Menggabungkan Tugas B.indonesia2.docx

  • Uploaded by: lestari eka
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Menggabungkan Tugas B.indonesia2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,420
  • Pages: 51
Tugas Analisis Makalah Colitis

Kelompok 2 A Dosen Pengampu : Drs. Imam Suwardi Wibowo, M.Pd. Prodi : Kedokteran Megawati

G1A117017

Bella Ifanka

G1A117018

Anes Ovezatira

G1A117019

Farrah Balqis

G1A117020

Olfa Palencia

G1A117023

Jessi Febriani

G1A117024

Safira Salsabila

G1A117025

Ghaniyyah Irbahufairah

G1A117026

Sonia Permata Sari

G1A117027

Lestari Eka Putri Wanti

G1A117028

M.Arvienji Wardaya

G1A117029

Safira Amalia Ramadani

G1A117030

Rani Sakila Stefanni

G1A117032

Firdaus Qarim

G1A117033

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Makalah Kolitis

Disusun oleh :

Gaung Perwira Yustika ( 0708015060 )

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2011

KATA PENGANTAR Atas rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua sahingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah tentang penyakit colitis. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat kami nantikan dari para mahasiswa dan pengajar sehingga akan semakin memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami selaku penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dan kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa dan pembaca.

Penyusun

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………..i Daftar Isi …………………………………………………………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………………………………………………………. 1 Tujuan………………………………………………………………………… …….. 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kolitis …………………………………………………………………………….3 BAB III PNUTUP 3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………... 3.2 Saran dan Kritik ………………………………………………………………… Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….

ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

KOLITIS Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon Kolon memiliki berbagai fungsi, yang terpenting adalah absorbsi air dan elektrolit. Ciri khas dari gerakan usus besar adalah pengadukan haustral. Gerakan meremas dan tidak progresif ini menyebabkan isi usus bergerak bolak balik, sehingga memberikan waktu untuk terjadinya absorbsi. Peristaltik mendorong feses ke rectum dan menyebabkan peregangan dinding rectum dan aktivasi refleks defekasi.Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam kolon berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam kolon juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air sehingga terjadilah diare.

Tujuan Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas makalah colitis sebagai persyaratan mengikuti ujian OSCE komprehensif. 1 BAB II PEMBAHASAN

2.1 KOLITIS Definisi Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit. 2. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohn’s kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis). Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu kolitis amebik, shigellosis, dan kolitis tuberkulosa serta infeksi E.coli patogen yang dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama diare kronik di Indonesia. B. Jenis Kolitis a. Kolitis Infeksi 1. (AMEBIASIS KOLON) Batasan. Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica. Epidemiologi. Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan 10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host sekaligus reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek. Penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya. Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista pada tinjanya. Kista tersebut dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Sedangkan pada pasien dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan trofozoit, namun bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia. Gejala klinis.

Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan asimtomatik sampai berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis adalah sebagai berikut : 1. Carrier: ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala atau hanya keluhan ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan puluh persen pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10 %) berkembang menjadi kolitis ameba. 2. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik. 3. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengan nyeri spontan. 4. Disenti ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia. 5. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna. Penatalaksanaan. 1. Karierasimtomatik. Diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminal agents) antara lain: Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650 mg tiga kali per hari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari. 2. Kolitisamebaakut. Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 – 10 hari, ditambah dengan obat luminal tersebut di atas. 3. Amebiasis ekstraintestinal (misalnya : abses hati ameba). Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut diatas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstra intestinal tidak terbukti lebih efektif dari satu macam obat.

2. DISENTRI BASILER (SHIGELLOSIS) Batasan. Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genus Shigella Epidemiologi. Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat , sanitasi jelek, kurang air dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik infeksi Shigella merupakan 10 – 15 % penyebab diare pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah manusia walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular. Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relative sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi penularan secara fecal oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi. Di daerah tropis termasuk Indonesia. Disentri biasanya meningkat pada musim kemarau di mana S.flexnerii merupakan penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negera-negara Eropa dan Amerika Serikat prevalensinya meningkat di musim dingin. Prevalensi infeksi oleh S.flexnerii di negera tersebut telah menurun sehingga saat ini S.Sonnei adalah yang terbanyak Gejalaklinis. Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigeleosis bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal, diare disertai demam yang bisa mencapai 40o C. selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada anak-anak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk dan letargi. Pengidap pasca infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu. Walaupun jarang terjadi telah dilaporkan adanya pengidap Shigella yang mengeluarkan kuman bersama feses selama bertahun. Pengidap kronik tersebut biasanya sembuh sendiri dan dapat mengalami gejala shifellosis yang intermiten. Penatalaksanaan

1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat, disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena. 2. Antibiotik. Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakit yaitu pasien dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta perlu diperhatikan pola sensitivitas kuman di daerah tersebut. Beberapa jenis antibiotik yang dianjurkan adalah: 

Ampisilin 4 kali 500 mg per hari, atau



Kontrimoksazol 2 kali 2 tablet per hari, atau



Tetrasiklin 4 kali 500 mg per hari selama 5 hari

Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia kuman Shigella telah banyak yang resisten dengan antibiotik tersebut diatas sehingga diperlukan antibiotik lain seperti golongan kuinolon dan sefalosporin generasi III terutama pada pasien dengan gejala klinik yang berat Pengobatan simtomatik. Hindari obat yang dapat menghambat motilitas usus seperti narkotika dan derivatnya, karena dapat mengurangi eliminasi bakteri dan memprovokasi terjadinya megakolon toksik. Obat simtomatik yang lain diberikan sesuai dengan keadaan pasien antara lain analgetikantipiretik dan antikonvulasi. 3. ESCHERICHIA COLI (PATOGEN) Batasan. Infeksi kolon oleh serotie Escherichia coli tertentu (O157:H7) yang menyebabkan diare berdahak/tidak. Epidemiologi. Karena pemeriksaan laboratorium untuk E.Coli patogen jarang dilakukan, maka angka kejadiannya tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar 21.000 orang terinfeksi setiap tahunnya. Di Canada dan Amerika Serikat, E.Coli (O157:H7) lebih sering diisolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella demikian juga pada pasien diare kronik di Jakarta.

E.Coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar 1%), penularan ke manusia sehingga menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreak) adalah lewat daging yang terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dan kurang baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air minum yang tercemar, tempat berenang yang tercemar dan antar manusia. Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1 – 8 hari. E.Coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora normal pada manusia). Gejala klinis Manifestasi klinis enfeksi E.Coli patogen sangat bervariasi, dapat berupa : infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis), SHU, purpura trombositopenik sampai kematian. Gejala klinis adalah nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal cramp), diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien disertai nausea (mual) dan vomiting (muntah). Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga dapat dikelirukan sebagai kolitis non infeksi. Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian pasien tindak mengandung darah sama sekali. Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi SHU (sekitar 6 % dari pasien) antara 2-12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia, gagal ginjal dan gejala saraf sentral. Komplikasi neurologik berupa kejang , koma, hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari pasien SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah lekosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia di bawah 2 tahun. Mortalitas antara 3-5 % Penatalaksanaan. Pengobatan infeksi E.Coli patogen tidak spesifik, terutama pengobatan suportif dan simtomatik.

Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien yang mendapat antibiotik dan obat yang menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kontrimoksazol dilaporkan tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dan komplikasi SHU. 4. KOLITIS TUBERKULOSA Batasan. Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae. Epidemiologi. Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberculosis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Gejala klinis. Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksi, demam ringan, penurunan berat badan atau teraba masa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman pada tinja mungkin hanya berasal dan kuman yang tertelan bersama sputum. Penatalaksanaan. Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis seperti pada pengobatan tuberculosis paru, demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. Kadang-kadang perlu tindakan bedah untuk mengatasi komplikasi. Beberapa obat anti tuberculosis yang sering dipakai adalah : 

INH 5 – 10 mg/kgBB atau 400 mg sekali sehari



Etambutol 15 – 25 mg/kgBB atau 900 – 1200 mg sekali sehari



Rifampisin 10 mg/kgBB atau 400 – 600 mg sekali sehari



Pirazinaidid 25 -3 mg/kgBB atau 1,5 – 2 g sekali sehari

b. Kolitis Non Infeksi

Kolitis Ulserativa DEFINISI Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam. Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai antara umur 15-30 tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. Sekitar 10% penderita hanya mendapat satu kali serangan. Proktitis ulserativa merupakan peradangan dan perlukaan di rektum. Pada 10-30% penderita, penyakit ini akhirnya menyebar ke usus besar. Jarang diperlukan pembedahan dan harapan hidupnya baik. PENYEBAB Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya kolitis ulserativa.

GEJALA Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang

mengandung

banyak

sel

darah

merah

dan

sel

darah

putih.

Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari. Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan

adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah. Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang. KOMPLIKASI 1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia karena kekurangan zat besi. Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi 2.

atau

Kolitis

Toksik,

terjadi

penyebaran kerusakan

pada

seluruh

infeksi. ketebalan

dinding

usus.

Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran. Rontgen

perut

akan

menunjukkan

adanya

gas

di

bagian

usus

yang

lumpuh.

Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih meningkat. Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar). Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan berat.Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secara teratur, terutama pada penderita resiko tinggi terkena kanker, selama periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop. Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup. Seperti halnya penyakit Crohn, kolitis ulserativa juga dihubungkan

dengan

kelainan

yang

mengenai

bagian

tubuh

Bila kolitis ulserativa menyebabkan kambuhnya gejala usus, penderita juga mengalami : - peradangan pada sendi (artritis)

lainnya.

- peradangan pada bagian putih mata (episkleritis) - nodul kulit yang meradang (eritema nodosum) dan -luka kulit biru-merah yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Bila kolitis ulserativa tidak menyebabkan gejala usus, penderita masih bisa mengalami : - peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa) - peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) dan -peradangan di dalam mata (uveitis). Meskipun penderita kolitis ulserativa sering memiliki kelainan fungsi hati, hanya sekitar 1-3% yang memiliki gejala penyakit hati ringan sampai berat. Penyakit hati yang berat bisa berupa : - peradangan hati (hepatitis menahun yang aktif) - peradangan saluran empedu (kolangitis sklerosa primer), yang menjadi sempit dan terkadang menutup, dan -penggantian

jaringan

hati

fungsional

dengan

jaringan

fibrosa

(sirosis).

Peradangan pada saluran empedu bisa muncul beberapa tahun sebelum gejala usus dari kolitis ulserativa timbul dan akan meningkatkan resiko kanker saluran empedu. DIAGNOSA Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

Pemeriksaan darah menunjukan adanya: - anemia

gejala-gejala

dan

hasil

pemeriksaan

tinja.

- peningkatan jumlah sel darah putih - peningkatan laju endap darah. Sigmoidoskopi (pemeriksaan sigmoid) akan memperkuat diagnosis dan memungkinkan dokter untuk secara langsung mengamati beratnya peradangan. Bahkan

selama

masa

bebas

gejalapun,

usus

jarang

terlihat

normal.

Contoh jaringan yang diambil untuk pemeriksaan mikroskopik menunjukan suatu peradangan menahun.Rontgen

perut

bisa

menunjukan

berat

dan

penyebaran

penyakit.

Barium enema dan kolonoskopi biasanya tidak dikerjakan sebelum pengobatan dimulai, karena adanya resiko perforasi (pembentukan lubang) jika dilakukan pada stadium aktif penyakit. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran penyakit dan untuk meyakinkan tidak adanya kanker. Peradangan usus besar memiliki banyak penyebab selain kolitis ulserativa. Karena itu, dokter menentukan apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit. Contoh tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa dibawah mikroskop dan dibiakkan. Contoh darah dianalisa untuk menentukan apakah terdapat infeksi parasit. Contoh jaringan

diambil

dari

lapisan

rektum

dan

diperiksa

dibawah

mikroskop.

Diperiksa apakah terdapat penyakit menular seksual pada rektum (seperti gonore, virus herpes atau

infeksi

klamidia),

terutama

pada

pria

homoseksual.

Pada orang tua dengan aterosklerosis, peradangan bisa disebabkan oleh aliran darah yang buruk ke usus besar. Kanker usus besar jarang menyebabkan demam atau keluarnya nanah dari rektum, namun harus difikirkan kanker sebagai kemungkinan penyebab diare berdarah. PENGOBATAN Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Penderita sebaiknya menghindari buah dan sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang meradang. Diet bebas susu bisa mengurangi gejala. Penambahan zat besi bisa menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja. Obat-obatan antikolinergik atau dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan pada diare yang relatif ringan. Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan dosis yang lebih besar dari difenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol, loperamide atau codein. Pada kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare ini harus diawasi

secara

ketat,

untuk

menghindari

terjadinya

megakolon

toksik.

Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk mengurangi peradangan pada kolitis

ulserativa

dan

untuk

mencegah

timbulnya

gejala.

Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema (cairan yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui dubur).Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan rumah sakit, biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut), seperti prednisone.Prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan. Setelah prednisone mengendalikan peradangannya, sering diberikan sulfasalazine, olsalazine ataumesalamine. Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan. Pemberian kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping, meskipun

kebanyakan

akan

menghilang

jika

pengobatan

dihentikan.

Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus besar (kolon desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid atau mesalamine. Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit dan diberikan kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah). Penderita dengan perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darah dan cairan intravena. Untuk mempertahankan fase penyembuhan, diberikan

azathioprine

dan

merkaptopurin.

Siklosporin diberikan kepada penderita yang mendapat serangan berat dan tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita ini, akhirnya memerlukan terapi pembedahan. Pembedahan Kolitistoksik merupakan suatu keadaan gawat darurat.Segera setelah terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah. Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau perforasi. Bila tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 2448 jam, segera dilakukan pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus besar diangkat. Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus besar, maka pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan. Pembedahan non-darurat juga dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau adanya gangguan pertumbuhan pada anak-anak. Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak sembuh-sembuh,

sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi. Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan menyembuhkan kolitis ulserativa. Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah usus kecil dengan lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian besar rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan ditempatkan pada rektum yang tersisa, tepat diatas anus.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 

Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.



Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohn’s kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis).

3.2 Saran

Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA 1. Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2.Jakarta:EGC 2. Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi – Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC 3. Andrianto P, Rakel, Terapi Mutakhir Conn 1984 – 1985, EGC ; Jakarta, 1985 4. Pierce, Evellyn G., Anatomi Fisiologi untuk Paramedis, PT.Gramedia: Jakarta,1993

ANALISIS MAKALAH Halaman 1 Makalah Kolitis

Disusun oleh :

Gaung Perwira Yustika ( 0708015060 )

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2011

MAKALAH “ Kolitis”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian OSCE komprehensif.

Disusun oleh : Gaung Perwira Yustika ( 0708015060 )

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2011

Halaman 2 KATA PENGANTAR Atas rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua sahingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah tentang penyakit colitis. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat kami nantikan dari para mahasiswa dan pengajar sehingga akan semakin memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami selaku penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dan kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa dan pembaca.

Penyusun

Halaman 3 DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………..i Daftar Isi …………………………………………………………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………………………………………………………. 1 Tujuan………………………………………………………………………… …….. 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kolitis …………………………………………………………………………….3 BAB III PNUTUP 3.1 Kesimpulan …………………… ………………………………………………... 3.2 Saran dan Kritik ………………………………………………………………… Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………………..i Daftar Isi …………………………………………………………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………………..…………………………………………………. 1 1.2 Tujuan……………………………………………………………………………..1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kolitis ……………………………………………………………………….…...3 2.1.1 Defenisi ………………………………..………………………………3 2.1.2 Jenis ………………………………………..………………………….3 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan …………………… ………………………………………………..16 3.2 Saran dan Kritik …………………………………………………………………16 Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….17

Ii

Halaman 4 BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang KOLITIS Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon Kolon memiliki berbagai fungsi, yang terpenting adalah absorbsi air dan elektrolit. Ciri khas dari gerakan usus besar adalah pengadukan haustral. Gerakan meremas dan tidak progresif ini menyebabkan isi usus bergerak bolak balik, sehingga memberikan waktu untuk terjadinya absorbsi. Peristaltik mendorong feses ke rectum dan menyebabkan peregangan dinding rectum dan aktivasi refleks defekasi.Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam kolon berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam kolon juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air sehingga terjadilah diare.

Tujuan Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas makalah colitis sebagai persyaratan mengikuti ujian OSCE komprehensif.

Halaman 5 BAB II PEMBAHASAN

2.1 KOLITIS Definisi Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 3. Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit. 4. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohn’s kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis). Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu kolitis amebik, shigellosis, dan kolitis tuberkulosa serta infeksi E.coli patogen yang dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama diare kronik di Indonesia. B. Jenis Kolitis a. Kolitis Infeksi 1. (AMEBIASIS KOLON) Batasan. Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kolitis 2.1.1 Definisi Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Kolitis infeksi, misalnya: shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit. 2. Kolitis non-infeksi, misalnya: kolitis ulseratif, penyakit Crohn’s kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis). Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu kolitis amebik, shigellosis, dan kolitis tuberkulosa serta infeksi E.coli patogen yang dilaporkan sebagai salah satu penyebab utama diare kronik di Indonesia. B. Jenis Kolitis a. Kolitis Infeksi 1. Amebiasis kolon Batasan. Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.

Halaman 6 1. Tulisan pada makalah Epidemiologi. Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan 10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host sekaligus reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek. Penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya. Jawaban benar : Epidemiologi Pada akhiran kata tidak perlu menggunakan tanda titik (.) 2. Tulisan pada makalah Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista pada tinjanya. Kista tersebut dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Sedangkan pada pasien dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan trofozoit, namun bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia. Jawaban yang benar : Ameba Kata ini termasuk kata dasar dan memiliki arti sebagai binatang bersel satu tanpa bentuk tetap pada KBBI 3. Tulisan pada makalah Gejala klinis. Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan asimtomatik sampai berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Jawaban yang benar : Gejala klinis Diakhir kata tidak perlu menggunakan tanda titik (.)

Halaman 7 1. Disenti ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia. 2. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna. Penatalaksanaan. 1. Karierasimtomatik. Diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminal agents) antara lain: Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650 mg tiga kali per hari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari. 2. Kolitisamebaakut. Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 – 10 hari, ditambah dengan obat luminal tersebut di atas. 3. Amebiasis ekstraintestinal (misalnya : abses hati ameba). Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut diatas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstra intestinal tidak terbukti lebih efektif dari satu macam obat. 2. DISENTRI BASILER (SHIGELLOSIS) Batasan. Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genus Shigella Epidemiologi. Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat , sanitasi jelek, kurang air dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik infeksi Shigella merupakan 10 – 15 % penyebab diare pada anak. Sumber kuman Shigella yang

Halaman 8 Alamiah adalah manusia walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular. Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relative sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi penularan secara fecal oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi. Di daerah tropis termasuk Indonesia. Disentri biasanya meningkat pada musim kemarau di mana S.flexnerii merupakan penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negera-negara Eropa dan Amerika Serikat prevalensinya meningkat di musim dingin. Prevalensi infeksi oleh S.flexnerii di negera tersebut telah menurun sehingga saat ini S.Sonnei adalah yang terbanyak(tidak pakai tanda titik) Gejala klinis. Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigeleosis bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal, diare disertai demam yang bisa mencapai 40o C. selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada anak-anak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk dan letargi. Pengidap pasca infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu. Walaupun jarang terjadi telah dilaporkan adanya pengidap Shigella yang mengeluarkan kuman bersama feses selama bertahun. Pengidap kronik tersebut biasanya sembuh sendiri dan dapat mengalami gejala shifellosis yang intermiten. Penatalaksanaan 1.Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare

Halaman 9 Epidemiologi. Karena pemeriksaan laboratorium untuk E.Coli patogen jarang dilakukan, maka angka kejadiannya tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar 21.000 orang terinfeksi setiap tahunnya. Di Canada dan Amerika Serikat, E.Coli (O157:H7) lebih sering diisolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella demikian juga pada pasien diare kronik di Jakarta. Yang benar… Karena pemeriksaan laboratorium untuk E.Coli pathogen jarang dilakukan, maka angka kejadiannya tidak diketahui dengan pasti. Di Canada dan Amerika Serikat, E.Coli (O157:H7) lebih sering ditemukan pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella demikian juga pada pasien diare kronik di Jakarta. E.Coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar 1%), penularan ke manusia sehingga menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreak) adalah lewat daging yang terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dan kurang baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air minum yang tercemar, tempat berenang yang tercemar dan antar manusia. Yang benar… E.Coli patogen tersebut didapatkan dari usus ternak sehat (sekitar 1%). Penularan ke manusia yang menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreak) adalah melalui daging yang terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut digiling dan kurang baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah melalui air minum yang tercemar, tempat berenang yang tercemar dan antar manusia. Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1 – 8 hari. E.Coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora normal pada manusia).

Yang benar…. Masa inkubasi rerata 3–4 hari, namun dapat terjadi antara 1–8 hari. E.Coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora normal pada manusia). Gejala klinis Manifestasi klinis enfeksi E.Coli patogen sangat bervariasi, dapat berupa : infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis), SHU, purpura trombositopenik sampai kematian. Yang benar… Manifestasi klinis infeksi E.Coli patogen sangat bervariasi, dapat berupa : infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis), SHU(disebutkan kepanjangannya), purpura trombositopenik sampai kematian. Gejala klinis adalah nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal cramp), diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien disertai nausea (mual) dan vomiting (muntah). Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga dapat dikelirukan sebagai kolitis non infeksi. Yang benar… Gejala klinis yang timbul adalah nyeri abdomen yang sangat berat, diare yang diikuti diare berdarah dan sebagian dari disertai nausea (mual) dan vomiting (muntah). Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga dapat dikelirukan sebagai kolitis noninfeksi). Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian pasien tindak mengandung darah sama sekali. Yang benar…

Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian pasien tidak mengandung darah sama sekali. Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi SHU (sekitar 6 % dari pasien) antara 2-12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia, gagal ginjal dan gejala saraf sentral. Komplikasi neurologik berupa kejang , koma, hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari pasien SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah lekosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia di bawah 2 tahun. Mortalitas antara 3-5 %. Yang benar … Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi SHU (sekitar 6 % dari pasien) antara 2–12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan, gagal ginjal dan gejala saraf sentral. Komplikasi neurologik beanemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia berupa kejang , koma, hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari pasien SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah leukosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, dan usia di bawah 2 tahun. Jumlah angka mortalitas antara 3–5 % .

Halaman 10 E.Coli (O157:H7) lebih sering diisolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella demikian juga pada pasien diare kronik di Jakarta. E.Coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar 1%), penularan ke manusia sehingga menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreak) adalah lewat (melalui )daging yang terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dan kurang baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air minum yang tercemar, tempat berenang yang tercemar dan antar manusia. Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1 – 8 hari. E.Coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora normal pada manusia). Gejala klinis Manifestasi klinis enfeksi (infeksi ) E.Coli patogen sangat bervariasi, dapat berupa : infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis), SHU, purpura trombositopenik sampai kematian. Gejala klinis adalah nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal cramp), diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien disertai nausea (mual) dan vomiting (muntah). Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga dapat dikelirukan sebagai kolitis non infeksi. Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian pasien tindak (tidak ) mengandung darah sama sekali. Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi SHU (sekitar 6 % dari pasien) antara 2-12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia, gagal ginjal dan gejala saraf sentral.

Halaman 11 seperempat dari pasien SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah lekosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia di bawah 2 tahun. Mortalitas antara 3-5 %. Penatalaksanaan. Pengobatan infeksi E.Coli patogen tidak spesifik, terutama pengobatan suportif dan simtomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien yang mendapat antibiotik dan obat yang menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kontrimoksazol dilaporkan tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dan komplikasi SHU. 4. KOLITIS TUBERKULOSA Batasan. Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae. Epidemiologi. Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberculosis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Gejala klinis. Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksi, demam ringan, penurunan berat badan atau teraba masa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman pada tinja mungkin hanya berasal dan kuman yang tertelan bersama sputum. Penatalaksanaan. Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis seperti pada

seperempat dari pasien SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah lekosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia di bawah 2 tahun. Mortalitas antara 3—5 %. Penatalaksanaan. Pengobatan infeksi E.Coli patogen tidak spesifik, terutama pengobatan suportif dan simtomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien yang mendapat antibiotik dan obat yang menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kontrimoksazol dilaporkan tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dan komplikasi SHU. 4. KOLITIS TUBERKULOSA Batasan. Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae. Epidemiologi. Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberculosis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Gejala klinis. Keluhan paling sering (pada 80—90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksi, demam ringan, penurunan berat badan atau teraba masa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman pada tinja mungkin hanya berasal dan kuman yang tertelan bersama sputum. Penatalaksanaan. Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis seperti pada

Keterangan

Cover makalah yang baik dan benar, terdiri dari : 1. Judul makalah : ditebalkan, dan diberi ukuran font yang lebih besar misal: 16, huruf kapital, dan bersifat informatif. 2. Tujuan penulisan makalah : ditebalkan dan diberi ukuran font lebih kecil dibanding judul makalah. 3. Logo instansi atau lembaga 4. Nama penulis atau penyusun 5. Nama institusi atau lembaga : ditebalkan 6. Tempat dan tahun : ditebalkan

(1) Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing. (2) Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian- bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab. (3) Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.

Halaman 12 pengobatan tuberculosis paru, demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. Kadangkadang perlu tindakan bedah untuk mengatasi komplikasi. Beberapa obat anti tuberculosis yang sering dipakai adalah : 

INH 5 – 10 mg/kgBB atau 400 mg sekali sehari



Etambutol 15 – 25 mg/kgBB atau 900 – 1200 mg sekali sehari



Rifampisin 10 mg/kgBB atau 400 – 600 mg sekali sehari



Pirazinaidid 25 -3 mg/kgBB atau 1,5 – 2 g sekali sehari

b. Kolitis Non Infeksi Kolitis Ulserativa DEFINISI Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut dan demam. Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai antara umur 15-30 tahun.Tidak seperti penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. Sekitar 10% penderita hanya mendapat satu kali serangan. Proktitis ulserativa merupakan peradangan dan perlukaan di rektum. Pada 10-30% penderita, penyakit ini akhirnya menyebar ke usus besar. Jarang diperlukan pembedahan dan harapan hidupnya baik. PENYEBAB Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan respon sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga berperan dalam terjadinya kolitis ulserativa. Analisis 1. Penulisan kata baku : Tuberculosis seharusnya tuberkulosis

2. Kata penghubung yang terdapat pada kalimat : a) …demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. b) …menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. c) …namun faktor keturunan dan respon sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus. 3. Akronim pada kalimat terdapat : INH 5 – 10 mg/kgBB atau 400 mg sekali sehari . a) INH merupakan singkatan dari Isoniazid. b) Mg merupakan singkatan dari mili gram c) kgBB merupakan singkatan dari kilogram berat badan d) g pada kalimat diatas kemungkinan terdapat kesalahan disebabkan g terlalu besar jika dibandingkan dengan dosis sebelumnya seharusnya mg 4. Penggunaan huruf kapital a) Diawal paragraf kolitis ulserativa seharusnya pada ulserativa tidak ditulis huruf kapital b) …penyakit Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. c) Kenapa pada penyakit Crohn ditulis huruf kapital sedangkan kolitis ulserativa tidak ? Hal ini disebabkan Crohn adalah nama penemu dari penyakit tersebut.

Halaman 13 GEJALA Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang

mengandung

banyak

sel

darah

merah

dan

sel

darah

putih.

Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari. Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah. Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang. Yang Benar GEJALA Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat sakit, yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau keras dan kering,tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih.Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul. Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari. Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan yang sangat untuk

buang air besar. Pada malam hari pun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lender, yang paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah. Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang. KOMPLIKASI 1.

Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia karena kekurangan zat

besi. Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi. 2.

Kolitis

Toksik,

terjadi

kerusakan

pada

seluruh

ketebalan

dinding

usus.

Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran. Yang Benar KOMPLIKASI 1.

Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia karena kekurangan zat

besi. Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi. 2.

Kolitis

Toksik,

terjadi

kerusakan

pada

seluruh

ketebalan

dinding

usus.

Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, di mana pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran.

Halaman 14 Rontgen

perut

akan

menunjukkan

adanya

gas

di

bagian

usus

yang

lumpuh.

Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih meningkat. Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat. Yang Benar : Rontgen

perut

akan

menunjukkan

adanya

gas

di

bagian

usus

yang

lumpuh.

Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih meningkat. Dengan pengobatan efektif dan segera, kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di usus (perforasi), maka risiko kematian akan meningkat. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar). Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan berat.Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secara teratur, terutama pada penderita resiko tinggi terkena kanker, selama periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk diperiksa dibawah mikroskop. Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup. Seperti halnya penyakit Crohn, kolitis ulserativa juga dihubungkan dengan kelainan yang mengenai bagian tubuh lainnya.

Bila kolitis ulserativa menyebabkan kambuhnya gejala usus, penderita juga mengalami : - peradangan pada sendi (artritis) - peradangan pada bagian putih mata (episkleritis)

- nodul kulit yang meradang (eritema nodosum) dan -luka kulit biru-merah yang bernanah (pioderma gangrenosum). Yang Benar : Kanker Kolon (Kanker Usus Besar). Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan berat. Risiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) secara teratur, terutama pada penderita risiko tinggi terkena kanker, selama periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk diperiksa di bawah mikroskop. Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup. Seperti halnya penyakit Crohn, kolitis ulserativa juga dihubungkan dengan kelainan yang mengenai bagian tubuh lainnya. Bila kolitis ulserativa menyebabkan kambuhnya gejala usus, penderita juga mengalami : - peradangan pada sendi (artritis) - peradangan pada bagian putih mata (episkleritis) - nodul kulit yang meradang (eritema nodosum) dan - luka kulit biru-merah yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Halaman 15 Bila kolitis ulserativa tidak menyebabkan gejala usus, penderita masih bisa mengalami : -peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa) -peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) dan -peradangan di dalam mata (uveitis). Meskipun penderita kolitis ulserativa sering memiliki kelainan fungsi hati, hanya sekitar 1-3% yang memiliki gejala penyakit hati ringan sampai berat.

Penyakit hati yang berat bisa berupa : -peradangan hati (hepatitis menahun yang aktif) -peradangan saluran empedu (kolangitis sklerosa primer), yang menjadi sempit dan terkadang menutup, dan -penggantian

jaringan

hati

fungsional

dengan

jaringan

fibrosa

(sirosis).

Peradangan pada saluran empedu bisa muncul beberapa tahun sebelum gejala usus dari kolitis ulserativa timbul dan akan meningkatkan resiko kanker saluran empedu.

DIAGNOSA Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

Pemeriksaan darah menunjukan adanya: - anemia - peningkatan jumlah sel darah putih

gejala-gejala

dan

hasil

pemeriksaan

tinja.

Yang benar.

Bila kolitis ulserativa tidak menyebabkan gejala usus, penderita masih bisa mengalami : a. Peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa) b. Peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) dan c. Peradangan di dalam mata (uveitis). Meskipun penderita kolitis ulserativa sering memiliki kelainan fungsi hati, hanya sekitar 1-3% yang memiliki gejala penyakit hati ringan sampai berat.

Penyakit hati yang berat bisa berupa : a. Peradangan hati (hepatitis menahun yang aktif) b. Peradangan saluran empedu (kolangitis sklerosa primer), yang menjadi sempit dan terkadang menutup, dan c. Penggantian

jaringan

hati

fungsional

dengan

jaringan

fibrosa

(sirosis).

Peradangan pada saluran empedu bisa muncul beberapa tahun sebelum gejala usus dari kolitis ulserativa timbul dan akan meningkatkan resiko kanker saluran empedu.

DIAGNOSIS Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

Pemeriksaan darah menunjukan adanya: a. Anemia b. Peningkatan jumlah sel darah putih

gejala-gejala

dan

hasil

pemeriksaan

tinja.

Halaman 16 Peningkatan laju endap darah. Sigmoidoskopi (pemeriksaan sigmoid) akan memperkuatdiagnosis dan memungkinkan dokter untuk secara langsung mengamati beratnya peradangan. Bahkan selama masa bebas gejalapun, usus jarang terlihat normal. Contoh jaringan yang diambil untuk pemeriksaan mikroskopik menunjukan suatu peradangan menahun.Rontgen perut bisa menunjukan berat dan penyebaran penyakit. Barium enema dan kolonoskopi biasanya tidak dikerjakan sebelum pengobatan dimulai, karena adanya resiko perforasi (pembentukan lubang) jika dilakukan pada stadium aktif penyakit. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran penyakit dan untuk meyakinkan tidak adanya kanker. Peradangan usus besar memiliki banyak penyebab selain kolitis ulserativa. Karena itu, dokter menentukan apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit. Contoh tinja yang diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa dibawah mikroskop dan dibiakkan. Contoh darah dianalisa untuk menentukan apakah terdapat infeksi parasit. Contoh jaringan diambil dari lapisan rektum dan diperiksa dibawah mikroskop. Diperiksa apakah terdapat penyakit menular seksual pada rektum (seperti gonore, virus herpes atau infeksi klamidia), terutama pada pria homoseksual. Pada orang tua dengan aterosklerosis, peradangan bisa disebabkan oleh aliran darah yang buruk ke usus besar. Kanker usus besar jarang menyebabkan demam atau keluarnya nanah dari rektum, namun harus difikirkan kanker sebagai kemungkinan penyebab diare berdarah. PENGOBATAN Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Penderita sebaiknya menghindari buah dan sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang meradang. Diet bebas susu bisa mengurangi gejala. Penambahan zat besi bisa menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja.

Halaman 17 Obat-obatan antikolinergik atau dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan pada diare yang relatif ringan. Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan dosis yang lebih besar dari difenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol, loperamide atau codein. Pada kasuskasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare ini harus diawasi secara ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik. Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk mengurangi peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya gejala. Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema (cairan yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui dubur).Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan rumah sakit, biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut), seperti prednisone.Prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan. Setelah prednisone mengendalikan peradangannya, sering diberikan sulfasalazine, olsalazine ataumesalamine. Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan. Pemberian kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping, meskipun kebanyakan akan menghilang jika pengobatan dihentikan. Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus besar (kolon desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid atau mesalamine. Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit dan diberikan kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah). Penderita dengan perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darah dan cairan intravena. Untuk mempertahankan fase penyembuhan, diberikan azathioprine dan merkaptopurin. Siklosporin diberikan kepada penderita yang mendapat serangan berat dan tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita ini, akhirnya memerlukan terapi pembedahan.

Seharusnya : Obat-obatan antikolinergik atau dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan pada diare yang relatif ringan. Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan dosis yang lebih besar dari difenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol, loperamide atau codein. Pada kasus

yang berat, pemberian obat-obat anti-diare ini harus diawasi secara ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik. Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk mengurangi peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya gejala. Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema (cairan yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui dubur). Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan rumah sakit, biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut), seperti prednisone. Prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan.

Halaman 18 SALAH Kolitistoksik merupakan suatu keadaan gawat darurat.Segera setelah terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah Alasanya karena kata segera tidak didahului oleh kalimat yang dan kata terdteksi katanya salah seharusnya terdeteksi dan kata selang seharusnya dipakai kata dan sesuai kalimat efektif kesatuan yang adanya subjek dan predikat yang jelas Benar Kolitistoksik merupakan suatu keadaan gawat darurat yang segera setelah terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan, penderita dipuasakan,dan selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah salah Pembedahan non-darurat juga dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau adanya gangguan pertumbuhan pada anak-anak. Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi. Alasanya karena kata yang berulang seperti kata adanya dan sembuh yang dipakai pada paragraf ini tidak sesuai kalimat efektif yang kehematan Benar Pembedahan non-darurat juga dilakukan karena penyempitan dari usus besar atau gangguan pertumbuhan pada anak-anak. Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang tidak sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.

Halaman 19 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohn’s kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis). 3.2 Saran Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

HALAMAN 20 Salah 1.

Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2.Jakarta:EGC

2.

Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi – Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

3.

Andrianto P, Rakel, Terapi Mutakhir Conn 1984 – 1985, EGC ; Jakarta, 1985

4.

Pierce, Evellyn G., Anatomi Fisiologi untuk Paramedis, PT.Gramedia: Jakarta,1993

Benar Sesuai dengan penulisan daftar pustaka yang benar yang sesuai urutan dari nama penulus,tahun terbut,judul buku,tempat terbit,nama penerbit yang ditandai dengan centang merah menunjukkan penempatan yang salah pada daftar pustaka dan juga judul buku atau karya memakai kalimat miring Benar ditempatkan 1.

Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2.Jakarta:EGC

2.

Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi – Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

3.

Andrianto P, Rakel.1985. Terapi Mutakhir Conn 1984 – 1985, Jakarta; EGC

4.

Pierce, Evellyn G. 1993, Anatomi Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta; PT.Gramedia

Related Documents


More Documents from ""

Ppt Tutor.pptx
December 2019 4
Rpp 1.docx
May 2020 8
121.doc
December 2019 14
Makalah Aksiologi.docx
December 2019 25