Media Massa Sebagai Media Sosialisasi Ditulis Oleh: ARRUM CHYNTIA YULIYANTI Palangka Raya, Februari 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya maka makalah Sosiologi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah yang berjudul “Media Massa Sebagai Media Sosialisasi” ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat pada mata pelajaran Sosiologi dan memberikan informasi tentang peran media massa dalam sosialisasi. Penulis menyadari makalah ini masih belum sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua rekan pelajar, guru pengajar, dan guru pembimbing. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Palangka Raya, Februari 2008
Penulis
DAFTAR ISI Hala man HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………………
i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………..
iii
A. Sosialisasi ……………………………………………………………………………….
B. Agen Sosialisasi …………………………………………………………… ………… C. Media Massa Sebagai Media Sosialisasi ……………………………..… D. Peran Vital Media Massa Dalam Kehidupan …………………………. E. Dampak Positif Media Massa Sebagai Media Sosialisasi ………. F. Dampak Negatif Media Massa Sebagai Media Sosialisasi …….. PENUTUP ……………………………………………………………………………………….... DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………
A. Sosialisasi Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok
atau
masyarakat. Sejumlah
sosiolog
menyebut
sosialisasi
sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
B. Agen Sosialisasi Agen
sosialisasi
adalah
pihak-pihak
yang
melaksanakan
atau
melakukan sosialisasi. Ada lima agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, teman sepermainan, lingkungan kerja, media massa, dan lembaga
pendidikan
sekolah.
Dalam
makalah
ini,
penulis
hanya
menjelaskan tentang media massa sebagai media sosialisasi.
C. Media Massa Sebagai Media Sosialisasi Media massa merupakan bentuk komunikasi dan rekreasi yang menjangkau masyarakat secara luas sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Media massa terdiri dari media cetak (surat kabar, brosur, baleho, buku, majalah, tabloid) dan media elektronik (radio, televisi, video, film, piringan hitam, kaset, CD/DVD). Media massa diidentifikasikan sebagai media sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku masyarakat. Pesan-pesan
yang
ditayangkan
melalui
media
elektronik
dapat
mengarahkan masyarakat ke arah perilaku prososial maupun antisosial.
Penayangan berkesinambungan mengenai laporan perang seperti laporan Perang Teluk, Perang di Somalia dan Sudan, penayangan film-film seri yang menonjolkan kekerasan, dianggap sebagai salah satu faktor yang mendorong perilaku agresif pada anak-anak yang melihatnya. Demikian juga penayangan adegan-adegan yang berbau pornografi dan pornoaksi di layar
televisi
sering
dikaitkan
dengan
perubahan
moralisasi
serta
peningkatan pelanggaran susila dalam masyarakat. Media massa diyakini dapat menggambarkan realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan (message) yang ditampilkannya sebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi atau internet telah melalui suatu saringan (filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk berbagai
kepentingannya (misalnya : untuk
kepentingan bisnis
atau
ekonomi, kekuasaan atau politik, pembentukan opini publik, hiburan (entertainment), hingga pendidikan. Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tidaklah berlebihan kiranya apabila abad
ke-21
disebut
sebagai
abad
komunikasi
massa.
Pesatnya
perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan peranan sebagai penyampai pesan/informasi.
Media massa merupakan salah satu agen sosialisasi yang paling berpengaruh.
Faktor-faktor yang menyebabkan pemilihan media massa sebagai media sosialisasi antara lain : a) Media massa, khususnya televisi, telah begitu memasyarakat. b) Media massa berpengaruh terhadap proses sosialisasi. c) Orang-orang lebih mengandalkan informasi yang berasal dari media massa daripada dari orang lain. d) Para orang tua dan pendidik, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dapat meminimalisasikan pengaruh negatif media massa
dan
mengoptimalkan
dampak
positifnya.
Jam siaran yang tersedia bagi acara-acara khusus untuk anak-anak yang ditayangkan TVRI dan televisi swasta jumlahnya masih sangat terbatas. Sedangkan banyak di antara acara yang tersedia bagi orang dewasa
umum
ikut
ditonton
oleh
anak,
memuat
banyak
adegan
pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, serta bentuk kekerasan lainnya. Sebaliknya banyak acara film kartun yang disediakan untuk ditonton anak-anak pun sering memuat adegan kekerasan dan sadis seperti penganiayaan
dan pembunuhan. Dikhawatirkan adegan-adegan semacam
itu dapat mempengaruhi pola perilaku anak Indonesia, khususnya di kotakota besar. Pesan-pesan yang dipelajari dari setiap pelaku sosialisasi tidak selalu sepadan satu dengan yang lain. Apa yang diajarkan oleh keluarga bisa jadi berbeda dengan apa yang diajarkan oleh kelompok sepermainan, sekolah, ataupun media massa. Contohnya :
Seorang anak dilarang keras oleh keluarganya merokok sebab dapat membahayakan tubuhnya. Namun, di lingkungan sepermainan (peer group) anak itu tidak dapat menolak ajakan temannya untuk merokok. Selain
itu,
ada
beberapa
iklan
komersial
produk
rokok
yang
ditayangkan di televisi, justru membangkitkan semangat nasionalisme dan paham kebangsaan. Iklan tersebut dikemas sebaik mungkin untuk menarik perhatian masyarakat. Padahal, pada akhir iklan tersebut terdapat tulisan kecil “Merokok tidak baik untuk kesehatan. Dapat menyebabkan penyakit jantung, kanker, impotensi, dan lain-lain.” Jika pesan-pesan yang disampaikan setiap pelaku sosialisasi sepadan, maka proses sosialisasi akan belangsung lancar. Sebaliknya, jika saling bertentangan maka akan dijumpai kecenderungan seseorang mengalami konflik pribadi karena bingung dan terombang-ambing oleh pelaku-pelaku sosialisasi tersebut, seperti memilih mengikuti ajaran keluarganya, teman sepermainan, sekolah, lingkungan kerja, ataupun media massa. Contohnya : Informasi atau pesan yang diperoleh anak seperti dari internet dapat memicu konflik dalam diri anak. Hal ini terjadi ketika pesan yang diterimanya
bertentanagn
dengan
pesan
yang
diperolehnya
dari
sosialisasi lain, seperti keluarga. Sebagai konsekuensi logis dari pemanfaatan media massa sebagai media sosialisasi di tingkat persekolahan, terdapat paling tidak empat buah efek pemanfaatan media massa, yaitu : 1) Efek kehadiran media massa, yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media massa secara fisik. 2) Efek kognitif, yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui, difahami, atau dipersepsi siswa. 3) Efek afektif, yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci siswa.
4) Efek behavioral, yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang mencakup pola-pola tindakan kegiatan, atau kebiasaan berperilaku
siswa.
D. Peran Vital Media Massa Dalam Kehidupan Media
massa
adalah
salah
satu
wahana
terpenting
dalam
penyebarluasan pengetahuan dasar mengenai bencana ini. Wahana penting lainnya
adalah
pendidikan
di
sekolah-sekolah
yang
memperkenalkan
penanggulangan bencana alam kepada para murid sejak usia dini. Secara umum, ada tiga fase dalam langkah-langkah penanggulangan bencana, yaitu fase prabencana, fase saat bencana terjadi, dan fase pascabencana. Dalam hal bencana tsunami yang menimpa Aceh dan Sumatera Utara, dari ketiga fase ini, menurut pengamatan penulis, baru pada fase ketiga media massa umumnya memberikan perhatian penuh. Media massa mengerahkan kru dengan kekuatan ekstra untuk diterjunkan ke lapangan maupun sebagai “jangkar” di markas besar. Laporan para awak media massa
ini
diterbit-
kan/disiarkan
dengan
frekuensi
yang
tinggi,
mengabarkan hampir semua aspek penting yang terkait dengan bencana ini. Hasilnya pun patut disebut positif (terlepas dari sejumlah liputan, terutama media televisi, yang bisa dikategorikan sebagai melanggar etika jurnalistik berkaitan dengan disturbing images alias gambar-gambar yang menusuk hati) karena berhasil menggerakkan emosi bangsa untuk ikut merasakan derita para korban, lalu mengulurkan bantuan konkret guna meringankan derita itu. Liputan luas media massa ini juga berhasil mempertemukan
sejumlah
keluarga
yang
semula
tercerai-berai
tak
berkabar. Namun, keterlibatan media massa pada fase ketiga ini bisa juga berbuntut negatif apabila dijalankan tanpa pertimbangan yang ekstra hatihati, antara lain kecenderungan untuk menjadikan derita para korban sebagai “jualan”, entah untuk kepentingan bisnis murni atau bisa pula demi kepentingan lain, seperti keuntungan politik dan pencitraan diri.
Untuk
fase
kedua,
kinerja
media
massa
Indonesia
masih
mengecewakan. Bencana ini terjadi pada Minggu pagi, 26 Desember 2004, tetapi
sebagian
besar
media
massa
Indonesia
baru
memperoleh
informasinya dengan agak lengkap sekian jam kemudian. Memang ada sejumlah
media,
misalnya
saja
detik.com
yang
telah
memberitakan
peristiwa ini sejak pukul 08.30 di bawah judul “Gempa Berkekuatan Besar Guncang Medan”. Baru pada pukul 10.11, detik.com memberikan informasi yang menyebutkan Aceh sebagai kawasan yang terkena bencana (di bawah judul “Banjir Bandang Landa Aceh”). Televisi Indonesia kelihatan tak sigap memberikan respons. Metro TV termasuk yang paling awal memberitakannya, tetapi itu pun terpaut cukup jauh sesudah peristiwa terjadi. Sejumlah televisi lain seperti tak begitu menaruh perhatian, dan baru sore hari bahkan malam harinya mulai agak gencar
memberitakan
bencana
itu.
Ada
juga
televisi
yang
baru
memberitakannya sebagai breaking news pada pukul 22.00, sudah amat sangat terlambat dan sama sekali tak layak lagi disebut sebagai breaking news. Padahal berita ini sudah disiarkan oleh BBC dan CNN sejak menjelang tengah hari. BBC, menurut penulis, merupakan media yang terdepan memberitakan bencana ini, bahkan sudah memaparkan sejumlah data penting
sebagai
kelengkapan
beritanya,
misalnya
saja
data
jumlah
penduduk di wilayah yang terkena, juga peta yang relatif lengkap untuk memudahkan pemirsa membayangkan besaran bencana. Keterlambatan media siaran dalam memberikan respons terhadap peristiwa-peristiwa penting, seperti bencana alam, agak sulit diterima. Dalam saat-saat genting seperti itu, hanya media siaranlah yang menjadi andalan utama masyarakat karena media cetak dan media on-line memiliki keterbatasan dari segi waktu maupun aksesibilitas. Informasi yang disebarluaskan melalui media secara rutin dan berkala merupakan alat pendidikan informal bagi masyarakat tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan bencana alam, termasuk cara-cara dasar dan praktis menghadapinya. Salah satunya adalah ihwal sederhana seperti gejala menyurutnya air laut menjelang datangnya tsunami.
Informasi yang disediakan oleh media massa ini akan menjadi semacam peringatan dini bagi masyarakat, yang mengingatkan mereka secara terus- menerus bahwa mereka berdiam di wilayah yang rentan bencana, dan harus bersiaga setiap saat untuk menghadapinya. Media massa
juga
bisa
memfasilitasi
diskusi
publik
mengenai
kesiapan
menghadapi bencana dan bagaimana cara meresponsnya. Peran media massa sebagai alat penyebarluasan informasi yang utama menjadi sangat penting dalam penanggulangan bencana. Sejumlah pakar, di antaranya Stephen Rattien, menyebutkan bahwa komunikasi, terutama komunikasi melalui media massa, merupakan sesuatu yang sentral dalam upaya menyelamatkan banyak nyawa manusia serta juga mengurangi penderitaan dan kerugian yang besar secara ekonomi. Dalam bencana alam yang sulit diramalkan seperti halnya tsunami, agak sulit pula bagi media massa untuk memberikan peringatan dini. Namun, jika proses sosialisasi informasi tentang tsunami ini dilakukan secara berkelanjutan, masyarakat akan terus-menerus diingatkan mengenai ancaman bencana dan akan lebih sigap dalam memberikan respons. Misalnya saja, masyarakat bisa mengidentifikasi lokasi-lokasi yang memiliki ketinggian berlebih, entah di rumah para tetangga yang bertingkat atau di daerah perbukitan, sebagai tempat yang dituju saat menyelamatkan diri. Sayangnya, tak banyak media yang dengan sadar dan sukarela melakukan proses sosialisasi seperti ini. Untuk Indonesia, ada beberapa media cetak yang cukup rajin melakukan upaya ini, misalnya saja Kompas dan Koran Tempo, dengan menggalang informasi secara berkala dari para pakar bencana, atau lembaga-lembaga resmi yang bertanggung jawab mengurusi masalah ini. Akan tetapi, untuk radio dan televisi, upaya sosialisasi semacam ini masih jarang terdengar. Kedua jenis media ini biasanya memberitakan bencana hanya pada saat-saat bencana terjadi atau memberikan peringatan ketika bencana sudah sangat dekat di depan mata. Bencana tsunami yang menyisakan derita panjang ini hendaknya dapat dijadikan titik tolak bagi media massa, khususnya media siaran, untuk meninjau ulang kebijakan pemberitaan mereka mengenai bencana alam.
Sudah saatnya media massa menempatkan informasi tentang bencana alam sebagai salah satu prioritas utama sejak dari fase pra-bencana.
E. Dampak Positif Media Massa Sebagai Media Sosialisasi 1. Memberi Informasi Secara Luas Contoh : Masyarakat dapat memperoleh informasi secara luas sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat dari berbagai sumber-terutama dari media media massa, apakah dari siaran televisi dan radio (media elektronik), surat kabar dan majalah (media cetak), komputer pribadi, atau bahkan dari internet. Televisi
pun
mempunyai
pengaruh
positif
seperti
merangsang
interaksi, merangsang eksperimen dan pertumbuhan mental sosial anak, serta memperluas cakrawala pengetahuan. Di banyak negara termasuk Indonesia, televisi juga dimanfaatkan untuk menayangkan siaran-siaran pendidikan, seperti yang dilakukan oleh TVRI, TVI, dan TV Edukasi (TVE). Media massa berperan sebagai media pendidikan diperlukan untuk membantu guru dalam menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran.
masyarakat,
Pengalaman
dramatisasi,
langsung
pameran
dan
siswa kumpulan
di
lingkungan
benda-benda,
televisi dan film, radio recording, gambar, foto, grafik, bagan, chart, skema, peta, majalah, surat kabar, buletin, folder, pamflet dan karikatur dalam berbagai ukuran yang sesuai dapat memperluas pengetahuan siswa.
F. Dampak Negatif Media Massa Sebagai Media Sosialisasi 1. Penghilangan Privacy Contoh: Pemberitaan sebuah kasus perkosaan seorang gadis di kebun tebu oleh media massa di Jawa Timur pada awal Desember 2007. Sebuah media cetak memuat foto lokasi perkosaan dilengkapi inset foto wajah si korban. Media itu juga menyebutkan alamat lengkap korban, nama lengkap korban, dan nama orangtuanya. Ironisnya, sampai sekarang pelakunya belum ditangkap dan media tidak mempersoalkan hal ini. 2. Meningkatnya Kekerasan Contoh:
Dalam film, perempuan selalu digambarkan sebagi korban, diperkosa, disakiti. Sosialisasi kekerasan ini akan menjadi lingkaran setan bila film itu sukses dalam pemasaran, karena akan memberi inspirasi kepada produser lain untuk memproduksi film yang serupa atau bahkan lebih keras. Film terakhir yang diputar di India adalah tentang mafia yang diberi nilai humanis untuk kejahatan bawah tanah yang dilakukannya. Dengan demikian, perempuan mendapatkan haknya dengan membalas dendam, yang artinya melakukan kekerasan. Dalam sebuah film yang lain, perempuan digambarkan mencari keadilan dengan membunuh memakai sabit.
Media massa lebih banyak memamerkan kekerasan. Akibatnya, terjadi peningkatan jumlah dan kecepatan kekerasan. Dalam film cerita mulamula orang yang berkelahi hanya saling pukul dengan tinjunya, tetapi
kemudian mulai memakai senjata, granat dan alat pembunuh lain. Adegan perkelahian lalu menjadi hiburan. Kekerasan juga meningkat karena masyarakat menjadi seperti kecanduan terhadap kekerasan, sehingga terbentuklah spiral kekerasan dalam media.
Penayangan acara SmackDown di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
3. Mengubah Gaya Hidup Masyarakat Contoh:
Iklan-iklan yang ditayangkan melalui media massa mempunyai potensi untuk mengubah pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat. Media massa pun sering digunakan untuk mempengaruhi dan bahkan membentuk pendapat umum.
Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di depan layar televisi dibandingkan waktu yang digunakan untuk belajar. 4. Perubahan Moralisasi dan Peningkatan Pelanggaran Susila Dalam Masyarakat. Contoh: Penayangan menimbulkan
film-film perilaku
keras yang
dan
brutal
keras.
melalui
Selain
itu,
televisi dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku agresif pada anak-anak.
dapat pula
PENUTUP
Waktu belajar untuk anak hendaknya juga diatur sehingga tidak dihabiskan di muka layar televisi. Minat anak-anak terhadap siaran televisi yang menayangkan berbagai jenis film, membuat media ini begitu dominan dalam proses sosialisasi karena anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di depan layar televisi dibandingkan waktu yang digunakan untuk belajar. Orang
tua
hendaknya
memperhatikan
penjelasan-penjelasan terhadap keinginan
dan
ikut
memberikan
anak-anak untuk menonton
acara-acara televisi yang kurang layak ditonton.
DAFTAR PUSTAKA IKAPI. 1995. Panduan belajar Sosiologi kelas 2 SMU. Jakarta : Yudhistira.