Mengelola Mtq Agar Lebih Bermanfaat

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mengelola Mtq Agar Lebih Bermanfaat as PDF for free.

More details

  • Words: 1,200
  • Pages: 5
MENYELENGGARAKAN MTQ YANG LEBIH BERMANFAAT Oleh: Agus Saputera

Musabaqah Tilawatil Qur’an atau MTQ bukan merupakan hal asing lagi bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim. Belum berselang lamanya usai sudah datang lagi penyelenggaraan MTQ baru, baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, bahkan sampai ke tingkat kecamatan. Jika dihitung frekwensi penyelenggaraannya dalam setahun dibandingkan/dirasiokan dengan banyaknya provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan di seluruh Indonesia, maka rata-rata tak kurang dalam satu minggu ada satu kali penyelenggaraan MTQ. Belum lagi ditambah dengan MTQ yang diselenggarakan secara internal seperti perusahaan, institusi, dan sebagainya. Sebuah prestasi yang rasanya tidak pernah dicapai oleh negara Islam manapun di dunia ini. Tetapi sejauh mana prestasi kaum muslimin dalam memetik manfaat penyelenggaraan MTQ tersebut tampaknya masih belum tercapai seperti yang diharapkan. Tekad dan motto yang senantiasa didengungkan dalam setiap penyelenggaraan MTQ misalnya, “Dengan penyelenggaraan MTQ mari kita jadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan”, tak lebih dari ucapan klise. Sebab pernyataan tersebut hanya dijadikan slogan dan retorika belaka tanpa pernah dibuktikan dengan upaya keras dan sungguhsungguh untuk mewujudkannya. Acara MTQ seolah menjadi rutinitas seremonial pejabat pemerintah yang semakin berkurang maknanya karena terlalu sering dilaksanakan. Tentunya pada tataran tertentu keberhasilan penyelenggaran MTQ menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang keagamaan. Seperti diketahui, dasar pemikiran utama penyelenggaraan MTQ adalah untuk meningkatkan gairah umat Islam Indonesia, khususnya generasi muda, agar senantiasa membaca, menelaah, memahami, dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan. 1

Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) telah menyuguhkan nuansa kehangatan spiritualitas dan pesona budaya keagamaan khas Indonesia. Bagi umat Islam Indonesia, MTQ tidak hanya menjadi cermin kesalihan spiritual, tetapi juga amat kental dengan gambaran aktifitas sosial keagamaan. Hal ini tergambar manakala hampir seluruh komponen umat terlibat dalam kegiatan tersebut secara tulus dan memfungsikannya sebagai wahana syiar Islam yang diracik dengan aroma kebudayaan lokal yang Islami. Lebih dari itu penyelenggaraan MTQ terutama pada level regional diharapkan dapat membangkitkan gairah dan motivasi yang kuat bagi generasi muda untuk senantiasa memelihara kesucian dan meningkatkan kecintaan terhadap kitab suci Al-Qur’an melalui pembudayaan membaca, menghafal, memahami, serta berupaya mengamalkan isi dan kandungannya dalam kehidupan yang sesungguhnya, baik sebagai individu maupun sebagai warga negara. Ekspose seremonial MTQ juga sangat dominan mewarnai media massa nasional dan daerah. Sebagai implikasinya, penghargaan terhadap mereka yang berhasil meraih predikat terbaik menjadi impian setiap generasi muda yang gandrung dengan seni baca Al-Quran dan studi ilmu-ilmu Al-Quran pada umumnya. Kegiatan membaca Al-Qur’an sebenarnya mengandung nilai-nilai tinggi, luhur, dan mulia bagi siapa saja yang melakukannya. Karena di situ tercakup ilmu-ilmu/aktifitas lain yang mengiringinya seperti: membaca dengan fasih, baik, dan benar (ilmu tajwid), menghapal (hifz), mengerti maknanya (menterjemah), memahami universalias dan keluasan makna ayat-ayatnya (tafsir), dan yang paling penting adalah menjadikannya sebagai pedoman yang diaplikasikan dalam kehidupan tidak saja bermanfaat di dunia tetapi sampai ke akhirat. Oleh karena itu semua aspek-aspek yang mempunyai tujuan ke arah tersebut dilombakan dalam MTQ, seperti membaca, menghafal, menulis, memahami, menafsirkan, dan menyampaikan tuntunan Al-Qur'an. Hal itu digambarkan dalam jenis-jenis perlombaan yang disebut dengan istilah cabang perlombaan MTQ, yang meliputi Tilawatil Qur’an 2

(membaca), Hifzhul Qur’an (menghapal), Tafsir Al-Qur’an (menafsirkan), Fahmil Qur’an (memahami), Syarhil Qur’an (menjelaskan), dan Khattil Qur’an (kaligrafi). Antusiasme terhadap MTQ Ada beberapa faktor yang mendorong antusiasme masyarakat terhadap MTQ, antara lain: Pertama, secara sosiologis, keterbatasan akses informasi dan hiburan yang diperoleh masyarakat melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, memungkinkan mereka berkonsentrasi dengan dan tradisi lokal yang sangat religius. Hampir semua aktivitas kemasyarakatan berorientasi kepada pendidikan dan pembelajaran moralitas masyarakat serta selalu mencerminkan semangat keagamaan Kedua, secara ekonomis, tuntutan kebutuhan materi masyarakat tidak menyebabkan mereka enggan melakukan aktivitas keagamaan maupun kemasyarakatan. Boleh jadi tipologi agraris menyebabkan rendahnya obsesi terhadap materi dan kemewahan. Selain itu keterjaminan struktur ekonomi nyaris tidak menimbulkan gejolak yang membuat masyarakat mengalihkan perhatian pada sisi ini. Ketiga, secara politis, sokongan pemerintah demikian tampak terlihat. Ini bisa dimaklumi mengingat arah kebijakan politik yang dijalankan penguasa memberi ruang yang seluas-luasnya kepada umat untuk menjalankan aktifitas keagamaan. Perlakuan top leader ditandai oleh kehadiran Presiden pada setiap penyelenggaraan MTQ/STQ Tingkat Nasional, yang kemudian diikuti oleh pejabat-pejabat pemerintahan pada level lokal. Keempat, sebagai sebuah konsekuensi, momentum yang melibatkan massa besar akan manjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan pers. Paling tidak, masih terkait dengan sokongan penguasa, media elektronik milik pemerintah seperti RRI, TVRI dan juga milik swasta menjadi mitra yang sangat setia menyebarluaskan informasi perihal kegiatan ini. Beberapa faktor itulah yang mengantarkan MTQ pada posisi yang unik dan seolah menjadi ikon kebudayaan muslim Nusantara. Sulit mencari pihak-pihak yang tidak mengenal 3

dan merasakan eksistensi MTQ sebagai perhelatan kebudayaan religius. Dalam perhelatan itu, dengan demikian, berpadu ketulusan dan kesadaran keagamaan masyarakat, sokongan penguasa, serta penguatan fungsi dan komitmen pers dalam usaha pembinaan moralitas dan spiritual masyarakat. Kritik terhadap MTQ Hiruk-pikuk dan kemegahan MTQ dengan segala manfaat dan kegunaan yang ditimbulkannya, tidak berarti sepi dari kritik dan kecaman. Banyak pihak merasa pesimistis bahkan ada yang bersikap apatis terhadap penyelenggaraan MTQ yang dianggap tak ubahnya seperti upacara pesta-pora, menghambur-hamburkan uang negara dengan sia-sia. Munculnya reaksi negatif dari beberapa kalangan tersebut menunjukkan dua hal. Pertama, bahwa tidak semua komponen bangsa memahami secara bijak mengenai substansi dan makna strategis di balik penyelenggaraan MTQ sehingga melupakan arti penting dan mahalnya ongkos untuk sebuah syiar keagamaan. Kedua, perjalanan waktu telah menempatkan perhelatan MTQ tidak sekadar menjadi wahana pembinaan masyarakat dalam bidang kegamaan. Kini, tidak jarang momentum MTQ menjadi ajang mempertaruhkan prestise yang berimplikasi serius secara politis. Akibatnya politisasi MTQ menjadi fenomena yang tak terelakkan. Tindakan-tindakan membenarkan segala cara untuk sekadar memperoleh kemenangan merupakan hal yang dianggap lumrah. Perekrutan orang yang bukan berasal dari daerah sendiri sebagai kontestan/anggota kafilah sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara sadar dan sistematis. Kondisi semacam inilah yang melahirkan kegamangan dan menurunnya kredibilitas MTQ. Daya tarik MTQ untuk saat ini kian banyak menemukan tantangan. Hal ini disebabkan, di samping faktor eksternal di atas, adanya pergeseran orientasi dan kecenderungan para pelaksana MTQ yang sebelumnya lebih pada upaya pembinaan prestasi generasi muda beralih pada orientasi prestise yang cenderung pragmatis. 4

Pekerjaan rumah yang mendesak saat ini adalah bagaimana mendudukkan kembali penyelengaraan MTQ kepada jalurnya yang asli sebagaimana yang diharapkan oleh para penggagasnya, dan kita semua tentunya. MTQ sejatinya melahirkan inspirasi dan kreasi bagi umat Islam dalam rangka mewujudkan tegaknya Islam dengan landasan kitab suci Al-Qur’an. Mengembalikan substansi MTQ Penyelenggaraan MTQ selama ini perlu ditinjau kembali (reorientasi) agar jangan sampai menyimpang jauh dari tujuan awal yaitu untuk menimbulkan kecintaan terhadap AlQur’an khususnya bagi kaum muda. Target kemenangan dalam setiap perlombaan memang merupakan sesuatu yang dikejar bagi setiap kontingen, namun jangan dijadikan ajang untuk menghalalkan segala cara, apalagi kalau dipolitisasi demi kepentungan tertentu. Akan lebih baik lagi kalau dalam pelaksanaannya lebih mengutamakan kualitas daripada kwantitas. Artinya frekwensi pelaksanaan MTQ tersebut bisa dikurangi, tidak harus satu kali dalam satu tahun atau dua tahun. Dengan demikian manfaatnya selain akan selektif, sportif, dan jujur dalam menjaring kontestan, juga akan lebih efektif dalam melatihnya. Yang lebih penting lagi tentunya akan mengurangi pemborosan. Coba bayangkan berapa banyak biaya yang dihemat apabila MTQ dilaksanakan dengan frekwensi setengah atau sepertiga sekarang. Sehingga biaya yang dihemat tersebut bisa dipakai untuk program lain umpamanya mendukung program pengentasan buta aksara Al-Quran, melengkapi sarana pendidikan MDA/TPA/TKA dan peningkatan kesejahteraan guru-gurunya, dan sebagainya. Seyogyanya pemerintah kabupaten/kota bersama Departeman Agama sebagai pengurus masalah keagamaan di Indonesia berunding membahas MTQ ini agar dalam penyelenggaraannyan lebih efektif dan memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat.

5

Related Documents

Agar Lebih Cerdas
December 2019 24
Mtq
October 2019 48
Agar
June 2020 37