1
Membangun dan Mengelola Perpustakaan Sekolah yang Ideal oleh: Agus Rusmana, Drs., M.A. Dosen Jurusan Ilmu Perpustakaan Fikom Unpad
[email protected]
Mengapa perlu Perpustakaan? Untuk menguasai ilmu, pengetahuan dan keterampilan, seorang siswa tidak cukup hanya mengandalkan materi pelajaran dari guru dan buku latihan yang dimilikinya saja. Dia juga harus mencari dan mendapatkan ilmu dan pengetahuan dari ke dua sumber utama tersebut, terutama yang berupa sumber bacaan, baik teks maupun gambar, yang pada umumnya termuat dalam buku. Dengan akses pada sumber-sumber tersebut, seorang siswa dapat memiliki wawasan yang lebih luas dan bervariasi, bahkan diketahui bahwa anak yang memiliki sumber pengetahuan yang banyak akan lebih mudah menguasai ilmu dan keterampilan yang diberikan di kelas. Kondisi ini dikenal sebagai literasi informasi: ...a set of abilities enabling individuals to "recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effectively the needed information." [American Library Association, 1989] Makna pernyataan ini adalah bahwa seorang yang memiliki literasi informasi adalah orang yang mengetahui kapan sebuh informasi dibutuhkan dan mampu menemukan, mengevaluasi, dan secara efektif menggunakannya. Seorang siswa di dalam mencari ilmu dan pengetahuan harus memiliki kemampuan ini sehingga secara mandiri dia dapat menambah pengetahuan melalui informasi yang nantinya dapat dijadikan sebagai pengetahuan. Di samping itu literasi informasi merupakan salah satu kunci sukses bagi seorang siswa seperti yang dikatakan oleh para ahli: What literacy can mean for both the individual and society at large is betterment of people's lives—enhanced self-esteem, ability to read instructions on medications and civic documents, ability to learn new things which will help them to expand their knowledge, ability to cope with the majority society, etc. Literacy provides people with the option of becoming members of a selfconfident and informed populace that can understand issues, represent themselves, take responsibility for self-improvement and family health, and better participate in civic affairs. These are among the more priceless payoffs of literacy. (Issue in Literacy, 2007) (Makna literasi bagi individu dan masyarakat secara umum adalah peningkatan kualitas hidup manusia - meningkatkan percaya diri, kemampuan membaca petunjuk pengobatan dan dokumen umum, mampu memperlajari hal baru yang meningkatkan pengetahuan mereka, mampu hidup bersama masyarakat mayoritas, dll. Literasi memberikan opsi kepada masyarakat sebagai anggota masyarakat yang percaya diri dan terinformasi yang dapat memahami berbagai masalah, mewakili diri sendiri, bertanggung jawab untuk pengembangan diri dan kesehatan keluarga, dan mampu berpartisipasi dalam urusan umum. Kemampuan ini merupakan bagian dari sumbangan yang tidak ternilai dari literasi.)
2 Dari kedua pernyataan tentang literasi informasi ini jelas sekali bahwa setiap siswa harus memiliki fasilitas yang mendukung untuk dimilikinya kemampuan ini. Fasilitas yang terdekat dan paling dapat menjangkau dan dijangkau oleh siswa adalah perpustakaan sekolah. Melalui perpustakaan inilah setiap siswa akan belajar mengenali jenis dan bentuk sumber informasi, baik format tercetak dan elektronik. Melalui perpustakaan siswa akan terbiasa menggunakan sumber informasi setiap kali akan mengambil sebuah keputusan, tidak lagi hanya berdasarkan kebiasaan, tebakan atau kebetulan. Melalui perpustakaan sekolah, seorang siswa akan belajar dan mengetahui kondisi di luar dunianya jauh sebelum mengalaminya sendiri, sehingga tidak ada kebingungan saat terjun ke dunia yang sesungguhnya. Namun sayangnya pendirian perpustakaan sekolah selama ini tidak didasari oleh pemikiran tentang fungsidan perannya dalam memandaikan siswa, tetapi dilakukan lebih karena “kepantasan” dan “persyaratan” daripada kebutuhan. Sebuah survey yang dilakukan oleh Education Network Indonesia terhadap beberapa perpustakaan di pulau Jawa, Bali, dan Lombok menunjukkan bahwa kondisi perpustakaan sekolah lebih mirip “gudang buku” dengan gambaran seperti berikut: (1) (2) (3) (4) (5) (7) (8)
Biasanya tidak ada siswa-siswi di dalam perpustakaan. Perpustakaannya hanya buka pada jam kelas (paling tambah 15 menit), Guru-guru tidak secara rutin menyuruh siswa-siswi dalam jam kelas ke perpustakaan untuk tugas, mencari informasi atau solusi sendiri. Jelas, guru-guru tidak dapat minta siswa-siswi mencari informasi di perpustakaan di luar jam kelas karena perpustakaannya tidak buka. Guru-guru sendiri jarang kunjungi perpustakaan, dan kurang tahu isinya. (6) Seringkali pengelola perpustakaan adalah guru yang juga jarang ada di perpustakaan. Pada umum, pengelola perpustakaan kelihatannya tidak mempromosikan perpustakaannya (atau berjuang untuk meningkatkan minat baca) secara aktif dan kreatif. Lingkungan sekolah (termasuk rakyat) kurang aktif membangunkan perpustakaan.” (Pendidikan. net, November 2008)
Kondisi ini tentu saja bukanlah kondisi yang ideal bagi sebuah perpustakaan sekolah yang seharusnya berfungsi dan berperan untuk memandaikan siswa dan menciptakan siswa dengan literasi informasi yang tinggi. Perpustakaan dengan kondisi seperti ini hanya merupakan pelengkap yang didirikan hanya agar memenuhi syarat pendirian sekolah dari Depdiknas. Perpustakaan Ideal Sesuai gagasan bahwa sebuah perpustakaan sekolah berperan dan berfungsi sebagai pencipta literasi informasi siswa sekolah, maka perpustakaan tersebut perlu dibuat sesuai dengan gambaran ideal sebuah perpustakaan sekolah. Seperti apa gambarannya? Sebenarnya tidak rumit dan muluk dan semua sekolah seharusnya bisa melakukannya. Gambaran bentuk sekolah ideal merupakan kebalikan dari kondisi “gudang buku” temuan hasil penelitian di uraian sebelumnya, yaitu:
3 1) Siswa-siswi memenuhi perpustakaan untuk melakukan kegiatan belajar, menggunakan referensi untuk memecahkan masalah, dan menambah pengetahuan baru. 2) Perpustakaan memberikan layanan sejak awal jam sekolah sampai satu atau dua jam setelah selesai jam sekolah sehingga siswa dapat memiliki keleluasaan waktu menggunakan layanan perpustakaan. 3) Guru menggunakan seluruh koleksi dan layanan perpustakaan untuk kepentingan proses belajar mengajar, baik dilakukan sendiri atau dengan menugasi siswa. Hal ini dapat dilakukan karena jam layanan perpustakaan yang panjang di atas jam sekolah. 4) Guru dan pustakawan secara rutin bertemu dan berdiskusi di ruang perpustakaan mengenai koleksi dan jenis layanan yang seharusnya disediakan di perpustakaan. Pustakawan secara rutin memberi informasi mengenai koleksi dan layanan terbaru yang disajkan kepada guru. 5) Tenaga pengelola khusus menjalankan peran dan fungsinya untuk perpustakaan, dan tidak kehabisan waktu oleh kegiatan mengajar, sehingga selalu ada untuk mendampingi siswa meningkatkan literasi informasi. 6) Bekerja sama dengan manajemen sekolah, guru dan siswa, perpustakaan mengadakan berbagai kegiatan agar keberadaannya selalu diketahui dan menarik banyak pihak, baik dari dalam lingkungan sekolah seperti siswa, guru dan manajemen sekolahnya, maupun masyarakat luar, termasuk orang tua dan pemerintah setempat. 7) Perpustakaan bekerja sama dengan masyarakat (orang tua siswa, komunitas pecinta perpustakaan, ikatan profesi pengelola perpustakaan) membangun dan memelihara keberlangsungan perpustakaan agar selalu dalam kualitas yang tinggi. 8) Perpustakaan memiliki tempat berdiskusi dengan penataan meja kursi yang menumbuhkan kenyamanan siswa sehingga mereka bisa berdiskusi cukup lama yang akan merangsang kreatifitas. 9) Perpustakaan menjadi pusat informasi apapun (dari jadwal pelajaran, majalah dinding, sampai lowongan kerja) dari sekolah, dari siswa, maupun dari pihak luar. Langkah Pencapaian Untuk mencapai gambaran ideal tentang kondisi perpustakaan sekolah, terdapat beberapa komponen yang secara berurutan atau serentak dibangun dan dikembangkan, yaitu: a. Pustakawan Kunci sukses utama perpustakaan, apapun jenis dan bentuknya, adalah pustakawan yang mendedikasikan seluruh kemampuan dan kapasitasnya untuk memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan profil penggunanya. Untuk itu seorang pustakawan haruslah memiliki kecakapan dalam bidangnya. Idealnya sebuah perpustakaan sekolah paling sedikit dikelola oleh empat pustakawan yang masing-masing bertanggung jawab pada (1) collection development (riset, perolehan, pemilihan dan penyiangan bahan pustaka), (2) processing (klasifikasi, katalog, data entry, dan labbelling), (3) dissemination (sirkulasi, referensi, shelving, penataan ruang dan bentuk
4 layanan), management (pengaturan dan pengawasan kualitas kerja, pembinaan hubungan dengan pengguna dan pihak terkait). Agar pustakawan dapat menjalankan peran dan fungsi masing-masing dengan optimal, mereka harus mendapatkan pendidikan khusus di bidang perpustakakan (kuliah, kursus, diklat). Kemudian hasil pendidikan ini dilengkapi dengan pengalaman dan pergaulan yang luas dengan sesama pustakawan melalui berbagai kegiatan dan keterlibatan dalam organisasi perpustakaan pustakawan dan perpustakaan sekolah (salah satunya APISI). b. Fasilitas Pengelolaan dan Layanan Idealnya sebuah perpustakaan sekolah berada pada sebuah bangunan yang sengaja dibangun dan ditata khusus untuk perpustakaan dimana ruang dibagi sesuai fungsi masing-masing komponen manajemen perpustakaan. Idealnya juga gedung perpustakaan ini berlokasi di tempat yang paling mudah dikenali dan dicapai (tidak disudut bangunan sekolah atau di lantai paling atas). Namun perpustakaan sebenarnya akan tetap dapat dijalankan dengan optimal dengan fasilitas bangunan yang sudah ada (tidak dibangun khusus), namun dengan penataan furnitur yang menarik dan memberikan kenyamanan. Untuk itu manajemen sekolah bisa berkonsultasi (kalau bisa yang gratis! - bisa juga mahasiswa dari sekolah desain interior) kepada ahli tata ruang untuk mengatur penempatan perabotan. Dengan demikian siswa akan merasakan keleluasaan dalam bergerak di perpustakaan. Jika memungkinkan sebaiknya meja kursi dan rak penyimpanan bahan pustaka (buku, majalah, peta sampai kaset dan CD formatted data) dibuat dengan rancangan khusus, atau minimal warnanya sehingga berbeda dengan perabotan kelas dan kantor. Perbedaan ini akan membuat siswa merasa bahwa perpustakaan bukan sebuah ruang “biasa saja,” tetapi sebuah fasilitas istimewa yang menarik untuk dikunjungi. Untuk menumbuhkan rasa memiliki, sebenarnya akan lebih baik jika siswa diberikan juga kesempatan untuk mempercantik ruang perpustakaan dengan dekorasi yang sesuai dengan usia dan trend mereka. Dengan bimbingan guru dan pustakawan, maka dekorasi akan menarik tetapi tetap beretika dan sopan. c. Koleksi Pada umumnya sebagian besar koleksi perpustakaan sekolah terdiri dari koleksi yang diperuntukan sebagai sumber utama kegiatan belajar berupa buku-buku pelajaran yang diwajibkan, baik yang diperoleh dari usaha sekolah sendiri ataupun buku wajib yang diperoleh atas bantuan Departemen Pendidikan Nasional. Koleksi ini menyebabkan suasana perpustakaan terasa monoton karena hampir semua koleksi berformat sama dan seragam. Untuk itu sebaiknya perpustakaan sekolah menambah variasi koleksi dengan jenis bahan pustaka lain yang ‘berbeda’, misalnya koleksi yang bersifat hiburan seperti novel, buku cerita pendek, atau bahkan komik. Perpustakaan bisa juga mengoleksi majalah atau tabloid remaja yang dipilih khusus oleh pustakawan sehingga hanya yang pantas saja yang boleh ada. Koleksi khusus ini tidak harus didapatkan dengan membeli atau berlangganan, tetapi bisa juga merupakan sumbangan dari pihak yang menaruh perhatian pada perkembangan perpustakaan.
5 Cara lain yang dapat ditempuh adalah melalui kerja sama dengan penerbit di mana perpustakaan berperan sebagai ‘factory outlet’ dari produk terbitan (buku atau majalah) yang setelah beberapa waktu - berdasarkan perjanjian - dapat menjadi milik perpustakaan. Sebaiknya untuk kerjasama ini perpustakaan memiliki rak khusus atau rak display produk yang bermerk penerbit. Yang harus diperhatikan adalah bahwa penyeleksi koleksi yang boleh disajikan di perpustakaan sekolah adalah pustakawan sekolah, bukan penerbit. Manajemen Bersama The role of the teacher-librarian has evolved from "keeper of the books" to "information resource specialist." A teacher-librarian, besides being responsible for the daily operations of the school library resource centre, is a full instructional partner with classroom teachers. Teacherlibrarians play a vital role in educating students to become information managers and lifelong learners. (University of Prince Edward Island, 1999) Manajemen perpustakaan sekolah bukan sebuah tanggung jawab tunggal dari pustakawan, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama antara pustakawan, guru dan murid. Guru adalah rekan utama dalam menentukan dan memilih koleksi bahan pustaka dan kegiatan yang sebaiknya diadakan di dan oleh perpustakaan sekolah. Guru dan pustakawan berperan sangat vital untuk mendidik siswa untuk menjadi manajer informasi dan tetap belajar seumur hidup. Cara yang dapat dilakukan adalah melibatkan siswa dalam manajemen perpustakaan sebagai salah satu komponen pengelola perpustakaan sekolah. Cara ini merupakan cara yang sudah diterapkan di perpustakaan sekolah di negara maju yang terbukti menghasilkan siswa yang sangat kreatif dalam mencari dan menggunakan informasi. Dengan melibatkan dan memberikan kepercayaan pada siswa untuk ikut mengelola, perpustakaan juga mendidik mereka untuk bertanggung jawab pada keadaan perpustakaan. Siswa akan menjadi paham apa yang masalah yang dihadapi perpustakaan dan berkreasi untuk mencari cara mengatasinya. Yang paling utama dalam manajemen perpustakaan sekolah adalah kemajuan peran pustakawan yang tadinya adalah “penjaga buku” ("keeper of the books") menjadi “ahli sumber informasi” (information resource specialist). Pustakawan menjadi orang yang mengetahui informasi apa yang paling diperlukan siswa dan bagaimana mendapatkannya. Dengan kemampuannya, seorang pustakawan akan mendidik siswa memiliki literasi informasi. Penutup Pembangunan dan pengelolaan perpustakaan sekolah hanya dapat dilakukan dan menghasilkan kondisi yang ideal melalui kerjasama yang kompak antara pustakawan, guru, siswa dan manajemen sekolah. Perkembangan dan pemeliharaan koleksi yang merupakan tanggung jawab bersama dapat dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Untuk itu seorang pustakawan perpustakaan sekolah haruslah orang yang memiliki kemampuan membina hubungan dengan banyak pihak dari berbagai lapisan
6 sosial dalam masyarakat. Pustakawan juga dituntut untuk selalu kreatif, inisiatif dan inovatif. Oleh karena itu idealnya pustakawan sekolah memiliki pendidikan khusus dalam bidang perpustakaan dan informasi dan tidak merangkap jabatan sebagai guru sehingga memiliki konsentrasi tinggi terhadap profesinya sebagai pustakawan. Di atas semua itu, manajemen sekolah adalah pihak yang paling menentukan apakah sebuah perpustakaan di sekolahnya akan dapat terus berkembang atau mati. Manajemen sekolah harus sadar (atau disadarkan) bahwa perpustakaan di sekolahnya adalah sumber belajar yang utama yang jika dijalankan dengan dukungan kualitas yang tinggi, akan melahirkan siswa dengan kualitas yang tinggi, yang pada akhirnya akan mengangkat reputasi sekolah itu sendiri. (Jatinangor, November 2008)