksanakan dengan bantuan alat pengamatan yang berupa, daftar cek, tabel sosiometri, catatan lapangan, jurnal harian, alat perekam elektronik dan format lainnya. Pemilihan alat bantu menjadi sangat penting untuk mendapatkan data kualitatif yang penuh makna. misalnya perilaku, aktifitas, dan proses kegiatan lainnya. Catatan lapangan menjadi pilihan utama, karena memungkinkan peneliti memahami makna yang terkandung di lapang yang diamati kemudian mencatatnya, sementara format lainnya seperti daftar cek hanya sebagai pelengkap, karena daftar cek sering tidak dapat memuat semua apa yang diamati. Catatan lapangan terdiri dari catatan deskriptif yang berisi gambaran tempat, orang dan kegiatannya (termasuk pembicaraan dan ekspresinya). Dan catatan reflektif yang berisi pendapat, gagasan dan kesimpulan sementara peneliti serta rencana berikutnya. Seperti yang dikemukakan Moleong (2005) Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualiatatif. 2. Wawancara Mendalam Selain

melalui

observasi

partisipatif,

peneliti

dapat

mengumpulkan data melalui wawancara mendalam, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengajukan pertanyaan antara pewawancara dengan yang diwawancarai. Bahkan keduanya dapat dilakukan bersamaan, di mana wawancara dapat digunakan untuk menggali

32

lebih dalam lagi data yang didapat dari observasi. Seperti yang dikemukakan Sugiyono (2006) yang mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada orang-orang yang ada di dalamnya. Ada beberapa jenis wawancara yang dapat digunakan, menurut Sudarwan (2002) berdasarkan strukturnya, pada penelitian kualitatif ada dua jenis wawancara yaitu; (1) wawancara relatif tertutup, di mana pertanyaan difokuskan pada topik khusus dan umum dan dibantu oleh panduan wawancara yang dibuat cukup rinci;(2) wawancara terbuka, di mana peneliti memberikan kebebasan diri untuk berbicara secara luas dan mendalam. Kedua jenis wawancara ini dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. wawancara relatif tertutup digunakan jika peneliti telah memperkirakan

tentang

informasi

yang

akan

didapatkan.

Sedangkan wawancara terbuka digunakan dalam penelitian pendahuluan

untuk

mendapatkan

informasi

awal

tentang

permasalahan yang ada. Wawancara terbuka juga digunakan untuk mendapatkan informasi lebih dalam lagi. Pada awalnya yang dibicarakan hanya masalah yang sepele yang tidak berkaitan dengan masalah penelitian, namun perlahan tapi pasti, mulai menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian sampai tuntas. Menurut Moleong (2005) ada dua jenis pertanyaan yaitu pertanyaan luaran dan pertanyaan pendalaman. Pertanyaan luaran adalah pertanyaan yang bersifat umum dan tidak menggali informasi secara mendalam, sedangkan pertanyaan pendalaman digunakan untuk menggali informasi secara mendalam sampai ke makna yang terkandung dalam kasus yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif, untuk mendapatkan data yang penuh makna, sebaiknya digunakan wawancara terbuka atau

33

wawancara tak terstruktur yang dapat secara leluasa menggali data selengkap mungkin dan sedalam mungkin sehingga pemahaman peneliti terhadap fenomena yang ada sesuai dengan pemahaman para pelaku itu sendiri. Disinilah peran peneliti sebagai instrumen utama yang tidak selalu terpancang pada panduan wawancara. Keberhasilan

wawancara

sangat

tergantung

pada

keterampilan yang dimilikipeneliti dalam mendapat kepercayaan orang yang diwawancarai. keterampilan itu antara lain, cara mengajukan pertanyaan seperti sensitifitas pertanyaan dan urutan pertanyaan, cara mendengarkan dengan serius, cara berekspresi secara verbal seperti intonasi dan kecepatan suara, maupun berekpresi secara nonverbal seperti kontak mata, sabar dan perhatian dalam mengikuti jawaban serta mengkondisikan situasi yang nyaman. Wawancara dapat dimulai dengan pertanyaan yang mudah sebagai pendahuluan atau pemanasan, baru mulai masuk ke pertanyaan informasi dan fakta, hindari pertanyaan bermakna ganda, hindari pertanyaan masalah privacy, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif, dan kontrol emosi negatif, perdalam pertanyaan ke topik yang lebih spesifik, kemudian diakhiri dengan pertanyaan penutup. Masalah yang mungkin muncul dalam wawancara; adalah orang yang diwawancarai tidak konsentrasi, tidak kooperatif, menolak berbicara atau tidak suka berbicara dan masalah teknis (alat perekam, catatan). Berikut ini tips wawancara menurut Jennifer Mason (2002: 74): 

Masuk akal, atau bermakna bagi, yang diwawancarai



Terkait dengan keadaan narasumber, pengalaman dan sebagainya, berdasarkan apa yang Anda sudah tahu tentang mereka

34



Peka terhadap narasumber, dengan kebutuhan dan hak-hak mereka, sesuai dengan Anda posisi etika dan praktek moral yang membantu aliran interaksi wawancara - yang ‘percakapan dengan tujuan’ -bukan menghambatnya.



Memastikan fokus yang tepat pada isu-isu dan topik yang relevan dengan pertanyaan penelitian Anda.

3. Kajian Dokumen Dokumen diartikan sebagai suatu catatan tertulis / gambar yang tersimpan tentang sesuatu yang sudah terjadi. Dokumen merupakan fakta dan data tersimpan dalam berbagai bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, laporan, peraturan, catatan harian, biografi, simbol, artefak, foto, sketsa dan data lainya yang tersimpan. Dokumen tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi untuk penguat data observasi dan wawancara dalam memeriksa keabsahan data, membuat interprestasi dan penarikan kesimpulan. Kajian dokumen dilakukan dengan cara menyelidiki data yang didapat dari dokumen, catatan, file, dan hal-hal lain yang sudah didokumentasikan. Metode ini relatif mudah dilaksanakan dan apabila ada kekeliruan mudah diganti karena sumber datanya tetap. Dengan membuat panduan / pedoman dokumentasi yang memuat

garis-garis

besar

data

yang

akan

dicari

akan

mempermudah kerja di lapangan dalam melacak data dari dokumen satu ke dokumen berikutnya. 4. Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion) Diskusi kelompok terarah/terfokus (DKT) diambil dari bahasa Inggris Focus Group Discussion (FGD) yang termasuk dalam teknik wawancara kelompok. Menurut Smith dalam Moleong (2005) mendifinisikan wawancara kelompok sebagai

35

suatu situasi di mana kelompok yang dibangun cukup kecil untuk melaksanakan diskusi yang pantas. Sementara Burhan (2003) menyatakan bahwa FGD /DKT adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Dari kutipan diatas dapat dikatakan bahwa teknik pengumpulan data dengan diskusi kelompok terarah dapat digunakan untuk mengungkap data dan pemaknaannya dari sekelompok orang berdasarkan hasil diskusi yang terfokus atau terarah pada suatu permasalahan yang akan diteliti. Dengan FGD kebenaran data bukan lagi subyektif individual, tetapi menjadi kebenaran kelompok, karena selama diskusi berlangsung, masingmasing orang mengemukakan pendapatnya. FGD menjadi penting untuk menghindari pemaknaan yang salah oleh peneliti terhadap wawancara secara perseorangan terhadap masalah yang sedang diteliti. Melalui FGD peneliti dapat; memfokuskan penelitian; menentukan topik-topik diskusi; melengkapi hasil dari wawancara, observasi dan dokumen, mengembangkan teori dan mendapatkan istilah-istilah khusus dalam kelompok. Diskusi dapat dipimpin oleh moderator / fasilitator yang biasanya peneliti dengan dibantu oleh beberapa asisten, yang bertugas mencatat, mengamati jalannya diskusi dan mengingatkan jalanya diskusi. Moderator diskusi harus dapat membangun suasana dengan pembukaan, kemudian memberi gambaran umum topik hari itu, tujuan dan aturan diskusi, setelah itu baru mengajukan pertanyaan sebagai pembuka diskusi. Diupayakan diskusi berjalan spontan dan bebas dengan fokus tertentu sesuai masalah yang akan diungkap dan setiap peserta diberi kesempatan untuk mengungkap pendapatnya. Jumlah kelompok diskusi

36

sebaiknya kecil antara 8-12 orang yang dipilih berdasarkan kewenanganya,

kemampuanya

dalam

memberikan

data,

pengalamannya, keterlibatanya dalam masalah yang akan diteliti. Proses FGD dicatat atau direkam oleh asisten dalam catatan yang lengkap dan kronologis sebagai suatu catatan proses yang lebih lengkap dari sekedar notulensi, karena mencatat semua pembicaraan dan argumentasi yang muncul serta seluruh kejadian yang terjadi selama diskusi. Prosedur-prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif melibatkan empat jenis strategi, seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2.2

Tabel

2.2

Jenis-jenis,

Opsi-opsi,

Kelebihan-kelebihan,

dan

Kelemahan-kelemahan Pengumpulan Data Kualitatif Jenis-jenis Observasi

Opsi-opsi

Kelebihan-kelebihan

 Partisipan utuh – peneliti menyembunyikan perannya

sebagai

observer. sebagai –

menampakan

peneliti perannya

sebagai observer.  Partisipan observer

 Peneliti tampak

pengalaman

penggangu.



observasi diserahkan

dari

partisipan

peran

saja

sebagai

 Peneliti

sangat

mungkin tidak dapat

 Peneliti

dapat

melakukan perekaman

sebagai

bisa

mendapatkan

langsung

 Peneliti partisispan

 Peneliti

Kelemahan-kelemahan

ketika

ada informasi yang muncul.

melaporkan

hasil

observasi

yang

bersifat privat.  Peneliti

dianggap

tidak memiliki skill

sekunder

 Aspek-aspek yang

observasi yang baik.

kepada

tidak biasa, ganjil,

 Sejumlah partisipan

partisipan.

atau

 Peneliti utuh – peneliti mengobservasi bantuan partisipan.

tanpa

aneh

dideteksi

bisa selama

observasi/  Opsi

tertentu

(seperti,

siswa) sering kali hanya

terakhir

masalah

selama

proses

37

penting

jika

peneliti

tengah

penelitian.

mengeksplorasi topik-topik

yang

mungkin

kurang

menyenangkan bagi para partisipan untuk dibahas.

Wawancara

 Berhadap-hadapan peneliti



melakukan

 Opsi

pertama

yang

ketika

diperoleh bisa saja

peneliti tidak bisa

tidak murni karena

mengobservasi

masih

mewawancarai

secara

kembali

partisipan lewat telepon.

semua partisipan.

peneliti.

 Para partisipan bisa

 Wawancara

wawancara perorangan.  Telepon



peneliti

 Focus group – peneliti dalam

sebuuah kelompok.  Wawancara dengan

email

langsung

lebih

mewawancarai partisipan

penting

 Informasi

internet atau

perangkat online lain.

leluasa

akan

disaring oleh

hanya

memberikan

memberikan

informasi di tempat

informasi historis.

yang

 Memungkinkan

ditentukan,

peneliti mengontrol

bukan

alur Tanya jawab

alamiah.

(questioning).

sudah

di

 Kehadiran

dan tempat

peneliti

bisa saja melahirkan respon-respon yang bias.  Tidak semua orang punya

kemampuan

artikulasi

dan

persepsi yang setara.

Dokumentasi

 Dokumen publik, seperti makalah, atau Koran.

 Memungkinkan peneliti

 Tidak semua orang memiliki

38

 Dokumen privat, seperti

memperoleh

kemampuan

diary, buku harian, atau

bahasa dan kata-

artikulasi

surat.

kata tekstual dari

persepsi yang setara.  Dokumen ini bisa

partisipan.  Dapat

diakses

kapan

saja

sumber

informasi



yang tidak terlalu

saja diproteksi dan tidak

memberikan

akses privat maupun publik.  Mengharuskan

menonjol.  Menyajikan yang

dan

data

berbobot.

peneliti

menggali

informasi

dari

Data ini biasanya

tempat-tempat yang

sudah ditulis secara

mungkin saja sulit

mendalam

ditemukan.

oleh

 Dokumen

partisipan.  Sebagai tertulis,

bukti data

ini

yang

terkomputerisasi masih

benar-benar dapat

mengharuskan

menghemat waktu

peneliti

peneliti

mentranskrip secara

dalam

mentranskrip.

online

untuk

atau

men-

scannin0nya terlebih dahulu.  Materi-materinya sangat

mungkin

tidak lengkap.  Dokumen

tersebut

bisa saja tidak asli atau tidak akurat.

Audio-

 Foto

 Bisa

Visual

 Videotape

metode yang tidak

bisa

 Objek-objek seni

terlalu

rumit

menjadi

menonjol

 Materi

seperti saja

ini

sangat untuk

39

 Software computer

dalam

 Film

pengumpulan data.

proses

 Memberikan kesempatan partisipan

ditafsirkan.  Beberapa

materi

audio-visual bagi untuk

diproteksi dan tidak memberikan

membagi

punblik

pengalamannya

privat.

secara langsung.

 Kehadiran

 Materi audio-visual

maupun

peneliti

(seperti, fotografer)

merupakan materi

sangat

kreatif yang dibuat

mengganggu

dengan

(disruptif).

penuh

akses

mungkin

perhatian.

Catatan: Tabel ini merupakan gabungan dari beberapa materi yang pernah disampaikan oleh Merriam (1998), Bogdan & Biklen (1992), dan Creswell (2007). 2.4.1 Observasi Observasi kualitatif merupakan observasi yang didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individuindividu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat – baik dengan cara terstruktur maupun semistruktur (misalnya, dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang memang ingin diketahui oleh peneliti)– aktivitasaktivitas dalam lokasi penelitian. Para peneliti kualitatif juga dapat terlibat dalam peran-peran yang beragam, mulai dari sebagai non-partisipan hingga partisipan utuh. Di dalam observasi, ada kemungkinan interpretasi tidak perlu dilakukan bersamaan, meskipun ada juga yang menghendaki bersama-sama. Apabila interpretasi dilakukan setelah pengamatan maka hal ini disebut high-inference observation.

40

Kegiatan interpretasi yang tidak dilakukan secara bersama-sama dengan observasi, maka data yang direkam hanyalah fakta. Apabila kedua proses itu dilakukan bersama-sama maka selain fakta yang dihasilkan juga hasil interpretasi berupa pemahaman terhadap fakta dan data. Penetapan fokus observasi perlu dilakukan agar segala yang hendak diamati tidak terlewatkan. Dengan kata lain, titik incar yang mejadi fokus observasi benar-benar teramati dengan baik (Basrowi: 2008: 99-100). Observasi/pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperanserta dan yang tidak berperanserta. Pada pengamatan tanpa peranserta pengamat hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Pengamatan berperanserta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagi pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamatinya. Pengamatan dapat juga dibagi atas pengamatan terbuka dan pengamatan tertutup. Pengamatan terbuka atau tertutup di sini adalah pengamat dan latar penelitian. Pengamat secara terbuka diketahui oleh subjek, sedangkan sebaliknya para subjek dengan sukarela memberikan kesempatan pada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi, dan mereka menyadari bahwa ada orang yang mengamati hal yang dilakukan oleh mereka. Sedaliknya, pada pengamatan tertutup, pengamatnya beroperasi dan mengadakan pengamatan tanpa diketahui para subjeknya. Biasanya pengamatan seperti yang terakhir dilakukan di tempattempat umum seperti bioskop, taman, tempat rapat umum, atau tempat-tempat hiburan lainnya. Bufort Junker (dalam Patton, 1980: 131-132) dengan tepat memberikan gambaran tentang peranan peneliti sebagai pengamat sebagai berikut: 1) Berperanserta secara lengkap Pengamat dalam hal ini mejadi anggota penuh dari kelompok yang diamatinya. Dengan demikian, ia memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkannya, termasuk yang dirahasiakan sekalipun. 2) Pemenranserta sebagai pengamat

41

Peranan peneliti sebagi pengamat dalam hal ini tidak sepenuhnya sebagai pemeranserta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan. Ia menjadi anggota pura-pura jadi tidak melebur dalam arti sesungguhnya. Peranan demikian masih membatasi para subjek menyerahkan dan memberikan informasi terutama yang bersifat rahasia. 3) Pengamat sebagai pemeranserta Peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh umum bahkan mungkin ia atau mereka disponsori oleh para subjek. Karena itu, bermacam informasi termasuk yang rahasia sekalipun dapat dengan mudah diperolehnya. 4) Pengamat penuh Biasanya hal ini terjadi pada pengamatan suatu eksperimen di laboratorium yang menggunakan kaca sepihak. Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subjeknya sama sekali tidak mengetahui apakah mereka sedang diamati atau tidak.

Berikut hal-hal yang harus dipersiapkan peneliti sebelum melakukan observasi: a. Perlu diklarifikasi apa saja yang perlu diobservasi b. Setiap konsep harus ada kriterianya sehingga observer tidak kehilangan arah c. Fenomena dipecah-pecah menjadi kecil, dan tidak terlalu banyak fenomena yang diteliti dalam waktu tertentu sehingga observer tidak kehilangan fenomena lain yang muncul.

2.4.2 Wawancara Wawancara dalam penelitian kualitatif disebut sebagi wawancara secara mendalam (depth interview) atau wawancara secara intensif (intensive-inteview) dan kebanyaka tidak berstruktur. Tujuannya untuk mendapatkan data kualitatif yang mendalam.

42

Peneliti dapat melakukan face-to-face interview (wawancara berhadaphadapan) dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon atau terlibat dalam focus group interview (intervies dalam kelompok tertentu) yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan per kelompok. Wawancara-wawancara seperti ini tentu saja memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstrukur. Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif. Selanjutnya dibedakan antara responden dengan informan. Pada wawancara mendalam ini pewawancara relatif tidak mempunyai control atas respons informan, artinya informan bebas memberikan jawaban. Karena itu peneliti mempunyai tugas berat agar informan bersedia memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam, bila perlu tidak ada yang disembunyikan. Caraya dengan mengusahakan wawancara langsung informal seperti orang sedang mengobrol. 2.4.3 Dokumentasi Selama proses penelitian, peneliti juga bisa mengumpulkan dokumendokumen kualitatif. Dokumen ini bisa berupa dokumen publik (seperti, koran, makalah, laporan kantor) ataupun dokumen privat (seperti, buku harian, diary, surat, e-mail). 2.4.4 Audio-Visual Kategori terakhir dari data kualitatif adalah materi audio dan visual. Data ini bisa berupa foto, objek-objek seni, videotape, atau segala jenis suara/bunyi. 2.4.5 Fokus Group Disscussion (FGD) Selain prosedur/teknik diatas, ada jenis teknik lain yaitu yang disebut dengan Focus Group Discussion (FGD) atau disebut juga grup interview yang

43

tergolong dalam jenis wawancara terfokus atau terstruktur. Minichiello (1990: 10) mengemukakan wawancara jenis ini menggunakan panduan diskusi tersusun dari beberapa topic tetapi urutan pertanyaannya tidak disusun secara kaku, melainkan lebih fleksibel (Basrowi, 2008: 165). Menurut Hoed (1995: 1), FGD dirancang dengan tujuan mengungkapkan persepsi kelompok mengenai suatu gejala budaya (misalnya sebuah merek produk, program, atau kebijaksanaan, tertentu). Sementara Krueger (1988: 30) menyebutkan “Focus Group Produce Qualitative Data that provide insight into the attitudes, perception, and opinion of participant.” Lebih lanjut Kruegger mengatakan karakteristik FGD mencakup lima hal, yaitu: sejumlah orang, yang memiliki karakteristik tertentu, memberikan data, tentang sifat atau keadaan kualitatif tertentu, dalam sebuah diskusi terfokus”. Sebagaimana juga teknik lainnya, FGD hanya dipakai untuk tujuan menghimpun data sebanyak-banyaknya dari informan. Dengan FDG, informasi yang ditangkap oleh peneliti adalah informasi kelompok, sikap kelompok, pendapat kelompok, dan keputusan kelompok. Dengan demikian, kebenaran informasi bukan lagi kebenaran perorangan (subjektif) namun menjadi kebenaran intersubjektif, karena selama diskusi berlangsung masing-masing orang tidak saja memperhatikan pendapatnya sendiri, namun ia juga mempertimbangkan apa yang dikatakan oleh peserta FGD lainnya. Langkah-langkah/tahapan analisis yang dlakukan oleh peneliti berdasarkan transkip FGD yang telah dibuat, antara lain: 1) melakukan coding terhadap sikap, pendapat peserta yang memiliki kesamaan, 2) menentukan kesamaan sikap dan pendapat berdasarkan konteks yang berbeda, 3) menentukan persamaan istilah yang digunakan, termasuk perbedaan pendapat terhadap istilah yang sama,

44

4) melakukan klasifikasi dan kategorisasi terhadap sikap dan pendapat peserta, 5) mencari hubungan diantara masing-masing kategorisasi yang ada untuk menentukan bentuk bangunan hasil diskusi atau sikap dan pendapat kelompok terhadap masalah yang didiskusikan (fokus diskusi), 6) menyiapkan draft laporan FGD untuk didiskusikan pad akelompok yang lebih besar untuk mendapatkan masukan lebih luas, sebelum diseminarkan pada forum ilmiah.

2.5 Prosedur Perekaman Data Proposal seharusnya mengidentifikasi data apa yang akan direkam dan prosedur-prosedur apa yang akan digunakan untuk merekam data tersebut.  Gunakanlah protokol untuk merekam data observasional. Peneliti sering kali terlibat dalam banyak observasi selama penelitian dan selama observasi ini; peneliti menggunakan protokol observasional untuk merekam data. Protokol ini bisa berupa satu lembar kertas dengan garis pemisah

ditengah

untuk

membedakan

catatan-catatan

deskriptif

(deskripsi mengenai partisipan, rekonstruksi dialog, deskripsi mengenai setting fisik, catatan tentang peristiwa dan aktifitas tertentu) dengan catatan-catatan refleksif (pengetahuan pribadi peneliti, seperti “spekulasi, perasaan, masalah, gagasan, dugaan, kesan, dan prasangka”). Dalam protokol ini juga bisa disertakan informasi demografis, seperti jam, tanggal, dan lokasi di mana peneliti saat itu berada.  Gunakanlah protokol wawancara ketika mengajukan pertanyaan dan merekam jawaban-jawaban selama wawancara kualitatif. Protokol ini bisa mencakup komponen-komponen berikut ini: 1. Judul

(tanggal,

lokasi,

pewawancara/peneliti,

yang

di

wawancarai/partisipan)

45

2. Instruksi-instruksi yang harus diikuti oleh partisipan agar prosedur-prosedur wawancara dapat berjalan lancar. 3. Pertanyaan-pertanyaan (biasanya pertanyaan ice-breaker di awal wawancara yang kemudian dilanjutkan dengan 4-5 pertanyaan yang menjadi subpertanyaan-subpertanyaan dari rumusan masalah penelitian; lalu diikuti oleh beberapa pernyataan lain atau pertanyaan penutup, seperti: “siapa yang harus saya kunjungi untuk mempelajari lebih lanjut mengenai topik ini?”) 4. Proses

penjajakan/pemeriksaan

dengan

mengajukan

4-5

pertanyaan, untuk meminta partisipan menjelaskan gagasangagasan mereka lebih detail atau untuk menguraikan lebih rinci tentang apa yang mereka katakan. 5. Waktu tunda selama wawancara untuk merekam /mencatat respon-respon dari partisipan. 6. Ucapan terima kasih kepada orang yang diwawancarai atas waktu yang diluangkan untuk wawancara 

Peneliti merekam informasi dari partisipan dengan menggunakan catatan-tangan, dengan audiotape, atau dengan videotape. Akan tetapi, meskipun wawancara ini direkam menggunakan audiotape, sebaiknya peneliti tetap mencatatnya karena banyak kejadian hasil rekaman menjadi korup, rusak, atau gagal. Jika videotape yang digunakan, peneliti harus tetap mengatur rencana selanjutnya untuk mentranskrip hasil rekaman videotape ini.



Untuk dokumen dan materi-materi visual, dapat direkam/dicatat sesuai keinginan peneliti. Bisanya rekaman/catatan harus merefleksikan informasi mengenai dokumen tersebut atau materi lain serta gagasangagasan inti dalam dokumen itu. Penting juga mencatat apakah materi ini benar-benar mencerminkan materi primer (seperti, informasi yang secara langsung berasal dari orang atau situasi yang ten ga diteliti) atau materi sekunder (seperti, catatan-catatan tangan kedua /second-hand tentang orang atau situasi penelitian yang berasal dari sumber lain). 46



Peneliti juga perlu memberikan komentar tentang nilai dan reliabilitas sumber-sumber data ini.

2.6 Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Bagian analisis data bisa terdiri dari sejumlah komponen. Tetapi, proses analisis data secara keseluruhan melibatkan usaha memaknai data yang berupa teks atau gambar. Untuk itu, peneliti perlu mempersiapkan data tersebut untuk dianalisis, melakukan analisis-analisis yang berbeda, memperdalam pemahaman akan data tersebut, menyajikan data, dan membuat interpretasi makna yang lebih luas akan data tersebut. Ada sejumlah proses umum yang bisa dijelaskan oleh peneliti dalam proposal mereka untuk menggambarkan keseluruhan aktivitas analisis data ini, sebagaimana yang pernah dideskripsikan berikut ini: 

Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membuthkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaanpertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Maksudnya, analisis data kualitatif bisa saja melibatkan proses pengumpulan data, interpretasi, dan pelaporan hasil secara serentak dan bersama-sama. Ketika wawancara berlangsung, misalnya, peneliti sambil lalu melakukan analisis terhadap data-data yang baru saja diperoleh dari hasil wawancara ini, menulis catatan-catatan kecil yang dapat dimasukan sebagai narasi dalam laporan akhir, dan memikirkan susunan laporan akhir.



Analisis data melibatkan pengumpulan data yang terbuka, yang didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan umum, dan analisis informasi dari para partisipan.



Analisis data kualitatif yang dilaporkan dalam artikel-artikel jurnal dan buku-buku ilmiah sering kali menjadi model analisis yang umum digunakan. Dalam model analisis tersebut, peneliti mengumpulkan data

kualitatif,

menganalisisnya

berdasarkan

tema-tema

atau

perspektif-perspektif tertentu, dan melaporkan 4-5 tema. Meski

47

demikian, saat ini tidak sedikit peneliti kualitatif yang berusaha melampaui model analisis yang sudah lazim tersebut dengan menyajikan prosedur-prosedur yang lebih detail dalam setiap strategi penelitiannya. Misalnya, strategi grounded theory kini sudah memiliki langkah-langkah sistematis dalam analisis datanya. Selain grounded theory, studi kasus atau penelitian etnografi kini sudah melibatkan deskripsi detail mengenai setting atau individu-individu tertentu, yang kemudian diikuti oleh analisis data. Penelitian fenomenologis sudah mnerapkan

analisis

terhadap

pernyataan-pernyataan

penting,

generalisasi unit-unit makna, dan apa yang disebut Moustakas (1994) sebagai deskripsi esensi. Penelitian naratif melibatkan penceritaan kembali cerita-cerita partisipan dengan menggunakan unsur-unsur struktural, seperti plot, setting, aktivitas, klimaks, dan ending cerita (Clandinin & Connelly, 2000). Intinya, proses-proses dan istilah-istilah dalam strategi penelitian kualitatif berbeda satu sama lain dalam hal analisis datanya. 

Meskipun perbedaan-perbedaan analitis ini sangat bergantung pada jenis strategi yang digunakan, peneliti kualitatif pada umumnya menggunakan prosedur yang umum dan langkah-langkah khusus dalam analisis data. Cara yang ideal adalah dengan mencampurkan prosedur umum tersebut dengan langkah-langkah khusus. Ringkasan proses analisis data dapat dilihat pada Gambar. Sebagai tips penelitian, saya mengajak peneliti untuk melihat analisis data kualitatif sebagai suatu proses penerapan langkah-langkah dari yang spesifik hingga yang umum dengan berbagai level analisis yang berbeda, sebagaimana yang ditunjukan berikut ini.

48

Gambar 2.1 Analisis data dalam penelitian kualitatif Sumber:

Gambar tesebut mengilustrasikan pendekatan linear dan hierarkis yang dibangun dari bawah ke atas, tetapi dalam praktiknya pendekatan ini lebih interaktif; beragam tahap saling berhubungan dan tidak harus selalu sesuai dengan susunan yang telah disajikan. Langkah 1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan transkripsi wawancara, men-scanning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah da menyusun data tersebut ke dalam jenisjenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi. Langkah 2. Membaca keseluruhan data. Langkah pertama adalah membangun general sense atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya secara keseluruhan. Gagasan umum apa yang terkandung dalam perkataan partisipan? Bagaimana nada gagasan-gagasan tersebut? Bagaimana kesan dari kedalaman, kreadibilitas, dan penuturan informasi itu? Pada tahap ini, para peneliti kualitatif terkadang menulis catatan-catatan khusus atau gagasangagasan umum tentang data yang diperoleh.

49

Langkah 3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Coding merupakan proses mengolah materi/informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya. Langkah ini melibatkan beberapa tahap: mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama proses pengumpulan, mensegmentasi kalimat-kalimat (atau paragraf-paragraf) atau gambar-gambar tersebut kedalam kategori-kategori, kemudian melabeli kategori-kategori ini dengan istilah-istilah khusus, yang sering kali didasarkan pada istilah/bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan (disebut istilah in vivo). Langkah 4. Terapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis. Deskripsi ini melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail mengenai orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-peristiwa dalam setting tertentu. Langkah 5. Tunjukan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif. Pendekatan yang paling populer adalah dengan menerapkan pendekatan naratif dalam menyampaikan hasil analisis. Langkah 6. Langkah terakhir dalam analisis data adalah menginterpretasi atau memaknai data. Mengajukan pertanyaan seperti “Pelajaran apa yang bisa diambil dari semua ini?” akan membantu peneliti mengungkap esensi dari suatu gagasan (Lincoln & Guba, 1985). Dalam hal ini, peneliti menegaskan apakah hasil penelitiannya membenarkan atau justru menyangkal informasi sebelumnya. Interpretasi/pemaknaan ini juga bisa berupa pertanyaan-pertanyaan baru yang perlu diijawab selanjutnya: pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari data dan analisis, dan bukan dari hasil ramalan peneliti. Dengan mengajukan pertanyaan seperti “pelajaran apa yang bisa diambil dari semua ini?” akan membantu peneliti mengungkap esensi dari suatu gagasan. Interpretasi dapat berupa makna yg berasal dari perbandingan antara hasil penelitian dengan informasi yang berasal dari literatur dan teori.

50

Menurut Schaltman dan Strauss dalam Moleong (1999: 197), tujuan yang akan dicapai dalam penafsiran data ialah salah satu diantara tiga tujuan berikut: 

Deskripsi semata-mata, analisis menerima dan menggunakan teori dan rancangan organisasional yang telah ada dalam suatu disiplin. Dengan hasil analisis data, analis menafsirkan data itu dengan jalan menemukan kategori-kategori dalam data yang berkaitan dengan yang biasanya dimanfaatkan dalam disiplin atau dalam cara bercakap.



Deskripsi analitik, rancangan organisasional dikembangkan dari kategori-kategori yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang disarankan atau yang muncul dari data. Dengan kata lain, dalam penafsiran data, tujuannya belum sepenuhnya mengarah

pada

penyusunan teori subtantif. 

Penyusunan teori subtantif, analis harus menampakan metafora atau rancangan

yang

telah

dikerjakan

dalam

analisis.

Kemudian

mentransformasikan metafora itu ke dalam bahsa disiplinnya yang akhirnya

membangun

identitasnya

sendiri

walaupun

mungkin

dilakukan dalam kaitannya antara objek yang dianalisis atau proses dengan formulasi tradisional.

Salah satu cara yang menurut Wolcott (1994), dapat diterapkan ahli etnografi untuk mengakhiri penelitiannya adalah dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan lebih lanjut. Pendekatan questioning ini juga berlau dalam pendekatan advokasi dan partisipatoris. Selain itu, jika peneliti kualitatif menggunakan perspektif teoretis, mereka dapat membentuk interpretasi-interpretasi yang diorientasikan pada agenda aksi menuju reformasi dan perubahan. Jadi, interpretasi atau pemaknaan data dalam penelitian kualitatif dapat berupa banyak hal, dapat diadaptasikan untuk jenis rancangan yang berbeda, dan dapat bersifat pribadi, berbasis penelitian, dan tindakan.

51

2.7 Reliabilitas, Validitas, dan Generabilitas Dalam penelitian kualitatif, validitas ini tidak memiliki konotasi yang sama dengan validitas dalam penelitian kuantitatif, tidak pula sejajar dengan reliabilitas (yang berarti pengujian stabilitas dan konsistensi respon) ataupun dengan generalisabilitas (yang berarti validitas eksternal atas hasil penelitian yang dapat diterapkan pada setting, orang, atau sampel yang baru) dalam penelitian kuantitatif. Sebaliknya, validitas kualitatif merupakan upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu, sementara reabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain (dan) untuk proyek-proyek yang berbeda (Gibss, 2007).

2.7.1 Reliabilitas Relibility dalam arti sehari-hari disebut segai “konsistensi” atau “pengulangan” langkah-langkah. Reliability menekankan perlunya peneliti untuk memperhitungkan perubahan konteks di mana penelitian itu terjadi. Penelitian bertanggung jawab untuk menggambarkan perubahan yang terjadi dalam pengaturan dan bagaimana perubahan ini mempengaruhi cara pendekatan penelitian kualitatif. Tujuan reliability ini untuk mengukur seberapa akurat metode dan teknik pengumpulan data. Dalam latar belakang konvensional, salah satu dari reliability adalah “instrumen peneliti”. Peneliti dalam tradisi kualitatif kadang-kadang berbicara tentang “instrumen peneliti” untuk melakukan kerja lapangan dalam kualitatif dan untuk desain lembar data perekaman untuk memandu analis saat wawancara mendalam, atau sebagai pengamat peserta (Yin, 2003). Kemudian, Gibss (2007) memerinci sejumlah prosedur realibilitas sebagai berikut: 

Ceklah hasil transkripsi untuk memastikan tidak adanya kesalahan yang dibuat selama proses transkripsi.

52



Pastikan tidak ada defenisi dan makna yang mengambang mengenai kode-kode selama proses coding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus membandingkan data dengan kode-kode atau dengan menulis catatan tentang kode-kode dan defenisi-defenisinya.



Untuk penelitian yang berbentuk tim, diskusikanlah kode-kode bersama partner satu tim dalam pertemuan-pertemuan rutin atau sharing analisis.



Lakukan cross-check dan bandingkan kode-kode yang dibuat oleh peneliti lain dengan kode-kode yang telah anda buat sendiri.

Para peneliti kualitatif perlu menjelaskan sejumlah prosedur ini dalam proposal penelitian untuk menunjukan bahwa hasil penelitian yang mereka peroleh nantinya akan benar-benar konsisten dan reliabel. 2.7.2 Validitas Validitas merupakan kekuatan lain dalam penelitian kualitatif selain reabilitas. Validitas ini didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sjudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum. Ada banyak istilah dalam literatur-literatur kualitatif yang membahasakan validitas ini, seperti trustworthiness, authenticity, dan credibility (Creswell & Miller, 2000). Creswell (2014, 269) merekomendasikan peneliti untuk mengidentifikasi dan membahas satu atau lebih strategi yang ada untuk memeriksa akurasi hasil penelitian Peneliti perlu menjelaskan strategi-strategi validitas ke dalam proposalnya. Berikut ini adalah delapan strategi validitas yang disusun mulai dari yang paling sering dan mudah digunakan hingga yang jarang dan sulit diterapkan. 

Mentriangulasi (triangulate) sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-tema secara koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan akan menambah validitas penelitian.

53



Menerapkan member checking untuk mengetahui akurasi hasil penelitian. Member checking ini dapat dilakukan dengan membawa kembali laporan akhit atau deskripsi-deskripsi atau tema-tema spesifik ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa bahwa laporan/deskripsi/tema tersebut sudah akurat.



Membuat deskripsi yang kaya dan padat (rich and thick description) tentang hasil penelitian. Deskripsi ini setidaknya harus berhasil menggambarkan setting penelitian dan membahas salah satu elemen dari pengalaman-pengalaman pasrtisipan.



Mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti ke dalam penelitian. Dengan melakukan refleksi diri terhadap kemungkinan munculnya bias dalam penelitian,



Menyajikan informasi ‘yang berbeda’ atau ‘negatif’ yang dapat memberikan perlawanan pada tem-tema tertentu,



Memanfaatkan waktu yang relatif lama di lapangan atau lokasi penelitian dengan harapan peneliti dapat memahami lebih dalam fenomena yang diteliti dan dapat menyampaikan lebih detail mengenai lokasi dan orang-orang yang turut membangun kredibilitas hasil naratif penelitian.



Melakukan tanya jawab dengan sesama rekan peneliti untuk meningkatkan keakuratan hasil penelitian.



Mengajak seorang auditor untuk mereview keseluruhan proyek penelitian.

Penilaian kesahihan (validitas) penelitian kualitatif biasanya terjadi sewaktu proses pengumpulan data dan analisis interpretasi data. Menurut Kriyantono (2006: 71-73) jenis-jenisnya adalah: a. Kompetensi Subyek Penelitian Artinya subjek harus kredibel, caranya dengan mengui jawaban-jawaban pertanyaan berkait dengan pengalaman subjek. Bagi yang tidak memiliki

54

pengalaman dan pengetahuan mengenai masalah riset, data dari subjek tersebut tidak kredibel. b. Trustworthiness Yaitu menguji kebenaran dan kejujuran subjek dalam mengungkap realitas menurut apa yang dialami, dirasakan, atau dibayangkan. Trustworthiness ini mencakup dua hal, yaitu: 1) Authenticity: yaitu memperluas konstruksi personal yang dia ungkapkan.

Peneliti

memberi

kesempatan

dan

memfasilitasi

pengungkapan konstruksi personal yang lebih detail, sehingga mempengaruhi mudahnya pemahaman yang lebih mendalam, Misalya peneliti memberi peluang subjek untuk bercerita panjang lebar tentang apa yang dialaminya dalam konteks wawancara yang informal dan santai. 2) Analisis triangualasi, yaitu menganalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris yang tersedia. Di sini jawaban subjek di cross-check dengan dokumen yang ada. Menurut Dwijowinoto (2002: 9) ada beberapa macam triangulasi, yaitu: a) Triangulasi Sumber Membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Misalnya, membandingkan

hasil

pengamatan

dengan

wawancara;

membandingkan apa yang dikatakan umum dengan yang dikatakan pribadi. b) Triangulasi Waktu Berkaitan dengan perubahan suatu proses dan perilaku manusia, karena perilaku manusia dapat berubah setiap waktu. Karena itu, peneliti perlu mengadakan observasi tidak hanya satu kali. c) Triangulasi teori Memanfaatkan dua atau lebih teori untuk diadu atau dipadu. Untuk itu diperlukan pandangan penelitian dan analisis data yang lengkap supaya hasilnya komprehensif.

55

d) Triangulasi Peneliti Menggunakan lebih dari satu peneliti dalam mengadakan observasi atau wawancara. Karena masing-masing peneliti mempunyai gaya, sikap, dan persepsi yang berbeda dalam mengamati fenomena, maka hasil pengamatannya bisa berbeda meski fenomenanya sama. Pengamatan dan wawancara dengan menggunakan dua peneliti akan membuat data lebih absah. e) Triangulasi Metode Usaha mengecek keabsahan data atau mengecek keabsahan temuan penelitian. Triangulasi metode dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan yang sama.

c. Intersubjective Agreement Semua pandangan, pendapat anda atau data dari suatu subjek didialogkan dengan pendapat, pandangan atau data dari subjek lainnya. Tujuannya untuk menghasilksn titik temu antardata.

d. Conscientization Adalah kegiatan berteori, ukutrannya, dapat melakukan “blocking interpretation” mempunyai basis teoritis yang mendalam dan kritik harus tajam. Kegiatan berteori ini bisa memaparkan dua hal, yaitu: -

Historical Situatedness (Ideographic): sesuaikan analisis dengan konteks sosial dan budaya serta konteks waktu dan historis yang spesifik sesuai kondisi di mana penelitian terjadi.

-

Unity Theory & Praxis: memadukan teori dengan contoh praktis.

2.7.3 Generabilitas Generalisasi kualitatif merupakan suatu istilah yang jarang digunakan dalam penelitian kualitatif karena istilah generalisasi lebih banyak diterapkan untuk penelitian kuantitatif. Tujuan dari generalisasi dalam penelitian kualitatif ini

56

sendiri bukan untuk menggeneralisasi hasil penemuan pada individu-individu, lokasi-lokasi, atau tempat-tempat diluar objek penelitian, sebagaimana yang banyak dijumpai dalam penelitian kuantitatif. Pada dasarnya, nilai dari penelitian kualitatif

terletak

pada

deskripsi

dan

tema-tema

tertentu

yang

berkembang/dikembangkan dalam konteks lokasi tertentu pula. Menekankan partikularisasi ketimbang generalisabilitas (Grenee & Caracelli, 1997) merupakan karakteristik penelitian kualitatif. Akan tetapi, ada sejumlah literatur kualitatif yang membahas mengenai generalisabilitas ini, khususnya yang berlaku untuk penelitian studi kasus. Generalisasi ini muncul ketika

para

peneliti

kualitatif

meneliti

kasus-kasus

tambahan

dan

menggeneralisasi hasil penelitian sebelumnya pada kasus-kasus yang baru tersebut. Ini mirip logika replikasi yang berlaku dalam penelitian eksperimen. Akan tetapi, untuk mengulang atau mereplikasi hasil penelitan studi kasus dalam setting kasus yang baru, peneliti melakukan dokumentasi yang baik atas prosedurprosedur kualitatif, seperti protokol penelitian untuk mendokumentasikan kasus secara detail dan mengembangkan database studi kasus secara utuh (Yin, 2003).

2.8 Menulis Kualitatif Menulis

penelitian

kualitatif

berbeda

dengan

menulis

penelitian

kuantitatif. Dalam berbagai kasus, laporan kuantitatif berisi sajian metode dan hasil penelitian secara sistematis dan padat, sedangkan dalam penelitian kualiatif, laporan harus didasarkan pada susunan argumen yang sangat meyakinkan tentang suatu data untuk memperkuat kasus yang diteliti dana tau menolak beberapa penjelasan tertentu. Dua pendekatan penting dalam menulis kualitatif adalah (Denzin & Lincoln, 2009: 294) :

1. Menulis laporan sebagai solusi bagi teka-teki/ masalah yang dihadapi peneliti

57

2. Menyajikan

ringkas

tentang

temuan-temuan

penting

dan

menyajkan temuan yang memperkuat kesimpulan-kesimpulan yang diambill. Setiap strategi penelitian kualitatif pada hakikatnya memiliki prosedur narasinya masing-masing, misalnya narasi kronologis mengenai kehidupan individu (penelitian naratif), deskripsi detail mengenai pengalaman mereka (fenomenologi), sebuah teori yang dihasilkan

dari data penelitian (grounded

theory), potret detail mengenai kelompok culture-sharing (etnografi), atau analisis mendalam tentang suatu atau beberapa kasus (studi kasus). Dari narasi-narasi yang berbeda ini pula, peneliti dapat membahas bagianbagian proposal lain, seperti hasil penelitian dan interpretasi data, utamanya tentang bagaimana bagian-bagian ini akan disajikan: apakah dengan pertimbangan objektif, pengalaman-pengalaman lapangan (Van Maanen, 1998), ataukah dengan kronologi, model proses, kisah yang diperluas, analisis berdasarkan kasus atau lintas kasus, atau dengan potret deskriptif yangh detail. Pada tingkat tertentu, strategi/menulis dua bagian proposal di atas (hasil penelitian dan interpretasi data) dapat dilakukan dengan teknik-teknik berikut ini: 

Catatlah percakapan-percakapan yang terjadi selama penelitian dan sajikan percakapan-percakapan ini dalam bahasa yang berbeda untuk merefleksikan sensitivitas cultural.



Sajikan informasi tekstual dalam bentuk tabel (seperti, matriks, tabeltabel perbandingan untuk kode-kode yang berbeda).



Gunakan pernyataan dari partisipan untuk membuat kode-kode atau melabeli tema.



Campurkan kutipan-kutipan dengan penafsiran-penafsiran penulis.



Terapkan indent (menambah spasi di depan alinea untuk tulisan-tulisan penting atau semiblok). Atau format lain untuk menandai cuplikancuplikan yang berasal dari partisipan.



Gunakan kata ganti pertama (saya) atau “kita” dalam bentuk naratif. 58



Gunakan metafora-metafora dan analogi-analogi.



Terapkan pendekatan naratif yang biasanya digunakan dalam strategi penelitiam kualitatif.



Deskripsikan bagaimana hasil narasi tersebut dikomparasikan dengan teori-teori atau literatur-literatur yang membahas topik yang sama. Dalam sebagian besar karya tulis kualitatif, peneliti membahas literatur ini di akhir penelitian. Peneliti

harus

menggunakan

kutipan-kutipan

untuk

menggambarkan berbagai interpretasinya tentang data, dan bukan sekadar sajian deskriptif. Sejak awal penelitian, peneliti harus memberitahu bahwa nama masing-masing partisipan tidak akan ditulis. Peneliti harus benar-benar dengan cermat meneliti bahaawa tidak boleh satu pun dari kutipan yang memungkinkan terbongkarnya jati

diri

partisipan. Peneliti

harus

memastikan bahwa demografis partisipan harus disajikan secara terpisah sehingga penanda-penanda tersebut tidak saling terkait sehingga membongkar identitas diri partisipan, dan tidak selalu terhubung dengan identitas partisipan sebagaimana dalam teks-laporan penelitian, bahkan meskipun peneliti menggunakan kode sekalipun

59

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian kualitatif merupakan penelitiian yang dalam kegiatannya peneliti tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya. Karakterisitik penelitian kualitatif adalah natural setting, peneliti sebagai instrument kunci, berbagai sumber data, analisis induktif dan deduktif, makna dari para partisipan, rancangan yang berkembang, refleksibilitas, dan pandangan yang menyeluruh. Strategi penelitian kualitatif

terdiri

dari

studi

kasus,

etnografi,

fenomenologi,

ethnometodologi, grounded teori, dan metode biografi. Peneliti kualitatif berperan untuk mengidentifikasi bisa, nilai, dan latar belakang pribadinya secara refleksif, seperti gender, sejarah, kebudayaan, dan status social ekonominya, yang bisa saja turut membentuk interpretasi selama penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat dinamis, adapun teknik-teknik pengumpulan data kualitatif adalah wawancara, observasi, kelompok diskusi terarah, dokumen dan pemaknaan. Peneliti dituntut untuk menunjukkan bukti secara nyata dari lapangan. Tidak hanya sampai dianalisis dan diinterpretasi, data kualitatif pun harus melalui uji validitas dan reliabilitas. Peneliti harus mampu menggeneralisasi hasil penemuan pada individu, lokasi, atau tempat di luar objek penelitian, Baru setelah itu peneliti dapat menuliskan hasil penelitian dengan cermat memperhatikan kutipan dari berbagai sumber, penggunaan Bahasa yang jelas dan sesuai, serta memuat seluruh hasil penelitian.

60

DAFTAR PUSTAKA Buku: Basrowi, dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Boyle, Michael P. 2015. Applied Communication Research Methods, Getting Started as a Researcher. New York: Routledge. Creswell, John W. 2013. Research Design: Pendekatan, Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Creswell, W John. 2014. Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Denzin, Norman. Yvonna Lincoln. 2000. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Keyton, Joann. 2014. Communication Research: Asking Questions, Finding Answers, Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Education. Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Moleong, Lexy. J. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Silvermen, David. 2000. Doing Qualitative Research. London: SAGE Publications Ltd. Smith, Jonathan A., Flowers, Paul., and Larkin. Michael. 2009. Interpretative Phenomenological Analysis: Theory, Method and Research. Los Angeles, London, New Delhi, Singapore, Washington: Sage Sudarwin Danim. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif; Ancangan Metodologi, presentasi dan Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu-ilmu Sosial, Pendidikan dan Humaniora. Bandung: Penerbit Pustaka Setia. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

61

Wahyuni, Sri. 2012. Qualitative Research Method, Theory and Practice. Jakarta: Salemba Empat.

E-book: Hancook, Beverley. 2009. An Introduction to Qualitative Research. NIHR RDS Kothari, C.R. 2004. Research Methodology: Methods and Techniques. India: New Age Publisher. (Diakses 20 Maret 2017 dari http://www2.hcmuaf.edu.vn/data/quoctuan/Research%20Methodology%2 0-%20Methods%20and%20Techniques%202004.pdf ) Mack, Natasha. 2005. Qualitative Research Methods: A Data Collector’s Field Guide. Family Health International. Neuman, W.Lawrence. 2014. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Aproaches. Amerika Serikat: Pearson. (Diakses pada 1 April 2017 dari https://cleavermonkey.files.wordpress.com/2015/10/wlawrence-neuman-social-research-methods_-qualitative-and-quantitativeapproaches-pearson-education-limited-2013.pdf ) Mason. Jennifer. 2002. Qualitative Researching Ed.II. London: Sage. (Diakses 20 Maret 2017 dari http://www.sxf.uevora.pt/wpcontent/uploads/2013/03/Mason_2002.pdf ) Yin, K. Robert. 1993. Case Study Research, Designs and Methods Ed.II. London: Sage. (Diakses 2 Maret 2017 dari http://www.madeiraedu.pt/LinkClick.aspx?fileticket=Fgm4GJWVTRs%3D&tabid=3004 )

62

More Documents from "Jeri Ravi Lenahatu"

Merged.pdf
November 2019 5
Tugas Pendahuluan M0.docx
November 2019 11
Referat Mola.docx
November 2019 55
A
August 2019 49