1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seorang yang menguasai banyak kosa kata dapat menyampaikan gagasannya dengan baik. Namun, akan lebih baik lagi jika dengan mengungkapkan gagasnnya, ia dapat memilih atau menempatkan kata secara tepat, seksama, dan lazim. Pilihan kata atau diksi secara tepat dimaksudkan sebagai pemilihan atau penempatan kata sesuai dengan kelompoknya dalam kaidah sitaksis. Seksama dimaksudkan sebagai pemilihan kata sesuai dengan makna dan apa yang disampaikan. Sedangkan lazim, dimaksud bahwa kata yang digunakan dalam konteks kalimat atau wacana, telah lazim dalam kaidah bahasa indonesia. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa sehingga juga memiliki beragam bahasa. Bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan sebagai sarana komonikasi bagi seluruh masyarakat indonesia. sebagai bahasa persatuan pemilihan kata atau diksi
sangat
penting
guna
menghindari
terjadinya
kesalapahaman
dalam
berkomonikasi. Meskipun tidak dapat dipungkiri saat ini banyak orang yang tidak memperhatikan pemilihan kata, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan diksi 1.2.2 Apa yang dimaksud dengan makna denotatif dan konotatif 1.2.3 Apa yang dimaksud dengan makna umum dan khusus 1.2.4 Apa yang dimaksud dengan kata kongret dan kata abstrak 1.2.5 Apa itu sinonim 1.2.6 Bagaimana proses pembentukan kata 1.2.7 Apa saja kesalahan dalam pembentukan dan pemilihan kata 1.2.8 Apa yang dimaksud ungkapan ideomatik
2
1.3 Tujuan 1.3.1 Memahami pengertian diksi 1.3.2 Memahami makna denotatif dan konotatif 1.3.3 Memahami makna umum dan khusus 1.3.4 Mengetahui kata kongret dan kata abstrak 1.3.5 Mengetahui apa itu sinonim 1.3.6 Memahami bagaimana proses pembentukan kata 1.3.7 Mengetahui apa saja kesalahan dalam pembentukan dan pemilihan kata 1.3.8 Mengatahui apa yang dimaksud ungkapan ideomatik
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diksi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti apa yang diharapkan).
2.2 Makna Denotatif dan Konotatif Denotatif dapat diartikan sebagai hubungan antara kata atau ungkapan dengan proses, tempat, barang, sifat, orang dan kegiatan di luar sistem bahasa. Misalnya agung, besar, dan raya. Konotatif
merupakan
makna
tambahan
dari
denotatif
yang
mampu
membangkitkan nilai rasa, mungkin berupa sikap pribadi atau sosial. Misalnya simak, emak, simbong, ibu, mami atau mamah secara denotatif memiliki konsep makna yang sama yaitu: “jenis kelamin wanita, yang melahirkan kita, dan bersuami”. Akan tetapi, pemakaian kata mami atau mamah digunakan orang dengan mengonotasikannya kepada “modern, kaya, dan tidak kampungan”.
2.3 Makna Umun dan Khusus Makna umum merujuk pada gagasan yang umum, luas lingkupnya,dan dapat mencakup banyak hal. Misalnya pakaian, makanan, dan sastra. Sedangkan makna khusus adalah sebaliknya dari makna umum, yakni hanya mengacu pada hal sifatnya atau bagiannya. Kata ini memiliki ruang lingkup yang terbatas. Misalnya kemeja, nasi, puisi.
4
2.4 Kata Kongkret dan Kata Abstrak Kata kongkret merupakan kata yang merujuk pada objek yang spesifik di dalam pengalaman keseharian. Kata kongkret mudah diserap oleh pancaindra. Misalnya ayah, ibu, meja, kursi, air dan lain-lain. Sedangkan kata abstrak merupakan kata yang merujuk pada sifat, nisbah, dan gagasan. Kata ini biasanya digunakan untuk mengungkapkan gagasan yang rumit dan sedikit sulit untuk diserap oleh pancaindra. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapay menjadi samar dan tidak cermat. Contoh kata abstrak ialah malaikat, ide, keinginan, perdamaian, demokrasi, kejujuran, angan-angan dan lain-lain.
2.5 Sinonim Sinonim merupakan kata yang memiliki makna yang sama atau mirip. Tetapi, perkataan ‘sama’ dalam hal ini tidak bersifat mutlak, sebab dalam pemakaian seharihari tidak ada dua kata yang benar-benar sama maknanya. Bahkan yang dikatakan sinonim itu kalau diselidiki dengan seksama mungkin mempunyai makna yang sama sekali berlainan. Misalnya, kata pukul bersinonim dengan jam. Ia berangkat pukul tujuh tepat. Dapat digantikan dengan Ia berangkat jam tujuh tepat. Akan tetapi kelompok kalimat ‘jam bicara dokter’ tidak dapat digantikan dengan ‘pukul bicara dokter’atau pada kalimat ‘kami pergi ke kebun binatang selama dua jam’ tidak dapat digantikan dengan ‘kami pergi ke kebun binatang selama dua pukul’. Contoh beberapa kata yang dapat dikatakan bersinonim ialah, kitab bersinonim dengan buku, mati bersinonim dengan meninggal, mayat bersinonim dengan jenazah, cantik bersinonim dengan elok, besar bersinonim dengan agung, kuat bersinonim dengan perkasa, dara bersinonim dengan gadis, pandai bersinonim dengan pintar, remaja bersinonim dengan muda, ekonomis bersinonim dengan hemat dan lain sebagainya.
5
2.6 Proses Pembentukan Kata Proses pembentukan kata terbagi dua, yaitu melalui proses morfologi dan di luar proses morfologi. 2.6.1 Proses Morfologi Proses morfologi merupakan proses pembentukan kata dengan menggabungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Terdapat tiga cara pembentukan kata melalui proses morfologi, yaitu: (a) Afiksasi Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan cara membubuhkan afiks (imbuhan) pada kata atau bentuk dasar. Afiksasi terbagi atas: (1) Prefiks Prefiks merupakan imbuhan yang terletak di awal kata. Bentukbentuk prefiks antara lain ber-, di-, ke-, me-, pe-, per-, se- dan ter-. contoh: prefiks ber- + main = bermain prefiks ter- + pandai = terpandai
(2) Sufiks Sufiks merupakan imbuhan yang terletak di akhir kata. Bentukbentuk sufiks antara lain –an, -at, -si, -i, -ika, -in, -ir, -ur, -ris, -us, -is, isida, -ita, -or dan -tas. contoh: lapang + sufiks –an = lapangan turut + sufiks –i = turuti
(3) Infiks Infiks atau sisipan merupakan imbuhan yang terletak di tengahtengah kata. Bentuk-bentuk infiks antara lain –el-, -em- dan -er-. contoh: getar + infiks –em- = gemetar gigi + infiks –er- = gerigi
6
(4) Konfiks Konfiks merupakan gabungan dari sufiks dan prefiks, dimana imbuhan terletak di awal dan di akhir kata. Konfiks terdiri atas me-kan, me-i, memper-kan, menye-kan, di-kan, di-i, ber-an, se-nya dan pe-an. contoh: konfiks pe-an + gunung = pegunungan konfiks me-i + kirim = mengirimi
(b) Reduplikasi Reduplikasi merupakan proses pengulangan bentuk dasar. Jenis pengulangan ini didasarkan pada bagaimana bentuk kata dasar itu diulang. Dalam Bahasa Indonesia ada empat macam pegulangan, yaitu: (1) Pengulangan Seluruh Pengulangan seluruh ialah pengulangan bentuk dasar secara keseluruhan. Misalnya: Bentuk Dasar
Hasil Pengulangan Seluruh
batu
batu-batu
rumah
rumah-rumah
ayam
ayam-ayam
satuan
satuan-satuan
(2) Pengulangan Sebagian Pengulangan sebagian ialah pengulangan bentuk dasar secra sebagian tanpa adanya perubahan bunyi. Misanya: Bentuk Dasar
Hasil Pengulangan Sebagian
Menulis
menulis-nulis
berlari
berlari-lari
seakan
seakan-akan
perlahan
perlahan-lahan
7
(3) Pengulangan yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks ialah pengulangan bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks secara bersama-sama dan bersama-sama pula mendukung satu arti. Misalnya: Pengulangan dan
Bentuk Dasar
+
rumah
+
(pengulangan)-an
=
rumah-rumahan
hijau
+
ke-(pengulangan)-an
=
kehijau-hijauan
baik
+
se-(pengulangan)-nya
=
sebaik-baiknya
lincah
+
se-(pengulangan)-nya
=
selincah-lincahnya
Pembubuhan Afiks
=
Hasil Pengulangan
(4) Pengulangan dengan Perubahan Bunyi Pengulangan dengan perubahan bunyi ialah pengulangan bentuk dasar disertai perubahan bunyi. Misalnya: Bentuk Dasar
Hasil Pengulangan
Keterangan
gerak
gerak-gerik
Perubahan bunyi vokal
serba
serba-serbi
Perubahan bunyi vokal
lauk
lauk-pauk
Perubahan bunyi konsonan
ramah
ramah-tamah
Perubahan bunyi konsonan
(c) Komposisi Proses komposisi atau pemajemukan ialah peristiwa penggabungan dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru. Makna yang timbul akibat penggabungan tersebut ada yang dapat ditelurusuri dari unsur yang membentuknya, ada yang maknya tidak berkaitan dengan unsur pembentuknya, dan ada yang mempunyai makna unik. Contohnya kamar tidur, meja makan, kaki tangan dan mata air.
8
2.6.2 Proses di Luar Morfologi (a) Akronim Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. Contohnya bimas, menpora, pusdiklat, kultum, sembako dan lain-lain.
(b) Abreviasi Abreviasi atau dalam bahasa sehari-hari disebut singkatan, adalah gabungan huruf awal dari derat kata yang diperlakukan sebagai kata. Contohnya ABRI, SIM, FKIP, PPP dan lain-lain. Dalam pengucapan abreviasi ada yang dibaca sebagai abjad seperti FKIP (ef-ka-i-pe), dan ada pula yang tidak, seperti PPP (pe- tiga).
(c) Abreviakronim Abreviakronim ialah gabungan antara akronim dengan abreviasi. Yaitu gabungan huruf dengan suatu kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. Contohnya polri, pemilu, dan lain-lain.
(d) Kontraksi Kontraksi ialah pemendekan kata dengan pengerutan bentuk. Contoh tak (tidak), begini (bagai ini), begitu (bagai itu) dan lain-lain.
(e) Kliping Kliping ialah pengambilan suku kata dari suatu kata yang selanjutnya dianggap kata baru. Contohnya, influenza menjadi flu, purnawirawan menjadi pur, professor menjadi prof dan lain-lain.
(f) Afiksasi Pungutan Afiksasi
pungutan
ialah
pembubuhan
afiks-afiks
yang
sebenanya
merupakan afiks yang berasal dari bahasa asing. Contohnya, antikomunis (anti-), nonformal (non-), swasembada (swa-), binaragawan (-wan), biarawati (-wati), patriotisme (-isme) dan sosialisasi (-isasi).
9
2.7 Kesalahan dalam Pembentukan dan Pemilihan Kata Pada bagian berikut akan diperhatikan kesalahan kasalahan penbentukan kata, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis. (a)
Penanggalan awalan MePenanggalan pada judul cerita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun dalam teks beritanya awalan me- harus eksplisit. Dibawah ini diperlihatkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar. Contoh: Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (salah) Amerika serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (benar)
(b)
Penggalan awalan BerKata-kata yang berawalan ber- sering mengandalkan awalan ber. Padahal awalan ber harus dieksplisitkan secara jelas. Berikut ini contoh salah dan benar dalam pemakaian awalan ber. Contoh: Sampai jumpa lagi. (salah) Sampai berjumpa lagi. (benar)
(c)
Peluluhan bunyi /c/ Kata dasar yang diawali bunyi c sering menjadi luluh apabila mendapat awalan me. Padahal tidak seperti itu. Contoh: Ali sedang menyuci mobil. (salah) Ali sedang mencuci mobil. (benar)
(d)
Penyengauan kata dasar Ada gejala penyengauan bunyi awal kata dasar, penggunaan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya percampuran antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian. Contohnya nyopet, mandang, nulis, dan nabrak. Dalam bahasa Indonesia kita harus menggunakan kata-kata mencopet, memandang, menulis dan menabrak.
10
(e)
Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh Kata dasar yang awalnya s, k, p, atau t sering tidak luluh jika mendapat awalan me atau pe. Padahal menurut kaidah buku bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau. Contoh: Semua warga negara harus mentaati peraturan yang berlaku. (salah) Semua warga negara harus menaati peraturan yang berlaku. (benar)
(f)
Awalan Ke- yang Kelirugunaan Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter sering diberi awalan ke. Hal itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih awalan yang tepat. Contoh: Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh kereta api. (salah) Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh kereta api. (benar) Perlu diketahui bahwa awalan ke hanya dapat menempel pada kata bilangan. Selain didepan kata bilangan, awalan ke tidak dapat dipakai kecuali pada kata kekasih, kehendak, dan ketua.
(g)
Pemakaian kata akhiran –ir Pemakaian kata akhiran –ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Padahal dalam bahasa Indonesia baku untuk akhiran –ir adalah asi atau isasi. Contoh: Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu. (salah) Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu. (benar)
(h)
Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian kata di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap sering dipertukarkan. Contoh: Putusan dari pada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah) Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)
11
(i)
Padanan yang tidak serasi Terjadi ketika pemakaian bahasa yang kurang cermat memilih padanan yang kurang serasi, yang muncul dalam kehidupan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau yang tidak serasi. Hal itu terjadi karena dua kaidah yang berselang, atau yang bergabung dalam sebuah kalimat. Contoh: Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah) Modal di bank terbatas sehingga, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (benar)
(j)
Pemakaian akronim (singkatan) Yang dimaksud kata singkatan adalah PLO, UI, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud bentuk singkat ialah lab (laboratorium), memo (memorandum) dan lain-lain. Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa Indonesia kadangkadang tidak teratur.
(k)
Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemungkinan Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata putusan; kata pemukiman bersaing pemakaiannya dengan kata permukiman; kata penalaran bersaing dengan pernalaran. Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten. Kalau kita perhatikan dengan seksama, bentukan kata itu memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lain. Contoh: Tani, bertani, pertanian Mukim, bermukim, pemukim, permukiman
(l)
Penggunaan dimana, yang mana, hal mana Kata dimana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata dimana tersebut harus diganti dengan yang, bahwa, tempat, dan sebagainya.
12
(m) Penggunaan kata yang hemat Salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun dalam komunikasi sehari-hari sering kita jumpai pemakaian kata yang tidak hemat (boros). Contoh: Sejak dari
sejak atau dari
Agar supaya
agar atau supaya
Mempunyai pendirian
berpendirian
Mari kita lihat perbandingan pemakaian kata yang hemat dan boros berikut. (1) Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (boros, salah) Apabila suatu reservoir masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (hemat, benar) (2) Untuk mengekplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi dimana sebagai sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (salah) Untuk
mengekplorasi
dan
mengeksploitasi
minyak
dan
gas
bumi
yangmerupakan sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (benar)
(n)
Analogi Didalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkolerasi dengan kata bertinju. Kata bertinju berarti orang yang (biasa) bertinju bukan orang yang (biasa) meninju. Dewasa ini banyak dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti pesilat, petenis, pesenam, dan lain-lain. Jika dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti berikut ini: Petinju ‘orang yang bertinju’ Pesilat ‘orang yang bersilat’ Pesenam ‘orang yang bersenam’
13
(o)
Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk jamak bahasa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak dalam bahasa indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut . (1) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan seperti: Kuda-kuda Meja-meja Buku-buku (2) Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan seperti: Beberapa meja Sekalian tamu Semua buku (3) Bentuk jamak dengan menambahkan kata bantu jamak seperti: Para tamu (4) Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang seperti: Mereka, kita Kami, kalian
2.8 Ungkapan Ideomatik Ungkapan ideomatik merupakan gabungan kata (frasa) yang maknanya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsur pembentukannya. Misalnya: muka masam
= rasa kecewa
naik daun
= tekenal, banyak diperbincangkan
semata wayang = anak satu-satunya bumi hangus
= musnah
Ideomatik dapat dianggap sebagai kata. Oleh sebab itu, kita sering menjumpai bentuk kata seperti dibumuhanguskan, sebagai turuan dari bentuk bimi hangus (musnah).
14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan: (a) Diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti apa yang diharapkan). (b) Makna denotatif dapat diartikan sebagai hubungan antara kata atau ungkapan dengan proses, tempat, barang, sifat, orang dan kegiatan di luar sistem bahasa. Misalnya agung, besar, dan raya. Sedangkan makna konotatif merupakan makna tambahan dari denotatif yang mampu membangkitkan nilai rasa, mungkin berupa sikap pribadi atau sosial. Misalnya simak, emak, simbong, ibu, mami atau mamah. (c) Makna umum merujuk pada gagasan yang umum, luas lingkupnya,dan dapat mencakup banyak hal. Misalnya pakaian, makanan, dan sastra. Sedangkan makna khusus adalah sebaliknya dari makna umum, yakni hanya mengacu pada hal sifatnya atau bagiannya. Kata ini memiliki ruang lingkup yang terbatas. Misalnya kemeja, nasi, puisi. (d) Kata kongkret merupakan kata yang merujuk pada objek yang spesifik di dalam pengalaman keseharian. Misalnya ayah, ibu, meja dan kursi. Sedangkan kata abstrak merupakan kata yang merujuk pada sifat, nisbah, dan gagasan. Kata ini biasanya digunakan untuk mengungkapkan gagasan yang rumit. Misalnya ide, keinginan dan angan-angan. (e) Sinonim merupakan kata yang memiliki makna yang sama atau mirip. Tetapi, perkataan ‘sama’ dalam hal ini tidak bersifat mutlak, , sebab dalam pemakaian sehari-hari tidak ada dua kata yang benar-benar sama maknanya. Contohnya pandai bersinonim dengan pintar, remaja bersinonim dengan muda, ekonomis bersinonim dengan hemat dan lain sebagainya.
15
(f) Proses pembentukan kata terbagi dua, yaitu proses morfologi (afiksasi, reduksi dan komposisi) dan di luar proses morfoligi (akronim, abreviasi, abreviakronim, kontraksi, kliping dan afiksasi pungutan). (g) Kesalahan dalam pembentukan dan pemilihan Kata biasanya disebabkan oleh: (1)
penanggalan awalan me-,
(2)
penanggalan awalan ber-,
(3)
peluluhan bunyi /c/,
(4)
penyengauan kata dasar,
(5)
bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh,
(6)
awalan ke- yang kelirugunaan,
(7)
pemakaian kata akhiran –ir,
(8)
pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap,
(9)
padanan yang tidak serasi
(10) pemakaian akronim (singkatan) (11) penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan pemungkinan (12) penggunaan dimana, yang mana, hal mana (13) penggunaan kata yang hemat (14) analogi (15) bentuk jamak dalam bahasa Indonesia (h) Ungkapan ideomatik merupakan gabungan kata (frasa) yang maknanya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsur pembentukannya. Misalnya muka masam dapat diartikan rasa kecewa, dan naik daun dapat diartikan tekenal.
16
DAFTAR PUSTAKA
Surana. 1984. Semantik Bahasa Indonesia. Solo: Tiga Serangkai Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara Yamilah, M & Samsoerizal Slamet. 1994. Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC