Cover
1. Landasan Hukum 1. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal 51 ayat 1 dan 2 2. PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 49 ayat 1 3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 4. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan anatara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 5. PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan 2. Visi Terwujudnya sekolah yang menolong para lulusan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki berlandaskan kebenaran firman Tuhan
3. Misi - Menyiapkan siswa untuk memiliki social skill yang baik sehingga mampu berinteraksi dengan lingkungan - Siswa dapat bertumbuh secara kognitif, afektif dan psikomotor melalui setiap pembelajaran - Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi siswa untuk menunjang pembelajaran 4. Tujuan Sekolah a.
Jangka Pendek Menjadi salah satu instansi pendidikan yang dapat mengakomodasi kebutuhan siswa melalui kegiatan akademik maupun non akademik sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun oleh sekolah.
b. Jangka Menengah Meningkatkan social skill siswa agar dapat berbaur dengan lingkungan sekitar dan masyarakat umum, menyediakan fasilitas yang memadai bagi siswa untuk membantu dalam proses belajar mengajar, menyediakan tim pengajar (guru) yang sesuai dengan kebutuhan siswa, menjalin kerjasama dengan dinas pendidikan terkait dengan pemenuhan kebutuhan dana.
c. Jangka Panjang Menjalin kerja sama dengan yayasan anak penyandang cacat khususnya Tuna Rungu agar dapat membantu memberikan pendidikan yang memadai, mempersiapkan sekolah untuk menerima siswa dengan kebutuhan khusus yang berbeda seperi: Tuna Netra, Tuna Daksa dengan jenjang SD, SMP, SMA, dan lain – lain, serta membuka cabang sekolah di daerah lain untuk dapat menjangkau lebih banyak anak – anak yang memiliki kebutuhan khusus agar mendapatkan pendidikan yang layak. 5.
Nama Sekolah SMP Luar Biasa Harapan (SLB-B). Alasan pendiri memberikan nama “SLB-B Harapan” karena setiap manusia tidak akan hidup tanpa adanya harapan terlepas dari apa yang benar – benar diharapkan. Setiap manusia melakukan segala cara untuk memenuhi harapan hidup meski harus bekerja keras dan mengalami penderitaan yang tak terelakkan. Menjalani hidup yang berbeda dengan orang lain bukanlah alasan untuk tidak memiliki harapan akan hari esok yang lebih baik karena sesungguhnya tidak ada yang dapat menerka apa yang akan terjadi, tetapi dengan harapan esok akan jauh lebih bermakna dan langkah menjadi lebih pasti ditengah sulitnya arus kehidupan yang selalu ingin menjatuhkan. Percayalah, setiap orang memiliki hak yang sama untuk tetap berpengharapan dan menggapai cita – cita.
6.
Jenis Sekolah Sekolah SLB-B yaitu Tuna Rungu. Sekolah ini didirikan untuk anak yang memiliki keterbatasan dalam menggunakan indera pendengaran
7. Alasan mendirikan sekolah Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat membangun sumber daya manusia menjadi lebih baik dan masyarakat yang transformatif melalui setiap proses belajar mengajar di sekolah. Pemerintah menggalakkan wajib belajar 12 tahun mengingat pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia artinya setiap warga negara memiliki kesetaraan hak dalam mendapatkan pendidikan termasuk penyandang disabilitas. Kekristenan memandang bahwa melalui pendidikan yang berlandaskan prinsip Alkitabiah, dapat membawa transformasi pendidikan yang berpusat pada Kristus sehingga setiap siswa sangat berharga dan perlu untuk di didik dengan benar sebagai gambar dan rupa Allah. Pendiri memandang bahwa hal itulah yang menjadi fokus utama mendirikan sekolah yaitu untuk membawa pendidikan yang transformasional berlandaskan wawasan Kristen
Alkitabiah yang berpusat pada Kristus sehingga menghasilkan lulusan yang lebih baik bagi lingkungan maupun negara.
Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Dasar Dan Strategi A. Konsep Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan 1. Desentralisasi -
Desentralisasi adalah transfer kewenangan, tanggung jawab dan tugas pengambilan keputusan dari organisasi yang lebih tinggi ke organsasi dibawahnya atau antara organisasi itu sendiri.
2. Otonomi Daerah -
Otonomi daerah adalah hak, kewenangan, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Desentralisasi Pendidikan ( UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 50 ayat 2) -
Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan
-
Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan dan evaluasinya
-
Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal
B. Sekolah sebagai Sistem 1. Sistem -
Kumpulan dari elemen-elemen yang saling berinteraksi satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan yang telah disetujui dan ditetapkan didalam lingkungan tertentu Pendidikan Nasional Pendidikan Daerah Sekolah
1.
Tujuan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah : a.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibelitas, partisipasi, keterbukaan, kerja sama, kesinambungan, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdata yang tersedia
b.
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
c.
Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintahan tentang mutu sekolahnya
d.
Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai
e.
Meningkatkan efisiensi, relevansi, dan pemerataan pendidikan didaerah dimana sekolah berada
C. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi kepada sekolah, memberikan fleksibelitas kepada sekolah dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, peserta didik, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua peserta didik, alumni, tokoh masyarakat, ilmuan, pengusaha) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundanga-undangan yang berlaku. Gagasan penerapan MBS di semua jenjang pendidikan formal semakin jelas setelah lahirnya kebijakan pemerintah melalui UUNo. 22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, dan peraturan pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang pembagian kewenangan pemerintah pusat dan otonomi daerah. 2. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS sebenarnya sudah cukup lama berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1988. (American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National Association of Secondary School Principals), menerbitkan dokumen berjudul school based management, a strategy for better learning. Munculnya gagasan ini karena ketidakpuasan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri.
Indonesia sendiri, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam sistem pengoperasian sekolah.
Selama
ini,
sekolah
sebatas
perpanjangan
tangan
pemerintah
untuk
menyelenggarakan program pendidikan dan sekolah tidak memiliki wewenang untuk mengoperasikan sistem sekolah secara mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal. MBS adalah upaya serius yang memunculkan berbagai isu kebijakan dan melibatkan banyak kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat, masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya terhadap prestasi belajar murid. Manajemen berbasis sekolah dapat bermakna adalah desentralisasi yang sistematis pada otoritas dan tanggung jawab tingkat sekolah untuk membuat keputusan atas masalah signifikan terkait penyelenggaraan sekolah dalam kerangka kerja yang ditetapkan oleh pusat terkait tujuan, kebijakan, kurikulum, standar, dan akuntabilitas. Tampaknya pemerintah dari setiap negara ingin melihat adanya transformasi sekolah. Transformasi diperoleh ketika perubahan yang signifikan, sistematik, dan berlanjut terjadi, mengakibatkan hasil belajar siswa yang meningkat di segala keadaan (setting), dengan demikian memberikan kontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial suatu negara.Manajemen berbasis sekolah selalu diusulkan sebagai satu strategi untuk mencapai transformasi sekolah. Manajemen berbasis sekolah memiliki banyak bayangan makna.
Ia telah
diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep yang lebih mendasar dari “sekolah” dan “manajemen” adalah berbeda, seperti berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upayaupaya pembuat kebijakan dan praktisi. Implikasi penting adalah bahwa para pemimpin sekolah harus memiliki kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah. Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut : 1.
Tidak Berminat untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban.Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran.Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspekaspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu. 2. Tidak Efisien Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu. 3. Pikiran Kelompok Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.”Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis. 4. Memerlukan Pelatihan Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya. 5. Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti.Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihakpihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan. 6.
Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah. C. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni : 1. Peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. 2. Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel.
Termasuk
membiasakan
sekolah
untuk
membuat
laporan
pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut. 3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah. 4. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada
ketersediaan data kuantitatif & kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingtkat MPM, terkandung upaya a) mengendalikan proses yang berlangsung di sekolah baik kurikuler maupun administrasi, b) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjuti diagnose, c) memerlukan partisipasi semua fihak : Kepala sekolah, guru, staff sdministrasi, orang tua, siswa dan pakar.
1. Lokasi Sekolah SMP Luar Biasa Harapan bertempat di Jl. Mh. Thamrin Km 4,5 Keboon Nanas Pinang, Kota Tangerang. Daerah ini merupakan daerah berkembang pusat Kota Tangerang, yang terjangkau dari akses manapun. Sehingga sekolah ini tidak sulit dicari oleh orang tua siswa dan calon siswa yang ingin mendaftar sekolah. Lokasi sekolah tidak terlalu dekat dengan jalan raya besar untuk menjaga keamanan dan kenyamanan penghuni sekolah, terkhususnya siswa dan orang tua. Selain itu lokasi sekolah juga tidak terlalu jauh dari masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar sekolah sehingga memungkinkan untuk membangun kerjasama dengan masyarakat sekitar tatkala akan mengadakan event sekolah ataupun kegiatan sekolah lainnya.
2. Denah Sekolah Jeslyn dan Sryhan 3. Logo Sekolah Roni 4. Rekomendasi berdasarkan prinsip Alkitab atas pelaksanaan MBS 5. Perencanaan dan Evaluasi Sekolah a. Perencanaan -
Mendesain kurikulum yang sesuai dengan standar Kurikulum 2013 SLB-B yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
-
Menyediakan fasilitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan siswa.
b. Program Sekolah (Evaluasi) -
Evaluasi efektifitas penerapan kurikulum di sekolah.
-
Evaluasi tenaga kerja guru dan perkembangan sekolah.
-
Evaluasi efektifitas penggunaan prasarana dan fasilitas sekolah.
Evaluasi rutin diadakan satu kali dalam satu semester namun bila terdapat keadaan mendesak atau darurat maka secepatnya akan diadakan evaluasi. 6. Tata Kelola yang Baik 7. Dasar Kepemimpinan Kepala sekolah kami menerapkan gaya kepemimpinan melibatkan diri (participating). Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara tukar menukar ide dengan para guru, orangtua, dan juga staff menyangkut berbagai peraturan serta program yang dilaksanakan di sekolah kami. Maka dari itu, untuk mendukung gaya kepemimpinan melibatkan diri, kepala sekolah melakukan tiga hal, yaitu: a. Meningkatkan disiplin pegawai: Mengadakan seminar kepemimpinan khusus untuk para guru dan staff sekolah, menerapkan reward and punishment, sebagai contoh saat guru atau staff terlambat datang ke sekolah, maka akan dikenakan potong gaji, atau saat seorang guru mampu berprestasi, maka sekolah aakan memberikan apresiasi. b. Meningkatkan motivasi pegawai Memberikan penghargaan kepada pegawai. 8. SDM – Bentuk struktur organisasi dan deskripsinya 9. Waktu- waktu belajar dan kegiatan -
Kalender tahunan
-
Keuangan: Software ttg accounting
10. Strategi 11. Implementasi MBS A. -
Sosialisasi konsep MBS Dilakukan oleh Yayasan atau Pemerintah dan orangtua serta masyarakat terlibat juga Ex. Laporan keuangan yang transparan
-
Otonomi a. Kekuasaan kewenangan b. Kesinambungan atas pengembangan pengetahuan dan keterampilan c. Akses informasi ke berbagai bagian
d. Peberian atas keberhasilan -
Peran aktif masyarakat (pendanaan, pengambilan keputusan kurikulum dan instruksional serta-non instruksional
-
Pemimpin sekolah yang mampu menggerakkan dan mengelola sumber daya secara efektif
-
Pengambilan keputusan secara demokratis
-
Pihak yang terlibat memahami tugas dan tanggung jawab
-
Adanya petunjuk dari pemerintah yang tidak mengekang untuk mendorong proses Pendidikan secara aktif efesien
-
Keterbukaan dan akuntabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban
-
Ketercapaian MBS difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa
B. Hasil MBS 1. Meningkatkan efesiensi sumber daya sekolah 2. Meningkatkan profesionalisme guru 3. Implementasi reformasi kurikulum 4. Meningkatkan peran aktif masyarakat 5. Mengurangi siswa yang DO 6. Meningkatkan kehadiran siswa 7. Meningkatkan kedisiplinan siswa Faktor pendukung MBS SDM – Bentuk struktur Waktu- waktu belajar dan kegiatan -
Kalender tahunan
Keuangan: - Software ttg accounting Strategi Monitoring dan evaluasi: Feedback dan audit Ex: Setiap guru mengajar di kelas menggunakaan RPP Setiap guru menggunakan media pembelajaran yang menarik Ekskul, kegiatan nasional, kegiatan kabupaten.
Permasalahan Implementasi MBS. Latar belakang kenapa harus ada MBS: karena ada permasalahannya. Di slide ibu ada 13 permasalahan implementasi MBS. 12. Monitoring dan evaluasi: Feedback dan audit Ex: Setiap guru mengajar di kelas menggunakaan RPP Setiap guru menggunakan media pembelajaran yang menarik Ekskul, kegiatan nasional, kegiatan kabupaten. 13. Rekomendasi berdasarkan prinsip Alkitab atas pelaksanaan MBS
14. Analisis SWOT ga usah dimasukin PPT a. Kekuatan/Strengths
b. Kelemahan /Weaknesses
c. Peluang/Opportunities
d. Ancaman/Threats 14. Perspektif Kristen LAMPIRAN: 1. Kurikulum 2. RPP 3. Lembar Monotoring 4. Kalender Akademik 5. Format Raport atau Format Portofolio (tergantung sekolahnya pakai apa). 6. Laporan Anggaran 1 tahun sekolah (budget, pembiayaan, dan penerimaan)