Mekanisme pencelupan zat warna dispersi adalah solid solution dimana suatu zat padat akan larut dalam zat padat lain. Dalam hal ini, zat warna merupakan zat padat yang larut dalam serat. Mekanisme lain menjelaskan demikian : zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang terlarut tersebut sangat mudah terserap oleh bahan. Sedangkan bagian yang tidak larut merupakan timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut mempertahankan kesetimbangan. Pada suhu tinggi, rantai-rantai molekul serat pada daerah amorf mempunyai mobilitas tinggi dan pori-pori serat mengembang. Kenaikan suhu menyebabkan adsorpsi dan difusi zat warna bertambah. Energi rantai molekul serat bertambah sehingga mudah bergeser satu sama lain dan molekul zat warna dapat masuk ke dalam serat dengan cepat. Masuknya zat warna ke dalam serat dibantu pula dengan adanya tekanan tinggi dan adanya carier. Rantai molekul serat poliester tersusun dengan pola zigzag yang rapi dan celah-celah yang akan dimasuki zat warna sangat sempit. Rantai molekul sangat sulit untuk mengubah posisinya. Akibatnya molekul zat warna sulit menembus serat dan pencelupan akan berjalan sangat lambat bila dilakukan tanpa pemanasan dengan suhu tinggi. Zat warna akan menempati bagian amorf dan terorientasi dari serat poliester. Pada saat pencelupan berlangsung, kedua bagian tersebut masih bergerak sehingga zat warna dapat masuk di antara celah-celah rantai molekul dengan adanya ikatan antara zat warna dengan serat. Ikatan yang terjadi antara serat dengan zat warna mungkin merupakan ikatan fisika, tetapi dapat pula merupakan ikatan hidrogen yang terbentuk dari gugusan amina primer pada zat warna dengan gugusan asetil pada molekul serat. 2.2.1. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan zat warna dispersi : a. Pengaruh suhu terhadap penyerapan pencelupan Dalam proses pencelupan poliester dapat menggunakan zat warna dispersi diperlukan pemanasan, dimana dalam proses pemanasan kelarutan zat
warna akan bertambah besar, molekul-molekul zat warna relatif bergerak lebih cepat dan aktif sehingga zat warna lebih mudah masuk ke dalam serat. Serat poliester dalam keadaan biasa, strukturnya padat dan kompak. Pada proses pemanasan susunan rantai-rantai polimer pada bagian-bagian amorf akan mudah bergerak, sehingga ruangan antar molekulnya menjadi lebih besar, maka molekul zat warna lebih banyak masuk kedalam serat. Dengan kenaikan suhu, kecepatan difusi zat warna akan bertambah besar karena energi kinetik zat warna akan bertambah besar. Struktur molekul zat warna yang sederhana atau lebih kecil akan mempunyai energi kinetik yang lebih besar dibandingkan dengan zat warna yang mempunyai energi kinetik yang kecil dicampur, maka zat warna yang masuk lebih dulu kedalam serat adalah yang mempunyai energi kinetik yang lebih besar, sehingga bisa menghasilkan warna yang tidak sesuai dengan yang diinginkan. b. Pengaruh molekul zat warna Pada pencelupan pada kain poliester ini salah satunya dipengaruhi oleh besar kecilnya molekul zat warna. Semakin kecil molekul zat warna akan mempermudah zat warna untuk masuk kedalam serat, karena serat poliester memiliki pori-pori yang sangat kecil sehingga zat warna dispersi yang memiliki molekul kecil akan dengan sangat mudah larut dan mewarnai serat poliester. c. Pengaruh pH Pada pencelupan polyester dengan zat warna disperse ini umumnya berlangsung dalam suasana asam pH 4.0-5.5. Kondisi pH ini dimaksudkan agar tidak terjadi hidrolisis pada serat polyester dan sebagian bersar zat warna disperse akibat pH alkali. Untuk mendapatkan pH larutan celup tersebut perlu ditambahkan asam asetat (CH3COOH 30%). Dengan pertolongan suatu reduktor senyawa tersebut dibejanakan menjadi bentuk leuko yakni bentuk zat warna bejana yang tereduksi yang akan larut dalam larutan alkali. Senyawa leuko tersebut mempunyai substantivitas erhadap selulosa sehingga akan mencelupnya. Dengan perantaraan suatu oksidator atau dengan oksigen dari udara, bentuk leuko yang tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali kebentuk semula yakni pigmen zat warna bejana. Senyawa-senyawa leuko
mempunyai warna-warna yang lebih muda dan berbeda dengan warna pigmen aslinya. Senyawa leuko zat warna bejana golomgam indigoida berwarna kuning muda dan larut dalam alkali lemah, sedangkan dari golongan antrakwinon berwarna lain yang lebih tua dan hanya larut dalam larutan alkali kuat. Zat warna bejana mempunyai affinitas terhadap serat tekstil oleh karena kemungkinan terjadinya ikatan hidrogen dan ikatan sekunder yakni gaya-gaya Van Der Walls dengan serat. Oleh karena itu molekul-molekul zat warna bejana harus merupakan molekul yang planar dan kompleks meskipun tidak harus linier Mekanisme pencelupan dengan zat warna bejana terdiri dari 3 hal pokok, yaitu: •
Pembejanaan (proses pelarutan zat warna menjadi leuko) Zat utama yang digunakan adalah reduktor kuat natrium hidrosulfit dan alkali
kuat natrium hidroksida. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Gambar 6. Proses Pembuatan garam leuko •
Pencelupan dengan senyawa leuko Bentuk senyawa ini mempunyai afinitas terhadap selulosa sehingga dapat
mencelup selulosa dengan baik. •
Pembangkitan (oksidasi) Leuko yang telah terserap diubah kembali ke bentuk semula, sehingga tidak larut
dan tidak dapat keluar karena ukuran molekulnya lebih besar daripada pori serat.