Tugas Individu M.K. Kritik Sastra
MENGANALISIS KARYA SASTRA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SOSIOLOGIS
OLEH : HIZRA ANISA 075104088 B PBSID
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2009
i
ii
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun berdasarkan materi pelajaran yang diberikan dosen pengasuh mata kuliah dan juga teman-teman yang saling bekerja sama. Oleh karena itu, kami mempunyai harapan besar, agar dengan kehadiran makalah ini dapat bermanfaat bagi kami maupun para pembaca. Disadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan baik dari segi materi dan teknis penyusunan sehingga diharapkan kontrol dan kritik dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen pengasuh mata kuliah kami serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya makalah ini. Makassar,
Juni 2009
Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
KATA PENGANTAR..............................................................................
ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................
3
A. SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN MENGANALISIS KARYA SASTRA.................................................. 3 B. ANALISIS PUISI ..............................................................................
13
BAB III PENUTUP.................................................................................
15
KESIMPULAN .................................................................................
15
iv
BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Perkembangan kritik sastra Indonesia dalam dekade tahun 1980-an ditandai dengan munculnya beberapa pembicaraan mengenai sosiologi sastra atau pendekatan sosiologis terhadap karya sastra. Dalam konteks ini. kritik sastra sesungguhnya mencoba memanfaatkan disiplin ilmu lain (sosiologi) untuk memberi penjelasan lebih mendalam mengenai salah satu gambaran kemasyarakatan yang terdapat dalam karya sastra. Oleh karena itu, pembicaraan mengenai hubungan kritik sastra dengan sosiologi, muncul lantaran ada anggapan bahwa karya sastra merupakan cermin masyarakat. Karya sastra juga dianggap sebagai potret kehidupan masyarakat dan gambaran semangat zamannya. Dalam hal ini, karya sastra dianggap sebagai gambaran “struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas dan lain-lain. Masalah teoretis mengenai hubungan sosiologi (masyarakat) dengan sastra telah cukup jelas dipaparkan Rene Wellek dan Austin Warren (Tos Kesusastraan, 1989) Sapardi Djoko Damono (Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar, 1984) atau Andre Hardjana (Kritik Sastra: Sebuah Pengantar, 1981). Namun tentu kita tidak perlu terburu-buru menerima atau menolaknya. Jangan pula dilupakan penerapan hal yang bersifat teoretis itu terhadap karya sastranya itu sendiri. Dengan cara ini, akan tampak betapa bubungan sastra dan masyarakat sebenarnya tidak dapat diabaikan begitu saja dalam kegiatan kritik sastra. Grebstein (1968), mengungkapkan: pemahaman alas karya sastra hanya mungkin dapat dilakukan secara lebih lengkap apabila karya itu tidak
1
dipisahkan
dari
lingkungan.
kebudayaan
atau
peradahan
yang
menghasilkannya. Dikatakannya juga bahwa karya sastra adalah basil pengaruh yang rumit dan faktor-faktor sosial dan kultural Pernyataan itu mengisyaratkan perlunya menghubungkan faktor sosio-budaya dalam usaha memahami karya selengkapnya. Dan hubungan ini akan tampak bahwa dalam beberapa hal,
ungkapan
sastra
sebagal
cermin
masyarakat
mempunyai
nilai
kebenaran. Apalagi jika ternyata kita tidak memperoleh bahan tertulis tentang karya itu.
2
BAB II PEMBAHASAN A. SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN MENGANALISIS KARYA SASTRA Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dan kata Sos Yunani yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman. dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dan akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dan definisi tersebut keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat Meskipun demikian. hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara diametral. Sosiologi dalam sastra merupakan gabungan dan sistem pengetahuan yang berbeda. Sosiologi adalah bidang ilmu yang menjadikan masyarakat sebagai objek materi dan kenyataan sosial sebagai objek formal. Dalam perspektif sosiologi, kenyataan sosial dalam suatu komunitas masyarakat dipahami dalam tiga paradigma utama, yaitu fakta sosial, definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial. Bahasan sosiologi sastra dapat berupa 1) pengaruh-pengaruh aspek sosial pengarang terhadap karya sastra yang diciptakannya, 2) pola-pola produksi dan distribusi karya sastra dalam suatu masyarakat, 3) bentukbentuk kesusastraan yang dimiliki oleh suatu masyarakat, 4) hubungan antara teks dalam suatu karya sastra dengan kenyataan sosial dalam masyarakat tempat karya sastra itu dibuat, 5) memahami secara timbal balik sastra melalui masyarakat atau masyarakat melalui karya sastra. Menurut Rifattre (1978), suatu karya sastra tidak diciptakan dari ruang yang
kosong dan hama. Sastra tidak berasan dan ketiadaan kemudian
diciptakan oleh pengarang.
3
Struktur karya sastra dan struktur sosial masyarakat dalam perspektif sosiologi sastra mempunyai hubungan baik langsung maupun tidak langsung. Karya sastra selain mempunyai struktur formal juga mempunyai kandungan gagasan, amanat maupun pesan yang mewakili pandangan dunia sosial yang dimiliki oleh pengarang. Dalam pandangan sosiologi sastra, kandungan fiksi dalam sebuah karya sastra tidak sekedar bermakna — struktur internal teks secara linguistik bukan juga mewakili sebuah bentuk pemaknaan dalam struktur sosial masyarakat yang dipresentasikan oleh karya sastra tersebut. Struktur sosial sendiri sebagai akar fundamental bagi suatu karya sastra, juga dapat menjadi informasi pola-pola struktur estetika suatu karya sastra. Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dan kata Sos Yunani yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman. dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dan akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dan definisi tersebut keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat Meskipun demikian. hakikat sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara diametral. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat evaluali4 subjektif dan imajinatif. Menurut Ratna (2003: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain. 1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasyarakatannya 2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.
4
3. Pemahaman terhadap karya. sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakangi 4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) antara sastra dengan masyarakat, dan 5. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdependensi antara sastra dengan masyarakat. Dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra tidak terlepas dan manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang dibicarakan. Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih mempertimbangkan karya sastra. Dari segi-segi sosial Wellek dan Warren (1956: 84, 1990: 111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut. 1. Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan istitusi sastra, masalah yang berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang. dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan penganang di luar karya sastra, karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang ada]ah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masa]ah sosiologi pengarang (Wellek dan Warren,1990:1 12) 2. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan. yang umum dilakukan sosiologi iimempe1ajani sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. (Weflek dan Warren, 1990:122). Beranggapan dengan berdasarkan pada penelitian Thomas Wanton (penyusu sejarah puisi Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan
5
merekam ciri-ciri zamannya Bagi Wanton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban. 3. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat; seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya. Klasifikasi Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt (dalam Daniono, 1Q89: 3-4) yang meliputi hal-hal berikut. 1. Konteks sosial penganang, dalam hal ini ada kaitannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya dengan masyarakat pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat mempengaruhi karya sastranya, yang terutama harus diteliti yang berkaitan dengan : (a) bagaimana pengarang mendapat mata pencahariannya, apakah ia mendapatkan dan pengayoman masyarakat secara langsung, atau pekerjaan yang lainnya, (b) profesionalisme dalam kepengaragannya, dan (e) masyarakat apa yang dituju oleh penganang. 2. Sastra sebagai cermin masyarakat, maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap cermin keadaan masyarakat. Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu, banyak disalah tafsirkan dan disalahgunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra sebagai cermin masyarakat adalah (a) sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu Ia ditulis, (h) sifat “lain dan yang lain” seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya, (c) genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat, (d) sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya
6
mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagal cermin masyarakat. Sebaliknya,
sastra
yang
sama
sekali
tidak
dimaksudkan
untuk
menggambarkan masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat. 3. Fungsi sosial sastra; maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Dalam hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan
(1)
sudut
pandang
ekstrem
kaum
Romantik
yang
menganggap sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak (2) sastra sebagai penghibur saja, dan (3) sastra harus mengajarkan. sesuatu dengan cara menghibur. Dalam bukunya A Glossary of’ Literature Term. Abrams menulis bahwa dan sosiologi sastra ada tiga perhatian yang dapat dilakukan oleh kritikus atau peneliti yaitu: 1. Penulis dengan lingkungan budaya tempat ia tinggal. 2. Karya, dengan kondisi sosial yang direfleksikan di dalamnya. 3. Audien atau pembaca (1981: 178). Lain halnya dengan Grebsten (dalam Damono, 1989) dalam hukumnya
mengungkapkan
istilah
pendekatan
sosiologi
kultural
terhadap,sastra dengan kesimpulan sebagai berikut. 1. Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dan
lingkung4n
atau
kebudayaan
atau
peradaban
yang
telah
menghasilkannya. Ia harus dipelajari dalam konteks, yang Seluasluasnya dan tidak hanya dirinya sendiri. Setiap karya sastra adalah hasil dan pengaruh timbal-balik yang rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural.
7
Karya
sastra
itu
sendiri
merupakan
objek
kultural
yang
rumit.
Bagaimanapun karya sastra bukanlah suatu gejala yang tersendiri. 2. Gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk dan teknik penulisannya, bahkan boleh dikatakan bahwa bentuk dan teknik itu ditentukan oleh gagasan tersebut. Tak ada karya sastra yang besar yang diciptakan berdasarkan gagasan sepele dan dangkal; dalam pengertian ini sastra adalah kegiatan yang sungguh-sungguh 3. Setiap karya sastra gang bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah suatu moral, baik dalam hubungannya dengan kebudayaan sumbernya maupun dalam hubungannya dengan orang per ‘orang. Karya sastra bukan merupakan moral dalam arti yang sempit, yaitu yang sesuai dengan suatu kode atau tindak tanduk tertentu, melainkan dalam pengertian bahwa Ia terlibat di dalam kehidupan dan menampilkan tanggapan evaluatif terhadapnya. Dengan demikian sastra adalah eksperimen moral. 4. Masyarakat dapat mendekati karya sastra dan dua arah. Pertama, sebagai sesuatu kekuatan atau faktor material, istimewa, dan kedua, sebagai tradisi yakni kecenderungan spiritual kultural yang bersifat kolektif.
Dengan
demikian
bentuk
dan
isi
karya
sastra
dapat
mencerminkan perkembangan sosiologi, atau menunjukkan perubahanperubahan yang halus dalam watak kultural. 5. Kritik sastra seharusnya lebih dan sekedar perenungan estetis yang tanpa pamrih ia harus melibatkan diri dalam suatu tujuan tertentu. Kritik adalah kegiatan yang terpenting yang harus mampu mempengaruhi penciptaan sastra tidak dengan cara mendikte sastrawan agar memilih tema tertentu misalnya, melainkan dengan menciptakan iklim tertentu yang bermanfaat bagi penciptaan seni besar.
8
6. Kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra masa depan. Dari sumber sastra yang sangat hasil kritikus harus memilih yang sesuai untuk masa kini. Perhatiannya bukanlah seperti pengumpul benda-benda kuno yang kerjanya hanya menyusun kembali, tetapi memberi penafsiran seperti yang dibutuhkan oleh masa kini. Dan karena setiap generasi membutuhkan pilihan yang berbeda-beda, tugas kritikus untuk menggali masa lalu tak ada habisnya. Lanjut Darnono (989: 14) mengemukakan bahwa segala yang ada dunia ini sebenarnya merupakan tiruan dan kenyataan tertinggi yang berada di dunia gagasan. Seniman hanyalah merupakan yang ada dalam kenyataan dan hasilnya bukan suatu kenyataan pandangan senada dikemukakan oleh Teeuw (1984- 220) mengatakan bahwa dunia empirek tak mewakili dunia sesungguhnya, adanya dapat mendekatinya lewat mimesis, penelaahan, dan pembayangan ataupun peniruan. Lewat mimesis, penelaahan kenyataan mengungkapkan makna, hakikat kenyataan itu. Oleh karena itu, seni yang baik harus berani dan seniman harus bersifat modest, rendah hati, Seniman harus menyadari bahwa lewat real dia hanya dapat mendekati yang ideal. Endraswara dalam bukunya Metodologi Pengajaran Sastra, memberi pengertian bahwa sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi (2003: 79). Sementara, Faruk (1994: 1) memberi pengertian bahwa sosiologi sastra sebagal studi ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai tembaga dan proses-proses sosial.
Selanjutnya,
dikatakan
bahwa
sosiologi
berusaha
menjawab
pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Lewat penelitian mengenai lembaga-lembaga sosial, agama, ekonomi, politik dan keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut sebagai struktur
9
sosial, agama, ekonomi, politik, dan keluarga yang secara bersama-sama membentuk apa yang disebut sebagai struktur sosial, sosiologi dikatakan memperoleh gambaran mengenai cara-cara menyesuaikan dininya dengan dan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosialitas, proses belajar secara kultural yang dengannya individu-individu dialokasikann9a pada dan menerima peranan tertentu dalam struktur sosial Itu. Sosiologi sastra memiliki perkembangan yang cukup pesat sejak penelitian-penelitian yang menggunakan teori strukturalisme dianggap mengalami stagnasi. Didorong oleh adanya kesadaran bahwa karya sastra harus difungsikan sama dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka karya sastra harus dipahami sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan sistem komunikasi secara keseluruhan. Menurut Ratna (2003: 332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut. 1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan o!eh tukang cerita, disalin oleh penyalin, ketiganya adalah anggota masyarakat 2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat. 3. Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan. 4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, dan adat-istiadat dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut.
10
5. Sama
dengan
masyarakat,
karya
sastra
adalah
hakikat
intensubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, perspektif biologis yaitu peneliti menganalisis dan sisi pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra. Sosiologi karya sastra itu sendiri lebih memperoleh tempat dalam penelitian sastra karena sumber-sumber yang dijadikan acuan mencari keterkaitan antara permasalahan dalam karya, sastra dengan permasalahan dengan masyarakat lebih mudah diperoleh. Di samping Itu, permasalahan yang diangkat dalam karya sastra biasanya masih relevan dalam kehidupan masyarakat. Menurut hubungannya
pendekatan dengan
sosiologi
kenyataan,
sastra,
sejauh
karya
mana
sastra
karya
dilihat
sastra
itu
mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
11
PENGUNGSI Jalan, jalan. .! Berapa puluh hari sudah kau jalan Nak Sri? Hujan panas silih berganti! Jalan yang panjang buruk berbatu ini masih panjang dari desa ke desa, di sawah dan bukit tinggi. “Bu. . . Bu! Kaki Sri sakit, bengkak. Ah, sakit!” Air mata memercik mata yang bening bersih, Ibu senyum getir, bapa kuat mendukung... “Diam Sri, diam! Kita pergi menuju Bung Karno. . Kota telah hancur, tapak kaki ganas kejam sudah menghentak-hentak di sana. Orang-orang lemah dan lembu-lembu sewaan jadi raja alat penindas; kemerdekaan dan keadilan remuk diinjak-injak! Orang-orang yang tak tahan diludah-ludah hina menyingkir membawa pakaian lekat di badan tinggal rumah, halaman dan segala yang dicintai. Kaki hancur bengkak, ditongkat terbata-bata, perih sengsara ikut melekat sepanjang jalan: “Diam Sri,diam! Kita pergi menuju Bung Karno....!” Sepanjang siang malam terlunta-lunta Di terik bakaran panas, kuyup direndam hujan, iringan kafilah ini mengalir terus, sebagai jemaah menuju Tanah Suci, melepas jeritan jiwa yang diperkosa, dan isak-isak sedu sedan, mendongak rindu hawa yang merdeka dan adil!
12
B. ANALISIS PUISI “Pengungsi” Dengan pendekatan sosiologis Karya : Nasjah Jalan, jalan ……! Berapa puluh hari sudah Kau jalan nak sri? Hujan panas silih berganti! Jalan yang panjang buruk berbatu ini masih panjang Dari desa ke desa, di sawah dan di bukit tinggi a. Aspek sosial Aspek
sosial
yang
dimaksudkan
adalah
aspek
sosial
yang
menyangkut hubungan manusia dengan manusia. Baik secara langsung maupun tidak langsung (Keluarga, masyarakat). Sikap kritis terhadap pandangan dunia dan ideologi, maupun tanggung jawab sebagai manusia terhadap lingkungan hidup. Aspek sosial membuat sadar akan tanggung jawab sebagai manusia dalam kehidupan bersama menurut berbagai dimensinya. Di samping sosial yang telah disebutkan di atas ada salah satu aspek yang sangat mempengaruhi gerak solidaritas manusia yakni menyangkut stafikasi sosial yaitu beberapa bentuk pelampiasan dalam masyarakat atau kelas sosial. Aspek sosial pada puisi “pengungsi” karya Nasjah adalah sebagai : Jalan, jalan ……! Berapa puluh hari sudah Kau jalan nak sri? Hujan panas silih berganti! Jalan yang panjang buruk berbatu ini masih panjang Dari desa ke desa, di sawah dan di bukit tinggi b. Aspek ekonomi Aspek ekonomi yang dimaksud adalah segala hal yang berhubungan dengan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan. Aspek yang terdapat dalam puisi ini dapat dilihat pada bait ketiga larik keempat sebagai berikut :
13
Orang-orang yang tak tahan diludah-ludah hina menyingkir membawa pakaian lekat di badan tinggal rumah, halaman dan segala yang dicintai. c. Aspek politik Aspek politik yang terdapat di dalam puisi “Pengungsi” dapat dilihat pada bait ketiga sebagai berikut : Kota telah hancur, tapak kaki ganas kejam sudah menghentak-hentak di sana. Orang-orang lemah dan lembu-lembu sewaan jadi raja alat penindas; kemerdekaan dan keadilan remuk diinjak-injak! d. Aspek Moral aspek moral yang dimaksud adalah segala aspek yang menyangkut baik buruknya perbuatan. Dalam hal ini mengenai sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti. Dan susila. Aspek moral yang terdapat dalam puisi “pengungsi” dapat dilihat pada bait ke 3 yaitu : Kota telah hancur, tapak kaki ganas kejam sudah menghentak-hentak di sana. Orang-orang lemah dan lembu-lembu sewaan jadi raja alat penindas; kemerdekaan dan keadilan remuk diinjak-injak!
14
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi dalam
sastra merupakan gabungan dari sistem pengetahuan yang berbeda. Sosiologi adalah sebuah bidang ilmu yang menjadikan masyarakat sebagai objek materi dan kenyataan sosial sebagai objek moral. Dalam perspektif sosiologi, kenyataan sosial dalam suatu komunitas
masyarakat dipahami
dalam tiga paradigma utama, yaitu fakta sosial, defenisi sosial, definisi sosial, dan paradigma perilaku. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi dari pada apa yang terjadi dewasa ini (das sein) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya karya sastra bersifat evaluatif, subjektif dan imajinatif. Sosiologi sastra dapat meneliti melalui tiga perspektif pertama perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, perspektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang ketiga, perspektif yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
15
DAFTAR PUSTAKA Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Malang : Grasindo (Gramedia Widyasarana Indonesia) www.google.com
16