I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengembang
dan mengerut salah satu sifat fisik tanah. Dimana sifat
mengembang ditandai dengan terisinya semua ruang pori-pori tanah baik makro maupun mikro oleh molekul-molekul air dan gejala ini terjadi ketika tanah dalam keadaan basah. Sedang sifat mengerut tanah terjadi ketika tanah dalam keadaan kering setelah basah yang ditandai dengan semakin mengecilnya pori-pori tanah pada waktu mengerut. Sifat mengembang pada tanah, selain pori-pori tanah yang terisi oleh air, juga retakan-retakan yang ada pada tanah. Pengembangan yang menyebabkan tertutupnya pori-pori tanah makro dan retakan tanah, mengakibatkan tanah kurang mampu menyerap air sehingga kelebihan air hujan akan menimbulkan aliran permukaan yang besar dan akibat yang lebih besar adalah terjadinya banjir yang dapat membahayakan kesuburan tanah dan bahkan kehidupan manusia. Retakan – retakan tanah yang terjadi akibat adanya pengerutan tanh dapat memperbaiki aerasi tanah dibagian yang lebih dalam. Namun, retakan-retakan yang terlalu lebar dapat menyebabkan putusnya akar-akar tanaman. Pengembangan dan pengerutan tanah yang tidak sama dapat menyebabkan retaknya pondasi gedunggedung, sedangkan jalan yang diperkeras menjadi bergelombang. Retakan-retakan tanah menjadi tertutup bila tanah basah. Tertutupnya mengurangi
aerasi
retakan
tanah
ini
tanah. Pengembangan yang menyebabkan tertutupnya celah
retakan dan pori makro menyebabkan tanah kurang mampu menyerap air sehingga kelebihan air hujan akan menimbulkan aliran permukaan yang besar. Berdasarkan pemaparan di atas maka praktikum Sifat Mengembang dan Mengerut sangat perlu dilakukan untuk mengetahui berapa besar persentase pengembangan dan pengerutan tanah yang terjadi. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Tujuan dilaksanakannya praktikum Sifat Mengembang dan Mengerut adalah mengetahui tingkat persentase pengembangan dan pengerutan tanah pada tanah Alfisol dan Inceptisol serta membandingkan besar persentase pengembangan dan pengerutan pada kedua jenis tanah ini. Kegunaan dari pelaksanaan praktikum Sifat Mengembang dan Mengerut adalah sebagai bahan informasi mengenai kemampuan tanah dalam menyerap air pada tanah jenis Alfisol dan Inceptisol.
II. TINJAUAN PUSTAKA Beberapa jenis tanah mempunyai sifat mengembang dan mengerut sehingga mengalami pecahan-pecahan pada musim kering. Sifat mengembang dan mengerut tanah disebabkan oleh kandungan mineral dari monmorilonit yang tinggi dan rendah. Besarnya pengembangan dan pengerutan pada tanah dinyatakan dengan Cole. Mineral dibedakan menjadi dua yaitu mineral primer dan mineral sekunder. Mineral primer adalah mineral asli yang terdapat dalam batuan yang melapuk yang terdiri dari fraksi-fraksi pasir dan debu. Mineral sekunder adalah mineral primer yang menghasilkan mineral baru yang esensial untuk perkembangan dan penyuburan yang umunya terdapat dalam fraksi liat yang sering ditemukan dalam tanah antara lain kaolinit, haloisit, montmorillonit, gibsit (Al Oksida), Fe Oksida dan lain-lain. Mineral liat sekunder besar pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik tanah seperti kapasitas tukar kation, daya mengembang dan mengerut tanah dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003). Mengembang dan mengerut merupakan ciri ke tiga dan ke empat dari lempung silikat. Sifat ini menyebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang berada diantara satuan-satuan struktur misel. Mengembang dan mengerut, kohesi dan plastisitas berhubungan erat satu sama lain. Ciri-ciri ini tergantung tidak hanya pada campuran lempung dalam tanah dan kation diadsorpsi yang menguasai akan tetapi juga sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida anorganik (Buckman, 1982).
Tanah Alfisol memiliki horizon argilik dan terletak di kawasan yang tanahnya paling dari 35% di dalam horizon argilik. Alfisol berarti bahwa basa-basa dilepaskan ke dalam tanah oleh pengikisan hampir secepat basa-basa yang terlepas karena tercuci dengan demikian Alfisol menempati peringkat yang hanya sedikit lebih rendah dari pada Millisol untuk pertanian. Pada tanah Alfisol yang bertekstur liat akan mengandung pori mikro yang lebih banyak sehingga tanah tersebut mampu memegang air lebih banyak yang akan mempengaruhi tingkat pengerutan tanah. Tanah yang mengandung mineral liat mempunyai sifat mengembang dan mengerut. Tanah Alfisol mempunyai sifat mengembang bila basah dan mengerut bila kering. Akibatnya pada musim karena tanah mengerut akan terjadi pecah-pecah, sifat mengembang dan mengerutnya tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat dan montmorilonit yang sangat tinggi (Foth, 1988). Mineral liat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu liat silikat dan liat oksida. Tanah yang mengandung mineral liat mempunyai sifat mengembang bila basah dan mengerut bila kering. Akibatnya pada kering karena tanah mengerut akan menjadi pecah-pecah, sifat mengembang dan mengerut tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat dan montmorilonit. Mineral liat juga dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis tipe yaitu : 1 : 1 adalah struktur mineral liat yang tersusun atas silikat tetrahedral dan satu lempeng oktahedral seperti Kaolinit dan Haloisit. Tipe 2 : 1 yaitu struktur mineralnya tersusun atas dua lapisan Silikat tetrahedral dan satu alumina, Oktahedron, seperti montmorilonit, mika dan illit. Tipe campuran yang teratur dimana struktur liatnya tersusun atas lapisan-lapisan yang berlainan secara
bergantian. Dan tipe yang terakhir yaitu dengan struktur rantai yang tersusun atas Silika tetrahedron dan aluminium oktahedron tiga buah (Hakim, 1986). Mengembang dan mengerut merupakan ciri ke tiga dan ke empat dari lempung silikat. Sifat ini menyebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang berada diantara satuan-satuan struktur misel. Mengembang dan mengerut, kohesi dan plastisitas berhubungan erat satu sama lain. Ciri-ciri ini tergantung tidak hanya pada campuran lempung dalam tanah dan kation diadsorpsi yang menguasai akan tetapi juga sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida anorganik (Buckman, 1982). Montmorilonit terdiri dari dua lapis silika dengan lapisan alumina terikat erat oleh atom oksigen yang dimana struktur terikat begitu lepas oleh penghubung oksigen yang sangat lemah, sehingga kisi hablur seperti puputan mengembang sangat mudah. Akibat hablur montmorilonit dapat mudah pecah menjadi butir-butir yang besarnya mendekati satuan struktur tunggal. Montmorilonit akan berkerut jika dikeringkan, butir-butirnya berkeping halus dan mudah didispersikan (Foth, 1988). Montmorilonit mengakibatkan tanah Inceptisol mempunyai sifat mengembang dan mengerut dengan penjenuhan dan pengeringan. Potensi pengembangan dan pengerutan tanah berkaitan erat dengan tipe dan jumlah liat dalam tanah. Tanah Inceptisol yang banyak mengandung mineral liat akan memperlihatkan sifat mengembang pada waktu basah karena kation-kation dan molekul air mudah masuk pada rongga antara kristal mineral. Tanah yang mengembang selalu banyak liat, dimana mungkin saja mempunyai kemampuan yang tinggi menyimpan air, akan
tetapi peredaran udara dalam tanah atau aerase tidak baik, penambahan bahan organik akan mengurangi masalah kekurangan air pada tanah berpasir. Bahan organik membantu mengikat butiran liat dan membentuk ikatan yang lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang udara diantara ikatan butiran (Pairunan, dkk, 1997). Di daerah tropika dimana proses pembentukan terganggu atau diperlambat oleh musim kering dan terjadi pengerutan yang ditemukan pada daerah debu Alopan. Pada daerah tropika yang lebih basah Inceptisol dijumpai secara lokal berasosiasi dengan ordo tanah lainnya yang lebih berkembang dan terdapat pada posisi geomorfik khusus yang berhubungan dengan kegiatan erosi aktif dan sedimentasi (Lopulisa, 2004). Pada musim kering tanah inceptisol terbentuk baik pada permukaan erosi dan lereng curam dan pada endapan baru. Kebanyakan bahan induk tanah Inceptisol kaya akan mineral liat sehingga mudah mengalami pengembangan dan pengerutan tanah. Kesuburan tanah amat bergantung dengan bahan induk dan iklim. Suatu kecenderungan bahwa di daerah yang beriklim basah P dan K relatif rendah dan pH lebih rendah dari 6,5. Daerah-daerah yang curah hujan rendah didapati kandungan P dan K lebih tinggi dan netral (Foth, 1988).
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum Sifat Mengembang Dan Mengerut dilaksanakan pada hari Jumat, 3 April 2009, pukul 11.00 – 14.00 WITA, di Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum Sifat Mengembang dan Mengerut pada tanah jenis Alfisol dan Inceptisol adalah tabung reaksi, gelas ukur, wadah, spatula dan oven. Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum Sifat Mengembang dan Mengerut pada tanah jenis Alfisol dan Inceptisol adalah sampel tanah Inseptisol dan Alfisol, serta air aquades. 3.3 Prosedur Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan praktikum Sifat Mengembang dan Mengerut adalah sebagai berikut: Pengerutan Tanah 1.
Mengayak tanah kering udara dengan ayakan berukuran 2 mm.
2.
Menaruh tanah dalam sebuah wadah kemudian tambahkan air secukupnya sehingga membentuk pasta (tidak terlalu encer atau kental).
3.
Menuangkan pasta tanah ke dalam cawan yang sebelumnya telah diolesi dengan gemuk atau jeli. Padatkan pasta tanah dengan jalan menghentak-hentakkan cawan ke meja dan menekan pasta dengan spatula, agar sedikit mungkin udara yang terperangkat di dalam pasta tanah. Ratakan permukaan pasta tanah dengan permukaan cawan.
4.
Membiarkan tanah mengering udara. Bila cukup kering, masukkan ke dalam oven untuk dikeringkan lebih lanjut pada suhu 105oC
selama
24 jam. 5.
Menghitung nilai pengerutan tanah.
Pengembangan Tanah 1.
Memasukkan tanah kering udara ke dalam gelas ukur 25 ml hingga volume tanah 15,0 mm. Gelas ukur ini dihentak-hentakkan beberapa kali untuk memadatkan tanah.
2.
Mengeluarkan tanah dari gelas ukur kemudian pindahkan ke wadah lain.
3.
Memasukkan air ke dalam gelas ukur sebanyak 25 ml, kemudian masukkan lagi tanah sedikit demi sedikit hingga semua masuk ke dalam air. Air di dalam gelas ditambah bila ada bagian tanah yang belum basah.
4.
Membiarkan tanah membasah selama sekitar 30 menit, kemudian gelas ukur dihentak-hentakkan supaya tanah lebih padat.
5.
Membaca volume tanah yang telah basah. Menghitung besar persentase pertambahan volume tanah yang telah basah dibandingkan dengan tanah yang kering.
3.4 Rumus yang Digunakan % Pengerutan Tanah
=
% Pengembangan Tanah =
Panjang
Tanah Basah − Panjang Tanah Kering Panjang Tanah Kering
V . Tanah Basah −V . Tanah Kering V . Tanah Kering
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
x 100 %
4.1 Hasil Berdasarkan hasil perhitungan dan pengamatan cole pada tanah Alfisol dan Inceptisol pada lapisan I, II dan III maka diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Cole Pada Tiap Lapisan Tanah Alfisol Pengembangan Pengerutan Lapisan (%) (%) I 33.3 1.5 II 30 2.1 III 26.7 1.4 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2006. Tabel 4.1. Hasil Perhitungan Cole Pada Tiap Lapisan Tanah Inceptisol Pengembangan Pengerutan Lapisan (%) (%) I 73.3 3.4 II 146.7 2.7 III 66.7 9.4 Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2006.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Tanah Alfisol
Persentase pengembangan tanah Alfisol pada lapisan I sebesar 33,3 % dan persentase pengerutan sebesar 1,5 %. Berdasarkan data yang terlihat maka dapat dikatakan bahwa tanah pada lapisan I ini mengalami pengembangan dan pengerutan. Pengembangan terjadi karena tertutupnya pori-pori tanah oleh air setelah mengalami keretakan sedangkan pengerutan terjadi karena adanya pengeringan pada tanah yang telah mengembang dan akan retak apabila persentase pengerutannya besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (1995) yang menyatakan bahwa beberapa jenis tanah mempunyai sifat mengembang dan mengerut dan mengalami pecah-pecah pada musim kering. Persentase pengembangan tanah pada lapisan II tanah Alfisol adalah sebesar 30 % dan pengerutan sebesar 2,1 %. Persentase pengembangan pada lapisan II mengalami penurunan bila dibandingkan dengan lapisan I, akan tetapi persentase pengerutan pada lapisan II mengalami peningkatan dari lapisan I maupun lapisan III. Pengerutan seharusnya lebih tinggi pada lapisan I karena lapisan I mendapat penyinaran yang lebih banyak daripada lapisan II. Akan tetapi pada percobaan ini justru lapisan II yang memiliki persentase pengerutan yang lebih tinggi dari kedua lapisan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Foth (1994) yang menurutnya persentase pengerutan tertinggi berada pada lapisan I sebagai silikat dari proses penguapan air tanah yang tinggi pada lapisan. Persentase pengembangan tanah pada lapisan III tanah Alfisol yaitu sebesar 26,7 % dan persentase pengerutan sebesar 1,4 %. Persentase pengembangan dan pengerutan pada lapisan III ini lebih kecil bila
dibandingkan dengan persentase pengembangan dan pengerutan pada II lapisan di atasnya. Ini terjadi karena kandungan bahan organik pada lapisan III sangat rendah yang bisa menyebabkan mengecilnya ruang pori tanah pada lapisan III. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckman (1982) yang menyatakan bahwa sifat mengembang dan mengerut tidak hanya disebabkan oleh campuran lempung dalam tanah dan kation diadsorpsi yang menguasai akan tetapi juga sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida anorganik. 4.2.2 Tanah Inceptisol Berdasarkan tabel pengamatan diperoleh data bahwa persentase pengembangan pada lapisan I tanah Inceptisol yaitu sebesar 73,3 % dan persentase pengerutan sebesar 3,4 %. Hal ini terjadi karena pada lapisan I biasanya memiliki tekstur liat berpasir sehingga pada lapisan ini menunjukkan persentase pengembangan yang sedikit lebih rendah dari lapisan II. Ini terjadi karena tanah yang bertekstur pasir walaupun sedikit akan mempengaruhi pengembangan karena kurang menyerap air. Hal ini sesuai dengan pendapat Foth (1994) yang menyatakan bahwa sifat mengembang dan mengerut tidak hanya disebabkan oleh sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida anorganik tetapi juga dipengaruhi oleh tekstur tanah. Pada lapisan II tanah Inceptisol, persentase pengembangan sebesar 146,7 % dan pengerutan sebesar 2,7 %. Angka persentase pengembangan pada lapisan II tanah Inceptisol menunjukkan suatu data yang tidak mungkin terjadi. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam prosedur kerja yaitu
tanah pada lapisan II kurang dipadatkan sehingga masih banyak udara yang tertangkap menyebabkan volume tanah masih besar sehingga dalam mempersetasekannya didapatkan data yang melebihi angka persen yang sebenarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2006) yang menyatakan bahwa pengembangan terjadi karena beberapa sebab, salah satu diantaranya adalah karena udara yang terperangkat di dalam pori mikro ketika memasuki pori tanah. Persentase pengembangan pada lapisan III tanah Inceptisol sebesar 66,7 % dan pengerutan sebesar 9,4 %. Persentase pengembangan pada lapisan III lebih rendah dari kedua lapisan yang ada di atasnya, sedangkan persentase pengerutan lebih tinggi dari kedua lapisan yang lain. Ini terjadi karena pengaruh kandungan air pada lapisan III. Hal ini sesuai dengan pendapat Pairunan (1985) yang menyatakan bahwa penambahan bahan organik akan mengurangi masalah kekurangan air pada tanah. Bahan organik membantu mengikat butiran liat dan membentuk ikatan yang lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang udara diantara ikatan butiran. Oleh karena itu terjadi pengembangan yang tinggi pada saat basah dan pengerutan yang tinggi pula ketika kering. Persentase pengembangan dan pengerutan pada tanah Alfisol lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase pengembangan dan pengerutan pada tanah jenis Inceptisol. Perbedaan persentase pengembangan dan pengerutan ini disebabkan oleh kandungan liat pada kedua jenis tanah, dimana
tanah Inceptisol lebih banyak mengandung liat daripada tanah Alfisol sehingga lebih banyak mengikat air. Kemampuan tanah mengikat air merupakan salah satu penyebab terjadinya pengembangan dan pengerutan pada tanah. Hal di atas sesuai dengan pendapat Pairunan (1997) yang menyatakan bahwa tanah yang mengembang selalu banyak liatnya, dimana mempunyai kemampuan tinggi untuk menyimpan air.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang diperoleh dari pelaksanaan percobaan sifat mengembang dan mengerut maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Persentase pengembangan dan pengerutan jenis tanah Inceptisol lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pengembangan dan pengerutan pada jenis tanah Alfisol. 2. Sifat mengembang dan mengerut dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan air tanah dan banyaknya udara yang terpeerangkat dalam pori mikro tanah ketika memasuki pori tanah. 3. Persentase pengembangan tertinggi pada tanah Inceptisol yaitu sekitar 146,7% dan pengerutan sekitar 9,4% 4. Persentase pengembangan tertinggi pada tanah Alfisol yaitu sekitar 33,3 % dan pengerutan sebesar 2,1%.
5.2 Saran Dalam pelaksanaan praktikum selanjutnya harus betul-betul sesuai dengan prosedur agar tidak terjadi kesalahan data, sehingga hasil yang didapatkan pun tidak akurat.
DAFTAR PUSTAKA Buckman, H., 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Foth, H.D., 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hakim, N.M., 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung. Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah. Akapres, Jakarta.
Lopulisa, Christianto., 2004. Tanah-Tanah Utama Dunia. Lhepas, Makassar. Pairunan, A.K,. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. BKPTN – IT, Makassar.
Lampiran 1. Tabel Pengamatan Sifat Mengembang dan Mengerut Pada Tanah Alfisol Lapisan PTB PTK VTB VTK (cm) (cm) (ml) (ml) I 13.5 13.3 20 15 II 14.3 14 19.5 15 III 14.7 14.5 19 15 Sumber: Data Primer Sebelum Diolah, 2006.
Lampiran 2. Pengolahan Data Pengamatan Sifat Mengembang dan Mengerut Pada Tanah Alfisol Lapisan I % Pengerutan Tanah
=
P. Tanah Basah − P. Tanah Kering P. Tanah Kering
=
13 .5 − 13 .3 x 100 % 13 .3
x 100 %
= 1.5 % % Pengembangan Tanah
=
V . Tanah Basah − V . Tanah Kering V . Tanah Kering
=
20 − 15 x 100 % 15
x 100 %
= 33.3 % Lapisan II % Pengerutan Tanah
=
P. Tanah Basah − P. Tanah Kering P. Tanah Kering
=
14 .3 − 14 x 100 % 14
x 100 %
= 2.1 % % Pengembangan Tanah
=
V . Tanah Basah − V . Tanah Kering V . Tanah Kering
=
19 .5 − 15 x 100 % 15
= 30 % Lapisan III
x 100 %
% Pengerutan Tanah
=
P. Tanah Basah − P. Tanah Kering P. Tanah Kering
=
14 .7 − 14 .5 x 100 % 14 .5
x 100 %
= 1.4 % % Pengembangan Tanah
=
V . Tanah Basah − V . Tanah Kering V . Tanah Kering
=
19 − 15 x 100 % 15
x 100 %
= 26.7 %
Lampiran 3. Tabel Pengamatan Sifat Mengembang dan Mengerut Pada Tanah Inceptisol Lapisan PTB PTK VTB VTK (cm) (cm) (ml) (ml) I 6.1 5.9 26 15 II 7.5 7.3 37 15 III 5.8 5.3 25 15 Sumber: Data Primer Sebelum Diolah, 2006. Lampiran 4. Pengolahan Data Pengamatan Sifat Mengembang dan Mengerut Pada Tanah Inceptisol
Lapisan I % Pengerutan Tanah
=
P. Tanah Basah − P. Tanah Kering P. Tanah Kering
=
6.1 − 5.9 x 100 % 5.9
x 100 %
= 3.4 % % Pengembangan Tanah
=
V . Tanah Basah − V . Tanah Kering V . Tanah Kering
=
26 − 15 x 100 % 15
x 100 %
= 73.3 % Lapisan II % Pengerutan Tanah
=
P. Tanah Basah − P. Tanah Kering P. Tanah Kering
=
7.5 − 7.3 x 100 % 7.3
x 100 %
= 2.7 % % Pengembangan Tanah
=
V . Tanah Basah − V . Tanah Kering V . Tanah Kering
=
37 − 15 x 100 % 15
x 100 %
= 146.7 % Lapisan III % Pengerutan Tanah
=
P. Tanah Basah − P. Tanah Kering P. Tanah Kering
x 100 %
=
5.8 − 5.3 x 100 % 5.3
= 9.4 % % Pengembangan Tanah
=
V . Tanah Basah −V . Tanah Kering V . Tanah Kering
=
25 − 15 x 100 % 15
= 66.7 %
x 100 %