MEKANISME ABSORBSI OBAT
KELOMPOK TUTORIAL 13
NAMA TUTOR: dr. Putrya Hawa, M. Biomed
(0503018601)
DISUSUN OLEH: WIDYO NUGROHO UTOMO
(16711034)
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JULI 2017
PENDAHULUAN
Obat adalah kumpulan zat kimia yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis dalam tubuh dengan cara yang spesifik, seperti melalui kanal ion, berikatan dengan reseptor tertentu,
reaksi terhadap enzim dan protein pembawa.
Untuk dapat
melakukan fungsinya sebagai pengatur fisiologis, konsentrasi obat dalam organ target harus berada pada kadar yang tepat. Hal tersebut diatur melalui mekanisme yang dinamis oleh proses absorpsi ,distribusi, metabolisme dan eliminasi. Keempat proses tersebut dikenal dengan istilah farmakokinetika Pada referat ini akan membahas secara lebih rinci mengenai proses farmakokinetika dengan lebih menekankan pada proses absorbsi obat. Dimulai dari macam rute administrasi sampai dengan mekanisme absorbsi dari obat itu sendiri.
ABSORBSI OBAT
A.
Transpor Membran Perjalanan obat melintasi membran sel merupakan proses esensial dalam
farmakokinetika. Untuk dapat menuju ke jaringan target guna menimbulkan efek terapi, obat harus melewati membran sel. Terdapat beberapa macam mekanisme obat melewati membran sel, yaitu difusi pasif melewati lapisan lipid, difusi melalui kanal ion, transpor aktif, transpor terfasilitasi, dan pinositosis. Difusi pasif merupakan pergerakan suatu substansi dari konsentrasi tinggi menuju ke konsentrasi yang lebih rendah.
Laju difusi dipengaruhi
gradien
konsentrasi,diameter molekul obat, kelarutan dalam lemak, dan daya ikat terhadap protein plasma. Laju difusi melintasi membran sel sebanding dengan gradien konsentrasi (Fick’s Law) . Peningkatan konsentrasi plasma pada obat akan sebanding dengan peningkatan laju difusi. Sebaliknya, laju difusi berbanding terbalik dengan diameter molekul (Graham’s Law). Oleh karena itu, semakin kecil diameter suatu molekul makan laju difusi akan semakin meningkat. Sifat dari substansi non-polar adalah larut dalam lemak. Dengan sifat tersebut, substansi non-polar dapat dengan mudah melewati lapisan membran sel yang diselimuti lapisan lemak ganda (fosfolipid bilayer). Obat yang dapat menembus membran sel adalah obat yang tidak terikat oleh protein plasma darah. Pada plasma darah, terdapat protein globulin dan albumin. Kedua protein tersebut memiliki kemampuan mengikat obat. Karakteristik ikatan antara protein plasma dan obat dipengaruhi oleh kadar pH. Albumin mengikat obat dengan sifat netral atau asam sedangkan globulin mengikat obat dengan sifat basa. Kondisi patologis seperti inflamasi dan ganguan hepar akan menyebabkan reduksi pada kadar albumin. Hal ini menyebabkan obat yang memiliki sifat asam berada bebas dalam darah memberikan efek toksik.
sehingga beresiko
Gambar 1. Proses difusi pasif
Mekanisme pergerakan melalui kanal ion dengan cara menuruni gradien konsentrasi. Akan tetapi hanya obat hidrofilik (larut air) serta molekul dengan ukuran tertentu saja ( < 10 Da) yang dapat melewati kanal ini. Transpor aktif mengunakan energi dalam bentuk adenosin triphospat (ATP). Mekanisme ini membawa obat masuk atau keluar sel dengan melawan gradien konsentrasi. Proses ini diperantarai oleh ATP binding cassette (ABC) transporter . Pada tubuh manusia, ATP binding cassette ( ABC ) transporter digolongkan menjadi
49 jenis yang terbagi dalam tujuh golongan (A-G)
berdasarkan kemiripan susunan secara homologi. Salah salah satu jenis ABC transporter
adalah ABCB1 transporter atau disebut juga P-glycoprotein.
Transpor ini membawa berbagai macam jenis substrat obat, salah satu contohnya adalah obat antikanker, dari sitoplasma menuju ke bagian luar (ekstraseluler) membran sel. Mekanisme transport ini disebut juga efflux transporter. Verapamil meningkatkan konsentrasi obat antikanker pada daerah intraseluler dengan cara menghambat kerja dari P-glycoprotein
Transpor terfasilitasi menggunakan transporter berupa solute carrier (SLC), bekerja menuruni gradien konsentrasi secara pasif tanpa menggunakan energi. Mekanisme ini hanya memfasilitasi glukosa pada saat memasuki sel otot maupun sel lemak. SLC transporter terbagi lagi menjadi 400 jenis organic anion transporter (OATs) dan organic cation transporter (OCTs). OAT1 sampai OAT4 tersebar di berbagai macam jaringan. OAT4 terdapat di ginjal yang mensekresi urate dan penisilin. Kedua hasil sekresi di hambat oleh pemberian probenecid.
Gambar 2. Mekanisme obat melewati membran
Pinositosis merupakan mekanisme transpor sel dengan cara pembentukan vesicel. Mekanisme ini berlaku untuk protein dan molekul-molekul berukuran besar. Pinositosis sedikit berkontribusi dalam proses transpor obat, seperti amphotericin dan doxorubicin.
B.
Rute Administrasi Absorbsi obat merupakan proses pemindahan obat dari situs administrasi
menuju ke sistem sirkulasi darah sistemik. Salah satu cara paling nyaman dan mudah dalam rute administrasi obat adalah secara oral. Usus halus merupakan tempat utama absopsi obat secara oral karena usus halus memiliki bidang absorbsi yang luas (250 m2). Adanya kimus pada usus halus juga meningkatkan tekanan osmotik yang membantu dalam proses absorbsi. Usus besar kurang berperan dalam absorbsi obat karena bidang absorbsi yang relatif sempit jika dibandingkan dengan usus halus. Antara sel-sel epitel pada saluran pencernaan membentuk suatu taut celah (tight junction). Adanya tight junction mempersulit terjadinya transport secara paraseluler. Setelah melewati membran epitel sel-sel saluran pencernaan, substansi obat dibawa oleh vena porta menuju ke hepar sebelum memasuki sistem sirkulasi. Setiap rute administrasi oral melalui first-pass metabolism di hepar. Pada proses ini, enzim dalam hepar dapat menonaktifkan beberapa substansi obat yang dikonsumsi. Obat-obat dengan rute administrasi oral harus dikosumsi dalam dosis yang tepat agar dapat memberikan efek terapi pada tubuh. Bioavailabilitas oral tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan suatu obat untuk melakukan penetrasi pada membran sel usus, tetapi juga seberapa banyak obat yang mencapai sirkulasi sistemik setelah dimetabolisme oleh enzim pada dinding usus maupun organ hepar. Metabolisme ini terjadi sebelum obat yang diberikan secara oral mencapai sistem sirkulasi sistemik disebut first-pass metabolism. Setiap obat yang melalui rute administrasi secara oral memiliki bioavailabilitas yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh enzim pada hepar, seperti enzim cytochrome P450 berperan meningkatkan kadar warfarin. Selain oral, rute administrasi juga dapat melalui bagian rektal. Rektal bagian bawah divaskularisasi melalui vena rectal inferior yang merupakan cabang dari vena pudenda interna tanpa melalui sirkulasi vena porta. Oleh karena itu, rute rektal tidak mengalami first-pass metabolisme. Rute ini cocok diterapkan pada obat seperti progesteron yang mengalami inaktifasi dengan cepat pada organ hepar. Akan tetapi, obat yang terabsorbsi pada bagian atas rectum akan
memasuki sistem vena porta dimana nantinya akan mengalami first-pass metabolisme di hepar. Rute administrasi lain dengan efek terapi lebih cepat dibandingkan dengan rute administrasi oral dan rektal adalah melalui injeksi. Injeksi intravena merupakan rute administrasi dengan efek kerja yang paling cepat karena obat langsung ditujukan ke sistem sirkulasi sistemik tanpa melewati first-pass metabolism. Selain injeksi secara intravena, injeksi melalui intramuskular juga dapat dilakukan. Laju absorpsi dari injeksi intramuskular dipengaruhi oleh lokasi injeksi dan laju aliran darah. Absorpsi dapat ditingkatkan dengan melakukan pemanasan atau pemijatan pada bagian yang dilakukan injeksi intramuskular. Hal ini dikarenakan pemanasan dan pemijatan dapat meningkatan laju aliran darah. Ketika laju aliran darah meningkat maka laju absorbsi juga akan meningkat. Rute administrasi inhalasi dapat memberi efek lokal maupun sistemik. Obat bekerja pada saluran pernapasan, misalnya sebagai bronkodilator atau bronkokonstriktor . Absorpsi sistemik terjadi saat partikel obat mencapai alveoulus. Mekanisme absorpsi ini dipengaruhi oleh besar ukuran partikel. Partikel obat yang berdiameter 2-4 µm cenderung untuk ditampung di faring dan saluran pernapasan bagian atas, menyisakan sedikit partiket yang mencapai bronkiolus. Partikel obat yang berdiameter 1 µm atau lebih kecil akan ditampung di alveoulus dan saluran pernapasan bagian bawah. Inhalasi digunakan dalam bentuk anaesthetics volatile agent. Paru-paru dapar bekerja sebagai fungsi administrasi dan eliminasi. Luas permukaan absorpsi dan laju aliran darah mempengaruhi perubahan konsentrasi plasma. Semakin rendah kelarutan volatile agent dalam darah maka konsentrasi pada alveolus akan semakin meningkat, hal ini akan meningkatkan kecepatan obat dalam mencapai efek terapi. Sebagai contoh, Nitrous oksida lebih larut dalam darah apabila dibandingkan dengan oksigen atau nitrogen. Saat volatile agent mengandung nitrous oksida, konsentrasi alveolus akan meningkat dengan cepat yang meyebabkan peningkatan kecepatan obat dalam memberikan efek terapi . Hal ini disebut dengan second gas effect.
KESIMPULAN
Terdapat berbagai macam rute administrasi obat dalam tubuh (oral,intramuskular, intravena dan subkutan). Adanya variasi pada rute administrasi bergantung pada jenis maupun sifat obat serta kondisi patologis apakah memerlukan efek terapi yang mendesak atau tidak.