Membangun Political Brand Di Indonesia

  • Uploaded by: dian ratnasari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Membangun Political Brand Di Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 2,313
  • Pages: 11
MEMBANGUN POLITICAL BRANDING DI INDONESIA Dian Ratnasari ABSTRAK Pemilu di Indonesia tahun 2009 merupakan pemilihan legislatif dan presiden,   jumlah partai politik di Indonesia adalah 44 partai. Banyaknya partai politik di  Indonesia   dalam   Pemilu   kali   ini   membuat   masing­masing   partai   menyusun   strateginya   untuk   bersaing   mendapatkan   suara   sebanyak­banyaknya.  Strategi  cukup efektif   yang diterapkan oleh partai politik di Indonesia adalah strategi   marketing. Hal ini terkait karena cakupan untuk marketing sangatlah luas, tidak   hanya   sebatas   pada   pemasaran   produk   komersial   saja.   Masyarakat   mulai   menemukan   paradigma   baru   bahwa   persaingan   partai   politik   di   Indonesia   seperti persaingan pada produk komersial lainnya. Brand adalah sesuatu yang   penting   yang   tidak   boleh   dilupakan   dalam   suatu   persaingan.   Karena   brand   merupakan   identitas   dari   suatu   produk   yang   membedakan   mereka   dengan   pesaingnya. Brand pada produk politik berupa simbol, lambang partai, pemimpin  partai dan warna partai.  Kata kunci: Brand, Political Marketing, Political Brand PENDAHULUAN Pemasaran adalah proses kemasyarakatan yang dilakukan oleh individu dan kelompok untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran secara bebas produk dan jasa nilai dengan pihak lain (Kotler dan Keller, 2009). Penerapan konsep marketing

sangatlah luas., tidak saja hanya

pertukaran ekonomi, pertukaran ini juga dapat terjadi dalam konteks sistem sosial secara luas, tidak hanya terbatas pada perusahaan swasta, tetapi juga pada organisasi sosial non profit. Bahkan marketing sekarang ini diterapkan dalam politik. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu marketing dapat diterapkan disemua bidang.

Tahun   2009   adalah   tahun   dimana   diselenggarakan   pesta   demokrasi   bagi   bangsa  Indonesia. Tepat di tahun ini, diselenggarakannya Pemilu atau Pemilihan Umum, baik  pemilihan   legislative   maupun   pemilihan   Presiden.   Partai   peserta   Pemilu   di   Indonesia 

1

berjumlah   44   partai   politik,  masing-masing partai tentunya membawa program yang berisi tentang perubahan dan kemajuan demi kesejahteraan bangsa.

Indonesia adalah negara yang menganut demokrasi Pancasila, yaitu suatu paham dimana kekuasaan tertingginya ada di tangan rakyat. Dengan paham demokrasi Pancasila ini, pemilihan wakil rakyat maupun presiden dipilih langsung oleh rakyat setiap lima tahun sekali melalui Pemilu (Pemilihan Umum).

Kegiatan marketing juga dilakukan oleh tiap-tiap partai di Indonesia. Tujuan utama mereka melalukan marketing adalah mendapatkan suara sebanyak-banyaknya dari konstituen. Political marketing dikatakan sebagai penerapan metode dan konsep politik dalam kegiatan marketing (Firmanzah, 2008). Namun ada beberapa hal-hal mendasar yang diterapkan dalam politik, karena kondisi dan situasi politik yang berbeda dengan dunia komersial. Perbedaan antara marketing komersial dengan political marketing adalah pada pemasaran komersial, lebih diterapkannya customer loyalty, customer retention, customer acquisition, dan shareholder objectives. Sedangkan pada marketing politik sendiri, lebih ditekankan pada bagaimana mencapai peningkatan hidup masyarakat atau komunitas dan mendapat banyak konstituen.

Politik   lebih   dikaitkan   pada   ideologi   daripada   aktivitas   marketing.   Namun   ilmu  marketing diaplikasikan kepada politik walaupun akan menimbulkan  konotasi negatif.  Konotasi  negatif  yang  ditimbulkan  dari   pengimplementasian   ilmu   marketing  terhadap  ilmu politik akan berdampak pada proses politik (Peter Reeves, Leslie de Chernatony dan  Marylin Carrigan, 2006). 

Terdapat satu kata kunci yang kemudian menjadi kunci dalam sistem politik dan marketing, yaitu persaingan. Persaingan inilah yang membuat partai-partai kemudian melakukan marketing untuk memposisikan partainya sebagai partai yang paling unggul.

2

Masing-masing partai berharap bahwa partainya akan dikenal oleh masyarakat. Seperti persaingan antara brand komersial lain, mereka berlomba supaya mereka lebih dikenal di masyarakat dibandingkan pesaing mereka.

Dalam melakukan marketing politik ini, para konstituennya tersebar dengan berbagai macam segmen. Mulai dari usia, dari yang tua sampai yang muda, dari yang tinggal di desa sampai di kota, pria dan wanita, agama yang berbeda, budaya yang berbeda, miskin hingga kaya, tidak berpendidikan dan Doktor, dan lain-lain. Tentunya akan sangat sulit bagi partai politik untuk unggul apabila hanya menyasar pada satu segmen saja

Sekarang ini, banyak sekali institusi politik yang bekerja sama dengan agen iklan. Layaknya sebuah produk, lambang-lambang politik, gambar calon presiden dan gambar calon legislatif dari masing-masing partai banyak memenuhi media komunikasi terutama televisi, surat kabar,internet, dan baliho-baliho disepanjang jalan. Dengan bermacammacam kreativitas iklan yang ditawarkan, masing-masing partai berharap para konstituen bersedia memmilihnya di ajang Pemilu.

Sangatlah penting bagi partai-partai di Indonesia mengadopsi ilmu-ilmu marketing, tujuannya adalah unruk mencapai kesuksesan dan untuk memenangkan Pemilu 2009. Salah satu bidang marketing yang diadopsi oleh semua partai di Indonesia adalah “brand”. Brand dalam political marketing terutama di Indonesia adalah mengenai lambang, symbol dan warna partai.

Jika sebuah brand komersial diasumsikan untuk meningkatkan kekuatan atau daya beli konsumen,

sangatlah mungkin dengan cara itu maka masyarakat membuat pilihan

tentang partai politik seperti bagaimana mereka menentukan pilihan tentang brand komersial (Peter Reeves, 2006). Partai politik disamakan dengan brand pada produk

3

komersial, yaitu partai politik harus mengkomunikasikan sesuatu yang membuat konstituen atau masyarakat mengerti dan paham.

ORIENTASI PRODUK POLITIK Berikut ini terdapat tiga level model konseptual bagaimana partai politik menyusun dari  orientasi produk lewat orientasi penjualan (sales orientation), dan akhirnya pada orientasi  pasar (Lees­Marhment, 2001). Model ini dapat di rangkum menjadi seperti dibawah ini:  •

Partai yang berorientasi pada produk (product­oriented party). Ini adalah dimana partai politik menjelaskan apa untuk apa partai itu berdiri dan  percaya pada partai tersebut. Hal ini mengasumsikan bahwa pemilih (voter) atau  konstituen akan menyadari bahwa ide atau gagasan atau program dari suatu partai  politik adalah benar dan kemudian konstituen tersebut akan memilih partai itu.



Partai yang berorientasi pada penjualan (sales­oriented party) Dimana   partai   politik   lebih   memfokuskan   pada   penjualan   ide,   gagasan   atau  programnya kepada konstituen. Biasanya partai politik menggunakan  marketing   intellegence,   partai   tersebut   melakukan   peiklanan   yang   gencar   dan   teknik  komunikasi lainnya untuk mempengaruhi konstituen.



Partai yang berorintasi pada pasar (market­oriented pary) Jenis partai yang berorientasi pada pasar mendesain perilaku (behavour) partainya  tersebut   untuk   kepuasan   konstituen.   Jenis   ini   menggunakan  marketing   intellegence 

untuk   mengidentifikasi   keinginan   konstituen   kemudian 

mengembangkan produk politiknya yang sesuai dengan keinginan mereka.  A VOTER­DRIVEN STRATEGY Pasar atau pelanggan, namun dalam konteks politik kita menyebutnya sebagai konstituen  adalah   titik   awal   dalam   perumusan   strategi   marketing   politik.   Karena   tujuan   dari  dibentuknya   suatu   partai   politik   adalah   memperoleh   suara   sebanyak­banyaknya   dan  memenangkan Pemilu, dimana suara untuk partai politik terletak pada konstituennya.

4

Dalam   pemasaran   komersial,   strategi   pemasaran   dikendalikan   oleh   pasar   (konsumen)  dalam menawarkan  superior customer value  (Cravens, 2009). Dalam marketing politik,  strategi pemasaran  dikendalikan  oleh konstituen  dalam menawarkan  gagasan, ide dan  program untuk perkembangan bangsa.  Dalam hal ini, semua aktivitas pemasaran seperti segmentating, targeting and positioning  terintegrasikan   dengan   baik,   sehingga   dapat   melakukan  deliver  produk   politik   yang  disusun   untuk   mencapai   tujuan   masing­masing   partai   politik.   Berikut   ini   adalah  karakteristik voter driven strategy (Cravens, 2009): •

Menjadi berorientasi pasar Dalam  hal ini  partai  politik  harus  mengidentifikasi  konstituen  dan persyaratan  nilai  yang mereka  inginkan.  Sehingga partai  politik  dapat  menyusun program­ programnya   dengan   baik   dan   dapat   menciptakan   suatu  superior   voter   value  kepada masyarakat dan memberikan kontribusi positif terhadap bangsa.



Pengungkitan kapabilitas yang menonjol Suatu partai  yang berorientasi pada pasar, memiliki  pembelajaran  yang efektif  tentang konstituennya. Partai politik tersebut akan menunjukkan kapabilitasnya  baik   internal   maupun   eksternal   yang   dimiliki   untuk   ditonjolkan.   Untuk  memperoleh   kapabilitas   yang   menonjol   pada   masing­masing   partai   politik,  beberapa sumber informasi harus diidentifikasi dan proses perlu dikembangkan  untuk mengumpulkan dan mengolah informasi. Dalam hal ini, teknologi sangat  berperan penting, yaitu dengan makin berkembangnya teknologi, maka informasi  yang akan didapatkan akan bervariasi.



Kecocokan nilai pelanggan dengan kapabilitas Perlunya terjadi kecocokan antara nilai yang diinginkan oleh voter atau konstituen  dengan   kapabilitas   yang   dimiliki   oleh   masing­masing   partai   politik.   Apabila  terjadi kecocokan antara keinginan konstituen dengan kapabilitas, maka superior  voter   value   akan   dengan   mudah   didapatkan.   Dan   partai   politik   akan   dengan  mudah mendapatkan banyak suara dalam Pemilu.

5

PENGERTIAN BRAND Brand   adalah   nama,  term,   tanda,   symbol   atau   desain   atau   sebuah   kombinasi   dari  semuanya, bertujuan untuk mengidentifikasi produk berupa barang atau jasa dari satu  penjual atau beberapa penjual dan untuk membedakan mereka dari pesaingnya (American  Marketing   Association).  Sedangkan   Branding   adalah   memberikan   produk   dan   jasa  dengan kekuatan yang dimiliki brand (Kotler dan Keller halaman 278, 2009).  Derajat kesetiaan dan komitmen dari pelanggan atau konsumen terhadap sebuah brand  akan menciptakan  Brand loyalty  (loyalitas brand).  Brand loyalty  mencerminkan tingkat  kecenderungan pelanggan untuk pindah kepada brand lain. Maksudnya adalah apabila  pelanggan sudah sangat sangat loyal dengan brand kita,  kemudian  kita merubah  fitur  yang terdapat pada brand kita maka akan menyebabkan pelanggan pindah kepada brand  lain   karena   mungkin   pelanggan   sudah   nyaman   dengan   fitur   lama   yang   melekat   pada  brand kita. BRAND LOYALTY PADA KONTEKS POLITIK Menurut Catherine  Needham  (2006), ada beberapa  karakteristik  brand yang membuat  brand itu berguna untuk menjelaskan analisis mengenai pilihan voter (konstituen), yaitu: 1. Brand   dapat   mempermudah   pilihan   dan   mengurangi   ketergantungan   pada  informasi detail mengenai produk. Apabila dalam politik, manfaat brand dalam  partai   politik   itu   sendiri   adalah   partai­partai   peserta   Pemilu   membebaskan  konstituennya  2. Brand menyediakan ketentraman (reassurance) dengan menjanjikan standarisasi  dan kemampuan mereplika, kepercayaan antara produsen dan konsumen. Seperti  para partai yang menekankan persatuan dan kesejahteraan dengan tujuan untuk  membangun kepercayaan dari konstituen. 3. Brand   itu   sendiri   seperti   partai   politik,   sangat   aspirasional,   mencipkatan   visi  mengenai ”hidup yang baik” atau memegang teguh dan menjalankan janji­janji  yang diungkapkan dalam program masing­masing partai. 6

4. Untuk   menjadi   brand   yang   sukses,   maka   brand   harus   dipersepsikan   sebagai  sesuatu yang asli dan berbasis nilai, mengharuskan ada keselarasan antara nilai  internal suatu produk dalam perusahaan dan pesan­pesan eksternal. Dengan cara  yang   sama,   partai   yang   ingin   sukses   harus   menghubungkan   presentasional  eksternalnya pada sekumpulan core values, jika mereka ingin mempunyai banyak  dukungan dari konstituen. Para   ahli   politik   menjelaskan   kegunaan   Brand   dalam   politik   karena   mereka   percaya  bahwa   sebuah   brand   dalam   produk   komersial   maupun   produk   politik   akan  merepresentasikan sebuah produk itu sendiri. Membangun brand yang kuat dalam politik  sama pentingnya ketika kita membangun sebuah brand yang kuat untuk produk komersial  atau jasa komersial kita.   Pentingnya membangun brand yang kuat dirasakan oleh masing­masing peserta Pemilu di  Indonesia   karena   keanekaragaman   masyarakat   Indonesia.   Dalam   politik   itu   sendiri  terutama untuk partai peserta Pemilu 2009, belum jelas  segmentasi pasarnya. Padahal  untuk   penyusunan   sebuah   strategi   marketing,   dibutuhkan   proses   STP   (Segmentating,  Targeting, Positioning). Segmentasi   sangat   penting   dan   hal   yang   paling   utama   dalam   penyusunan   strategi  marketing. Hal yang mendasar dalam penyusunan strategi adalah, kita harus mengetahui  siapa   sebenarnya   pasar   kita   dan   akan   kita   sasarkan   kemana   produk   yang   sudah   kita  hasilkan   ini.   Segmentasi   adalah   pengelompokkan   konsumen   sesuai   dengan   kriteria  tertentu, misalnya gender, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan sebagainya.  Dalam produk politik, proses segmentasinya masih bias. Maksudnya adalah untuk siapa  gagasan   atau   ide   masing­masing   partai   politik   akan   ditujukan.   Karena   cakupan  segmentasi   pasar   sangatlah   luas,   dan   akan   sangat   sulit   bagi   partai   poltik   untuk   bisa  mencakup   seluruh   segmen   masyarakat,   terutama   masyarakat   Indonesia   yang     sangat 

7

beranekaragam, memiliki agama, budaya yang berbeda­beda antara satu daerah dengan  daerah yang lain. Loyalitas masyarakat terhadap brand politik ditunjukkan banyaknya  voter  atau pemilih  yang   memilih   brand   atau   partai   tertentu.   Loyalitas   sangat   perlu,   untuk   kelangsungan  kehidupan suatu partai politik. Loyalitas masyarakat terhadap brand politik itu dibangun  oleh partai politik itu sendiri. Bagaimana suatu partai politik dapat membuat masyarakat  percaya bahwa dengan memilih partainya, maka kehidupan yang baik (good life) akan  tercapai.  MEMILIH ELEMEN­ELEMEN DALAM BRAND POLITIK Elemen­elemen   dalam   brand   adalah   perlengkapan   yang   dapat   menjadi   merek   dagang  sebagai identitas dan pembeda dengan produk yang lain (Kotler dan Keller, 2008). Ada  enam kriteria untuk menyusun elemen­elemen dalam brand politik, yaitu: 1. Mudah diingat Sebuah brand harus mempunyai kriteria wajib diingat, begitu pula dalam political  branding.   Banyaknya   partai   politik   peserta   Pemilu   2009   di   Indonesia  menyebabkan banyaknya lambang, simbol, dan warna masing­masing partai. Dan  masing­masing   partai   membuat   lambang,   simbol   dan   warna   menjadi   mudah  diingat, hal ini terbukti dalam iklan politiknya. Para partai politik mengingatkan  para   audiensnya   tentang   nomor   peserta   partainya,   warna   partai,   dan   lambang  partai. 2. Penuh makna Sebuah brand terutama dalam konteks politik, harus mempunyai makna yang jelas  dan   bersifat   positif.   Makna   dalam   suatu   brand   politik   harus   selaras   dengan  tujuannya. 3. Mudah untuk disukai Brand   adalah   sebuah   lambang,   simbol,   dan   warna   dalam   partai   politik.   Oleh  karena itu, brand tersebut dibuat seindah mungkin supaya mudah untuk disukai  oleh berbagai kalangan. 8

4. Mudah untuk di transfer Sebuah   brand   harus   memiliki   kemampuan   mudah   untuk   ditransfer   dalam  jangkauan geografis. 5. Memiliki kemampuan adaptasi Kemampuan adaptasi suatu brand harus memiliki kemampuan adaptasi, supaya  brand tersebut bisa diterima dan bisa berkembang di semua lingkungan. Dalam  partai politik, brand partai politik dibuat supaya dapat diterima dan berkembang di  masing­masing   daerah   di   Indonesia.   Tentunya   jika   brand   tersebut   tidak  mengandung unsur­unsur sensitive dalam masyarakat (misalnya Suku, Ras, dan  Antar golongan).  6. Mudah untuk dijaga Brand   dalam   partai   politik   memiliki   kemampuan   untuk   mudah   dijaga  (protectible),   brand   suatu   partai   wajib   dilindungi   oleh   undang­undang   supaya  tidah disalahgunakan oleh pihak lain.

KESIMPULAN Pemilu yang berlangsung tahun 2009 dan melibatkan banyak partai politik di Indonesia  ini, tidak lepas dari pengaruh ilmu marketing dalam kampanye partainya. Salah satu cara  untuk   melakukan   komunikasi   politik   yang   efektif   untuk   masing­masing   partai   adalah  menciptakan suatu brand politik yang kuat. Bersaing   mengenai   gagasan,   ide   dan   program   dari   masing­masing   partai   politik   di  Indonesia,   seperti   sebuah   brand,   harus   lebih   kreatif   dalam   menyampaikan   pesannya.  Dalam  marketing,  brand adalah  mengidentifikasi  image  dan pesan yang membedakan  dengan pesaingnya. Partai politik bukanlah sebuah produ ataupun jasa, namun mereka  menghadapi situasi yang hampir sama dengan pemasaran komersial, yaitu persaingan. Mengembangkan brand sebagai bagian dari kampanye politik  adalah merupakan seni.  Mereka memiliki teori yang sama, namun hasil belum tentu sama karena penerapan pada  9

masing­masing   partai   berbeda   tergantung   pada   tujuan   masing­masing   partai   tersebut.  Membangun perbedaan pada brand adalah sangat penting terutama untuk partai­partai  politik   yang  baru   muncul   di  Indonesia,  ini  adalah  untuk  mendapatkan  perhatian   para  konstituen bahwa partai baru itu siap bersaing dengan partai yang lama. Brand   yang   sukses   harus   mengandung   ketertarikan   secara   emosional.   Emosi   adalah  elemen dari manusia yang mendapatkan perhatian kita. Komponen yang unik dari sisi  emosional manusia dapat partai politik manfaatkan untuk membangun brand mereka dan  faktor inilah yang akan memperkuat brand politik.

DAFTAR PUSTAKA

Cravens, D.W dan Piercy, N. F (2009), “Strategic marketing, 9th ed. Singapore: McGraw  Hill Firmanzah (2008), “Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas,” Jakarta: Buku  Obor. Kotler, P dan Lane, K (2008), “Marketing Management, 13th ed. London: Prentice Hall,  Inc. Lees­Mashment, J. (2001) Political marketing and British political Parties, Manchester  University Press: Manchester.

10

Needham, Chaterine (2006), “Special Issue Papers Brands and Political Loyalty,” Brand  Management, Vol. 13, No. 3, February, h. 178­187. Reeves, Peter, et al (2006), “Building A Politiical Brand: Ideology or Voter­Driven  Strategy,” Brand Management, Vol. 13, No. 6, July, h. 418­428. Schneider, H (2002), “Branding in Politics: Manifestations, relevance, and identity­ oriented Management”, Proceedings of the PoliticalMarketing Conference 2002,  University of Aberdeen, 19­21 September.

.  

11

Related Documents


More Documents from ""