BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita telah mengenal jamur meskipun tidak sebaik tumbuhan lainnya.Hal itu disebabkan karena jamur hanya tumbuh pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang mendukung, dan lama hidupnya terbatas.Sebagai contoh, jamur banyak muncul pada musim hujan di kayu-kayu lapuk, serasah, maupun tumpukan jerami.Namun, jamur ini segera mati setelah musim kemarau tiba. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
manusia
telah
mampu
membudidayakan jamur dalam medium buatan. Infeksi yang disebabkan
oleh
jamur
(mikosis)
pada
manusia
dapat
diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok besar yaitu, mikosis superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan dan mikosis sistemik. Infeksi-infeksi jamur superfisial, kutan dan subkutan pada kulit, rambut dan kuku dapat menjadi kronis dan resisten terhadap pengobatan
tetapi
jarang
mempengaruhi
kesehatan
umum
penderita. Sedang mikosis profunda (sistemik) dapat menimbulkan gangguan sistemik yang kadang-kadang dapat berakibat fatal, biasanya jamur ini menginfeksi penderita dengan gangguan imunologi. Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia,
oleh
kelembabannya
karena
negara
kita
tinggi.Dermatofitosis
beriklim
adalah
tropis
infeksi
dan jamur
superfisial yang disebabkan genus dermatofita, yang dapat mengenai kulit, rambut dan kuku. Manifestasi klinis bervariasi dapat menyerupai penyakit kulit lain sehingga selalu menimbulkan diagnosis yang keliru dan kegagalan dalam penatalaksanaannya. Diagnosis
dapat
ditegakkan
secara
klinis
dan
identifikasi
1
laboratorik.Pengobatan
dapat
dilakukan
secara
topikal
dan
sistemik.Pada masa kini banyak pilihan obat untuk mengatasi dermatofitosis, baik dari golongan antifungal konvensional atau antifungal terbaru.Pengobatan yang efektif ada kaitannya dengan daya tahan seseorang, faktor lingkungan dan agen penyebab. Prevalensi di Indonesia, dermatosis akibat kerja belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah atau pemimpin perusahaan walaupun jenis dan tingkat prevalensinya cukup tinggi. Mikosis kutan, adalah infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah superfisial yang terkeratinisasi , yaitu kulit, rambut, kuku. Tidak ke jaringan yang lebih dalam. Mikosis subkutan, adalah Infeksi oleh jamur yang mengenai kulit, mengenai lapisan bawah kulit meliputi otot dan jaringan konektif (jaringan subkutis) dan tulang. Mikosis sistemik, adalah infeksi jamur yang mengenai organ internal dan jaringan sebelah dalam.Seringkali tempat infeksi awal adalah paru-paru, kemudian menyebar melalui darah.Masingmasing jamur cenderung menyerang organ tertentu.Semua jamur bersifat dimorfik, artinya mempunyai daya adaptasi morfologik yang unik terhadap pertumbuhan dalam jaringan atau pertumbuhan pada suhu 37℃.Mikosis subkutan akut kerapkali juga berdampak pada terjadinya mikosis sistemik melalui terjadinya infeksi sekunder. Mikosis superfisial merupakan penyakit kulit yany disebabkan oleh jamur yang menyerang kulit pada bagian epidermis yang mengandung keratin yaitu Stratum korneum basale misalnya : kulit, rambut, kuku. Penyakit ini banyak ditemukan di Indonesia dan merupakan penyakit rakyat. Berdasarkan topografinya ( bentuk klinis ) Mikosis Superfisial ada 2 yaitu : Dermatofitosis adalah penyakit
yang
disebabkan
oleh
golongan
jamur
dermatofit.Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik)
2
sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis. B. Rumusan Masalah 1. Apa Defenisi Tricopyton Concentricum ? 2. Bagaimana Klasifikasi Dari Tricopyton Concentricum ? 3. Bagaimana Morfologi Dari Tricopyton Concentricum ? 4. Bagaimana Manifestasi Klinis Dari Tricopyton Concentricum ? 5. Bagaimana Epidemiologi Dari Tricopyton Concentricum ? 6. Bagaimana
Cara
Pemeriksaan
Laboratorium
Tricopyton
Concentricum ? 7. Bagiamana Cara Pengobatan Tricopyton Concentricum ? C. Tujuan 1. Untuk Mengetahui Defenisi Tricopyton Concentricum 2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Dari Tricopyton Concentricum 3. Untuk Mengetahui Morfologi Dari Tricopyton Concentricum 4. Untuk
Mengetahui
Manifestasi
Klinis
Dari
Tricopyton
Concentricum 5. Untuk Mengetahui Epidemiologi Dari Tricopyton Concentricum 6. Untuk Mengetahui Cara Pemeriksaan Laboratorium Tricopyton Concentricum 7. Untuk Mengetahui Cara Pengobatan Tricopyton Concentricum
3
BAB II PEMBAHASAN A. Defenisi Trichophyton Concentricum Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau manusia. Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas anthropophilic, zoophilic, dan geophilic. Trichophyton concentricum adalah endemic pulau Pacifik, Bagian tenggara Asia, dan Amerika Pusat. Trichophyton adalah satu penyebab infeksi pada rambut, kulit terutama Kutu air (Tinea pedis), dan infeksi pada kuku manusia. Trichophyton merupakan salah satu parasit di antara dermatofit. B. Klasifikasi Kingdom
: Fungi
Phylum
: Ascomycota
Class
: Euascomycetes
Order
: Onygenales
Family
: Arthrodermataceae
Genus
: Trichophyton
Spesies
: Trichophyton concentricum
C. Morfologi (Makroskopis dan Mikroskopis) Pada media pembiakan (Sabouraud Dektrosa Agar), koloni tumbuh dengan lambat, menonjol dan terlipat, gundul dan terlihat seperti lunak, biasanya berwarna putih sampai krem, tapi kadang berwarna coklat keorangean, kadang lipatannya terlalu dalam ke agar sehingga membagi media pada beberapa kultur.
4
(Gambar : Secara Makroskopis di Media SDA)
Pada preparat , banyak bercabang, tidak teratur, kadang terdapat segmen , septate hifa yang mungkin memiliki "tanduk" menyerupai T. schoenleinii. Chlamydoconidia sering ditemukan pada kultur yang lama. Microconidia dan macroconidia biasanya tidak diproduksi, meskipun beberapa isolat akan menghasilkan clavate
sesekali
untuk
piriformis
microconidia.
Khas
dari
T.concentricum terdapat chlamydoconidia bentuk seperti balon.
5
(Gambar : Secara Mikroskopis di bawah Mikroskop) D. Manifestasi Klinis Spesies
anthropophilic
umum
terutama
parasit
pada
manusia . Mereka tidak mampu menjajah hewan lain dan mereka tidak memiliki sumber lingkungan lainnya. Di sisi lain, spesies geophilic biasanya menghuni tanah di mana mereka diyakini membusuk
puing-puing
keratin.
Beberapa
spesies
dapat
menyebabkan infeksi pada hewan dan manusia setelah kontak dengan tanah. Spesies zoofilik terutama parasit pada hewan dan infeksi dapat ditularkan ke manusia setelah kontak dengan host hewan. Infeksi zoofilik biasanya mendapatkan respon tuan rumah yang kuat dan pada kulit dimana kontak dengan binatang infektif telah terjadi yaitu lengan, kaki, tubuh atau wajah. T.concentricum habitat alaminya pada manusia dan jarang terjadi / langka. Trichophyton dermatofitosis
infeksi
concentricum kulit
gundul
adalah yang
agen
penyebab
digambarkan
oleh
pembentukan squamae di konsentris dan poli - cincin siklik yang 6
sering menutupi seluruh tubuh. Bentuk khas tinea korporis ini disebabkan oleh Trichophyton concentricum. Tinea ini dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasar dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai ladi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. Bila diraba dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah kearah luar, akan terasa jelas skuama menghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama konsenstris bila menjadi besar dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran di sebelahnya sehingga membentuk pinggiran polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat merasa gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita. Pada kasus menahun, lesi kulit kadang-kadang dapat menyerupai iktiosis. Kulit kepala penderita dapat terserang, akan tetapi rambut biasanya tidak. Tinea unguium juga sering menyertai penyakit ini. Gambaran klinis pada kulit
berupa
lingkaran-lingkaran
konsentris
terdiri
atas
lesi
papuloskuamosa, dengan stratum korneum yang lepas sisi bebasnya menghadap ke arah dalam lesi, sehingga tampak tersusun seperti genting. Pada keadaan kronik rasa gatal tidak menonjol.
7
(Non kronis - lesi inflamasi di penduduk Papua Nugini yang disebabkan oleh T. concentricum menunjukkan karakteristik konsentris diatur cincin imbricated scaling) E. Epidemiologi Trichophyton concentricum biasanya endemic di pulau Pacifik, Bagian tenggara Asia, dan Amerika Pusat, Amerika Tengah, Oceania, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah di Indonesia masih jarang yang terkena parasit ini Di indonesia penyakit ini ditemukan endemis di wilayah tertentu, antara lain Papua, Sulawesi, Sumatra dan pulau-pulau bagian tengah Indonesia Timur, terutama pada masyarakat terasing. Kerentanan terhadap penyakit ini diduga diturunkan secara genetik dengan pola penurunan autosomal resesif. (Daili, dkk., 2005). Frekuensi infeksi pada spesies tertentu antara lain: 1. Sekitar 58% dermatofita yang terisolasi adalah trichophyton rubrum. 2. 27% Trichophyton mentagrophytes. 3. 7% Trichophyton verrucosum. 4. 3% Trichophyton tonsurans. 5. Kecil dari 1 % yang terisolasi: Epidermophyton floccosum, Microsporum equinum,
audouinii,
Microsporum
Microsporum nanum,
canis,
Microsporum
Microsporum versicolor,
8
Trichophyton
equinum,
Trichophyton
kanei,
Trichophyton
raubitschekii, and Trichophyton violaceum.
Bisa dilihat dari frekuensi diatas pada spesies T.rubrum banyak menyebabkan infeksi pada massyarakat Indonesia, sedangkan T.concentricum tidak ada di frekuensi diatas ini menunjukkan bahwa parasit T.concentricum sangat jarang di Indonesia. F. Pemeriksaan Laboratorium 1. Cara langsung Dokter Anda akan mendiagnosa kurap atau dermatophytosis dengan memeriksa kulit Anda dan mungkin menggunakan cahaya hitam untuk melihat kulit Anda di daerah yang terkena. Jamur akan berpendar (bercahaya) di bawah cahaya hitam. Jika Anda terinfeksi, daerah kulit di mana jamur terletak akan bersinar. Dokter Anda mungkin mengkonfirmasi diagnosis dicurigai kurap dengan meminta tes tertentu:
Jika dilakukan biopsi kulit, dokter akan mengambil sampel
kulit
atau
mengirimkannya
ke
debit
dari
blister
laboratorium
dan
untuk
akan
menguji
keberadaan jamur.
Jika tes KOH, dokter akan mengikis area kecil dari kulit yang
terinfeksi
dan
menempatkannya
di
kalium
hidroksida (KOH). The KOH menghancurkan sel-sel normal dan meninggalkan sel-sel jamur tersentuh, sehingga mereka mudah untuk melihat di bawah mikroskop. 2. Kultur Kulit yang terinfeksi di kultur pada media Sabouraud’s agar inkubasi suhu kamar Pada media pembiakan (Sabouraud
9
Dektrosa Agar), koloni tumbuh dengan lambat, menonjol dan terlipat, gundul dan terlihat seperti lunak, biasanya berwarna putih sampai krem, tapi kadang berwarna coklat keorangean, kadang lipatannya terlalu dalam ke agar sehingga membagi media pada beberapa kultur. G. Pengobatan Dermatofitosis umumnya dapat diatasi dengan pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Secara umum, griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 gram untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 gram untuk anak-anak sehari atau 10 – 25 mg per kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Untuk mempertinggi absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak mengandung lemak. Untuk mempercepat waktu penyembuhan, kadang-kadang diperlukan tindakan khusus atau pemberian obat topikal tambahan. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare. Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar. Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazol yang bersifat fungistatik. Pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan
hepar.
Pada
masa
kini,
selain
obat-obat
topikal
konvensional, misalnya asam salisil 2-4%, asam benzoate 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5%, dan zat warna (hijau brilian1% dalam cat castellani) dikenal banyak obat topikal
10
baru. Obat-obat baru ini diantaranya tolnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin, derivate-derivat imidazol, siklopiroksamin, dan naftiline masing-masing 1%.
11
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit Berdasarkan sifat makro dan mikro, dermatofita
dibagi
menjadi:
microsporum,
tricopyton,
dan
epidermophyton.Salah satu penyebab dermatophytosis adalah oleh Trichophyton concentricum yang menyerang kulit menunjukkan karakteristik Dermatofitosis
konsentris umumnya
diatur dapat
cincin
imbricated
diatasi
dengan
scaling. pemberian
griseofulvin yang bersifat fungistatik. Secara umum, griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 gram untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 gram untuk anak-anak sehari atau 10 – 25 mg per kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan keadaan imunitas penderita. B. Saran Dari penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan yang ada maka saran dan kritikan dari pembaca sangat di harapkan untuk penulis demi penyempurnaan makalah berikutnya atau masa yang akan datang.
12
DAFTAR PUSTAKA 1. http://dokumen.tips/documents/derma-tomiko-sis.html 2. https://berbagitugaskuliah.wordpress.com/2011/12/17/makalahmikrobiologi/ 3. https://id.wikipedia.org/wiki/Trichophyton 4. https://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id &prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&u=http://www.myc ology.adelaide.edu.au/Fungal_Descriptions/Dermatophytes/Trichop hyton/concentricum.html&usg=ALkJrhho2rJfrA_Fj3UKQ_puk1OhLk O0dg 5. https://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.m old.ph/trichophyton-concentricum.htm&prev=search 6. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&c d=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjhqc7hu4DKAhVKBo4KHReD Cz8Q7gEIMzAC&url=https%3A%2F%2Ftranslate.google.com%2Ftr anslate%3Fhl%3Did%26sl%3Den%26u%3Dhttp%3A%2F%2Fwww. mold.ph%2Ftrichophytonconcentricum.htm%26prev%3Dsearch&usg=AFQjCNHPHl4zTvzCh YE3mYOYTmytP8k4Rg&sig2=LOrWytDHmIF0c27Tn9DyCg 7. https://dokterbagus.wordpress.com/2015/03/23/dermatofitosis/ 8. http://ketobapadah.blogspot.co.id/2011/04/dermatofitosis.html 9. https://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.he althline.com/health/ringworm&prev=search
13