Menghayati Hidup Rukun Antar Umat Beragama

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Menghayati Hidup Rukun Antar Umat Beragama as PDF for free.

More details

  • Words: 314
  • Pages: 1
Menghayati hidup rukun antar umat beragama Saptu, 14 Juni 2008, yang lalu kami sekeluarga pergi ke Yogya mengikuti acara memperingati satu tahun abang (mas Wariso) meninggal. Sampai di sana sekitar 15.30. Beberapa orang yang akan mengikuti misa arwah juga telah berdatangan. Misa dilaksanakan pada pukul 16.15 dipimpin oleh Pastor Paroki Kalasan. Dalam kotbahnya, Pastor mengharapkan umat agar selain memanjatkan doa bagi diri sendiri juga mendoakan orang lain, termasuk saudara yang berlainan agama dan kepercayaan. Sesaat setelah misa selesai, azdan magrib yang dikumandangkan dari surau di depan rumah kami. Sementara para peserta misa sedang menikmati makan malam sederhana, para ibu baik yang Muslim maupun yang Katolik sedang mempersiapkan perlengkapan kenduri. Begitu para umat katolik meninggalkan tempat, para tetangga yang Muslim berdatangan untuk melantunkan doa untuk arwah almarhum dan diakhiri dengan kenduri yang dipimpim oleh bapak yang tadi mengumandangkan azdan magrib. Ternyata yang hadir di situ adalah tetangga baik yang NU maupun yang Muhammadiyah. Selesai kenduri, sebagian dari mereka yang NU singgah di surau di depan rumah kami untuk sembayang Isya dilanjutkan lantunan puji-pujian ala Kyai Langgeng-nya Emha Ainun Najib, dengan irama tembang Jawa hingga lewat pukul 20.00. Sekitar pukul 21.00, sebagian para tengga kembali lagi ke rumah kami untuk ‘melekan’ hingga tengah malam. Di ‘barisan belakang’, anggota pemuda masjid membantu menyiapkan makan dan minum untuk semua yang hadir. Sebagian dari mereka ini ternyata, setahun yang lalu juga membantu mempersiapkan penguburan almarhum. Dalam waktu sekitar 10 jam, kami di sana sungguh hidup rukun dan damai, saling bahumembahu tanpa dibatasi oleh agama atau kepercayaan yang dianut. Dan ternyata, hidup damai seperti itu di sana bukan hanya sepuluh jam itu. Hidup rukun dan damai itu sudah berlangsung sejak generasi para orang tua kami dulu. Kami yakin bin yakul yakin bahwa seratus hari lagi, kami juga akan menikmati kerukuman seperti ini lagi, yaitu pada saat memperingati setahun adik (Maria Magdalena) dipanggil Bapa. Senoga! Leo Sutrisno Komplek Untan P.13, Pontianak

Related Documents