Materi Refrat Endometriosis.docx

  • Uploaded by: Aulia
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Materi Refrat Endometriosis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,243
  • Pages: 21
REFERAT Hormonal contraception in women with endometriosis: a systematic review

Diajukan Kepada : dr. Erick Yuane, Sp.OG

Disusun oleh : Aulia Kusuma Wijaya 20184010129

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2019

HALAMAN PENGESAHAN

Hormonal contraception in women with endometriosis: a systematic review

Disusun oleh: Aulia Kusuma Wijaya 20184010129

Telah dipresentasikan pada:

Bantul, 2 Februari 2019 Menyetujui dan mengesahkan, Pembimbing

dr. Erick Yuane, Sp.OG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma, terdapat di dalam miometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan endometrium terdpat di dalam miometrium disebut adenomiosis, dan bila terdapat di luar uterus disebut endometriosis. Pada endometriosis jaringan endometrium ditemukan di luar kavum uteri dan di luar miometrium. Daerah yang paling sering terkena adalah organ pelvis da peritonium, walaupun organ lain seperti paru-paru juga ikut terkena meskipun jarang. Penyakit ini berkembang dari lesi yang kecil dan sedikit pada organ pelvis yang normal kemudian menjadi massa keras infiltrat dan kista endometriosis ovarium endometrioma. Perlangsungan endometriosis sering disertai pembentukan fibrosis perlekatan luas menyebabkan gangguan anatomi pelvis (Harada, 2004). Endometriosis merupakan salah satu masalah kesehatan pada wanita yang cukup penting. Endometriosis diperkirakan terjadi sebanyak 3-10% pada wanita berusia reproduktif (usia 15-44 tahun), 25-35% pada wanita infertil, 1-2% pada wanita yang menjalani steril, 10% pada operasi histerektomi, 16-31% pada laparoskopi, dan 53% terjadi pada wanita dengan nyeri pelvis berat yang memerlukan evaluasi pembedahan. Endometriosis mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis. Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30-40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30% (Prawirohardjo, 2012).

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Endometriosis 1. Definisi Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri dan di luar miometrium. Endometriosis adalah penyakit inflamasi yang bergantung pada estrogen yang menyerang 5-10 % wanita usia reproduksi. Endometriosis terjadi akibat adanya pertumbuhan jaringan endometrium di dalam kavum uteri, pelvic, rongga peritoneum, dan ovarium. Gambaran klinik nya adalah nyeri di pelvic, dispareunia, dan infertilitas (Prawirohardjo, 2012).

2. Etiologi 1.

Menstruasi retrograde (Teori Sampson). Teori yang paling awal dan paling disetujui sampai sekarang adalah teori ini.

Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali(regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sel-sel endometrium tersebut kemudian berimplantasi di pelvis dan menyebabkan terjadinya aliran darah ke daerah implantasi tersebut yang dapat mengakibatkan perkembangan lebih lanjut dari sel tersebut (Thomas, 2007).

2

2.

Metaplasia coelom (Robert Meyer). Teori ini menduga bahwa sel mesotelial pada peritonium parietal berubah

secara metaplasia menjadi sel endometrium. Teori ini cukup dapat menjelaskan tentang endometriosis pada ovarium karena ovarium dan endometrium berasal dari epitel yang sama yaitu epitel coelom. Selain itu, teori ini juga dapat menjelaskan pada pasien endometriosis yang tidak mengalami menstruasi, misalnya pada pasien premenopause, postmenopause. Akan tetapi, oleh karena tidak adanya endometriosis pada jaringan lain yang berasal dari epitel coelem dapat menentang teori ini (Schenken, 2008). 3.

Imunologi Meskipun seorang wanita mengalami menstruasi retrogade, tetapi tidak semua

mengalami endometriosis. Teori ini mengatakan, timbulnya endometriosis pada wanita yang mengalami menstruasi retrogade akibat dari disfungsi dari sistem imun. Jaringan endometrium yang refluks ke rongga peritoneal biasanya di bersihkan oleh sel imun seperti makrofag, NK (sel natural killer) dan limfosit (Carr, 2008). 4.

Hormonal Satu faktor yang sudah dipastikan memegang peranan penting dalam terjadinya

endometriosis adalah hormon estrogen. Estrogen diproduksi terutama di ovarium, akan tetapi sejumlah jaringan perifer juga menghasilkan estrogen melalui proses aromatisasi dari ovarium dam androgen adrenal. Implantasi endometriosis menunjukkan aktivasi dari enzim aromatase dan 17 -hydroxysteroid dehydrogenase tipe 1(mengkonversi dari androstenedione menjadi estrone dan estrone menjadi estradiol). Selain itu, endometriosis menyebabkan kekurangan enzim 17 hydroxysteroid dehydrogenase tipe 2 yang berfungsi menginaktivasi estrogen. Kombinasi ini menyebabkan terpaparnya estrogen (Carr, 2008). 5.

Limfogen Ada teori lain yang mengatakan bahwa jaringan endometrium menyebar

melalui sistem limfatik ataupun pembuluh darah. Teori ini didukung oleh terjadinya endometriosis pada peritoneum, serta lesi retroperitonium tanpa adanya implantasi sel endometrium pada peritonium (Carr, 2008).

3

3. Patogenesis Sampai saat ini belum ada yang dapat menerangkan secara pasti penyebab terjadinya endometriosis. Namun demikian beberapa ahli mencoba menerangkan kejadian endometriosis, antara lain (Williams, 2008):

1. Teori implantasi dan regurgitasi (John A. Sampson) Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid ditemukan selsel endometrium yang masih hidup. Sel-sel yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis. Teori ini paling banyak penganutnya, tetapi teori ini belum dapat menerangkan kasus endometriosis di luar pelvis (ASRM, 2012; Williams, 2008).

2. Teori metaplasia (Rober Meyer) Endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di dalam pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan endometrium.3 Secara endokrinologis, epitel germinativum dari ovarium, endometrium dan peritoneum berasal dari epitel selom yang sama (ASRM, 2012). Teori Robert Meyer akhir-akhir ini semakin banyak ditentang. Disamping itu masih terbuka kemungkinan timbulnya endometroisis dengan jalan penyebaran melalui darah atau limfe, dan dengan implantasi langsung dari endometrium saat operasi (Williams, 2008).

3. Teori penyebaran secara limfogen (Halban) Teori ini dikemukakan atas dasar jaringan endometrium menyebar melalui saluran limfatik yang mendrainase rahim, dan kemudian diangkut ke berbagai tempat pelvis dimana jaringan tersebut tumbuh secara ektopik. Jaringan endometrium ditemukan dalam limfatik pelvis pada sampai 20% dari penderita endometriosis (Prenkumar, 2008).

4

4.

Teori imunologik Banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit autoimun karena memiliki kriteria cenderung lebih banyak pada perempuan, bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan, dan menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal. Di samping itu telah dikemukakan bahwa danazol yang semula dipakai untuk pengobatan endometriosis yang disangka bekerja secara hormonal, sekarang ternyata telah dipakai untuk mengobati penyakit autoimun atas dasar bahwa danazol menurunkan tempat ikatan IgG pada monosit, sehingga mempengaruhi aktivitas fagositik (ASRM, 2012).

4. Diagnosis Tidak ada pemeriksaan yang sederhana untuk mendiagnosis endometriosis, baku emas untuk mendiagnosis endometriosis adalah dengan laparoskopi dan melakukan biopsi jaringan. Endometriosis dicurigai bila ditemukan adanya gejala nyeri di daerah pelvis, infertilitas, dismenorhea, dispareunia dan temuan-temuan bermakna pada pemeriksaan fisik (Prawirohardjo, 2012).

Gejala – gejala yang sering ditemukan pada kista endometriosis adalah : 1. Dismenore 2. Dispareunia 3. Nyeri pada saat defekasi 4. Gangguan Haid (Polimenorea dan Hipermenorea) 5. Infertilitas Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan infertilitas. Sebanyak 30%-50% wanita dengann endometriosis menderita infertilitas. Faktor penting yang menyebabkan infertilitas pada endometriosis adalah apabila mobilitas tuba terganggu karena fibrosis dan perlekatan jaringan di sekitarnya. Pada pemeriksaaan ginekologik khususnya pemeriksaan vagina-rekto-abdominal, ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat seperti butir beras sampai butir jagung di kavum douglas dan pada ligamentum sakrouterinum dengan uterus dalam posisi retrofleksi dan terfiksasi.

5

Pemeriksaan : 1. Pemeriksaan panggul Pada pemeriksaan, mungkin akan didapatkan nodul keras dibelakang serviks saat pemeriksaan rektovaginal, uterus akan tertarik ke belakang, salah satu atau kedua ovarium akan membesar atau terfiksir. 2. Laparoskopi Dengan laparoskopi dapat terlihat permukaan uterus, tuba fallopi, ovarium, dan organ dalam panggul lainnya. 3. USG USG transabdominal dan transvaginal (TVS) sudah dipergunakan secara luas dalam mendiagnosis endometriosis. TVS merupakan pemeriksaan utama dalam mengevaluasi endometrioma terutama dengan diameter > 20 mm. TVS memiliki sensitivitas 64 – 90 persen dan spesifisitas 22 – 100 persen.

5. Penatalaksaaan Penanganan endometriosis terbagi menjadi terapi ekspektatif, terapi medik, dan terapi pembedahan (CDC, 2014). 1.

Terapi ekspektatif Dasar dari terapi ekspektatif adalah endometriosis yang ringan tanpa disertai keluhan simptomatik tidak akan memberikan efek pada fertilitas. Pengobatan ekspektatif ini akan berguna bagi wanita dengan gejala dan kelainan fisik yang ringan. Pada wanita yang sudah agak berumur, pengawasan ini bisa dilanjutkan sampai menopause, karena sesudah itu gejala-gejala endometriosis hilang sendiri. Sikap yang sama diambil pada wanita yang lebih muda, yang tidak mempunyai persoalan tentang infertilitas, akan tetapi pada wanita yang ingin mempunyai anak, jika ditunggu 1 tahun tidak terjadi kehamilan, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap infertilitas dan diambil sikap yang lebih aktif.

6

2.

Terapi medik Terapi medik lini pertama adalah dengan analgesik. Obat yang sering digunakan untuk penderita endometriosis adalah anti inflamasi non steroid (NSAID). NSAID menghambat siklooksigenase isoenzim 1 dan 2 (COX-1 dan COX-2). Enzim ini bertanggung jawab untuk sintesis prostaglandin yang terlibat dalam rasa sakit dan peradangan yang terkait dengan endometriosis. Terapi selanjutnya adalah terapi hormonal. Sebagai dasar pengobatan hormonal ialah bahwa pertumbuhan dan fungsi jaringan endometriosis, seperti jaringan endometrium yang normal, yang dikontrol oleh hormon-hormon steroid. Atas dasar tersebut, maka prinsip dasar pengobatan hormonal endometriosis adalah menciptakan lingkungan hormon yang rendah estrogen dan asiklik.. Terapi hormonal diberikan pada pasien dengan gejala yang sudah mengganggu aktifitas harian, dengan terapi ini biasanya gejala nyeri panggul dan dispareunia berkurang pada lebih dari 80% wanita yang terdiagnosis endometriosis (Soares, 2012).

3.

Terapi Pembedahan Pada endometriosis ovarium yang besar terapi lain tidak efektif, sehingga dibutuhkan tindakan bedah. Terapi pembedahan dapat diklasifikasikan sebagai terapi bedah konservatif bila fungsi reproduksi berusaha dipertahankan, semikonservatif bila kemampuan reproduksi dikurangi tetapi fungsi ovarium masih ada, dan radikal bila uterus dan ovarium diangkat secara keseluruhan.

7

Konsensus tatalaksana endometriosis

(Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran Nyeri Endometriosis, HIFERI)

6. Pencegahan Kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejalagejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupaka profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul (Kapoor D, 2015).

7. Prognosis Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang tidak ditatalaksana secara aktif.2 Manajemen medis (supresi ovulasi) efektif untuk mengurangi nyeri pelvis tapi tidak efektif untuk pengobatan endometriosis yang berkaitan dengan 8

infertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi. Kombinasi estrogen progestin meredakan nyeri hingga 80-85% dari pasien dengan endometriosis yang berkaitan dengan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan endoimetriosis sedang mengalami penurunan nyeri pelvis. Total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy dilaporkan efektif hingga 90% dalam meredakan nyeri. Kehamilan masih mungkin bergantung pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala secara umum menurun dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan (Vercillini, 2013).

9

BAB III PEMBAHASAN Endometriosis dapat

menyerang hingga 15% wanita usia reproduksi, ditandai

dengan adanya pertumbuhan jaringan endometrium (baik sel epitel dan stroma) di luar rongga rahim yang menyebabkan peradangan kronis di dalam atau di luar panggul. Banyak teori yang menjelaskan patogenesis endometriosis, tetapi sampai saat ini belum ada teori pasti mengenai patogenesis endometriosis. Meskipun manajemen pembebedahan dapat memperbaiki gejala nyeri secara signifikan, namun terdapat komplikasi yang dapat menyertainya tindakan ini, seperti komplikasi pada saluran kemih, usus dan pembuluh darah. Selain itu, tingkat kekambuhan nyeri dan lesi endometriotik setelah operasi tinggi. Terapi farmakologis, memiliki peran penting dalam pengobatan jangka panjang endometriosis. Kontrasepsi hormonal, baik kombinasi (CHC) atau progestin-only (POCs), adalah pengobatan yang diketahui efektif untuk mengurangi nyeri akibat endometriosis pada wanita. Beberapa tahun terakhir kontrasepsi oral kombinasi (COCs) yang semula menggunakan dominan estrogen etiketikradiol (EE) mengalami perpindahan ke estradiol (E2), estrogen yang diproduksi secara alami oleh sel granulosa ovarium (estradiol valerat [E2V] dan mikronisasi E2). Selain itu, generasi berbeda dari progestin telah telah banyak diteliti dalam rangka memenuhi kebutuhan terapi. Hal penting lainnya yaitu pengenalan cara pemberian parenteral (intravaginal, subdermal, transdermal, injeksi dan intrauterin). Wanita dengan kontraindikasi terhadap pengobatan estrogenik atau pada waktu tertentu kehidupan (misalnya, selama menyusui) saat ini diusulkan untuk menggunakan pil progestin-only (POPs) dan POCs.

10

Pada penelitian ini dilakukan tinjauan sistematis tentang efek kontrasepsi hormonal pada wanita dengan endometriosis sesuai dengan pedoman PRISMA. Semua aspek penelitian diputuskan sebelum dilakukan pencarian literatur dan tidak ada perubahan setelahnya. Artikel yang relevan diidentifikasi oleh satu penulis (GG) melalui pencarian dari database Medline / PubMed dan Embase menggunakan kata kunci 'kontrasepsi hormonal', 'kontrasepsi oral', 'cincin vagina', 'cincin vagina', 'patch', 'levonorgestrel sistem intrauterine ',' implan kontrasepsi 'dan' kontrasepsi suntik ', dalam kombinasi dengan' endometriosis '. Referensi yang diidentifikasi telah ditinjau oleh penulis kedua (FB). Semua pencarian dilakukan pada bulan April 2018 dan basis data dicari dari 1 Januari 1987 hingga 31 Maret 2018. Semua artikel yang berpotensi relevan dinilai dan daftar referensi diperiksa untuk publikasi tambahan. Hanya artikel yang menggunakan bahasa Inggris yang dipertimbangkan. Abstrak, laporan kasus dan seri kasus berdasarkan pada kurang dari 10 wanita tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

11

Penelitian ini menggunakan data dari penelitian yang meneliti mengenai efek kontrasepsi hormonal pada nyeri terkait endometriosis, ukuran hasil primer adalah perubahan nyeri panggul terkait endometriosis selama bulan-bulan pertama pengobatan; sedangkan ukuran hasil sekunder adalah efek pada kualitas hidup dan kepuasan wanita dengan pengobatan yang didapat dan risiko pascaoperasi dari kambuhnya penyakit selama pengobatan. Hanya penelitian yang membuat perbandingan dengan plasebo, terapi komparator, manajemen hamil atau terapi hormon lainnya dimasukkan. Metode yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah uji coba terkontrol prospektif acak (RCT), studi observasi, uji preferensi pasien, studi retro-spektif dan studi yang menggunakan kontrasepsi hormonal sebagai tambahan untuk pembedahan (penggunaan segera pasca operasi). Jurnal ini memasukkan penelitian dengan subjek yang diagnosis endometriosis melalui tindakan bedah (dengan atau tanpa analisis mikroskop), serta penelitian yang menetapkan diagnosis menggunakan pendekatan pencitraan yang divalidasi dengan ultrasonografi atau resonansi magnetik, di ovarium atau lokasi lain. Persetujuan dewan peninjau institusional tidak diperlukan dalam penelitian ini, karena semua data diambil dari studi yang diterbitkan sebelumnya. Setelah dilakukan pencarian, didapatkan sebanyak 805 referensi, 763 referensi segera dihapus, menyisakan 42 studi untuk dilakukan penelitian selanjutnya. Dari jumlah tersebut, 28 penelitian memenuhi kriteria inklusi untuk jumlah peserta yang diperlukan, intervensi, pembanding, hasil dan desain penelitian. Tiga belas studi dikeluarkan karena alasan berikut: hasil yang berbeda; tidak ada kelompok pengobatan pembanding (plasebo, terapi pembanding atau terapi hormonal lainnya); tidak ada spesifikasi COC yang digunakan;. Diagnosis endometriosis yang digunakan adalah pembedahan (20/28, 71,4%), radiologis (3/28, 10,7%) atau campuran (5/28, 17,9%).

12

13

Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal (baik CHC dan POC) terbukti secara signifikan menurunkan angka statistik pada nyeri terkait endometriosis yang menghasilkan peningkatan kualitas hidup. Selama pengobatan CHC, ditemukan penurunan klinis yang signifikan pada dismenorea di hampir semua studi yang ditinjau [15-17,19-22, 24,25,27-31,34,35] dan sering disertai dengan penurunan pada nyeri pelvik

[15-17,19–25,27-35]

serta

dispareunia

[16,17,19,20,22,25,27,28,30,31,34,35].

Demikian pula selama pengobatan POC, pada penelitian ini ditemukan penurunan signifikan dalam dismenorea [21,22,35-41], sering disertai dengan penurunan pada nyeri pelvik [21,22,33, 35,36, 38,38-42] ] dan dyspareunia [22,35,36,38,40,41]. Peningkatan dalam kualitas

hidup

dengan

kontrasepsi

hormonal

ditunjukkan

pada

10

studi

CHC

[16,19,20,22,23,30-32,34,35] dan pada lima studi POC [22,35,36,38,40]. Hanya beberapa penelitian yang mengeksplorasi risiko kekambuhan penyakit selama pengobatan dengan CHC [18,23,24,26,32,33] atau POC [33,39,42] dibandingkan dengan terapi pembanding atau tanpa pengobatan, setelah pembedahan konservatif untuk endometriosis.

14

Tiga percobaan [18,23,26] dengan satu percobaan yang menggunakan metode acak [26], menunjukkan bahwa penggunaan COC pasca operasi (khususnya EE / NETA, EE / DSG dan EE / GSD) mengurangi risiko kekambuhan penyakit. Dari penelitian ini didapatkan 17 studi (lebih dari 700 wanita yang diobati) yang menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri terkait endometriosis dari hampir semua COC yang mengandung EE dikombinasikan dengan generasi progestin yang berbeda dan COC dengan E2. Hanya dua sediaan yang menunjukkan keefektifan yang meningkat secara signifikan dibandingkan dengan plasebo yaitu EE / NETA dan EE / DRSP fleksibel-regimen [15,28]. POC memiliki lebih sedikit kontraindikasi dibandingkan dengan CHC, karena tidak adanya risiko trombotik, dan dapat diresepkan dalam situasi tertentu, misalnya untuk wanita dengan migrain atau yang sedang menyusui. Hanya tiga penelitian yang mengevaluasi efek DSG 75 mg / hari POP pada wanita dengan endometriosis. Data yang terbatas didapatkan pada penelitiaam dengan penggunaan implan dan DMPA (hanya 41 wanita). Tidak ada data yang tersedia mengenai penggunaan POP pasca operasi dan risiko kekambuhan penyakit. POC yang paling banyak diteliti adalah LNG-IUS 52mg (lebih dari 240 wanita yang mendapat terapi). Keuntungan dari LNG-IUS 52mg untuk pengobatan endometriosis adalah perawatan medis dapat berlanjut hingga 5 tahun, mudah untuk diambil jika tidak ditoleransi oleh penderita, biaya kumulatif relatif rendah, dan dosis LNG sistemik rendah. Kerugian dari LNG-IUS 52mg adalah dapat menyebabkan ketidakteraturan menstruasi, risiko lepas secara spontan (5%), dan ovulasi tidak terus-menerus dihambat. Terdapat satu RCT yang mengevaluasi tingkat kekambuhan endometriosis selama penggunaan LNG-IUS 52mg dibandingkan dengan plasebo [37]. Oleh karena itu, penggunaan LNG-IUS harus dibatasi pada wanita dengan gejala endometriosis infiltrasi dalam yang terisolasi atau adenomiosis [57,58]. Di sisi lain, LNG-IUS telah menunjukkan keefektifan

15

pada dismenorea [37-41], pengurangan nyeri pelvik [32,38-42], dispareunia [38,40,41], dan peningkatan kualitas hidup [38,40]. Mempertimbangkan data yang telah ada, tidak ada bukti yang cukup untuk menarik kesimpulan kontrasepsi hormonal mana yang lebih bagus dibandingkan dengan yang lain. Setiap kontrasepsi hormonal mempunyai manfaat dengan pendekatan medis yang berbeda.

16

BAB IV KESIMPULAN

Endometriosis adalah penyakit jinak, kronis, responsif hormon yang membutuhkan terapi jangka panjang dalam menyeimbangkan keefektifan klinis (seperti kontrol rasa sakit dan pencegahan kekambuhan penyakit). Pilihan terapi yang paling tepat didasarkan pada beberapa faktor yaitu usia, intensitas nyeri, preferensi pasien, keparahan penyakit, komorbiditas, dan timbulnya efek samping. Penggunaan kontrasepsi hormonal seperti CHC (diberikan secara oral atau sebagai transdermal patch atau cincin vagina) dan POC (diberikan secara oral atau sebagai suntikan depot, implan atau melalui LNG-IUS) terbukti menurunkan biaya terapi pada mayoritas wanita dengan endometriosis dan menunjukkan kepuasan pasien terhadap berkurangnya gejala nyeri. Terapi hormon tidak menyembuhkan penyakit endometriosi, tetapi memungkinkan pengendalian nyeri secara efektif pada 80-90% kasus.

17

BAB V DAFTAR PUSTAKA

American Society for Reproductive Medicine. 2012. Endometriosis : A Guide for Patients Revised. ASRM. HIFERI. Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran Nyeri Endometriosis. Jakarta : POGI-HIFERI. Fortner K. 2007. The John Hopkins Manual of Oobstetrics and Gynecology 3rd ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins Andon H, dkk. 2013. Konsensus Penanganan Infertilitas. Jakarta: HIFERI, PERFITRI, IAUI, POGI. Barnhart K, Dunsmoor R, Coutifaris C. 2002. Effect of Endometriosis on In Vitro Fertilization. Fertility and Sterility; 77(6): 1148-1155. Premkumar, Ganeshselvi. 2008. Role of Laparoscopic Surgery in Endometriosis Associated Infertility-Literature Review. In :World Journal of Laparoscopic Surgery, January-April ed. Bristol : World Journal of Laparoscopic Surgery. M. D'Hooghe, Thomas. 2007. Endometriosis. In : M. D'Hooghe, etc. Berek & Novak's Gynecology, 14th Edition section VII. California: Lippincott Williams & Wilkins, 2007: 1137-1184. Carr, Bruce. Endometriosis. 2008. In :John O. Schorge etc. Wiiliams Gynecology. Dallas : McGraw Hills, 2008: 476-514. Schenken, Robert S. Endometriosis. 2008. In :Danforth's Obstetrics and Gynecology, 10th Ed Chapter 41. Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 10th edition; 2008 :716724. The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada. 2010. Endometriosis : Diagnosis and Management. Canada : Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada Volume 32, No. 7. Nnoaham K E, et.l. 2011. Impact of endometriosis on quality of life and work productivity: a multicenter study across ten countries. Fertil Steril August; 96(2): 366-378. Kapoor D. 2015. Endometriosis. Medscape, WebMD Soares S. R. 2012. Pharmacologic therapies in endometriosis : a systemic review. Fertil Steril; 98: 529-55. 18

Vercellini, Paolo. 2013. Endometriosis management in the time of economic crisis. In: World Endometriosis Society eJournal Volume 15(1). London: World Endometriosis Society. RCOG. 2008. The Investigation and Management of Endometriosis. Green-top RCOG Guideline No. 24. Leyland N, Casper R, Laberge P, etc. 2010. Endometriosis : Diagnosis and Management. Canada: JOGC; 32(7): 1-26. Dunselman G, Vermeulen N, Becker C, etc. 2014. ESHRE Guideline : management of women with Endometriosis. Human Reproduction; 29(3): 400-412. Macer M, Taylor H. 2012. Endometriosi and Infertility : A Review of the Pathogenesis and Treatment of Endometriosis-associated Infertility. Obstet Gynecol Clin N Am 39; 535-549 CDC. 2014. Assisted Reproductive Technology. CDC: Division of Reproductive Health.

19

Related Documents

Refrat Fisiologi.docx
December 2019 46
Refrat Caca.docx
June 2020 28
Refrat Paru.docx
May 2020 24
Refrat Delirium
May 2020 23
Refrat Paru.docx
May 2020 25

More Documents from "Oma Chacha"