Tugas Kelompok
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
OLEH: KELOMPOK 3 Muhamad Ilham S Abdul Qayyum Rahmat Halimatun Sadis Lisa Bela Nurbiba Suriani
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN DASAR 2018
MATERI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
A. Konsep Dan Tugas Perkembangan Berdasarkan Tahapan Perkembangan 1. Konsep Tugas Perkembangan Tugas perkembangan yang harus dijalani oleh setiap individu sesuai dengan masa yang ditempuhnya disebut sebagai tugas perkembangan. Perkembangan manusia yang tejadi secara bertahap sesuai dengan masa perkembangannya ,dan adanya implikasi dari setiap individu untuk melakukan tugas perkembangan sesuai dengan tahapan usianya,membuat setiap individu harus memahami berusaha untuk dapat melakukan tugas perkembangan sesuai dengan tahapan masing-masing sebagai upaya untuk mempelajari norma kehidupan dan budaya masyarakat agar ia mampu melakukan penyesuain diri dengan baik dalam kehidupan nyata.
2. Pengertian Tugas Perkembangan Tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu dan apabila berhasil mencapainnya mereka akan bahagia ,tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau maasyarakat dan selanjutnya akan mengalami kesulitan (Havighurst,1961).
3. Tahap Perkembangan Manusia Menurut Santrock (2010) periode atau tahap perkembangan manusia terdiri dari 3 periode :
1) Periode anak a. Fase pra natal (saat dalam kandungan) Adalah waktu terletak antara masa pembuahan dan masa kelahiran
b. Fase Bayi Adalah saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai 18 atau24 bulan, masa ini adalah masa yang sangat bergantung pada orang tua. c. Fase Kanak-kanak Awal( masa pra sekolah) Adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak akhir masa bayi sampai 5 atau 6 tahun. d. Fase Kanak-kanak tengah dan akhir ( masa usia sekolah dasar) Adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kiora umur 6 sampai 11 tahun 2) Fase Remaja Adalah masa perkembengan yang merupakan transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal, yang dimulai kira-kisa umur 10 sampai 12 tahun dan beakhir kira-kira umur 18 sampai 22 tahun. 3) Periode Dewasa a. Masa awal dewasa (early adulthood) b. Masa pertengahan dewasa (midle adulthood) c. Masa akhir dewasa (late adulthood)
4. Tugas Perkembangan Manusia Berdasarkan Tahap Perkembangan a. Balita (0-5 Tahun) 1) Belajar Merangkak 2) Belajar berjalan 3) Belajar mengendalikan gerakan badan 4) Belajar makan makanan halus dan padat 5) Belajar Berbicara 6) Mengontrol buang air 7) Mempelajari peran yang sesuai dengan jenis kelaminnya 8) Belajar menghubungkan diri secara emosional dengan orang tua, kakak adik dan orang lain 9) Membentuk konsep sederhana tentang kenyataan dunia sekitar
10) Belajar membedakan yang benar dan salah 11) Menyiapkan diri untuk membaca
b. Masa Kanak-Kanak (6-12 Tahun) 1) Belajar bergaul dengan teman sebaya 2) Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk melakukan berbagai permainan. 3) Membentuk sikap positif terhadap diri sendiri 4) Mempelajari peranan gender yang sesuai dengan jenis kelamin 5) Mengembangkan kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung 6) Mengembangkan hati nurani, moralitas dan system nilai. 7) Memiliki kemandirian dasar dalam kehidupan sehari-hari
c. Masa Remaja (13-18 Tahun) 1) Memiliki hubungan yang lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin 2) Memiliki peran maksulin atau feminism 3) Menerima keadaan fisik yang dimiliki dan menggunakannya secara efektif 4) Memiliki kemandirian emosi dari orang tua dan orang dewasa lain 5) Mengembangkan pemahaman tentang pernikahan dan kehidupan berkeluarga 6) Mulai berusaha mandiri secara ekonomi dan memiliki aktifitas yang menghasilkan 7) Memiliki sistem nilai dan etika sebagai panduan prilaku
d. Masa Dewasa Dewasa Muda (19-29 Tahun) 1) Mencari dan memilih pasangan hidup 2) Belajar hidup bersama pasangan
3) Memulai sebuah keluarga 4) Merawat anak 5) Mangatur rumah tangga 6) Memulai jenjang karir 7) Mengambil tanggung jawab sipil Paruh Baya (30-60 Tahun) 1) Memperoleh tanggung jawab sosial dan warga negara 2) Membangun dan mempertahankan standar ekonomi 3) Membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia 4) Membina kegiatan pengisi waktu senggang orang dewasa 5) Membina hubungan dengan pasangan hidup sebagai pribadi 6) Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisik sendiri 7) Menyesuaikan diri dengan penambahan umur Lanjut usia (60 tahun keatas) 1) Menyesuaiakan diri dengan menurunnya kesehatan dan kekuatan fisik 2) Menyesuaiakan
diri
terhadap
masa
pensiun
dan
menurunnya
pendapatan 3) Menyesuaikan diri terhadap meninggalnya suami/istri 4) Menjalin hubungan dengan perkumpulan manusia lanjut 5) Memenuhi kewajiban sosial dan sebagai warga negara membangun kehidupan fisik yang memuaskan
B. Perkembangan Kognitif Peserta Didik Perkembangan Kognitif adalah perkembangan kemampuan anak berpikir dengan penalaran yang semakin canggih seiring dengan bertambahnya usia. Mulai dari anak yang bersifat alami kemudian memiliki ketertarikan terhadap dunia dan secara aktif mencari informasi yang dapat membantu mereka memahami dunia yang semakin maju. Anak pun akan terus-menerus bereksperimen dengan obyek-obyek yang mereka jumpai. Anak-anak tidak
hanya sekedar bereksperimen namun mereka juga mengumpulkan hal-hal yang telah mereka pelajari kemudian terisolasi. Piaget mengemukakan bahwa anakanak mengontruksi keyakinan-keyakinan dan pemahaman-pemahaman mereka berdasarkan pengalaman (konstruktivisme). Piaget membagi tahap perkembangan kognitif ke dalam empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap pra-operasional, tahap konkret operasional, dan tahap formal operasional. Tahap 1: Sensorimotor (0-2 tahun). Pada tahap ini anak menggunakan penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Diawali dengan modifikasi refleks yang semakin lebih efisien dan terarah, dilanjutkan dengan reaksi pengulangan gerakan yang menarik pada tubuhnya dan keadaan atau objek yang menarik, koordinasi reaksi dengan cara menggabungkan beberapa skema untuk memperoleh sesuatu, reaksi pengulangan untuk memperoleh hal-hal yang baru, serta permulaan berpikir dengan adanya ketetapan objek. Pada masa sensorimotor, berkembang pengertian bahwa dirinya terpisah dan berbeda dengan lingkungannya. Anak berusaha mengkoordinasikan tindakannya dan berusaha memperoleh pengalaman melalui eksplorasi dengan indera dan gerak motorik. Jadi, perkembangan skema kognitif anak dilakukan melalui gerakan refleks, motorik, dan aktivitas indera. Selanjutnya, anak juga mulai mampu mempersepsi ketetapan objek. Tahap 2: Pra-Operasional (2-7 tahun). Pada fase ini anak belajar mengenal lingkungan dengan menggunakan simbol bahasa, peniruan, dan permainan. Anak belajar melalui permainan dalam menyusun benda menurut urutannya dan mengelompokan sesuatu. Jadi, pada masa pra-operasional anak mulai menggunakan bahasa dan pemikiran simbolik. Mereka mulai mengerti adanya hubungan sebab-akibat meskipun logika hubungannya belum tepat, mampu mengemukakan alasan dalam menyatakan pendapat atau ide, mulai dapat mengelompokan sesuatu, serta perbuatan rasionalnya belum didukung oleh pemikiran tetapi oleh perasaan
Tahap 3: Konkret Operasional (7-11 tahun). Pada masa ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas mengkonservasi angka melalui tiga macam proses operasi, yaitu: a) Negasi sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses yang terjadi di antara kegiatan dan memahami hubungan antara keduanya; b) Resiprokasi sebagai kemampuan untuk melihat hubungan timbal balik; serta c) Identitas dalam mengenali benda-benda yang ada. Dengan demikian, pada tahap ini anak sudah mampu berpikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonservasi angka, serta memahami konsep melalui pengalaman sendiri dan lebih objektif. Tahap 4: Formal Operasional (11 tahun – dewasa). Pada fase ini anak sudah dapat berpikir abstrak, hipotetis, dan sistematis mengenai sesuatu yang abstrak dan memikirkan hal-hal yang akan dan mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak sudah mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif/kemungkinan dalam memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis, menggabungkan sejumlah informasi secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam abstraksi, memahami arti simbolik, dan membuat perkiraan di masa depan.
Implikasi Praktis Dalam Melakukan Stimulasi Perkembangan Kognitif Pada Anak SD Implikasi dari teori piaget adalah bahwa dalam proses pembelajaran pendidik
harus
memperhatikan
tahapan
perkembangan
kognitif
peserta
didik. Pandangan Piaget (1969) pembelajaran yang tidak sesuai dengan perkembangan kognitif anak memiliki konsekuensi negatif bagi perkembangan aspek psikologis lainnya. Misalnya, pembelajaran yang materinya jauh diatas jangkauan kemampuan kognitif anak dapat menimbulkan lemahnya motivasi belajar dan sangat mungkin merusak struktur kognitif mereka. Berikut ini merupakan beberapa implikasi praktis teori perkembangan kognitif untuk pembelajaran :
1) Pembelajaran tidak harus berpusat pada guru atau tenaga kependidikan, tetapi berpusat pada peserta didik. 2) Materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik. 3) Pendidik harus terlibat bersama-sama peserta didik dalam proses pembelajaran. 4) Sekuensi (urutan) bahan pembelajaran dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama. Anak akan sulit memahami bahan pembelajaran jika sekuensi bahan pembelajaran itu loncat-loncat. 5) Pendidik harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik dalam melakukan stimulasi pembelajaran. 6) pada SD kelas awal pembelajaran seyogyanya dibantu benda konkret.
C. Perkembangan Bahasa Peserta Didik Usia Sekolah Dasar Menurut Semiawan (1998) mengemukakan bahwa bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan (pendapat, perasaan, dll) dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna, dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat. Owen (Semiawan CR, 1999) menjelaskan perkembangan bahasa (pragmatik dan semantik) anak pada usia sekolah dasar. Menurutnya, anak usia 5 tahun sangat sering menggunakan bahasa untuk mengajukan permintaan, mengulang untuk perbaikan, mulai membicarakan topik-topik gender. Anak usia 6 tahun mengulang dengan cara elaborasi untuk perbaikan, dan menggunakan kata-kata keterangan. Anak usia 7 tahunmenggunakan dan memahami sebagian istilah dan membuat plot naratif yang mempunyai pengantar dan akhir dari topik yang mau diungkapkan. Anak usia 8 tahun menggunakan topik-topik yang konkret, mengenal makna nonliteral dalam bentuk permintaan langsung, dan mulai mempertimbangkan maskud lainnya. Pada usia 9 tahun, anak memelihara topik melalui beberapa perubahan.
Bertambahnya
kosakata,
memperkaya
perbendaharaan
kata,
menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lain dan menghasilkan deskripsi serta narasi cerita ,keahlian membaca mulai berkembang, anak perempuan berbicara lebih banyak daripada laki-laki. Untuk lebih jelasnya kemampuan komunikasi anak usia SD hasil penelitian Owens dkk (1995) bahwa kemampuan komunikasi anak usia SD adalah sebagai berikut.
No 1
Usia Anak 6 tahun
Perkembangan Bahasa a. Memiliki kosa kata yang dapat di komunikasikan b. Mampu menyerap 20000-24000 kata c. Mampu membuat kalimat meskipun masih dalam bentuk
kalimat pendek
d. Pada tarap tertentu sudah mampu mengucapkan kalimat lengkap 2
8 tahun
a. Mampu bercakap-cakap dengan menggunakan kosa kata yang di milikinya b. Mampu mengemukakan ide dan pikirannya meskipun masih sering verbalisme.
3
10 tahun
a. Mampu berbicara dalam waktu yang relative lama b. Mampu memahami pembicaraan
4
12 tahun
a. Mampu menyerap 50.000 kata. b. Mampu berbahasa seperti oaring dewasa.
D. Perkembangan Sosio Emosional Peserta Didik di Sekolah Dasar 1. Perilaku Sosial Anak Usia Sekolah Dasar Samsu Yusuf
(Budiamin dkk, 2006:132) menyatakan
bahwa
perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ;
meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan
kasih
sayang.
Sueann
Robinson
Ambron (Budiamin
dkk, 2006:132) menyatakan bahwa sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia Sekolah Dasar memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133134) mengidentifikasikan sebagai berikut: 1) Pembangkangan (negativisme) Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap “dependent” (ketergantungan) menuju kearah “independent” (bersikap mandiri). 2) Agresi (agression) Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun katakata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi
(rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat. 3) Berselisih/bertengkar (quarreling) Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut mainannya. 4) Menggoda (teasing) Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (katakata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya. 5) Persaingan (Rivaly) Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk prestice (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan baik. 6) Kerja sama (cooperation) Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self-centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini berkembang dengan baik. 7) Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior) Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “business”. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8) Mementingkan diri sendiri (selffishness) Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah. 9) Simpati (Sympathy) Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
2. Perkembangan Emosional Peserta didik Pada masa ini anak usia SD mulai mengalami ketidak senangan berdiferensiasi di dalam rasa malu cemas dan kecewa sedangkan kesenangan, berdiferensiasi ke dalam harapan dan kasih orang. Oleh karena itu, tidak heran kalau terdapat siswa-siswi yang membenci atau menyenangi guru atau bidang studi tertentu, bergantung pada kemampuan guru untuk menyelenggarakan conditioning reinforcement aspek-aspek emosional tersebut. Pengertian Emosi Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hampir keseluruhan diri individu (Sujiono, Yuliani N, Bambang Sujiono, 2005). Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afekti. Yang dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira, bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya,
suatu
keadaan
biologis
dan
psikologis
kecenderungan untuk bertindak (Syamsu Yusuf, 2008).
serta
rangkaian
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang. Pengelompokan Emosi Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis). 1) Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar 2) Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah : a) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk : Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan ilmiah yang harus dipecahkan b) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti : Rasa solidaritas Persaudaraan (ukhuwah) Simpati Kasih sayang, dan sebagainya Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya : Rasa tanggung jawab (responsibility) Rasa bersalah apabila melanggar norma Rasa tentram dalam mentaati norma Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian.
Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk
mengenal
Tuhannya.
Dengan
kata
lain,
manusia
dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “Homo Divinans” dan “Homo Religius” atau makluk yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu Yusuf, 2008). Perkembangan
Emosi
Anak
Pada
Usia
Sekolah
Dasar
menurut Papalia, Olds & Feldman (2007) masa kanak-kanak tengah dimulai dari usia 6-11 tahun sedangkan menurut Gottman & DeClaire (1997) masa kanak-kanak tengah dimulai dari usia 8-12 tahun. Selama periode masa kanak-kanak tengah (Usia SD) anak-anak mulai berhubungan dengan suatu kelompok sosial yang lebih luas dan memahami pengaruh sosial. Pada saat bersamaan, anak-anak mulai tumbuh secara kognitif dan mampu mengenali emosi mereka sendiri (Gottman & DeClaire, 1997) Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanakkanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
E. Perkembangan Moral Dan Religi Peserta Didik Setiap manusia memiliki moral, moral adalah nilai-nilai yang ada pada diri manusia. Sjarkawi,. bahwa : ”Moral berasal dari bahasa Latin, yaitu kata mos, (adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, tabiat, watak, akhlak, cara hidup). Secara etimologi etika dan moral memiliki arti yang sama karena berasal dari bahasa yang sama yaitu adat kebiasaan, tetapi asal bahasa nya berbeda, etika berasal dari bahasa Yunani, dan moral berasal dari bahasa Latin (Runes:1977:202). Jadi arti dari moral dan etika memiliki arti yang sama tapi asal bahasa nya berbeda. Kesimpulannya etika dan moral memiliki arti
yang sama yaitu konteks, aturan , dan cara seseorang dalam mengatur tingkah lakunya agar sesuai dengan norma yang berlaku dan nilai yang dipegang seseorang agar sampai pada tujuan yang diharapkan. Perkembangan Moralitas Anak Nilai moral dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah penting, arti dari moralitas atau moral itu sendiri berasal dari bahasa latin Mos ( jamak:mores) yang berarti cara hidup atau kebiasaan. Terdapat enam prinsip moral, yaitu sebagai berikut : 1) Prinsip keindahan (beauty) 2) Prinsip persamaan (equality) 3) Prinsip kebaikan (goodness)\ 4) Prinsip keadilan (justice) 5) Prinsip kebebasan (liberty) 6) Prinsip kebenaran (truth) Dalam proses penyadaran moral akan bertumbuh melalui interaksi dengan lingkungannya, baik itu lingkungan sekolah, lingkungan tempat tingggalnya yang dalam lingkungan-lingkunganya itu ia akan mendapat larangan, suruhan, pembenaran, ataupun celaan, dan akan ada proses timbal balik dari apa yang ia lakukan. Menjadikan pendidikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk mengkhayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagaman. Oleh sebab itu, pendidikan agama yang dilangsungkan di sekolah harus lebih menekankan pada penempatan peserta didik untuk mencari pengalaman keberagaman (religiousity). Dengan pendekatan demikian, maka yang ditonjolkan dalam pendidikan agama adalah ajaran dasar agama yang sarat dengan nilai-nilai spiritualitas dan moralitas, seperti kedamaian dan keadilan. Sejalan dengan perkembangannya kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual
di
samping emosional
dan volisional
(konatif), mengalami
perkembangan. Menurut Nurihsan (2011), mengemukakan bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalammasa
anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun) yang ditandai antara lain, oleh hal berikut ini : 1) Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian 2) Pandangan dan paham ketuhanan diterangkan secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari eksistensi dan keagungan-Nya. 3) Pengahayatan secara rohaniah makin mendalam, malaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
Sumber: Budiamin, dkk. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI Press. Gottman, J dan De Claire, J. 1997. Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (alih bahasa T Hermaya). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Nurihsan, A.J 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya. Owens, Robert G. 1995. Organizational Behavior in Education. Allyn and Bacon. Boston. Papalia, D.E., Olds. S.W., & Feldman R. D. (2007). Human Development 10th ed. New York : McGraw Hill. Companies. Santrock, J.W, & Yussen, S.R. (1992). Child Development, 5 th Ed. Dubuque, IA,Wm, C.Brown Semiawan, C.R. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Sujiono, dkk (2005). Menu Pembelajaran Anak Usia Dini. Jakarta : Cira Pendidikan. Sukmadinata, S.N. 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Rosda Karya.
Sunarto dan Hartono, A. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta Yusuf, Syamsu. 2008. Psikologi Perkembangan Anak. Bandung: Remaja Rosdakarya Haditono, Siti Rahayu. 1999. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yusuf LN, Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak, Jakarta: ERLANGGA. http://rimaapriliana4creg.blogspot.com/2017/06/perkembangan-sosial-anaksd.html http://fikidarmayanti.blogspot.com/2016/06/perkembangan-bahasa-anak-usia-612-tahun.html