Media Sosial Dan Politik Di Indonesia.docx

  • Uploaded by: Adhimas Dwijatama Maktiyana
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Media Sosial Dan Politik Di Indonesia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,647
  • Pages: 12
MEDIA SOSIAL DAN POLITIK DI INDONESIA OLEH : ADHIMAS DWIJATAMA MAKTIYANA (Mahasiswa Jurusan Magister Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran) Abstract The existence of social media in the politics in Indonesia becomes a distinctive color for the political world in Indonesia, In the Indonesian political arena, the post-Soeharto condition has opened the space where the political expression of the people and the discourse it brings can color a political process, while the use of mainstream media , Radio and Newspapers are not considered effective and social media such as Facebook, Twitter and Instagram provide free space To berekpresi and certainly contain imaging Content even form a political expression that participative for the Users either positive or Negative The participation of users around the world into this social media community began in 2004, when Harvard student Mark Zuckerberg created Facebook as a way to connect with fellow students. Initially technology, has grown to 845 million active users worldwide, and about 161 million monthly active users in the US, What is the main attraction that people are posting to their work, in the "public" place? Conventional mass media such as newspapers or magazines do not have "success" of this magnitude. The appeal of the "big three" social media above is, in addition to the services (applications) and In other words, a large number of people can easily and cheaply be contacted through various services. very rational if social media is used for political tools. Because, who can influence the minds of people then he can control the community.

Keyword : Social Media, Politics, Content Abstrak Keberadaan media sosial dalam dunia politik di Indonesia menjadi warna tersendiri bagi dunia politik di Indonesia. Di arena politik Indonesia, kondisi pasca-Soeharto telah membuka ruang di mana ekspresi politik masyarakat dan wacana yang diembannya. Bisa warna proses politik, sedangkan penggunaan media mainstream, Radio dan Surat Kabar tidak dianggap efektif dan media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram menyediakan ruang bebas. Untuk berekpresi dan pastinya mengandung pencitraan Konten malah membentuk ekspresi politik yang partisipatif bagi para Pengguna. baik positif maupun negatif Partisipasi pengguna di seluruh dunia ke dalam komunitas media sosial ini dimulai pada tahun 2004, saat mahasiswa Harvard Mark Zuckerberg menciptakan Facebook sebagai cara untuk terhubung dengan sesama siswa. Awalnya teknologi, telah berkembang menjadi 845 juta pengguna aktif di seluruh dunia, dan sekitar 161 juta pengguna aktif bulanan di AS, Apa daya tarik utama orang yang mengeposkan pekerjaan mereka, di tempat "publik"? Media massa konvensional seperti koran atau majalah tidak memiliki "kesuksesan" sebesar ini. Daya tarik media sosial "tiga besar" di atas adalah, selain layanan (aplikasi) dan Dengan kata lain, sejumlah besar orang dapat dengan mudah dan murah dihubungi melalui berbagai layanan. sangat rasional jika media sosial digunakan untuk alat politik. Sebab, siapa yang bisa mempengaruhi pikiran orang maka dia bisa mengendalikan masyarakat.

Kata Kunci : Media Sosial, Politik, konten, Kampanye

1

Pendahuluan Politik dan Pencitraan merupakan dua kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sejak awal kemunculan Politik dan sistem politik itu sendiri, terutama di sebuah negara yang menerapkan sistem demokrasi, Pencitraan Sangat berpengaruh terhadap Elektabilitas seseorang, hal ini semakin dipermudah ketika media sosial mulai bermuculan serta berbagai fitur di media sosial yang membuat proses pencitraan semakin mudah dan terfasilitasi, tidak heran jelang masa kampanye dan Pemilu, beberapa orang yang hendak mencalonkan diri menjadi kepala daerah semakin aktif menggunakan media sosial sebagai bentuk pencitraan. Tidak heran karena rata-rata pengguna media sosial merupakan Anakanak muda yang berusia 9-30 tahun, sehingga pencitraan melalui media sosial jauh lebih efektif dibandingkan dengan media Mainstream seperti Televisi, Radio dan

Koran,

karena

media

sosial

telah

merubah

cara

orang

dalam

mengkomunikasikan sebuah ide dan gagasan, media mainstream seperti yang sudah disebutkan diatas memberikan informasi ke public dalam bentuk komunikasi satu arah, fenomena ini tentunya sangat berbeda dengan media sosial, dimana media sosial telah merevolusi cara berbagi ide dan informasi dengan jalan berbagi dalam sebuah kelompok sosial dan jangkauan nya sudah mulai masuk kedalam hampir semua kalangan masyarakat, yang termasuk di dalamnya pelaku politik itu sendiri. Hal itu didukung peningkatan akses dan jumlah pengguna Internet yang terus naik yang menjadi potensi tersendiri bagi para pelaku Politik dalam melakukan komunikasi politik, Kemenangan Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Boediono pada Pilpres 2009 sebetulnya sudah menunjukan bahwa pada masa kini Internet dan Media Sosial sudah menjadi perangkat dan media kampanye yang efektif. Informasi-Informasi yang tertanam dalam berbagai media sosial Seperti Facebook, Twitter dan Instagram dalam proses komunikasi dan kampanya politik adalah informasi Pribadi dari seseorang maupun dari pelaku politik, konten informasi yang diberikan pun beragam seperti Ide, Gagasan, serta visi misinya tetapi dari Semuanya yang lebih dominan berupa konten Opini, Sebagai sarana Kampanye dan dan komunikasi Politik, Politikuas dapat menggunakan media sosial seperti Facebook utuk berkomunikasi dua Arah dengan para pendukung2

pendukungnya yang biasanya berujung membentuk beragam Opini, dan Opiniopini Inilah nantinya diolah dan bisa dimanfaatkan untuk mendulang suara dari masyarakat luas. Definisi Umum Media Sosial Media Sosial atau biasa disebut social media adalah suatu wadah untuk berkumpul secara bebas, bebas yang dimaksud adalah bebas dalam aspirasi atau hal lain yang masih bertanggung jawab. Berdasarkan hasil penelitian diberbagai media, arti dari social media atau media sosial atau jejaringan sosial adalah sebuah media online dimana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi dan berbagi. Sebenarnya Social media merupakan media di mana user dapat membuat konten dan aplikasi serta memungkinkan user tersebut untuk berinteraksi dan bertukar wawasan dengan user lain. Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein1 , media sosial adalah mengenai menjadi manusia biasa. Manusia biasa

yang saling membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berfikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Pengertian media sosial terus berubah seiring dengan terus berkembangnya media sosial tersebut, walaupun tentu saja masih dalam benang merah yang sama. Secara garis besar, media sosial atau jejaring sosial adalah sebuah platform dan teknologi yang memungkinkan dibuatnya konten interaktif, kolaborasi, dan pertukaran informasi antara para penggunanya serta semua itu berbasis internet. Klasifikasi Media Sosial Media sosial teknologi mengambil berbagai bentuk termasuk majalah, forum internet, weblog, blog sosial, microblogging, wiki, podcast, foto atau gambar, video, peringkat dan bookmark sosial. Dengan menerapkan satu set teoriteori dalam bidang media penelitian (kehadiran sosial, media kekayaan) dan proses sosial (self-presentasi, self-disclosure) Kaplan dan Haenlein2 menciptakan 1 Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein (2010) “Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media”. Business Horizons 53(1): 59–68. 2 Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein (2010) “Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media”. Business Horizons 53(1): 59–68.

3

skema klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial dalam artikel Horizons Bisnis mereka diterbitkan dalam 2010. Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial. 1)

Proyek Kolaborasi

Website mengijinkan usernya untuk dapat mengubah, menambah, ataupun meremove konten – konten yang ada di website ini. Contohnya wikipedia. 2)

Blog dan microblog

User lebih bebas dalam mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti curhat ataupun mengkritik kebijakan pemerintah. Contohnya twitter. 3)

Konten

para user dari pengguna website ini saling meng-share konten – konten media, baik seperti video, ebook, gambar, dan lain – lain. Contohnya youtube. 4)

Situs jejaring sosial

Aplikasi yang mengizinkan user untuk dapat terhubung dengan cara membuat informasi pribadi sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi pribadi itu bisa seperti foto – foto. Contoh facebook. 5)

Virtual game world

Dunia virtual, dimana mengreplikasikan lingkungan 3D, dimana user bisa muncul dalam bentuk avatar – avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. Contohnya game online. 6)

Virtual social world

Dunia virtual yang dimana penggunanya merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun, Virtual Social World lebih bebas, dan lebih ke arah kehidupan, Contohnya Second Life. C.

Ciri-ciri Media Sosial

Media sosial mempunyai ciri - ciri sebagai berikut: 1) Pesan yang di sampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa ke berbagai banyak orang, contohnya pesan melalui SMS ataupun internet 2)

Pesan yang di sampaikan bebas, tanpa harus melalui suatu Gatekeeper

4

3) Pesan yang di sampaikan cenderung lebih cepat di banding media lainnya Penerima pesan yang menentukan waktu interaksi. Media Sosial dan Politik Politik sebagai bidang yang membutuhkan publisitas tinggi tentu mendapat angin segar dengan kehadiran internet. Mudah dan cepatnya informasi tersebar serta perkembangan internet yang sangat pesat, membuat para aktor politik mulai melirik media sosial yang semakin booming dengan hadirnya facebook dan twitter. Bukan hanya di Indonesia saja, tren ini pun telah lebih dulu dimulai di banyak negara lainnya yang membuktikan bahwa semakin kuatnya hubungan penggunaan media sosial dalam perpolitikan nasional. Salah satu contoh yang paling menarik adalah kesuksesan partai demokrat AS dalam meningkatkan elektabilitas Obama pada pilpres Amerika 2008 lalu yang juga mampu mendulang dana dari simpatisan politik yang mencapai angka lima ratus juta dolar AS3. Di Indonesia, media sosial mulai banyak digunakan oleh partai politik sejak 2014 lalu, namun sebelum itu sudah ada beberapa parpol dan aktor-aktor politik yang telah lebih dahulu menggunakan media sosial dalam kampanyenya. Beberapa diantaranya adalah penggunaan facebook oleh cawapres Prabowo Subianto pada pilpres 2009 serta yang menjadi perhatian adalah kesuksesan pasangan Jokowi-Ahok dalam pilkada Jakarta tahun 2012 lalu3. Adapun selanjutnya dengan bergabungnya banyak partai politik, pola kampanye di mediamedia sosial pun berubah menjadi ajang penggiringan opini. Hal ini terlihat nyata pada pilpres 2014, serta yang baru-baru ini yaitu Pilkada DKI Jakarta 2017 yang akhirnya mengangkat pasangan Anies-Sandiaga sebagai gubernur dan wakil gubernur. Berubahnya pola kampanye di media sosial, dari yang hanya sekedar penyebaran informasi sederhana oleh masing-masing tim sukses kandidat menjadi pesta penggiringan opini tentu berdampak terhadap masyarakat yang hendak di raup suaranya. Hal ini kemudian bertumpah tindih dengan dampak dari media sosial yang tidak memiliki fungsi sebagai kontrol sosial. Salah satu contoh yang bisa kita lihat adalah adanya keterkaitan pilihan politik antara pilpres 2014 dengan pilkada Jakarta 2017, dimana kubu A tahun 2014 dikatakan identik dengan kubu A di tahun 2017 begitupun dengan kubu B. Adapun diduga hal ini dikarenakan 5

oleh aktivitas politik dari aktor maupun simpatisan politik yang masih saling bersinggungan satu sama lain. Peranan Media Massa & Media Sosial dalam Politik a. Media dan opini publik Dengan kemampuannya untuk menjangkau massa dalam jumlah yang cukup besar, informasi dari media massa akan dapat menembus populasi yang besar pula. Sementara ini penelitian dalam komunikasi, psikologi, dan sosiologi menyatakan bahwa, cara pandang manusia akan sangat ditentukan oleh jenis dan volume informasi yang mereka terima adalah bahwa kita dapat informasi yang mereka terima. Implisit dari penelitian-penelitian ini adalah bahwa kita dapat membentuk opini publik melalui informasi yang kita berikan3. Ketika kekuatan politik ingin mendiskreditkan image politik lawan, yang perlu dilakukan sudah cukup dengan membanjiri informasi di media massa dengan hal-hal buruk yang dilakukan lawan politik. Begitu juga sebaliknya, ketika ingin membentuk image positif dari publik, cukup dengan membanjiri media massa dengan hal-hal positif dari suatu partai atau kandidat. Sebuah kasus perbuatan mesum seorang anggota DPR beberapa waktu yang lalu tidak akan menjadi berita yang begitu ramai dibicarakan kalau kita tidak hidup di era kebebasan pers dan media. Sulit sekali untuk menyembunyikan kebobrokan perilaku dewasa ini. Informasi dan berita tidak mengenakkan akan dapat dengan mudah tersebar melalui SMS, internet, dan bentuk-bentuk pemberitaan lainnya. Di mana pemberitaan media massa ini sangatlah efektif dalam membentuk opini publik akan suatu hal. Sehingga media massa memainkan peran yang sangat penting dalam berpolitik dewasa ini. Peningkatan posisi tawarmenawar akan sangat tergantung kepada seberapa besar kita dapat memengaruhi opini publik untuk dapat berpihak kepada kita. Memang, pada kenyataannya, hubungan itu tidak akan se-sederhana dan selinier ini. Terdapat banyak sekali gangguan (noise) yang dapat menjauhkan dari tujuan semula. Beberapa gangguan dapat disebabkan oleh usaha yang dilakukan 3

Cangara, Hafied, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi

6

partai/calon untuk mengklarifikasi informasi, menyatakan image positifnya, dan menolak tuduhan yang diberikan lawan politik. Selain itu juga terdapat bias persepsi dari setiap individu. Informasi yang diberikan tidak selalu diartikan sama seperti yang dimaksudkan oleh si pengirim informasi. Gangguan juga dapat berasal dari media itu sendiri, di mana informasi yang diberikan oleh `sender' bisa diartikan berbeda oleh jurnalis yang meliput. b. Media dan kekuasaan politik Kemampuan untuk membentuk opini publik ini membuat media massa memiliki kekuasaan politik. Paling tidak, media memiliki kekuasaan untuk membawa pesan politik dan membentuk opini publik. Kemampuan ini dapat dijadikan sumber bagi media massa untuk proses tawar-menawar dengan institusi politik. Kesulitan untuk bernegosiasi dengan media massa seringkali terjadi karena ideologi politik tertentu memiliki media sendiri, tidak jarang juga media massa mengambil sikap independen dan menjadi kekuatan politik penyeimbang dari kekuatan politik. Dalam hal ini, media massa menjadi kekuatan kritis clan alternatif. Karena itu, tidak mengherankan kalau kemunculan media massa di Indonesia juga tidak dapat dijelaskan oleh rasionalitas ekonomis saja. Hal ini juga terkait erat dengan keinginan untuk berkuasa. Ide, gagasan, dan isu politik akan dapat dengan mudah ditransfer dan dikomunikasikan melalui media massa. Hal ini membuat kekuasaan politik tidak hanya ada di tangan partai politik, tetapi juga siapa pun yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi kebijakan publik. Kenyataan tentang pentingnya media massa bagi partai politik rupanya telah lama disadari. Bahkan koran Kompas yang saat ini bersikap independen, kelahirannya tidak bisa dilepaskan dari eksistensi Partai Katolik. Harian paling besar di Indonesia dan saat ini bisnisnya telah meraksasa sehingga memasuki banyak bidang ini digagas oleh para tokoh Partai Katolik. Pada saat ini niscaya Kompas memiliki posisi runding yang kuat dalam bidang politik Tentu saja tidak berarti bahwa para pemimpinnya lalu menjadi tokoh politik yang kuat, tapi suaranya niscaya didengarkan atau ‘dibungkam’ seperti pada masa Orde Baru oleh para penguasa politik. Sebagai koran, Kompas telah `melahirkan' banyak tokoh berbagai bidang, termasuk politik.

7

Demikian pula yang terjadi dengan koran Republika. Koran ini didirikan oleh ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Terlepas keterkaitan antara ICMI dengan Golkar pada masa didirikannya Republika, koran ini mengangkut suatu ideologi tertentu, setidak-tidaknya ideologi dari suatu kelompok Muslim. Sinar Harapan pada awalnya dikenal sebagai korannya orang Kristen. Ketika dibredel pada masa Orde Baru, koran ini berganti nama menjadi Suara Pembaruan. Setelah era reformasi, salah satu kelompok di koran ini membentuk kembali Sinar Harapan, sehingga sekarang ini ada dua koran yang sebetulnya satu itu. Salah satu koran besar di Indonesia, Media Indonesia-yang satu kelompok perusahaan dengan Metro TV bisa dikatakan koran yang independen. Tetapi, pemilik koran ini, Surya Paloh adalah salah satu mantan petinggi Golkar yang sekarang mendirikan Partai Nasional Demokrat. Tidaklah mudah untuk menjaga independensi antara pemilik stasiun TV dengan menjabat sebagai salah satu ketua partai politik. Hal ini ditunjukkan bagaimana Metro TV yang secara penuh menyiarkan jalannya pertemuan antara PDI-P dan Golkar yang terjadi di Medan dan Palembang. c. Media dan Bias Persepsi Informasi yang disampaikan dalam media tidak selamanya objektif atau apa adanya. Seringkali terdapat bias informasi. Beberapa sumber bias informasi dapat terjadi baik dari sisi media maupun Masyarakat. Media adalah salah satu sumber bias informasi. Media sebagai identitas terdiri dari beberapa unit seperti jurnalis editor. Jurnalis seringkali menginterpretasikan secara berbeda informasi yang diterima dari sumber informasi. Interpretasi jurnalis mempunyai peran yang lebih besar ketimbang informasi dari sumber yang ditulis dan dipublikasikannya. Hal ini membuat pemberitaan bisa melenceng (umpamanya dipolitisasi, diplesetkan) apa yang sesungguhnya terjadi atau dikatakan. Informasi yang diterima dari sumber begitu beragam, dan kalau sumbernya lebih dari satu, bisa jadi informasi yang muncul menjadi beragam dan terkadang kontradiktif satu dengan yang lain. Pemilihan informasi mana yang akan dipublikasikan akan sangat tergantung pada nilai, paham, ideologi, dan sistem moral yang dianut oleh media dan editor. Bias persepsi juga dapat terjadi dari sisi masyarakat. Dalam diri setiap individu terdapat kerangka acuan (frame of reference) yang akan menentukan cara mereka 8

dalam berpikir dan bersikap terhadap suatu hal. Biasanya hal ini dapat bersumber dari latar belakang pendidikan, ekonomi, pekerjaan, suku, dan keluarga yang ikut membentuk cara berpikir mereka. Karenanya informasi yang sama dapat diartikan berbeda oleh setiap individu, Akibat berikutnya, informasi yang diberitakan oleh media massa akan diterjemahkan dan disikapi dengan cara beragam pula. Hal ini juga dapat semakin menjauhkan jarak informasi yang sebenarnya dengan interpretasi yang dibangun dalam masyarakat. d. Media dan komunikasi politik Arti penting media massa dalam menyampaikan pesan politik kepada masyarakat menempatkannya sebagai sesuatu yang penting dalam interaksi politik. Partai politik membutuhkan media yang memfasilitasi komunikasi politik. Dengan kemampuannya dalam menyebarkan informasi secara luas membuat pesan politik disalurkan melalui media massa. Apalagi utama, dari komunikasi pesan, program kerja partai, pencitraan adalah pembentukan opini publik. Semakin besar massa yang dapat disentuh oleh media massa, semakin strategis arti media massa tersebut. Partai politik jelas sangat membutuhkan media massa. Melalui merekalah pesan politik akan disalurkan. Secara implisit hal ini menganjurkan bahwa politik sebaiknya membangun hubungan jangka panjang dengan media massa. Antara keduanya terdapat hubungan yang saling membutuhkan. Media massa membutuhkan sumber informasi-dan barangkali juga sumber dana--sementara partai politik membutuhkan media yang dapat membantu mereka dalam menyampaikan pesan politiknya. Bermusuhan dengan media massa adalah hal yang paling tragis, karena partai politik akan kehilangan mitra strategis yang dapat membantu mereka dalam komunikasi politik. e. Media sebagai medan pertempuran Arti penting media massa dalam komunikasi politik membuat medan pertempuran dan persaingan politik untuk membentuk opini publik terfokus pada media. Masing-masing partai politik akan berusaha tampil dan diliput oleh media massa. Setiap aktivitas partai pasti akan melibatkan media massa. Hal ini dilakukan agar aktivitas mereka dapat disaksikan dan dimengerti oleh masyarakat 9

luas. Masing-masing partai politik akan berusaha mendekati media massa tertentu yang memiliki jangkauan luas dalam masyarakat. Wilayah pertempuran politik tidak hanya terjadi dari image-image politik yang ditampilkan, tetapi juga lobi-lobi politik dengan media massa. Tentunya hal ini juga mesti diperhatikan oleh media massa. Keberpihakan mereka terhadap suatu partai politik bisa menguntungkan dan merugikan image di mata masyarakat. nguntungkan, karena masyarakat dapat dengan mudah mengidentifikasi ideologi yang dikeluarkan oleh media massatersebut. Merugikan karena hal ini bisa mengurangi pangsa pasar eka. Sementara itu, media massa juga dapat bersikap netral. Dalam aliran ini, mereka menerima dan mempublikasikan siapa yang dianggap layak dipublikasikan. Media Sosial sebagai Saluran Komunikasi Politik Di antara model kampanye politik yang selama ini sering dilakukan adalah melalui komunikasi massa dengan menggelar pertemuan akbar atau berkampanye lewat media massa. Dewasa ini kampanye politik juga sudah bisa dilaksanakan melalui media sosial yang paling populer di kalangan masyarakat Indonesia antara lain

adalah

facebook,

twitter,

youtube,instagram,

whatsapp,

blackberry

messenger, dan blog. Seorang kandidat presiden atau kepala daerah bisa menggunakan media sosial tersebut untuk mengajak khalayak memilihnya, yaitu dengan cara memberikan informasi yang dapat menarik minat mereka4. Pesan-pesan politik yang disampaikan seorang kandidat melalui media sosial dapat memberikan pengaruh kepada khalayak. Tingkat pengaruh kepada setiap individu adalah berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Pengaruh pesan-pesan politik tersebut boleh jadi menimbulkan sikap yang politik positif atau negatif khalayak. Sikap positif adalah dengan mengikuti apa yang diinginkan oleh komunikator politik. Sedangkan sikap negatif adalah mengabaikan keinginan para kandidat. Tidak hanya itu, khalayak juga dapat memberikan sikap yang berlawanan terhadap apa yang disampaikan oleh seorang komunikator politik. Dengan demikian, pengaruh pesan-pesan politik melalui media sosial kepada khalayak adalah ditentukan oleh sejauh mana seorang kandidat atau Jurnal Al-Khitabah, Vol. II, No. 1, Desember 2015 : 17 – 26 Pengaruh Dan Efektivitas Penggunaan Media Sosial Sebagai Bentuk Saluran Komunikasi (Haidir Fitra Siagian) 4

10

komunikator politiknya dapat mengemas proses penyampaian pesan dengan baik dan efektif. Apabila proses penyampaian pesan tersebut tidak sesuai dengan harapan khalayak, maka hasilnya mungkin saja tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pengguna media sosial yang beragam dan berasal dari tingkat sosial, ekonomi dan politik yang berbeda, diikat oleh satu kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan kultur literasi malas membaca dan mencari kebenaran. Situs Berita Satu mengungkapkan, kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya tidak lekat dengan budaya membaca dan menulis, ingin yang serba instan, serta daya kritis masih rendah. Gejala ini tidak hanya dimiliki oleh mereka yang berpendidikan rendah, kelasmenengah dengan pendidikan tinggi pun banyak yang seolah kehilangan akal sehat manakala menerima materi informasi yang tidak akurat. Informasi itu diamini hanya karena sesuai dengan sentimen pribadi atau kelompoknya tanpa pikir panjang tentang apakah benar, apakah membahayakan, apakah memecah belah atau tidak, informasi kemudian dibagikan kepada yang lain.

Penutup Kemajuan teknologi menjadi salah satu faktor dimana media massa dijadikan alat sebagai komunikasi politik untuk menciptakan citra politik, pendapat umum, dan juga partisipasipolitik. Komunikasi politik tersebut diharapkan bisa menjembatani anatar pemerintah dan juga masyarakat agar bisa terjadi komunikasi diantara dua pihaktersebut. Terlebih lagi untuk mendapatkan simpati masyarakat demi mendapatkankemenangan dalam politik. Bentuk-bentuk media massa yang dijadikan sebagai alatkomunikasi politik antara lain koran, televisi, radio, media online (website, facebook,twitter).Dalam penyajian berita di media dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunyaoleh politik. pemerintah yang merupakan salah satu unsur dalam politik, memilikiwewenang untuk membembatasi dan memilih berita mana yang layak untuk disiarkan atau diterbitkan kepada masyarakat memalui Lembaga Sensor. Adanyakebutuhan masayarakat akan informasi dalam kehidupannya sehar-hari.

11

Namun hadirnya media massa sebagai alat komunikasi politik tidak jarang dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan kekusaan. Saat ini tidak jarang lagi ditemui para elit politik yang memiliki perusahaan media. Para pemilik media yan g berasaldari ranah politik, mencampurkan kepentingan politiknya kedalam perusahaan mediayang mereka miliki. Demi untuk mendapatkan perhatian dan kepercayaan dari paramasyarakat, para elit politik mencoba mengontrol pemeberitaan serta Tayangan dari perusahaan medianya. Terkadang tidak jarang adanya intimidasi atau menjelek-jelekan elit politik lain dalam pemberitaan di media massa yang dimiliki oleh elit politik, hanya untuk membuat citra lawanya buruk dan mendapatkan simpati dari masyarakat Daftar Pustaka Kaplan, Andreas M.; Michael Haenlein (2010) “Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media”. Business Horizons 53(1): 59–68. Apter, David E. Pengantar Analisa Politik. (Pustaka LP3ES : Jakarta, 1996). Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008). Nimmo, Dan. Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan dan Media). Terjemahan oleh Tjun Surjaman. (Bandung : Remaja Karya, 1989). Siagian, Haidir Fitra Jurnal Al-Khitabah, Vol. II, No. 1, Desember 2015 : 17 – 26 Pengaruh Dan Efektivitas Penggunaan Media Sosial Sebagai Bentuk Saluran Komunikasi Siagian, Haidir Fitra. Pesan-pesan Politik Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam Media Massa dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Politik Elit Muhammadiyah di kota Makassar. (Tesis Master Sains. Program Pascasarjana Universitas hasanuddin Makassar, 2005). Siagian, Haidir Fitra. Komunikasi Politik. Posisi Ulama sebagai Komunikator Politik. (Makassar: Alauddin University Press, 2012). Yusuf, Iwan Awaluddin. Media Lokal dalam Konstelasi Komunikasi Politik di Daerah (Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 14, Nomor 3: 297-316, 2011).

12

Related Documents


More Documents from "Communication Management UI"