Melihat Dan Membaca

  • Uploaded by: Prof. DR. H. Imam Suprayogo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Melihat Dan Membaca as PDF for free.

More details

  • Words: 749
  • Pages: 3
Melihat dan Membaca Bagikan 05 November 2009 jam 7:06 Dua kata, yakni membaca dan melihat terasa agak mirip artinya. Tetapi di antara keduanya sesungguhnya memang berbeda. Orang melihat sesuatu tetapi belum tentu membacanya. Dengan melihat seseorang menjadi tahu, tetapi belum tentu mengerti, dan apalagi memahami apa yang dilihatnya. Aktivitas membaca tidak sebagaimana halnya melihat, di sana ada upaya untuk tahu, mengerti, dan bahkan memahaminya. Seseorang pernah melihat gajah, tetapi belum tentu ia mengerti dan paham tentang gajah yang dilihatnya itu. Anak kecil yang belum sekolah bisa melihat tulisan dalam lembaran-lembaran buku. Tetapi, ia tidak bisa membacanya. Melihat bisa dilakukan oleh siapapun, asalkan memiliki mata yang normal. Tetapi membaca tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Orang yang telah belajar saja yang bisa melakukannya. Masing-masing orang ternyata juga memiliki kemampuan membaca yang berbeda-beda. Membaca memerlukan alat, piranti, atau bekal kemampuan tertentu. Sebtas agar bisa melihat benda-benda yang sangat kecil atau benda yang tempatnya jauh, maka memerlukan alat, yaitu kaca mata dan bahkan juga alat pembesar atau microscup. Namun begitu belum tentu, dengan alat itu seseorang bisa membacanya. Membaca tidak semudah melihat. Lebih sulit lagi adalah membaca fenomena social atau gejala-gejala social. Hal itu memerlukan kecerdasan dan bahkan juga alat bantu yang disebut dengan teori social. Orang-orang yang telah lama belajar sosiologi, psikologi, sejarah, antropologi biasanya memiliki kemampuan membaca kehidupan masyarakat secara lebih mendalam. Tanpa kemampuan yang cukup dan berbekal teori social, seseorang bisa saja melihat masyarakat, tetapi belum tentu berhasil memahaminya. Berangkat dari diskripsi tersebut, maka ternyata membaca memang tidak mudah. Membaca tidak sebatas melihat. Aktivitas itu memerlukan bekal kemampuan dan alat-alat yang diperlukan agar hasil bacaannya menjadi tepat. Lebih dari itu, membaca akan menjadi lebih sulit, jika apa yang dibaca adalah sesuatu yang tidak kelihatan, misalnya membaca tanda-tanda zaman, membaca suara hati masyarakat, atau bahkan membaca sesuatu yang belum terjadi.

Karena sulitnya pekerjaan membaca itu, maka seseorang bisa saja datang dan minta tolong kepada orang-orang yang dianggap mampu membaca. Orang-orang yang dianggap mampu itu, bisa jadi adalah seorang ilmuwan, kyai atau ulama, dukun atau tukang ramal. Namun dalam dunia yang semakin modern, jika ada orang pergi ke dukun atau tukang ramal, maka akan dianggap ketinggalan zaman. Namun pada kenyataannya, orang desa, atau bahkan orang kota sekalipun yang lagi bingung, juga ada saja yang datang ke dukun atau tukang ramal itu. Mereka datang untuk meminta tolong agar dibantu membaca tentang sesuatu yang dirasakan penting, sementara ia tidak bisa melakukannya sendiri. Akhirnya tulisan ini sampailah pada maksud yang sebenarnya, mengajak para pembaca memahami terhadap makna ayat pertama kali yang diturunkan oleh Allah melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw., yaitu, adalah perintah membaca. Ayat al Qurán yang pertama kali diturunkan oleh Allah adalah perintah membaca. Bukan sebatas perintah melihat. Membaca lebih sulit daripada sebatas melihat. Karena itulah maka Muhammad, dalam riwayatnya, ketika diperintah oleh Jibril untuk membaca, segera ia menjawabnya : “aku tidak bisa membaca”. Perintah itu diulang, dan kemudian diteruskan dengan kalimat selanjutnya, ialah bacalah dengan Nama Tuhanmu yang telah menjadikan. Kalimat selanjutnya itu menjadikan tugas itu lebih berat, atau setidak-tidaknya menjadi lebih selektif, karena harus mengatas-namakan Tuhan. Artinya, bukan sembarang membaca, melainkan membaca atas nama Dzat Yang Menciptakan. Jika kita boleh berimajinasi atas ayat-ayat pertama kali dalam al Qurán yang diturunkan oleh Allah, akan menghasilkan kesimpulan yang sungguh luar biasa. Perintah pertama melalui ayat itu sungguh berat dan mendasar. Muhammad saw., tidak saja diperintah melihat, apalagi hanya membaca huruf-huruf, tetapi lebih dari itu adalah membaca dengan mengatas namakan Tuhan. Membaca untuk menghasilkan pengetahuan yang benar adalah jenis pekerjaan yang tidak mudah, yakni memerlukan alat bantu ialah kejujuran, keadilan, dan juga kecerdasan. Selanjutnya, membaca dengan mengatas namakan Tuhan, membutuhkan kebersihan, kejernihan, dan bahkan kesucian hati. Seseorang yang lagi membaca, sedangkan tatkala itu hatinya sedang kurang bersih, maka akan menghasilkan pengetahuan atau pemahaman yang keliru atau setidaktidaknya kurang tepat. Jika pengetahuan yang demikian digunakan sebagai dasar mengambil kebijakan, maka hasilnya akan keliru dan resikonya akan merugikan masyarakat luas yang terkena dampak dari keputusannya itu.

Oleh karena itu belajar membaca apapun -----gejala-gejala alam, social, atau budaya, menjadi sangat penting bagi siapapun. Kegiatan membaca, dan bukan sebatas melihat, merupakan perintah al Qurán yang pertama kali diturunkan. Siapapun harus mampu membaca, apalagi para pemimpin bangsa dan umat. Selain harus mau membaca, pemimpin harus berkualitas tinggi kemampuannya dalam membaca. Sedikit saja pemimpin melakukan kekeliru dalam membaca, maka akan merugikan semua orang yang dipimpinnya. Oleh karena itu, semogalah para pemimpin bangsa ini selalu dikaruniai kekuatan dan kemampuan membaca, sehingga keputusan yang diambil tidak meleset, sehingga bangsa ini tidak saja aman, tetapi juga dinamis dan maju. Wallahu a’lam.

Related Documents


More Documents from "donganta"