Lampung
Menyibak Mata Rantai Penyebaran HIV di Lampung Oleh Syaiful W. Harahap*
Kasus-kasus HIV dan AIDS terus terdeteksi di wilayah Prov. Lampung. Sampai Oktober 2009.sudah dilaporkan 257 kasus HIV/AIDS. Bahkan, sudah ada 11 kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada bayi. Sebagai daerah yang dilintasi jalur transportasi antar Pulau Sumatera – Pulau Jawa – Bali – NTB atau sebaliknya Lampung menjadi daerah transit. Kegiatan yang berpotensi sebagai media penyebaran HIV baik yang terlihat maupun terselubung menjadi pendorong epidemi HIV di Lampung. Hari AIDS Sedunia yang diperingati secara internasional hari ini mengajak kita merenungkan perilaku agar menjadi bagian dari pemutusan mata rantai penyebaran HIV.
Angkutan darat, terutama truk, dari arah P. Sumatera akan singgah di Lampung sebelum menyebarang dengan feri ke Merak, Banten. Sebaliknya, angkutan umum yang menyebarang dari Merak akan transit pula di Lampung sebelum melanjutkan perjalanan ke wilayah P. Sumatera. Begitu juga dengan penumpang ada sebagian yang memilih singgah di Lampung sebelum meneruskan perjalanan dari P. Sumatera ke P. Jawa atau sebaliknya. Sebagian dari awak angkutan darat dan penumpang yang singgah di Lampung akan mencari pekerja seks komersial (PSK), baik di ’lokasi pelacuran’ maupun di penginapan dan hotel. Awak angkutan umum dan penumpang inilah yang antara lain menjadi mata rantai penyebaran HIV di Lampung. Selain itu penduduk Lampung yang perilakunya berisiko pun mempunyai andil pula sebagai mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk.
1
Awak angkutan umum dari P. Jawa biasanya mampir dulu di ’Jalur Pantura’ yaitu jalan raya sepajang pesisir utara P. Jawa. Di jalur ini terdapat beberapa titik pemberhentian angkutan umum yang juga ’menyediakan’ PSK secara terselubung. Awak angkutan umum yang melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan PSK di ’jalur pantura’ berisiko tertular HIV. Setiap hari ratusan truk menyebarang dari Merak ke Bakauheni atau sebaliknya. Sebagian di antara truk ini ’parkir’ untuk istirahat dan ’melepas birahi’ di beberapa titik di wilayah Lampung. Tidak Realistis Titik-titik parkir yang menyediakan PSK terselubung tidak bisa diawasi tingkat pemakaian kondom. Soalnya, ’program wajib kondom 100 persen’ di Thailand berhasil menurunkan kasus baru infeksi HIV di kalangan dewasa melalui hubungan seks. Kalau saja kita tidak terperangkap dalam pemikiran yang moralistik yang bertentangan dengan realitas empiris terkait pelacuran tentulah upaya meredak penyebaran HIV dapat dilakukan secara realistis seperti yang dikembangkan di Thailand. Jika ada awak angkutan umum yang tertular HIV di ’jalur pantura’ maka mereka akan menjadi mata rantai sebagai jembatan penyebaran HIV dari ’jalur pantura’ ke Lampung jika mereka juga melakukan hubungan seks dengan PSK di Lampung. Kalau ada PSK di Lampung yang tertular HIV dari awak angkutan umum maka laki-laki penduduk Lampung yang melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan PSK berisiko pula tertular HIV. Laki-laki inilah kemudian yang menjadi mata rantai penyebaran HIV tanpa mereka sadari karena pada diri mereka tidak ada ciri-ciri yang khas AIDS. Penduduk Lampung yang tertular HIV akan menjadi mata rantai penyebaran HIV pula. Bagi yang beristri akan menularkan HIV secara horizontal kepada istri, pacar, selingkuhannya serta PSK lain. Jika istrinya tertular maka ada risiko penularan ke bayi yang dikandung istrinya kelak (vertikal). Penularan HIV dari suami ke istri dan istri ke anak yang dikandungnya sudah terbukti di Lampung yaitu kasus HIV/AIDS yang ditemukan pada bayi. Jika seorang bayi terdeteksi HIV-positif maka minimal sudah ada tiga orang yang HIV-positif
2
yaitu suami (ayah), istri (ibu) dan bayi (anak). Suami ini juga berpotensi menularkan HIV kepada perempuan lain. Jika penduduk Lampung yang tertular lajang atau duda maka mereka pun berpotensi pula menularkan HIV kepada perempuan lain, seperti pacar atau selingkuhan mereka. Penyebaran HIV di Lampung juga didorong dan dipicu oleh penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) yaitu orang-orang yang memakai narkoba dengan jarum suntik secara bersama-sama dan bergantian memakai jarum suntiknya. Data Depkes sampai 30/6-2009 menunjukkan ada 112 kasus AIDS yang terdeteksi di kalangan penyalahguna narkoba. Angka ini hanyalah yang muncul di permukaan yaitu kasus yang terdeteksi. Angka ini muncul karena penyalahguna narkoba yang akan menjalani rehabilitasi diwajibkan menjalani tes HIV. Padahal, satu orang penyalahguna narkoba biasanya menyuntik bersama-sama dengan beberapa temannya. Mereka berkelompok antara dua sampai lima orang. Andaikan satu orang menyuntik dengan tiga orang saja maka sudah ada 336 (3x112) penyalahguna narkoba yang berisiko tertular HIV tapi mereka tidak terdeteksi. Penyalahguna yang 336 ini pun ada kemungkinan masih mempunyak teman menyuntik. Akibatnya, penyebaran HIV di kalangan penyalahguna narkoba bagaikan deret ukur yang pertambahannya sangat cepat. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi HIV/AIDS juga sering tidak realistis. Misalnya, mengedepankan norma, moral, dan agama. Padahal, HIV/AIDS adalah fakta medis yang dapat dicegah dengan cara-cara yang sangat realistis. HIV sebagai virus dalam jumlah yang dapat ditularkan hanya terdapat dalam cairan darah (laki-laki dan perempuan), air mani (laki-laki, di dalam sperma tidak ada HIV karena tidak ada limfosit), cairan vagina (perempuan), dan air susu ibu/ASI (perempuan). Fakta Akurat Penularan HIV melalui darah bisa terjadi kalau darah yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui transfusi darah, jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo, alat-alat kesehatan dan cangkok organ tubuh. Mencegah
3
penularan HIV melalui darah adalah mencegah agar darah yang mengandung HIV tidak masuk ke dalam tubuh. Sedangkan penularan melalui air mani dan cairan vagina bisa terjadi kalau air mani dan cairan vagina yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh ketika melukan hubungan seks di dalam atau di luar nikah. Mencegah penularan HIV melalui hubungan seks di dalam atau di luar nikah adalah dengan memakai kondom pada saat melakukan hubungan seks dengan orang yang HIV-positif atau dengan seseorang yang tidak diketahui status HIV-nya. Penularan HIV melalui ASI bisa terjadi kalau ASI yang mengandung HIV masuk ke dalam tubuh melalui proses menyusui. Mencegahnya adalah dengan cara tidak menyusui kepada perempuan yang mengidap HIV. Celakanya, fakta tentang cara-cara penularan dan pencegahan yang akurat tidak pernah disampaikan kepada masyarakat secara utuh. Bahan ceramah, diskusi, dan pidato tentang HIV/AIDS selalu dibumbui dengan norma, moral, dan agama sehingga fakta medis HIV/AIDS hilang. Yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah). Begitu pula dengan berita di media massa sering pula tidak akurat karena tetap dibalut dengan norma, moral, dan agama. Untuk itulah sudah saatnya informasi yang akurat tentang HIV dan AIDS disampaikan kepada masyarakat secara utuh dan akurat melalui media massa secara konsisten dan kontiniu. Dengan pengetahuan yang komprehensif masyarakat akan dapat melindungi diri agar tidak tertular dan menularkan HIV. Sedangkan orangorang yang pernah melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK, dianjurkan untuk menjalani tes HIV secara sukarela. Langkah ini merupakan salah satu upaya untuk menurunkan kasus infeksi baru HIV di masyarakat dan memutus mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk. ***
4
* Syaiful W. Harahap, pemerhati masalah HIV/AIDS melalui selisik media (media watch) LSM “InfoKespro” Jakarta.
5