Kuliah 1 KONSEP HUKUM KESEHATAN Masalah kesehatan merupakan hal penting bagi manusia. Manusia selalu berusaha untuk sehat. Maka jika sakit maka segera dia berupaya untuk mendapatkan kembali kesehatannya. Berbagai orang pandai dia datangi, untuk berkonsultasi, untuk berobat, dengan harapan sakitnya dapat segera hilang, dan dia menjadi sembuh. Kesehatan bukan segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak – kurang- berarti. Demikian sering kata-kata ini terdengar. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan atau sehat adalah kebutuhan manusia. Juga, ada dua hal yang menjadi modal utama manusia, tapi sering manusia siasiakan, yaitu: waktu dan kesehatan. Apa itu kesehatan? DEFINISI KESEHATAN. Kesehatan dapat dimengerti dari beberapa definisinya, dan juga untuk mencapai sehat diperlukan berbagai sarana. -Sehat dalam pengertian holistik. Sehat sering hanya dilihat dari unsur badan saja. Padahal jelas sekali bahwa manusia itu tidak hanya badan. Sebagai contoh .., pada saat kita menyebut kata manusia itu, memang yang terlihat pada manusia itu adalah badannya. Terlebih saat dikatakan manusia itu badannya panas. Tampak sekali yang sakit adalah badannya, yaitu badanya sakit panas. Jika kemudian diukur suhu tubuhnya menggunakan termometer, maka terlihat di alat tersebut suhunya 39 derajat celsius –misalnya-. Dan jika kemudian dahinya dipegang, terasa hangat ditangan kita. Jelas.., bahwa yang sakit adalah badannya. Kajian pada aspek fisik ini memang telah mereduksi keutuhan manusia. Perkembangan ilmu fisik manusia dalam kajian biomedik, sepertinya telah membuat manusia meyakini bahwa apa saja yang ada pada tubuh ini hanyalah fisik ini saja. Oleh karena kajian dilakukan pada makhluk hidup, maka kajiannya disebut biomedik. Hal ini jelas reduksi yang salah dari kemanusiaan manusia.
Hanya saja, saat dikatakan manusia itu jahat. Miskipun badanya tampak sehat, tapi, jiwanya tidak sehat. Yang ditunjuk dalam kalimat itu jelas bukanlah badannya, tapi .. jiwanya. Jadi,.. saat kita mengatakan itu adalah manusia, maka secara implisit kita menunjuk badannya manusia itu dan juga jiwanya manusia itu. Bukan hanya badannya. Dalam hal ini, jiwa tersebut, saya sebut sebagai jiwa individual. Sehingga, memahami manusia seharusnyalah melihat badan (fisik) dan juga jiwa (mental). Hal ini membawa konsekuensi bahwa manunjuk manusia sehat, harus juga memperhatikan aspek fisik dan mentalnya. Selain itu .. Manusia hidup pada kenyataannya tidak mungkin hidup sendiri. Manusia untuk hidup selalu membutuhkan manusia lain. Kemampuan untuk berhubungan dengan manusia yang lain tidak dipenuhi dari keberadaan fisiknya saja, tapi lebih membutuhkan kesadaran akan jiwa sosialnya. Kesehatan jiwa ‟individual‟nya manusia lebih memberi pengaruh banyak untuk membentuk manusia yang sehat diaspek sosialnya atau yang saya beri istilah ‟jiwa sosial‟nya. Artinya aspek sosialnya manusia terbentuk dari kemampuan jiwa individualnya untuk berinteraksi dengan manusia yang lain, membentuk kebersamaan hidup, saling membantu, tolong menolong. Jiwa sosialnya inilah yang merupakan komponen sosial manusia. Seseorang yang tidak mampu bekerja sama dengan orang lain, dapat dikatakan jiwa sosialnya tidak sehat. Mungkin dia sehat jiwa individualnya, tetapi tidak untuk jiwa sosialnya. Miskipun sebenarnya tidak mudah untuk memisahkan jiwa individual dengan jiwa sosialnya. Seorang sehat aspek sosialnya, maka akan mampu melakukan interaksi bersama dengan orang lain, untuk melakukan usaha bersama, dan memberikan hasil akhir yang bermanfaat bagi kehidupan bersama. Misalnya,.. jika ada sebuah barang
yang beratnya 150 kilogram. Maka untuk untuk memindahkan barnag itu, seorang manusia sendirian tidak mungkin mampu melakukan. Maka,..untuk mengangkat barang tersebut haruslah dilakukan bersama dengan orang lain. Jika kemudian terdapat empat orang, dan kemudian empat orang itu bersama-sama memindahkan barang tersebut, dengan diangkat bersama, maka akan mudah dan dapatlah memidahkan barang itu. Kemampuan bekerja bersama dengan orang lain, untuk menghasilkan suatu usaha, atau ouput, yang bersifat produktif, itu menunjuk akan adanya suatu kondisi sehat sosial dari individu itu. Hal inilah yang disebut sebagai sehat sosialnya. Manusia yang utuh dan sehat secara holistik juga harus memperhatikan aspek sosialnya. Sehingga, . manusia sehat adalah manusia yang fisik, mental dan sosialnya sehat. Melihat manusia secara holistik berarti melihat manusia dari unsur fisik, mental dan sosialnya. Juga berarti sehat secara holistik adalah sehat fisik, mental dan sosialnya.
sosial mental fisik
Gambar 1: Aspek FIMENSO sebagai Konsep Holistik
-Menurut Undang Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan untuk hidup produktif baik ekonomi maupun sosial.Di dalam undang undang kesehatan jiwa, sosial, produktif, ekonomi, pengertian sehat.
tersebut, tersurat jelas komponen badan, dan kesejahteraan sebagai unsur dalam
Sebagaimana disebutkan dalam konsep sehat menurut pengertian holistik, ..maka sehat harus memperhatikan aspek badan, jiwa, dan sosilanya. Sebagai contoh.. Orang yang sakit panas, kemudian dia berobat ke dokter, dan kemudian
didiagnosa radang tenggorokan. Maka, jelas dengan mudah, kita juga akan mengatakan bahwa orang itu sedang sakit. Bahkan, dokter menyuruhnya istirahat dan dokter membuat surat keterangan sakit tidak masuk kerja selama dua hari. Ilustrasi tadi jelas menggambarkan ketidaknormalan fisiologis dari badan, dan kita katakan sebagai sakit.
Hanya saja tidak hanya badan yang menjadi bahan pertimbangan orang itu sehat atau sakit. Unsur jiwa juga menjadi perhatian. Orang yang sehat badannya. Yang terlihat dari kadar gula darah, cholesterolnya normal. Jantungnya normal. Tekanan darahnya normal. Paru-paru dan sistem respirasinya normal. Sistem sarafnya normal. Hanya saja jiwanya mengalami gangguan. Orang itu tidak dapat tidur kalau tidak mendapat obat dari dari dokter jiwa. Orang itu pernah mondok di rumah sakit jiwa. Maka,.. orang seperti inipun dikatakan tidak sehat, dia menderita gangguan kejiwaan. Dan dia orang .. sakit. Orang yang badannya sehat dan jiwanya sehat, akan dapat melakukan berbagai macam kegiatan, seperti makan, minum, belajar, bekerja dan lain sebagainya. Mampu melakukan berbagai macam pekerjaan yang bersifat produktif. Misalnya menghasilkan uang, maka secara ekonomis dia produktif. Jiwa sebagai bagian dari manusia utuh dapat disebut sebagai “jiwa mandiri”. Jiwa yang terdapat dalam sebuah badan. Orang sehat jika sehat badannya dalam arti tidak sakit dan penyakit pada badannya, juga orang tersebut jiwa sehat. Jiwanya dapat digunakan untuk mendorong lahirnya pikiran-pikiran positif. Jiwanya mandiri, pada tubuh sendiri. Hanya saja, oarang tidak dapat hidup sendiri. Orang untuk hidup jelas membutuhkan orang lain. Mungkin juga membutuhkan makhluk selain manusia. Kebutuhan akan orang lain itu mutlak. Bahkan untuk pertama kali proses pembentukan manusia pun, memerlukan seorang ibu yang mengandungnya. Jelas orang akan selalu memerlukan orang lain untuk dapat hidup di dunia ini dengan enak. Orang harus bekerja, dan berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Tetapi tidak mungkin semua kebutuhan itu akan terpenuhi hanya dengan usaha sendiri. Bekerja sendiri memenuhi kebutuhannya sendiri, tanpa ada keterlibatan orang lain. Sedikit atau banyak tetap memerlukan orang lain.
Hanya saja, mungkin terdapat orang yang lebih merasa senang dan tenang kalau sendirian. Jika berkelompok dengan orang lain dia, akan mengalami mengalami kebingungan, bahkan, jika dilihat orang. Perilakunya menjadi tampak aneh, atau jika berkumpul dengan orang dia menjadi anti sosial. Dia melihat orang lain itu serasa hanya melihat kelemahan dirinya. Maka dia kemudian menyendiri lagi. Tidak suka melakukan silaturahmi. Dia .. mengalami gangguan dalam berkehidupan bersama. Aspek sosialnya .. lemah. Boleh jadi orang demikian dikatakan tidak sehat. Setidaknya,.. kesehatannya sosialnya. Orang yang sakit sosialnya, dapat dilihat dari ketidakmampuannya untuk melakukan usaha untuk bekerja-sama. Misalnya, jika diajak untuk bersama-sama melakukan siskamling, maka orang tersebut tidak mau, tidak merasa memiliki rasa kebersamaan, bahkan mencemoohkan, dan lain sebagainya. Kemampuan bersosialisasi merupakan salah satu indikasi sehat, yang juga harus diperhatikan dalam menentukan sehat tidaknya seseorang.
Seseorang yang sehat badannya. Dia mampu mengendalikan dirinya. Dia sehat badan dan jiwanya. Juga dia mampu berkehidupan bersama, membentuk diri, menjadi bagian dari masyarakat lingkungannya. Bersama bekerja dan berperan membentuk masyarakat yang teratur, tertib dan aman. Artinya, dia juga sehat dari aspek sosialnya. Juga, produktif secara sosial. Juga dari kehidupannya di masyarakat dia bekerja, dan mampu memperoleh penghasilan. Dia juga produktif secara ekonomi. Kesejahteraan dia peroleh baik aspek sosial dan ekonomi. Mungkin demikianlah definisi sehat menurut undang undang kesehatan tersebut. Secara sederhana konsep sehat menurut undang undang kesehatan ini dapat digambarkan sebagai berikut –lihat gambar 2-Sehat menurut konsep ekologis adalah keadaan seimbang antara host, agent dan environmentUntuk dapat sehat, memerlukan makanan yang baik, minuman yang bersih, memerlukan pakaian, udara yang bersih, memerlukan lingkungan biotik dan abiotik yang mendukung terpeliharanya kesehatan tubuh manusia.
Pada prinsipnya untuk sehat diperlukan lingkungan yang sehat, yang mendukung untuk terpeliharanya kesehatannya manusia. Bahkan tidak sekedar istilah memerlukanlingkungan yang bersih, tetapi memerlukan lingkungan yang seimbang dengan kebutuhan kesehtan manusia. Suatu keseimbangan ekosistem diperlukan untuk berlangsungnya kehidupan populasi yang ada di lingkungan itu. Sehat menurut konsep ekologis mempertimbangkan keberadaan tiga unsur, yaitu: 1) host yaitu manusia, 2) agent yaitu penyebab sakit, dan 3) lingkungan – environment- yaitu tempat populasi –manusia- itu hidup.
Keseimbangan ketiga unsur tersebut mutlak diperlukan untuk mencapai derajat sehat. Hanya saja ketiga unsur itu selalu bergerak, sehingga usaha untuk mempertahankan sehat adalah sebuah kegiatan dinamis. Tidak seperti sebuah keseimbangan mati, tetapi keseimbangan yang selalu diusahakan, karena ketidak stabilan kondisi ketiga unsur penentu kesehatan itu. Konseptual, sehat secara ekologik digambarkan sebagai sebuah neraca –lihat gambar 3-
Neraca sehat dalam konsep ekologis terdiri atas manusia –host-, dan penyebab sakit –agent- sebagai lengan timbangan, dan lingkungan –environment- sebagai titik tumpuan. Posisi host dan agent harus lurus dan seimbang, dan posisi environment harus dapat diatur agar terbentuk keseimbanagn antara host dan agent. Juga, keberadaan host dan agent harus dapat dikontrol agar selalu terbentuk kondisi seimbang. Pada prinsipnya, ketiga unsur itu harus selalu dinamis. Kesehatan selalu berusaha untuk membuat kondisi ketiga unsur tersebut menghasilkan keseimbanngan host dan agent.
Hanya saja harus dimengerti, bahwa host adalah selalu manusia. Sementara environment dan agent tidak boleh dimengerti sebagaimana arti terjemahannya. Agent dan environment harus dalam difahami dalam arti yang luas. Agent sebagai penyebab sakit, dapat difahami sebagai unsur biotik, yaitu kuman penyebab sakit, seperti virus, prion, bakteri, parasit dan lain-lainnya. Tapi mungkin juga agent itu adalah manusia juga. Juga mungkin agent itu adalah unsur abiotik, seperti racun, makanan yang tidak diterima oleh tubuh –alergen-. Mungkin juga agent itu adalah psikogen –penyebab gangguan jiwa-. Seperti keramaian, kesusahan, problema berat, dan lain sebagainya. Sedang, untuk pengertian environment,... Environment adalah medium –media- dimana host dan agent berada. Medium mana dapat berubah-ubah dan perubahan yang terjadi pada medium itu dapat mempengaruhi keseimbangan host dan agent. Boleh jadi perubahan itu secara khusus hanya mempengaruhi salah satunya –host saja atau agent saja-, tapi dapat juga mempengaruhi keduanya. Misalnya, pada musin hujan. Suhu lingkungan menjadi lebih dingin. Terjadi genangan air lebih banyak. Sampah sukar mengering, sehingga pembusukan lebih mudah. (lihat gambar 4: environment bergeser ke kiri. Sehingga mengakibatkan ketidak seimbangan host dengan agent). Pembusukan sampah organik, merupakan media untuk lalat menaruh telurnya. Maka, dapat dibayangkan. Terjadi jumlah lalat yang banyak. Terjadi peningkatan jumlah nyamuk. Lalat dan nyamuk merupakan vektor –pembawa- penyakit seperti desentri, demam berdarah, gangguan pencernaan, tifus, muntaber, chikungunya, dan lain sebagainya. Disini environment mempengaruhi agent (menjadi lebih virulen), juga mempengaruhi host. Hal mana berakibat tidak terbentuknya keseimbangan host dan agent.
Host
agent
environment Gambar 4: Pergeseran E mempengaruhi keseimbangan H & A
Juga pada musim hujan, suhu dingin menyebabkan sistem saraf simpatis manusia meningkat, dan parasimpatis menurun. Sehingga pencernaan mudah mengalami gangguan, seperti kembung, dan ‟masuk angin‟. Kondisi demikian membuat manusia menjadi tidak sehat –mudah sakit-. Disini environment mempengaruhi host. Juga harus diingat, bahwa tubuh manusia adalah lingkungan juga, bagi tumbuhnya kuman komensal –kuman coli di usus besar- yang keberadaannya juga diperlukan oleh tubuh manusia. Juga,.. harus dimengerti, bahwa enviroment tidak hanya medium dalam arti fisik. Boleh jadi environment adalah medium psikik. Seperti lingkungan yang kumuh, tidak teratur, banyak kejahatan. Lingkungan demikian adalah medium psikik yang buruk untuk kesehatan jiwa. Sehingga environment dalam hal ini dapat merupakan psikogen atau menjadi agent. Keberadaan enviroment tidak hanya berarti pemeliharaan lingkungan yang bersih dan aman, dimana disitu manusia tinggal. Tapi juga, keberadaan lingkungan yang lebih luas yang secara tidak langsung dan langsung juga berpengaruh pada kesehatan manusia. Jadi, termasuk pengertian environment disini adalah keberadaan lingkungan yang lebih luas. Seperti,.. adanya hutan dengan pohonpohonnya. Keberadaan hutan yang terlindungi juga menjadi pertimbangan untuk mendapat sehat. Bagaimana jika hutan itu gundul? Maka secara langsung akan berpangaruh pada kualitas dan kuantitas air bawah tanah. Keberadaan hutan juga berpengaruh pada kesehatan udara. Dengan banyak pepohonan, maka kualitas oksigen akan lebih baik, banyaknya dedaunan akan mampu menangkap debu, sehingga udara menjadi lebihbersih. Padahal air dan udara merupakan kebutuhan utama manusia, selain makanan. Jadi pengertian lingkungan disini termasuk lingkungan udara, tanah, dan air Suatu pengelolaan host, agent dan environment yang dinamis dan tepat, diperlukan untuk membentuk keseimbangan dari ketiga unsur tersebut. Hasil akhir dari keseimbangan dari host, agent dan environment adalah sehat. -Konsep sehat ekologik alternatif Ilustrasi keseimbangan ekologik yang dinamis, dapat saya gambarkan sebagai segitiga sama kaki, halmana ketiga sisinya dalah host (H), agent (A) , dan environment (E). Posisi A,H, dan E dinamis. Posisi E tidak selalu sebagai alas, tapi dapat berubah sebagai sisi yang mana saja. Asal panjang sisi sisi itu tetap sama, maka sehat menurut konsep ekologik terpenuhi. Perubahan panjang salah satu sisi saja dari segitiga sama sisi itu, akan merubah konsep keseimbangan, dan menjadikan segitiga itu tidak sama sisi lagi, yang berarti sakit. Lihat gambar 5&6.
AGENT
HOST
ENV Gambar 5: konsep sehat ekologis Terdapat keseimbangan dari sisi A,H,E
AGENT
HOST
ENV Gambar 6: Perubahan panjang di sisi E yang merubah konsep Sehat ekologik.
Perubahan bentuk dari segitiga sama sisi, ke bentuk segitiga yang lain menunjukkan adanya ketidak-seimbangan dan itu merupakan adanya penyakit dalam diri individu itu. Hanya saja harus dimengerti bahwa pada setiap orang, besar, kecilnya segitiga itu berbeda-beda. Perbedaan itu terjadi terkait dengan adanya perbedaan lingkungan (environment) dari invidu itu berbeda-beda. Juga, dapat jadi perbedaan itu tidak menyolok pada orang yang selingkungan, karena memiliki pola ekosistem yng relatif sama. Hanya saja perbedaan itu dapat sangat jelas, jika lingkungan atau ekosistem dari masyarakat satu dengan yang lain itu mencolok. Seperti, penduduk Irian pedalaman, akan memiliki ukuran segitiga yang berbeda dengan penduduk Bali, misalnya. Perbedaan itu tidak menjadi masalah, selama segitiga itu merupakan segitiga sama sisi,.. maka mereka dikatakan sehat.
Contoh kasusnya adalah sel darah merah penduduk Irian Jaya berbentuk bulan sabit. Bentuk sel bulan sabit ini dapat dikatakan sebagai kondisi adaptasi terhadap lingkunganyang endemik malaria. Bentuk sel darah bulan sabit tersebut membuat merozoit tidak dapat berkembang di dalam sel darah merah, hal mana berakibat plasmodiun tidak dapat berkekembang biak dalam tubuh orang tersebut. Sehingga, .. orang-orang irian jaya akan kebal terhadap infeksi malaria. Sementara, .. dikatakan kalau olah dengan sel darah merah berbentuk bulan sabit maka dia dikatakan memiliki sel darah merahnya tidak normal, dan potensial menderita anemia yang disebut sickle cell anemia. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi orang irian. Bentuk sel darah merah yang berbentuk bulan sabit tersebut adalah bentuk yang ideal. Karena memberi mereka kemampuan atau kekebalan dari infeksi malaria. Kondisi sel darah –berbentuk bulan sabit- tersebut merupakan proses alami untuk memenuhi konsep sehat ekologik. Selanjutnya,.. bentuk sel darah merah orang Bali, pada umumnya adalah ‟normal‟, maksudnya sel darah merahnya tidak berbentuk bulan sabit, sama seperti pada umumnya sel darah manusia yang lain. Bentuknya adalah cekung ditengah. Bentuk sel darah merah yang normal tersebut adalah sel darah merah yang diperlukan oleh merozoit untuk dapat berkembang biak. Boleh jadi jika orang bali datang ke irian jaya, maka akan dengan mudah terkena infeksi malaria. Dan menjadi sakit malaria. Bahkan, .. beresiko meninggal dunia. Hal ini terjadi, karena tidak terbentuk keseimbangan antara agent, host dan environment. -Konsep sehat prismatik Sehat merupakan kebutuhan manusia. Hanya saja, diatas semua kebutuhan manusia tersebut, tidak dapat tidak manusia membutukan tuhan. Tuhan diyakini oleh manusia keberadaannya. Keberadaan tuhan sebagai dzat yang menciptakan manusia dan alam semesta. Kebutuhan terhadap tuhan mutlak adanya. Orang akan merasa kehilangan pegangan saat kehilangan tuhan. Manusia normal, tidak bisa tidak, pasti bertuhan dan akan berusaha melaksanakan perintah tuhannya. Mempertahankan ketaatan pada tuhan merupakan komponen sehat, bahkan yang utama. Dapat dikatakan orang yang tidak dapat mentaati tuhan adalah orang yang tidak sehat.
Memperhatikan konsep sehat prismatik, maka penulis perlu menambahkan adanya aspek spiritual reliji dalam konsep sehat ekologik. Hanya saja, topografi dari konsep sehat prismatik terbentuk sebagai prisma yang tersusun atas 4 buat segitiga sama kaki. Ke-empat segitiga tersebut harus selalu terjaga panjang rusukrusuknya agar bentuk prismatiknya selalu sempurna. Empat segitiga itu dapat digambarkan sebagai 1) ketuhanan (spiritual reliji); 2) kemanusiaan (host); 3) lingkungan (environment); dan 4) penyebab sakit (agent).
A H
E R
Gambar 7: Konsep Sehat Prismatik HAER (host,agent,environment, reliji) -Proses untuk mencapai sehat. Usaha untuk mendapat sehat dibutuhkan perencanaan yang baik. Usaha untuk itu dikenal dengan usaha yang paripurna. Usaha untuk mencapai sehat dilakukan tidak diawali dengan mengobati orang sakit. Malah jauh sebelum orang itu menjadi sakit usaha untuk mendapat sehat harus sudah dilakukan. Tahap pertama kali yang harus dilakukan adalah promotif, yaitu usaha memberikan pengetahuan pada manusia –masyarakat- untuk memahami masalah kesehatan. Berbagai penelitian sudah menunjukkan bahwa pengetahuan kesehatan berkorelasi dengan derajat kesehatan. Usaha pada fase ini adalah dengan memberikan penyuluhan, pelatihan tentang usaha untuk mendapatkan sehat. Pada dasarnya pada fase ini manusia diharapkan memiliki pengetahuan masalah kesehatan,baik dari aspek kognitif –pengetahuan-, ketrampilan –psikomotor-, juga sikap –afektif- untuk hidup sehoat Tahap kedua adalah preventif. Yaitu pencegahan. Pencegahan agar tidak sampai menjadi sakit. Fase kedua ini bentuk kegiatannya adalah membuat kondisi dari seluruh faktor, mendukung untuk mendapatkan sehat. Bentuk kegiatan fase ini yang paling dikenal adalah imunisasi. Selain imunisasi adalah makan makanan bergizi dan seimbang. Berolah raga, cukup istirahat. Usaha preventif tidak hanya berwujud usaha yang diarahkan untuk badan fisikal saja. Usaha preventif yang bersifat kejiwaan juga diperlukan. Seperti, memiliki kesadaran akan adanya keterbatasan manusia, dan mengakui adanya tuhan –Alloh- sebagai penentu – takdir- dari seluruh peristiwa kehidupan yang ada ini. Kesadaran akan perlunya kesabaran, tidak boleh ‟ngoyo‟ dalam arti memaksa diri. Berbagai bentuk kesadaran itu adalah usaha preventif dari unsur kejiwaan, dan dapat mencegah timbulnya sakit, baik fisik maupun mental. Tahap ketiga adalah kuratif. Yaitu tahap pengobatan. Tahap ini dilakukan jika manusia sudah mengalami sakit. Orang sakit harus diobati. Maka usaha untuk medapat sehat dilakukan dengan mengobati orang yang sakit. Pengobatan dapat dilakukan dengan rawat jalan, pada dokter praktik swasta, atau di poliklinik rumah sakit. Dapat juga usaha preventif ini dilakukan dengan memondokkan –rawat tinggal- manusia sakit ke rumah sakit. Kecenderungan masyarakat saat ini masih pada fase ini, artinya mereka untuk memelihara kesehatannya, baru setelah sakit. Konsep seperti ini dikenal dengan istilah PARADIGMA SAKIT. Padahal jika
orang sudah sakit, maka biaya yang akan dikeluarkan menjadi tidak dapat dihitung, dan bahkan akan cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan berusaha menjaga kesehatan jangan sampai masuk jatuh ke posisi sakit. Pemeliharaan sehat yang dilakukan pada tahap ke satu dan kedua, adalah usaha pemeliharaan kesehatan yang paling ideal. Memelihara kesehatan pada tahap satu dan kedua disebut PARADIGMA SEHAT. Tahap keempat adalah rehabilitatif. Fase keempat ini merupakan upaya untuk memulihkan kesehatan setelah orang sakit mendapat perawatan kuratif, dan sudah dinyatakan sehat oleh dokter yang merawat. Hanya saja masih diperlukan adanya pemulihan kesehatannya agar kembali normal seperti sebelum sakit. Empat tahap tersebut diatas termasuk dalam konsep sehat dilihat dari aspek proses untuk mencapai sehat. Idealnya dominasi usaha kesehatan diletakkan pada tahap kesatu dan kedua. Upaya untuk mengedepankan usaha sehat dengan mengoptimalkan tahap kesatu dan kedua dikenal dengan PARADIGMA SEHAT. Sedang usaha mendapat sehat jika dilakukan sebagian besar pada tahap ke tiga – yaitu tahap kuratif- dikenal dengan istilah PARADIGMA SAKIT. Sebaiknya paradigma sakit yang saat ini mendominasi pemikiran masyarakat dan tenaga kesehatan dalam upaya mencapai sehat, harus digeser ke paradigma sehat yaitu memperbanyak usaha sehat dengan melakukan usaha tahap pertama dan kedua – yaitu tahap promoti dan kuratif-. -Kebutuhan pelayanan kesehatan Untuk dapat memelihara kesehatan masyarakat, maka diperlukan berbagai sarana. Keberadaan sarana-sarana tersebut tidak dapat ditinggalkan. Sarana tersebut antara lain adalah: 1) institusi pelayanan kesehatan –seperti rumah sakit, puskesma, balai pengobatana dan poliklinik, rumah bersalin, praktik dokter, prakti bidan atau perawat, dan lain-lainnya.-. 2) sumber daya manusia kesehatan –seperti dokter, perawat, bidan, apoteker, assisten apoteker, dan lain sebaginya-. 3) sistem manajemen pelayanan kesehatan. 4) ekonomi kesehatan. 5) Teknologi kesehatan, 6) kebijakan atau politik kesehatan.
Seluruh keterangan diatas dapat memberi gambaran pada kita semua, bahwa sehat atau kesehatan dan usaha untuk mencapai sehat, memerlukan pengetahuan dan sarana. Keberadaan unsur-unsur dan sarana penunjang tersebut tidak dapat diabaikan. Meskipun secara bertahap, keberadaan seluruh sarana dan pengetahuan
kesehatan harus diwujudkan, dengan memperhatikan menyuluruh dari berbagai aspek kebutuhan manusia.
kebijakan
secara
Hanya saja perlu diketahui, bahwa sehat adalah pusatnya. Dapat dikatakan demikian karena hampir semua ilmu dan teknologi dapat diterapkan pada manusia. Lalu apa tujuannya jika ujung-ujungnya adalah untuk memuaskan manusia? Tidak lain adalah untuk mendapatkan kesejahteraan lahir batin dan itu .. tidak lain adalah sehat dalam pengertian holistik, yaitu sehat fisik, mental dan sosial.
Kuliah 2
DEFINISI HUKUM Mendefinisikan hukum akan lebih mudah kalau diambil dari kamus yang kemudian disalin dan ditulis dalam tulisan ini. Hal ini dilakukan untuk memberi pengertian bahwa istilah hukum memiliki arti yang luas, tidak hanya sekedar berarti aturan perundang-undangan saja. Seperti apa arti kata hukum, marilah kita pelajari beberapa istilah yang menggunakan kata hukum.. -Hukum ilmiah Hukum ilmiah biasanya adalah suatu pernyataan di dalam dunia ilmu pengetahuan yang biasanya berupa hipotesis yang sebelumnya telah didukung oleh percobaanpercobaan dan menyangkut teori-teori sebelumnya yang dapat mendukung teori dan hukum tersebut. Dalam sejarahnya, hukum sains dapat diilhami berdasarkan suatu percobaan secara ilmiah, ada juga hukum tersebut dibuat atas dasar pemikiran yang kritis atau dengan sesuatu keadaan coba-coba bahkan atas sesuatu ketidak-sengajaan. Hukum ilmiah dapat kita ambil contoh hukum Archimedes (+-250 SM). Hukum Archimedes berbunyi "Jika suatu benda dicelupkan ke dalam sesuatu zat cair, maka benda itu akan mendapat tekanan keatas yang sama besarnya dengan beratnya zat cair yang terdesak oleh benda tersebut". Arti kata hukum disini dimaksudkan untuk menunjukkan adanya keteraturan atau kejegan dari kenyataan alam, fakta alamiah. Keteraturan itu kemudian dikaji berulang dalam penelitian, dan setelah diperoleh kenyataan adanya pola yang ajeg maka jadilan hukum ilmiah. Banyak sekali hukum ilmiah selain hukum Archimedes diatas, hal mana kata hukum dipakai untukmenunjukkan adanya keajegan tata-aturan alam. -Hukum adat Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Hukum dalam hal ini difahami sebagai tata-aturan perilaku anggota masyarakat adat.
Kata hukum dalam hukum adat, dapat diartikan sebagai pedoman perilaku masyarakat –lokal- pada wilayah tertentu. Hukum adat dapat juga dilihat sebagai kebiasaan yang sudah menjadi pedoman perilaku. Memiliki kekuatan untuk memberi sanksi kepada anggota masyarakatnya, baik berwujud sanksi batin maupun lahir. -Hukum dalam arti normatif atau hukum positif adalah suatu sistem aturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah, atau otoritas lainnya melalui lembaga atau institusi hukum. Definisi "hukum" dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997): peraturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas. undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat. patokan (kaidah, ketentuan). keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan, vonis -Hukum dalam arti sanksi Hampir kita semua pernah dihukum. Setidaknya oleh orang tua kita masingmasing. Dihukum karena tidak mentaati perintah orang tua. Atau karena kita melakukan kesalahan. Kemudian orang tua memberi hukuman agar tidak lagi mengulangi perbuatan yang tidak baik itu. Dihukum dalam hal inilebih dekat dengan arti sebagai sanksi. Artinya, apabila orang tua itu menghukum anaknya, berarti memberi sanksi. Bentuk sanksi hukum itu dapat bermacam-macam seperti sanksi administrasi, sanksi pidana, sanksi perdata, sanksi etik
-Hukum dalam arti petugas/aparat penegak hukum Seorang pengemudi kendaraan umum, maka akan mengartikan hukum sebagai petugas polisi lalu lintas. Karena kalau tidak ada petugas pengemudi akan dapat berkendaraan dan parkir sembarangan, tanpa memperhatika rambu-rambu lalulintas. Jika, lampu diperempatan jalan merah seharusnyalah pengguna jalan raya berhenti, dan memberi kesempatan pihak lain yang sedang mendapat lampu hijau. Miskipun demikian tidak berarti jika lampu merah baru menyala, beberapa orang pengguna jalan akan berhent i…, malah bersegera dia mempercepat kendaraannya sebelum pihak yang hijau berjalan. Dia lakukan hal itu …, karena dia tahu diperempatan itu tidak ada petugas polisi lalulintas yang sedang berjaga. Karena tidak ada petugas/aparat penegak hukum, dia berpikir tidak mengapalah. Dalam hal ini terlihat ketaatan pada hukum dilekatkan pada keberadaan aparat penegak hukum. Dalam hal seperti ini dapat dipahami, bahwa adanya hukum jika ada aparat penegak hukum.
Mungkin demikian juga halnya yang terjadi pada seorang penjahat. Dia akan mengartikan hukum adalah polisi, hakim atau jaksa. Dia akan berpikir jika tidak ada polisi, jaksa dan hakim, mungkin dia akan bebas dari hukum, bebas dapat berbuat apa saja. Gara-gara adanya aparat penegak hukum itu maka itu penjahat harus berhati-hati jangan sampai dapat tertangkap atau diketahui oleh mereka. -Hukum bagi sarjana hukum / pengacara, dokter Seorang sarjana hukum -mungkin- akan mengartikan hukum sebagai aturan perundangan-undangan. Seorang dokter mungkin akan mengartikan hukum sebagai aturan pidana atau perdata. Bagi seorang sarjana hukum, hukum dalam arti peraturan perundang-undangan adalah alat untuk menegakkan hukum. Hukum adalah tuntunan normatif, untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah, dari sebuah kasus pertikaian. Untuk itu diperlukan kepastian hukum. Suatu norma pasti yang hanya didapat dari pasal-pasal yang terdapat di dalam tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Pengertian hukum dilihat sebagai tata aturan yang berlaku saat ini, dalam suatu wilayah tertentu, adalah pengertian hukum sebagai hukum positif. Bagi sarjana hukum, aturan itulah hukum. Hukum dalan arti tata hukum yaitu hukum positif merupakan arti yang paling banyak fahami oleh masyarakat. Mungkin demikian juga bagi dokter. Dokter malah melihat hukum itu mungkin sebagai penghambat kinerjanya jika tidak dituruti. Bahwa hukum adalah adalah pengancam kebebasan profesi dokter. Maka boleh jadi dokter melihat hukum sebagai ancaman. Isinya hukum hanya sanksi-sanksi. Seperti dokter dikenai sanksi pidana denda 100 juta, dan atau kurungan 3 bulan. Hukum sepertinya dimengerti dokter sebagai deretan ancaman. Jika tidak menuruti hal ini, atau hal itu, maka akan dikenai sanksi pidana sekian bulan kurungan dan sekian ratus juta denda. Sehingga, .. bagi dokter hukum adalah ancaman, atau sanksi. Disini, dokter, .. memahami hukum sebagai sanksi. Atau, kumpulan sanksi. -Hukum dalam arti ilmu pengetahuan Hukum dalam arti sebagai ilmu hukum, maka.. hukum dilihat sebagai suatu kenyataan yang ada. Hukum sebagai obyek kajian. Keberadaanya hukum itu dikaji, bagaimana bentuk hukum itu. Bagaimana berlakunya hukum itu. Ilmu hukum bertujuan untuk mendiskripsi obyak kajiannya –yaitu hukum- apa adanya.
Hukum dicoba dikaji dengan mendalam, diuraikan, bagaimana anatomi hukum, topografi hukum, fisiologi hukum, patologi dan patofisiologinya hukum. Juga,.. bagiaman menterapi hukum itu, jika hukum itu sakit. Juga,.. bagaimana isi dari hukum itu, jika hukum dibedah. Bagaimana bentuk dari jantung hukum itu. Bagaimana sistem organ dalam hukum itu dapat bekerja, dan bagaimana organoragan yang ada itu dapat secara sinkron bekerja sama, atau bagimana jika organ itu sakit. Muncul kanker dalam tubuh hukum itu. Bagiamana cara mengobatinya. Dan seterusnya, sehingga ilmuwan dapat menerangkan. Jika ditanya apa itu hukum? Segala keterangan tentang hukum itulah yang disebut ilmu hukum, atau hukum dalam arti ilmu pengetahuan hukum. -Beberapa definisi hukum juga dikemukakan oleh para ahli hukum, seperti MEYERS: hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melakukan tugasnya LEON DUGUILT: hukum adalah aturan tingkah laku para anggota amsyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu dinidahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggran itu. IMMANUEL KANT: hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, meneruti peraturan hukum tentang kemerdekaan. UTRECHT: hukum adalah himpunan peraturan –berisi perintah dan laranganyang mengurus suatu tata tertib masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat. S.M. AMIN: hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi, dan tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga kemanan dan ketertiban terpelihara. SIMORANGKIR dan WOERJONO SASTROPRANOTO: hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingakh laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu. TIRTAATMIDJAJA: hukum adalah semua aturan –norma- yang harus diturut dfalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti dengan mengganti kerugian –jika melanggar aturan itu- berpa hal yang akan membahayakan dirinya sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilanhan kemerdekaan, didenda, dan sebagainya.
-DEFINISI HUKUM KESEHATAN. Dikaitkan antara pengertian sehat atau kesehatan dengan arti hukum –khususnya hukumpositif-, maka hukum kesehatan dapat diartikan sebagai segala macam aturan yang terkait dan bertujuan untuk mencapai sehat. Oleh karena untuk mencapai sehat, mengkaitkan lingkungan –sehat menurut model ekologi- maka segala aturan yang berhubungan dengan lingkungan yang menunjang baik langsung dan tidak langsung terhadap kesehatan manusia dapat ditarik menjadi bagian dari hukum kesehatan.
Definisi diatas juga mengandung arti luasnya ruang lingkup hukum kesehatan. Leenen dalam Soeryono 1987, menyebutkan ....”hukum kesehatan mencakup semua aturan hukum yang secara langsung berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan yang terganggu atau tercemar, dan penerapan aturan-aturan hukum perdata serta hukum pidana selama aturan-aturan itu mengatur hubunganhubungan hukum dalam pemeliharaan kesehatan” Luasnya ruang lingkup hukum kesehatan, mengharuskan kita untuk mengetahui cabang-cabang dari hukum kesehatan itu, untuk kemudian kita ambil salah satu atau beberapa dari cabang ilmu kesehatan itu, untuk kemudian kita kaji dengan baik. -Cabang-cabang hukum kesehatan Pelayanan kesehatan memerlukan tempat untuk memberikan pelayanan ksehatan pada masyarakat yang membutuhkan. Pada tingkat dasar pemerintah menyediakan puskesmas, kemudian rumah sakit. Rumah sakit sendiri ada beberapa tingkat. Mulai dari rumahsakit klas A sampai dengan klas C.
Kemudian kalau dilihat tata aturan yang mengatur perihal rumah sakit, maka, dapat kemudiankita menyebut adanya hukum perumahsakitan. Jika aturan ituterkait dengan puskesmas, dapat kita sebut hukum kepuskesmasan. Jika terkait dengan aturan tentang rumah bersalin, dapat kita sebut hukum per-RB-an. Selain memerlukan institusi pelayanan kesehatan –seperti rumahsakit, poliklinik, puskesmas, dll-, maka pelayanan kesehatan juga memerlukan sumber daya mansuia yang bekerja di institusi tersebut. Misalnya dokter, perawat, bidan, ahli gizi, danlains ebagainya. Jika melihat aturan yang terkait dengan profesi dokter, maka dapat juga kita menyebut adanya hukum kedokteran. Jika, kemudian aturan itu dikaitkan dengan keberadaan perawat, dapat kita sebut hukum keperawatan. Jika terkait dengan profesi bidan, dapat juga kita sebut adanya hukum kebidanan, demikian seterusnya, senyampang aturan itu kita coba perhatikan kaitannya dengan profesi kesehatan, maka dapatlah kita melihat adanya cabang hukum kesehatan di bidang profesi tersbut.
RUMAH SAKIT
DOKTER
HUKUM PERUMAHSAKITAN
HUKUM KEDOKTERAN
-Catatan: Bidang kesehatan, merupakan bidang yang dapat dimasuki oleh segala disiplin ilmu. Hukum kesehatan, merupakan cabang dari bidang hukum yang menekuni aspek hukum terkait pelayanan kesehatan. Ekonomi kesehatan, merupakan cabang dari bidang ekonomi yang mengkaji aspek ekonomi terkait pelayanan kesehatan. Manajemen kesehatan, merupakan bidang manajemen yang menekuni sisi manajerial dari pelayanan kesehatan. Termasuk juga dalam hal ini, seperti teknologi kesehatan, biologi kesehatan, informatika kesehatan, filsafat kesehatan, sosiologi kesehatan, dan lain sebagainya.
Kuliah 3 TUJUAN HUKUM Manusia tidak dapat hidup sendirian. Untuk dapat hidup dengan baik, maka manusia memerlukan manusia lainnya. Disini menunjukkan manusia dalam hidupnya selalu akan membentuk masyarakat –sosial-, sehingga sering juga manusia itu disebut sebagai zoon politicon, artinya manusia masyarakat. Terbentuknya masyarakat akan memudahkan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Terdapatnya berbagai macam kebutuhan manusia tersebut, akhirnya di dalam masyarakat akan terbentuk berbagai macam jenis hubungan antar anggota masyarakat itu. Hubungan dalam rangka perdagangan, hubungan pelayanan kesehatan, hubungan pendidikan, dan lain sebagainya. Selain itu di dalam masyarakat terdapat berbagai macam karakter dari manusiamanusia yang ada di dalamnya. Juga terdapat perbedaan kekayaan atau pemilikan, hal mana satu dengan lainnya akan saling membutuhkan. Kepentingankepentingan yang berkembang ada di dalam masyarakat, sangat beraneka ragam. Di dalam masalah pelayanan kesehatan, maka masyarakat akan memerlukan dokter –atau tenaga kesehatan lainnya- dalam upayanya untuk memelihara kesehatannya. Sebaliknya, dokter juga memerlukan pasien untuk menerapkan ilmunya dan untuk mendapat penghasilan -uang-. Kepentingan dari perseorangan dan kepentingan golongan-golongan manusia kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian, bahkan peperangan antara semua orang melawan semua orang, jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan perdamaian. Dan hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan di antaranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan (mengatur pergaulan hidup secara damai) jika ia menuju peraturan yang adil, artinya, peraturan pada mana terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi, dan berusaha memberi setiap orang, untuk memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya. Beraneka-ragamnya hubungan itu, maka para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubunganhubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam perhubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan keinsyafan tiap-tiap anggota masyarakat itu. Tata-aturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap
bentuk hubungan yang ada dalam masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. Setiap pelanggar peraturan hukum yang ada, akan dikenakan sanksi yang berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukannya. Agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu. Hanya saja, juga harus diketahui bahwa keadilan tidak sama dengan pesamarataan. Keadilan tidak berarti tiap-tiap anggota masyarakat mendapat bagian yang sama. -Jenis Keadilan Untukhal ini Aristoteles membagi keadilan dalam dua arti, yaitu 1) keadilan distributif, dan 2) keadilan komutatif. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. la tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan, melainkan kesebandingan. Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa orangperorang. Keadilan komutatif ini, memegang peranan dalam tukar-menukar, pada perdagangan barang-barang dan jasa-jasa, dalam mana terharap sebanyak mungkin persamaan nilai antara apa yang dipertukarkan tersebut. Keadilan distributif terdapat hubungan antara negara dengan warganya, atau masyarakat dengan anggota masyarakatnya. -Tujuan hukum Pertama kali yang membuat hukum adalah Allah SWT. Digunakan hukum olehNYA untuk menetapkan ciptaanNYA ada pada fitrahnya. Hukum buatan Allah dikenal kemudian sebagai hukum alam. Hukum alam ditetapkan agar terjadi keteraturan pola gerak, ciri-ciri, dari benda-benda yang ada di alam semesta. Semua yang ada di alam semesta merupakan ciptaan Allah dan mereka semua menuruti tata aturan tertentu yang sudah ditetapkan oleh Allah, agar tercipta keteraturan alam. Segala apa yang ada di alam ini, menuruti aturan yang telah dibuat Allah. Baik yang mati maupun yang hidup. Makhluk mati mereka seperti batu, besi, kayu, dan lain sebegainya, menempati ciri-ciri khasnya, sebagai wujud keteraturannya. Mereka aka berubah jika mengalami perubahan kimia atau fisika. Perubahan itupun sudah ditetapkan oleh Allah, hal mana perubahan itu dikenal sebagai hukum alam. Tubuh manusia
itupun juga terikat pada keteraturan alamiah tersebut. Segala keteraturan fungsi tubuh manusia, dikenali manusia sebagai ilmu fisiologi. Manusia dengan berbagai organ di dalam tubuhnya, keseluruhan unsur badaninya, adalah keteraturan yang manusia sendiri tidak dapat menciptakannya. Semuanya adalah hukum alam yang dibuat leh Allah SWT. Tujuan dari keteraturan fungsi organ tubuh manusia itu adalah agar tubuh manusia itu dapat berfungsi dengan baik, dapat digunakan oleh akal budi manusia, untuk mengerjakan perintah Allah, mewujudkan ketaatan pada tuhannya. Kemudian tuhan juga membuat tata-aturan pergaulan antar manusia, agar manusia satu dengan yang lain dapat hidup bersama. Mereka yang kuat, tidak mempergunakan kekuatannya untuk memeras yang lemah. Aturan ada diciptakan untuk mendapatkan kebahagian hidup, di dunia juga di akhirat. Menurut Apeldororn, tujuan hukum ialah : mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki terjadinya perdamaian. Perdamaian antar manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya. terhadap yang merugikannya. Perdamaian diperoleh dengan menjaga keadilan tetap terwujud dalam pergaulan di masyarakat. Menurut Subekti dalam Kansil 1984, tujuan hukum adalah untuk mengabdi pada negara. Sedang, tugas pokok negara adalah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyaknya. Hukum, menurut Subekti, melayani tujuan Negara tersebut dengan menyelenggarakan "keadilan" dan "ketertiban," syaratsyarat yang pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan selanjutnya, bahwa keadilan itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadaan keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan. Keadilan selalu mengandung unsur "penghargaan," "penilaian" atau "pertimbangan" dan karena itu ia lazim dilambangkan dengan suatu "neraca keadilan." Dikatakan bahwa Keadilan itu menuntut, "dalam keadaan yang sama tiap orang harus menerima bagian yang sama pula". Dari mana asalnya Keadilan itu? Keadilan, menurut Prof Subekti, S.H., berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Hanya saja, seorang manusia diberi kecakapan atau kemampuan untuk meraba atau merasakan keadaan yang dinamakan adil itu. Dan segala kejadian di alam dunia ini pun sudah semestinya menumbuhkan dasar-dasar keadilan itu pada manusia. Dengan demikian maka dapat kita lihat bahwa hukum tidak saja harus mencarikan keseimbangan antara pelbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan "keadilan," tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan "ketertiban" atau "kepastian hukum".
Ada teori yang mengajarkan, bahwa hukum -semata-mata menghendaki keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut, disebut teori ethis karena menurut teori-teori itu, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran ethis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Teori-teori tersebut menurut Apedoorn, berat sebelah. la melebih-lebihkan kadar keadilan hukum, karena ia tak cukup memperhatikan keadaan sebenarnya. Hukum menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang dalam pergaulan hidup. Jika hukum semata-mata menghendaki keadilan, jadi semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, maka ia tak dapat membentuk peraturan-peraturan umum. Padahal adanya perturan yang bersifat umum inilah yang harus dilakukan. Peraturan yang bersifat umum, adalah syarat bagi hukum untuk dapat berfungsi. Tertib hukum yang tak mempunyai peraturan umum, bertulis atau tidak bertulis, tak mungkin ada. Tak adanya peraturan umum, berarti ketidak-tentuan yang sungguh-sungguh. Mengenai apa yang disebut adil atau tidak adil. Dan ketidaktentuan itu selalu akan menyebabkan perselisihan antara orang-orang, jadi menyebabkan keadaan yang tidak teratur dan bukan keadaan yang teratur. . Jadi hukum harus menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan. Keadilan melarang menyamaratakan : keadilan menuntut supaya tiap-tiap perkara harus ditimbang tersendiri. Kadang-kadang, pembentuk undang-undang sebanyak mungkin memenuhi tuntutan tersebut dengan merumuskan peraturan-peraturan sedemikian rupa, sehingga hakim diberi kelonggaran yang besar dalam melaksanakan aturan-aturan tersebut, atas hal-hal yang khusus. Demikian, terutama jika pembentuk undangundang memerintahkan hakim supaya ia pada keputusannya memperhatikan keadilan. Akan tetapi ada bahaya, bahwa kepastian hukum tak akan dipenuhi seluruhnya, lebih-lebih berhubung dengan kenyataan, bahwa dalam peradilan, terlihat cita-cita untuk selalu memperluas „asas i‟tikad baik", juga melakukannya dalam hal undang-undang tidak menunjuk kepadanya. Jadi dalam hukum terdapat bentrokan yang tak dapat dihindarkan, pertikaian yang selalu berulang antara tuntutan-tuntutan keadilan dan tuntutan-tuntutan kepastian hukum. Makin banyak hukum memenuhi syarat „peraturan yang tetap", yang sebanyak mungkin meniadakan ketidakpastian, jadi makin tepat dan tajam peraturan hukum itu, makin terdesaklah keadilan. De Groot dalam Apeldoorn, menguraikan bentrokan dalam hukum itu secara tepat sebagai berikut : undang-undang antar penduduk dibuat secara umum (yaitu memberi peraturan-peraturan yang umum), walaupun alasannya tidak selalu tepat, karena beranekawarnanya urusan-urusan manusia sangat tidak tentu, padahal
undang-undang harus menetapkan sesuatu yang tentu. Tidak sempurnanya hukum dalam praktek, terjadi karena hakim waktu menjalankan hukum, dalam hal-hal yang nyata, melakukan penafsiran terhadap peraturan-peraturan yang bersifat umum. Hal mana hakim dapat mempergunakan tafsiran bebas untuk menghilangkan atau mengurangkan ketidakadilan. Tetapi usaha itu mengurangi kepastian hukum dan tak selamanya dapat dilakukan. Di dalam pelayanan kesehatan misalnya. Pada hubungan tenaga kesehatan dengan pasien terikat dengan adanya ketentuan hukum perdata. Sesuai pasal 1320 KUH 1 perdata, seorang pasien yang dapat melakukan kontrak terapetik adalah seorang ‟cakap‟, artinya, sudah dewasa, atau sudah menikah. Kemudian, bagaimana jika yang datang adalah anak remaja, (misalnya siswa sekolah menengan pertama) yang membutuhkan pertolongan? Juga ingat, terhadap peraturan jangka kedewasaan yang sama untuk tiap-tiap orang, yang akan mencari SIM (surat ijin mengemudi), dan lain sebagainya. Walaupun demikian, undang-undang tetap memberikan suruhan yang sungguh-sungguh dan tidak meragu-ragukan (walaupun anak itu memerlukan pertolongan, tetaplah dia belum cakapmelakukan kontrak terapetik), sebab berlakulah : lex dura, sed tamen scripta (undang-undang adalah keras, akan tetapi memang demikianlah bunyinya). Contoh lain, pada pasal 1374 KUH Perdata menetapkan bahwa tiap-tiap persetujuan yang dibuat secara sah, mengikat mereka yang membuatnya dengan kekuatan seakan-akan undang-undang. Peraturan tersebut juga berlaku (kecuali dalam beberapa hal), jika dalam hal tersebut salah satu pihak sangat dirugikan karena ia berdasarkan undang-undang harus melakukan prestasi yang nilainya jauh melebihi nilai prestasi pihak yang lain. Dalam hal ini perjanjian itu bertentangan dengan keadilan komutatif. Karena itu maka berdasarkan apa yang disebut laesio enornais, hukum dahulu menyuruh memilih baik si penjual, yang menjual barangnya dengan. harga yang kurang dari setengah, maupun si pembeli, yang membayarnya dengan harga yang lebih daripada harga lipat duanya - jadi walaupun juga tak ada penipuan -- antara tuntutan hukum agar perjanjian jual beli dibatalkan, atau tuntutan hukum untuk membayar kerugian. Alat hukum tersebut tak dimasukkan dalam KUH perdata: orang takut kalau-kalau kepastian hukum karenanya akan terdesak berhubung dengan kesukaran-kesukaran yang besar yang mungkin timbul dalam menetapkan nilai yang tepat dari sesuatu prestasi. Jadi hukum terpaksa harus mengorbankan keadilan sekedarnya guna kepentingan daya guna: ia terpaksa mempunyai sifat kompromi. Bahkan ada terdapat sejumlah besar peraturan-peraturan hukum yang sama sekali tidak mewujudkan keadilan, melainkan semata-mata didasarkan pada kepentingan daya guna, misalnya yang mengenai bukti dan daluwarsa dan peraturan-peraturan yang malahan melindungi „bezitter" hingga batas yang tertentu terhadap „eigenaar" untuk kepentingan perdamaian dalam masyarakat. Itu patut kita sesalkan, akan tetapi tak dapat kita 1)
Kontrak terapetik adalah istilah yang digunakan untuk hubungan yang gterbentuk antara tenaga kesehatan dengan pasien.
mengubahnya : hukum adalah buatan manusia dan sebagai demikian, maka tidak sempurna. Betham dalam Kansil, dengan teori utiliti -nya menyebutkan bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah. Hal yang berfaedah bagi orang yang satu, mungkin merugikan bagi orang lain, maka menurut teori utiliti, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyakbanyaknya pada orang seorang. Kepastian hukum bagi perseorangan, merupakan tujuan dari pada hukum. Bellefroid dalam Kansil mengatakan bahwa isi hukum harus ditentukan menurut asas keadilan dan faedah. Pada dasarnya adanya hukum untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Hukum menjaga dan mencegah orang seorang menjadi hakim atas kasusnya sendiri. Namun tiap perkara harus melalui proses pengadilan dengan perantaraan hakim berdasar ketentuan yang berlaku.
-Hubungan hukum dengan agama, adat, serta kebiasaan. Hukum, agama, adat, serta kebiasaan, adalah tata-aturan yang menata perilaku manusia. Bagaimana pemilahan antara masing-masing aturan tersebut? Adakah dalam agama, adat, serta kebiasaan mempunyai pengaruh atas hukum? Sebenarnyalah agama secara terus menerus mempengaruhi hukum. Demikian pula adat dan kebiasaan. Pada masyarakat yang sudah mendapatkan dakwah agama, maka kebiasaan yang ada dipengaruhi oleh agama, sehingga warna dari agama akan tampak di dalam kebiasaan yang ada pada masyarakat tersebut, dan pada proses selanjutnya hukum dipengaruhi oleh kebiasaan tersebut. Pada dasarnya hukum adalah untuk mendukung dijalankannya norma positif yang diperlukan oleh pemerintah. Norma positif ini jika di negara Indonesia sangat dipengaruhi oleh agama dan adat kebiasaan. Agama Islam yang merupakan agama yang paling banyak dianut oleh penduduk indonesia akan memberi warna paling dominan. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepada hukum positif suatu kekekalan dan kekokohan asas-asas pokok, miskipun ada perubahan pada undangundang dan pengadilan. Sebab kebiasaan yang dilandaskan pada agama, merupakan kekuasaan yang kekal yang ada pada suatu bangsa. Pada umumnya kejahatan yang ditentang oleh hukum, juga ditentang oleh agama. Hukum juga melindungi yang lemah dari pemerasaan yang kuat. Kebaikan didukung oleh hukum, juga oleh agama. Hal ini dapat dilihat pada hukum perjanjian, dimana kebohongan dan penipuan akan membatalkan adanya perjanjian tersebut.
Pembentukan undang-undang akan tidak banyak mengalami penentangan, selama isi dari undang-undang itu sesuai dengan nilai-nilai agama atau kebiasaan yang ada di bangsa itu. Jadi, dapat dikatakan bahwa bukan hukumlah yang menentukan isi dari undang-undang, melainkan pandangan-pandangan susila, atau pandangan dogmatis yang berkembang di masyarakat. Dari gambaran diatas tampak adanya pengaruh yang kuat antara pandangan susila agama pada peraturan perundang-undangan. Sehingga dapat dilihat bahwa kaidah etika yang didasarkan pada agama, juga kebiasaan yang ada di masyarakat, bersama dengan hukum, memperkuat daya masing-masing. Ketaatan pada hukum tidak lagi semata-mata karena kekuasaan yang ada pada pemerintah, melainkan juga didasarkan atas dorongan untuk mengikutinya karena agama.
Kuliah 4 Hukum dan Hak Manusia tidak dapat hidup sendirian. Hubungan manusia satu dengan lainnya tidak pernah berhenti. Kemudian, hukum terus menerus mengatur hubungan antar manusia tersebut. Hubungan antar manusia timbul akibat pemenuhan kebutuhan manusia dan pergaulan antar manusia. Hukum selalu ada, selama ada hubungan antar manusia. Hukum obyektif dan subyektif Hukum misalnya, mengatur hubungan antara seorang dokter (juga tenaga kesehatan lainnya) dengan pasien. Seorang pasien yang datang ke seorang dokter untuk berkonsultasi perihal penyakitnya, maka hukum mengatur bahwa hubungan tersebut adalah hubungan selayaknya hubungan yang terjadi dalam ikatan atau kontrak, hal mana telah diatur dalam perdata. Pada hubungan dokter dengan pasien tersebut, lahir kewajiban dari pasien untuk menyampaikan dengan jujur keluhannya, dan riwayat sakitnya kepada dokter. Dokter dalam posisi ini memiliki hak untuk mendapat informasi secara benar tentang keluhan pasiennya tersebut. Hubungan yang diatur oleh hukum seperti tersebut diatas disebut hubungan hukum. Kemudian, didalam hubungan hukum tersebut akan lahir kewajiban di satu pihak, dan hak di pihak yang lain. Melihat keterangan diatas dapat dirinci arti hukum, yaitu: 1). Hukum obyektif yaitu untuk menyatakan hukum dalam arti peraturan yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih. Disebut sebagai hukum obyektif karena aturan itu berlaku umum, bukan terhadap seorang yang tertentu, atau subyek yang tertentu. 2). Hukum subyektif yaitu untuk menyatakan hubungan yang diatur oleh hukum, hal mana kemudian lahir satu pihak memiliki hak dan pihak lain memiliki kewajiban. Hukum dalam hal ini sudah diterapkan pada sebuah perbuatan dan pada orang tertentu, atau subyek tertentu. Hukum obyektif dan subyektif, walaupun dapat dibedakan tetapi keduanya hanyalah pembedaan yang muncul saat penerapannya. Hukum obyektif adalah peraturan hukumnya, sedang hukum subyektif adalah saat peraturan hukum itu sudah terwujud pada perilaku seorang subyek tertentu pada sebuah hubungan hukum. Sehingga demikian,.. terwujud dalam bentuk hak dan kewajiban. Dengan kata lain hukum subyektif timbul, jika hukum obyektif beraksi.
Hukum dan Hak Berjalannya hukum subyektif melahirkan kewajiban dan hak. Keduanya melekat pada tiap orang dari masing-masing pihak. Keberadaan hukum adalah mengatur hak tersebut, juga memaksakan pihak lain untuk memenuhi hak tersebut. Sehingga dibalik hukum subyektif tersebut berdiri kekuasaan yang memaksa dari hukum obyektif. Hak yang muncul akibat hukum subyektif dapat dilihat dalam 2 bentuk. Pertama adalah hak untuk menuntut orang lain berbuat sesuatu dan kedua kewajiban dari orang lain untuk berbuat sesuatu. Jika seorang tenaga kesehatan akan melakukan tindakan medis, misalnya, .. maka pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang, apa dan bagaimana tindakan medik yang akan diterimanya itu. Untung ruginya, biayanya, dan lain sebagainya. Bahkan, .. hukum memiliki kekuasaan untuk memaksa, tenaga medis untuk memberikan informasi itu dengan memberi sanksi jika tidak melakukannya. Juga,.. muncul kewajiban dari tenaga kesehatan untuk menerangkan perihal tindakan medis yang akan dilakukan tersebut. Demikian juga sebaliknya,.. jika pasien datang ke seorang dokter, maka dokter memiliki hak untuk mendapat informasi yang jujur dari psiennya, yang mana bersamaan dengan itu, pasien memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi dengan jujur pada dokternya. Sehingga harus diingat, bahwa bersamaan dengan adanya hak tersebut, maka juga terdapat kewajiban. Di dalam hubungan dokter pasien, jika dokter akan melakukan tindakan medis, maka dokter harus memberikan keterangan atau informasi kepada pasiennya. Di dalam hal ini pasien memiliki hak untuk mendapat informasi. Jika hak atas informasi sudah diberikan dokter kepada pasien, maka pasien wajib untuk memberikan jawaban setuju atau tidak setuju, terhadap tindakan medik yang akan dilakukan. Sehingga, tidak hanya hak yang dituntut, tapi juga pengamalan kewajiban dari akibat hak yang dimilikinya tersebut. Penyalahgunaan Hak Penyalahgunaan hak dianggap terjadi, jika seseorang menggunakan haknya dengan cara yang bertentangan dengan tujuan untuk mana hak itu diberikan, sehingga berlawanan dengan tujuan dari kemasyarakatannya. Karena adanya hukum adalah untuk melindungi kepentngan kepentingan bersama, maka adanya pemakaian hak tanpa adanya suatu kepentingan yang patut, dikatakan sebagai penyalahgunaan hak. Terlebih jika penggunaan hak itu ditujukan untuk merugikan pihak lain.
Contoh dalam pelayanan kesehatan adalah tenaga kesehatan memilki hak untuk mendapat honorarium setelah bekerja sesuai dengan standart. Namun demikian hak tersebut tentunya tidak dapat dibuatnya sesuka hati (misalnya dengan menarik tarif yang melebihi kebiasaan dokter lainnya menarik tarif), terlebih jika ditujukan untuk merugikan pasiennya. Dalam hal ini asas kepatutan tetap bekerja dalam kehidupan masyarakat. Melihat keterangan diatas, miskipun hukum subyektif memberikan hak, dan tidak ada batasan seberapa batasan dari hak yang diberikan, tetapi dalam pelaksanaan hak tersebut tetap saja terjadi pembatasan dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga, sebenarnya penyalahgunaan hak dilihat dari konsep hukum (filsafat hukum), tidaklah dapat diterima oleh akal. Hanya saja kondisi ini, cuma konsep filosofislah yang mendukung pembatasan pelaksanaan hak tersebut, dengan mengedepakan asas kepatutan. Disana juga tampak, bahwa kekuasaan yang diberikan oleh hukum, berhadapan dengan peraturan tidak tertulis, yang merupakan dasar dari segala aturan hukum. Hukum dan Kekuasaan Di dalam perdata, menamakan hak-hak orang tua terhadap anaknya adalah “kekuasaan orang tua”. Hukum obyektif adalah kekuasaan yang bersifat mengatur. Hukum subyektif adalah kekuasaan yang diatur oleh hukum obyektif. Sehingga sepertinya, .. hukum adalah kekuasaan. Demikianlah memang kenyataannya. Hukum ada digunakan untuk mengatur perilaku manusia-manusia yang terdapat di dalam masyarakat, agar kepentingan orang perorang yang bertentangan tidak mengakibatkan perkelahian, sehingga kekuasaan atau kemerdekaan tiap-tiap orang akan terganggu atau hilang. Hukum ada digunakan untuk memberikan batas-batas kekuasaan, sehingga menimbulkan keseimbangan. Dipersesuaikannya hak dari masing-masing orang, oleh hukum sehingga timbul kedamaian. Tetapi tidaklah berbarti bahawa hukum adalah kekuasaaan semata, atau kekuasaan adalah hukum. Pencuri berkuasa atas barang yang dicurinya, tetapi belum tentu dia berhak atas barang yang dicurinya itu. Hanya saja, di dalam kehidupan senyatanya, tampaklah bahwa mereka yang berkuasalah yang akan menang.. Sebagaimana hubungan dokter dengan pasien, terasa kalau posisi dokter tampak lebih berkuasa dibanding pasien di dalam menentukan akan adanya tindakan kepada pasien. Pasien hanya akan menerima saja apa yang menjadi kehendak dokternya. Dokter dengan ilmunya akan lebih berkuasa dibanding pasiennya. Hukum bersandar pada penaklukan yang lemah oleh yang kuat, hukum adalah susunan definisi yang dibentuk oleh pihak yang kuat, untuk mempertahankan kekuaasannya.
Bahkan, .. aliran positivistik, menarik kesimpulan bahwa kepatuhan kepada hukum itu tak lain daripada tunduknya orang-orang yang lemah pada kehendak orang-orang yang lebih kuat. Jadi hukum adalah hak orang yang terkuat. Membicarakan masalah kekuasaan, maka harus diketahui dahulu, Apa itu kekuasaan? Banyak orang memberi arti pada kekuasaan. Kekuasaan adalah kekuatan fisik artinya orang yang lebih kuat fisiknya akan lebih beruasa. Kekuasaan material, kekuasaan lahir, tentara dan meriam, juga kekerasan. Selain itu juga ada kekuasaan agama, kekuasaan ilmu, juga,.. kekuasaan adat kebiasaaan, kekuasaan kesusilaan. Kekuasaan kesusilaan adalah kekuasaan yang mengisi hati sesorang untuk menuruti pandangan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat mengenai hal yang baik dan yang buruk, patut dan tidak patut, sopan dan tidak sopan. Dan,... hukum seharusnya termasuk dalam kekuasaan kesusilaan. Artinya,... kekuasaan susila dari hukum, yaitu kekuatan hukum yang dilatarbelakangi hati nurani manusia. Atau bentuk hukum yang sesuai dengan kesusilaan. hukum
Hati nurani
Terkait dengan keterangan tersebut adalah perbedaan hukum dengan adat kebiasaan. Hukum jika perlu dipertahankan dengan paksaan yang diatur oleh pemerintahan. Dibelakang hukum pada umumnya berdiri alat-alat kekuasaan materiil dari negara. Jadi,... dibelakang hukum terdapat alat-alat kekuasan materiil. Sehingga kekuasaan materiil bukanlah anasir yang hakiki dari hukum, dan dia bukanlah bagian dari hukum Lain halnya dengan kekuasaan kesusilaan. Kekuasaan kesusilaan adalah anasir esensiil dari hukum (hukum adat kebiasaan). Kekuasaan yang diperoleh hukum dari nilai yang diberikan oleh masyarakat dan berdasarkan kaidah-kaidah kesusilaan itu dapat mengharapkan pentaatan dengan sukarela oleh anggota masyarakatnya. Walaupun demikian tidak selalu tiap-tiap peraturan hukum harus berakar dari kesadaran susila atau kesadaran hukum suatu bangsa. Karena, semua peraturan yang dibentuk oleh kekuasaan yang merupakan kekuasaan hukum, adalah hukum.
Lain halnya jika peraturan itu dibuat oleh seorang preman, yang hanya dapat memaksalan aturan dengan ancaman dengan menggunakan alat-alat materiil. Maka,... yang demikian bukanlah hukum. Sehingga, jika terdapat peraturan yang mengandung penindasan pada yang lemah oleh yang kuat dan menciptakan suatu keadaan yang tidak dikehendaki oleh hukum, maka hal ini berlawanan dengan tujuan adanya hukum, yaitu menghedaki adanya kedamaian. Dengan kata lain bahwa hukum dan kekerasan paksa adalah bertentangan, dan kekerasan harus tunduk pada hukum. Hukum adalah kekuasaan, kekuasaan yang berkeinginan untuk terciptanya keadilan. Miskipun demikian keadilan mutlak hanyalah miliknya tuhan. Hukum dan kebiasaan Hukum adalah aturan normatif yang berkembang dari kebiasaan. Kebiasaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat bersama, yang tidak hanya menjadi suatu kebiasaan belaka. Kebiasaan itu akan diberi nilai oleh masyarakat setempat yang mengamalkan kebiasaan tersebut. Juga perlu difahami bahwa sebuah kebiasaan tidak selalu berwujud bentuk kegiatan yang aktif, atau membutuhkan gerakan anggota badan. Sebuah diam, atau tidak melakukan, atau penolakan, juga dapat merupakan sebuah kebiasaan, yang juga akan diberi nilai oleh masyarakat setempat. Sebagai contoh kebiasaan yang sudah diberi nilai oleh masyarakat di Indonesia adalah memberikan barang kepada orang lain. Di Indonesia terdapat kebiasaan jika akan memberikan barang yang kepada orang lain, maka akan dilakukan dengan tangan kanan. Demikian juga jika akan menerima barang dari orang lain. Sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang memberi atau yang menerima, maka masyarakat Indonesia akan memberi dan menerima barang dari orang lain dengan menggunakan tagan kanan. Memberi dengan tangan kanan tersebut, dianggap sopan, baik, merupakan ekspresi menghormati, atau dengan kata lain diberi nilai positif (+). Suatu nilai positif jika diberikan kepada sebuah kebiasaan maka kebiasaan itu layak untuk dilestarikan, dianjurkan, atau diajarkan kepada anak-turunnya. Kebalikan dari kebiasan memberi dengan tangan kanan yang diberi nilai positif adalah memberi dengan tangan kiri. Memberi dengan tangan kiri diberi nilai negatif oleh masyarakat. Artinya, memberi atau menerima dengan tangan kiri adalah pekerjaan yang tidak sopan, tidak menghormati dan harus tidak dibiasakan dalam kehidupan kita. Disini artinya memberi dengan tangan kiri dinilai negatif oleh masyarakat bangsa Indonesia.
Di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat banyak sekali kebiasaan yang diberi nilai. Kebiasan-kebiasan yang sudah diberi nilai dan dijadikan pedoman untuk berperilaku anggota masyarakat setempat dapat disebut sebagai norma. Dengan kata lain, norma adalah kebiasaan yang sudah memiliki nilai dan dijadikan pedoman perilaku. Di dalam masyarakat tradsional, norma yang ada tersebut umum dikatakan sebagai adat-kebiasaan, atau akhirnya dikenal sebagai hukum adat. Hukum adat memiliki kekuatan mengikat batin atau hati sanubari warganya. Sehingga, memiliki kekuatan untuk ditaati. Disini kita dapat melihat bahwa kekuatan kebiasaan adalah hukum, bahkan memiliki daya ikat dan daya untuk dituruti dengan kerelaan yang tinggi dari warganya. Sebagai contoh antagonis adalah kebiasaan minum-minuman beralkohol pada sebuah masyarakat. Jika dalam suatu daerah tiap-tiap orang memiliki kebiasaan minum-minuman keras, maka di sana bermabukan adalah hal yang biasa. Sehingga bermabukan bukanlah hal yang aneh. Sehingga dalam kondisi demikian tersebut bermabukan bukanlah perbuatan aniaya. Sehingga akhirnya terbentuklah hukum bahwa bermabukan adalah hal biasa, bukan kekerasan, dan bukan kejahatan. Memperhatikan gambaran diatas, maka... bukanlah kekerasan dan keadilan yang mendorong terciptanya hukum, tetapi kebiasaan. Masyarakat hanya akan menuruti kebiasaan karena rakyat memandangnya adil, sebaliknya rakyat akan berontak jika ada orang menunjukkan bahwa kebiasaan itu tidak adil. Hak Tuhan dan kebiasaan Benarkah kebiasaan yang berlaku pada suatu masyarakat itu lahir hanya dari terbiasanya melakukan suatu perilaku? Atau adakah tuntunan yang mengajak mereka untuk berperilaku seperti itu? Adakah tuntunan itu hanya sekedar pemikiran seorang manusia, atau berasal dari manusia? Ataukah dari kepercayaan turun menurun? Atau dari Tuhan?
Kuliah 5 Sumber Hukum Kesehatan Pertanyaan, manakah sumber-sumber hukum, pada umumnya tak dapat dijawab begitu saja, karena perkataan sumber hukum dipakai dalam arti yang berupa-rupa. Arti itu berbeda-beda, bergantung kepada pendirian penanya masing-masing. Persoalannya niscaya berlain-lainan, apabila pertanyaan itu dikemukakan oleh seorang ahli sejarah, seorang ahli filsafat atau seorang ahli hukum praktis. Untuk kedua orang yang tersebut dahulu, perkataan hukum mempunyai arti yang lain daripada untuk yang tersebut kemudian, demikian juga perkataan sumber hukum untuk ahli sejarah dan ahli kemasyarakatan, hukum adalah gejala kemasyarakatan (sebagai bagian dari adat atau kebiasaan). yang menghendaki keterangan secara ilmiah. Sebaliknya, ahli filsafat dan ahli hukum praktis, memandang hukum sebagai keseluruhan peraturan. tingkah laku, hanya dengan perbedaan, bahwa yang tersebut terakhir pada umumnya menerima peraturan-peraturan tersebut tanpa syarat apa-apa sebagai sumber kekuasaan, itupun bila disajikan dalam bentuk yang memenuhi syarat (jadi yang berlaku formil), sedangkan ahli filsafat menghendaki titel kekuasaan peraturan itu. Dernikianlah maka perkataan sumber hukum dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakatan, filsafat dan arti formil. Marilah pengertian-pengertian itu kita tinjau lebih lanjut. a. Sumber hukum dalam arti sejarah. Ahli sejarah memakai perkataan sumber bukum dalam 2 arti 2) Dalam arti sumber pengenalan hukum yakni semua tulisan, dokumen, inskripsi dsb., dari mana kita dapat belajar mengenal hukum sesuatu bangsa pada sesuatu waktu, misalnya undang-undang, keputusankeputusan hakim, piagam-piagam yang memuat perbuatan hukum, tulisan-tulisan ahli hukum, demikian juga tulisan-tulisan yang tidak bersifat yuridis sepanjang memuat pemberitahuan mengenai lembagalembaga hukum. 3) Dalam arti sumber-sumber dari mana pembentuk undang-undang memperoleh bahan dalam membentuk undang-undang, juga dalam arti sistim-sistim hukum, dari mana tumbuh hukum positif sesuatu negara. KUH perdata merupakan sumber langsung yang terpenting dari Kitab Undang-tcndang Hukum Perdata Indonesia. Hukum Adat, Hukum Islam adalah sumber tidak langsung yang terpenting dari hukum Perdata Indonesia.
b. Sumber hukum dalam arti sosiologis. Menurut ahli sosiologi, sumber hukum ialah faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, misalnya keadaan-keadaan ekonomi, pandangan agama, saat-saat psykhologis. Penyelidikan tentang faktor-faktor tersebut meminta kerja-sama dari pelbagai ilmu pengetahuan; lebih-lebih kerjasama antara sejarah (sejarah hukum, agama dan ekonomi), psykhologi dan ilmu filsafat. c. Sumber hukum dalam arti filsafat. dalam filsafat hukum perkataan sumber hukum terutama dipakai dalam 2 arti : I Sebagai -sumber untuk 'isi hukum; dalam hal mana kita mengingat pertanyaan : apabilakah isi hukum itu dapat dikatakan tepat sebagaimana mestinya, atau dengan perkataan lain, apakah yang dipakai sebagai ukuran untuk menguji hukum agar dapat mengetahui adakah ia „hukum yang baik ?" Pertanyaan itu berdasarkan sangkaan, bahwa ada ukuran yang demikian. Menurut.pandangan yang dahulu sangat tersebar dan kini masih dianuti orang banyak, Tuhanlah merupakan sumber isi hu-kum. Itulah yang biasanya disebut pandangan hukum theokratis. Pandangan itu sejalan dengan anggapan, bahwa pemerintah yang menetapkan hukum, bertindak sebagai pengganti Tuhan di dunia. Menurut teori hukum kodrat yang rasionalistis, sebagai yang diajarkan oleh H u g o d e G r o o t dan para pengikutnya, sumber dari isi hukum adalah budi. Menurut pandangan yang lebih modern, yang diperkenalkan oleh aliran historis dalam ilmu pengetahuan hukum, yang muncul di Jerman pada permulaan abad yang lalu, sebagai sumber isi hukum harus disebut kesadaran hukum sesuatu bangsa, atau dengan perkataan lain, pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat mengenai apa yang disebut hukum. Pandangan-pandangan itu bukan semata-mata hasil uraian budi, melainkan lambat laun tumbuh atas pengaruh berbagaibagai faktor : faktor agama, ekonomi, politik dsb. Karena pandangan itu berubah-ubah, maka hukumpun berubah juga. Konsekwensinya ialah, bahwa tidaklah terdapat ukuran yang berlaku obyektif untuk isi hukum, yakni yang dengan alasan ilmiah dapat diterima oleh setiap orang. Walaupun secara subyektif, yaitu untuk diri sendiri, kita dapat mengambil sesuatu ukuran, itu sama sekali tidak berarti, bahwa ukuran itu berlaku juga secara obyektif atau secara ilmiah. J
Sebagai sumber untuk kekuatan. mengikat dari hukum, dalam mana kita mengingat pertanyaan : mengapa kita harus mengikuti hukum. Menurut de Groot, sumber hukum adalah budi, sumber kekuatan mengikat adalah Tuhan.
d. Sumber hukum dalam arti formil. Bagi ahli hukum praktis dan bagi tiap-tiap orang yang aktif turut serta dalam pergaulan hukum, sumber hukum adalah peristiwa-peristiwa, dari mana timbul hukum yang berlaku (yang mengikat hakim dan penduduk). Hal-hal ini kita sebut sumber hukum dalam arti formil, karena kita semata-mata mengingat cara dan bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak menanyakan asal usul isi peraturanperaturan hukum. Mengenaiisinya hukum timbul timbul dari kesadaran hukum sesuatu bangsa, dari pandangan-pandangan hukum yang hidup dalam sesuatu bangsa. Tetapi pandangan-pandangan itu tidak begitu saja merupakan hukum. Pandanganpandangan itu masih samar-samar, tidak tentu arahnya dan melayang-layang. Agar ia merupakan peraturan tingkah laku yang dapat dipakai dalam pergaulan hidup ia harus dituang dalam bentuk yang tertentu, yaitu dalam bentuk undangundang, kebiasaan atau traktat. Undang-undang, kebiasaan dan traktat membentuk pandanganpandangan hukum menjadi peraturan-peraturan hukum, menciptakan hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Selanjutnya kini kita memakai perkataan sumber hukum dalam arti formil, yaitu: 1. Undang-undang ; 2. Kebiasaan ; 3. Traktat; 4. Jurisprudensi; 5. Pendapat ahli hukum. Dengan ucapan ini kita hanya menyatakan sesuatu kenyataan semata-mata, yaitu, bahwa peraturan-perataran yang menjelma dalam undang-undang atau kebiasaan itu berlaku, artinya, biasanya diikuti orang dan kalau tidak demikian dipaksakan oleh hakim. Kini tentu kita dapat maju selangkah lagi dan bertanya : bagaimana kita dapat menerangkan maka begitu. Apa sebabnya, maka peraturan-paaturan yang menjelma dalam undang-undang atau kebiasaan, diikuti atau dilakukan sebagai kaidah yang mengikat? Maka jawabnya ialah : disebabkan, karena kesadaran hukum yang berlaku memberikan kekuasaan yang mengikat pada undang-undang dan kebiasaan. Jadi undang-undang dan kebiasaan adalah sumber hukum (sumber berlakunya hukum) berhuhung dengan kesadaran hukum yang berlaku, bahwa kita harus tunduk pada pembentuk undang-undang dan bahwa kebiasaan harus ditaati. Traktat adalah sumber hukum berhubungan dengan kesadaran hukurn yang berlaku, bahwa perjanjian harus dipenuhi. Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang dipakai pegangan oleh hakim berikutnya untuk memutuskan perkara yang serupa. Pendapat ahli hukum adalah hasil pemikiran dari ahli hukum terhadap suatu kasus. Dalam hal ini kemudian hakim mengambil pendapat ahli hukum itu sebagai dasar untuk menyusun keputusannya.
Kuliah 6 ISTILAH -KontrakKata kontrak sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Seperti, seorang anak kost akan mencari kontrakan kamar, yang sering disebut kontrak kamar atau kost. Sebuah keluarga mencari kontrakan rumah atau juga disebut kontrak rumah. Penandatanganan kontrak kerja antara perusahaan air minum mineral dengan Kabupaten Bumimas dan lain-lainnya. Ada kesan kesementaraan dari segi waktu dari para pihak yang melakukan kontrak tersebut. Seperti, mahasiswa yang mencari kontrakkan kamar, maka mahasiswa tersebut akan membayar sekian rupiah per tahunnya dari kamar yang disewanya. Demikian juga sebuah keluarga yang mengontrak rumah dengan sekian rupiah pertahunnya. Tapi, yang lebih penting adalah didapatnya paling sedikit dua pihak (dapat lebih) yang melakukan suatu hubungan perikatan. Misalnya, antara mahasiswa dengan pemilik kamar. Antara sebuah keluarga dengan pemilik rumah. Hal mana para pihak tersebut saling mengikatkan diri pada sebuah perjanjian, yaitu pemilik kamar atau pemilik rumah sebagai salah satu pihak, dengan mahasiswa atau sebuah keluarga sebagai pihak lain. Juga, didapat fakta bahwa dari para pihak saling berjanji akan melaksanakan sesuatu, yaitu dari pihak pemilik kamar atau rumah akan menyerahkan kamar atau rumah, sedang dari pihak mahasiswa atau sebuah kelaurga akan mendapatkan kamar atau sebuah rumah yang akan dipakainya dalam jangka waktu tertentu. Juga, pemilik kamar atau rumah akan mendapatkan uang kontrakkan dan mahasiswa atau keluarga tersebut akan menyerahkan uang. Dari contoh peristiwa kontrak tersbut diatas maka didapat beberapa point yaitu 1) ada para pihak yang melakukan kontrak (dapat dua atau lebih), 2) para pihak akan melaksanakan sesuatu sebagai janji atau kewajiban akibat saling setujunya melakukan kontrak, 3) ada batasan waktu dari saling keterikatan para pihak tersebut –artinya keterikatan tersebut tidak untuk selamanya-. Pada kontrak sepertinya masing-masing pihak mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu yang telah disepakati atau dijanjikan. Di dalam hukum perdata masalah ikatan ini diatur dalam buku ke III. Sehingga masalah kontrak akan terkait langsung dengan masalah perdata. 1 Dari segi bahasa maka kontrak berarti juga perjanjian (dalam perdagangan, sewa-menyewa, bekerja, dan lain sebagainya). Sedang perjanjian sendiri bermakna „perkataan yang menyatakan kesudian atau kesediaan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang dijanjikan‟; kesepakatan antara dua pihak.
1)
Baca Kamus Besar Bahasa Indonesia, Suharso dan Ana Retnoningsih
Selain peristiwa kontrak rumah, .. pada hubungan terapist pasien juga dikenal istilah kontrak terapetik, hal mana terjadi juga dalam peristiwa hubungan terapist pasien ini suatu perjanjian atau janji untuk melaksanakan sesuatu yaitu pemeriksaan penyakit pasien, pengobatan penyakit pasien dan tindakan medis untuk mengobati penyakit pasien. Sebaliknya, pasien akan memberikan honorarium pada terapist. -TerapiArti dari kata terapi adalah pengobatan penyakit, perawatan penyakit, usaha untuk memulihkan orang yang sakit. Terapetik atau terapeutik bermakna hal-hal terkait terapi. Diterapi artinya diobati. Terapi alternatif artinya pengobatan alternatif. Pada hubungan terapist pasien yang dikenal dengan istilah kontrak terapetik, maka dapat diberi makna suatu perjanjian untuk pengobatan atau usaha memulihkan orang sakit agar menjadi sehat kembali. -TransaksiArti kata transaksi adalah persetujuan jual beli, perdagangan; pemberesan pembayaran dalam perdagangan. Transaksi ini lebih bernuansa pada aspek perdagangan. Suatu hubungan jual beli. Hal mana satu pihak sebagai pembeli yaitu melakukan prestasi dengan menyerahkan uang kepada pihak lain yaitu penjual. Penjual mewujudkan prestasinya dengan menyerahkan barang seperti yang diminta oleh pembeli. Hubungan terapist atau tenaga kesehatan dengan pasien juga dikenal dengan istilah transaksi terapetik. -Kontrak Terapetik Kontrak terapetik merupakan hubungan terapist pasien untuk memperoleh sehat. Hubungan terapist pasien dalam pelayanan kesehatan ini juga diberi nama transaksi terapetik. Kedua istilah tersebut sering dipakai untuk mengatakan adanya hubungan terapist pasien dalam pelayanan kesehatan. Seperti kata kontrak pada uraian terdahulu maka dari para pihak yang melakukan kontrak ada kewajiban melakukan untuk sesuatu. Maka, pada kontrak terapetik ini pihak terapist melakukan pemeriksaan atau tindakan medis sesuai dengan kebuthan pasien. Sementara dari pihak pasien melakukan sesuatu berupa menuruti atau mengikuti pentunjuk terapist, membayar biaya pemeriksaan. Transaksi terapetik juga merupakan hubungan terapist pasien seperti pada kontrak terapetik, hanya saja penggunaan istilah transaksi ini lebih menekankan pada unsur berdagang dari hubungan terapist pasien. Sebenarnya istilah apapun yang dipakai dalam hubungan terapist pasein itu, yang terpeting adalah bahwa dalam hubungan terapist pasien, maka terapist tidak mungkin dapat memberikan kepastian akan tercapainya kesembuhan. Hasil akhir dari kontrak terapetik bukan sesuatu hal yang dapat dipastikan. Yang dapat dilakukan terapist adalah berbuat dengan hati-hati, dan bekerja dengan sebaik-
baiknya, bersikap jujur yaitu tidak menipu atau memanfaatkan pasien sebagai ladang penghasilanya, adil artinya memberi peran penuh pada pasien (keluarga) untuk menentukan sendiri alternatif/pilihan yang dianggab baik, menolong tanpa pamrih. Halmana sifat-sifat yang dapat dijanjikan terapist tersebut dapat dikatakan merupakan bentuk imparsialiti. -Imparsial TerapetikSebenarnya yang paling pas dalam memberi isitilah hubungan terapist pasien adalah hubungan imparsial, yaitu suatu hubungan yang padat nilai-nilai kejujuran, keadilan, netral atau tidak memihak, kemudian terapist dapat melaksanakan ilmunya dengan baik dan pasien dapat secara terbuka dan jujur menyampaikan semua permasalahan sakitnya. Mungkin, .. dapat saja disebut dengan istilah „imparsial terapetik‟
Kuliah 7 LANDASAN HUKUM KONTRAK TERAPETIK A. Landasan Hukum Perdata Bermula dari masalah kontrak, maka kontrak terapetik ini dilihat dari aspek hukum merupakan permasalahan perdata. Di dalam perdata kontrak dimasukkan dalam pengertian ikatan atau perjanjian. Di dalam bahasa Belanda ikatan disebut dengan verbitenis. Kitab Undangundang Hukum Perdata yang ada di Indonesia merupakan terjemahan dari Belanda yang disebut dengan BW (Burgerlijk wetboek) dan di buku ke III terdapat judul „VAN VERBITENISSEN’ dan A.L.N. Kramer Sr. dalam Suryatin menerjemahkan „een verbitenisaangaan‟ dengan „mengadakan ikatan‟. Juga verbintenis diartikan dengan „kontrak‟, „perjanjian‟, juga „ikatan‟. -Kontrak Sebagai Ikatan1 Di dalam pasal 1233 disebutkan bahwa ikatan timbul/ terwujud karena adanya suatu perjanjian, maupun karena adanya undang-undang. Jadi ada dua sumber untuk dapat terjadinya ikatan. Yaitu, adanya perjanjian dan adanya undang-undang. Sehingga dapat dikatakan bahwa „suatu ikatan dapat timbul karena kontrak/ perjanjian (ius contractu)‟ dan „suatu ikatan dapat timbul karena udang-undang (ius delicto)‟
Dua sumber Ikatan 4) kontrak/perjanjian 5) undang-undang Untuk ikatan yang timbul karena adanya udang-undang dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu ikatan yang timbul karena undang-undang belaka dan yang timbul karena undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia. -Tujuan Ikatan2 Sesuai pasal 1234 , jika suatu ikatan sudah terbentuk, maka sudah jelas ada tujuan dari adanya ikatan tersebut. Sesuai pasal 1234 maka tujuan dari adanya K L
Pasal 1233: perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang Pasal 1234: perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
ikatan itu adalah untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Tujuan ini mengikat para pihak yang mengadakan ikatan. Tujuan untuk memberi sesuatu dapat dipahami sebagai kewajiban dari salah satu pihak yang harus diserahkan kepada pihak lannya. Kemudian dengan adanya kewajiban maka secara alamiah akan muncul juga hak. Sehingga di dalam ikatan, tujuan yang yang diharapkan adalah dilaksanakannya kewajiban dari satu pihak dan mendapatkannya hak dari pihak lawannya, demikian juga sebaliknya. Dengan kata lain adanya ikatan cenderung akan menghasilkan kewajiban dan hak, dari semua pihak yang melakukan perjanjian/persetujuan. Kewajiban dan Hak Pihak I ------ Pihak II Kewajiban <-------------------- Hak Hak <--------------------- Kewajiban
-Sesuatu dalam IkatanApa yang dimaksud sesuatu itu? Sesuatu disini jelas berkaitan dengan maksud dan tujuan adanya perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para pihak. Dalam pada itu, sesuatu yang yang dijanjikan itu dapat berupa sesuatu yang konkrit misalnya memberi obat, maupun abstrak misalnya memeriksa pasien. 3 Pada pasal 1235 juga menentukan bahwa memberi sesuatu itu adalah menyerahkan barangnya dan memelihara barangnya sampai waktu penyerahan, sebagai mana seorang kepala keluarga yang baik. Sebagaimana sudah disebut diatas maka barang tersebut dapat sesuatu yang konkrit dan abstrak. Barang yang abstrak tersebut dapat berupa ilmu terapi dan ketrampilan dalam tindakan medis, misalnya. Kemudian yang dimaksud dengan memelihara dengan baik sampai dengan saat penyerahannya (jika dikaitkan dengan hubungan terapist pasien) adalah bahwa pemeliharaan ilmu terapi (aspek kognitif) dan ketrampilan (aspek psikomotor) harus dijaga selalu up to date, selalu mengikuti ilmu yang terbaru, dan tetap trampil dalam melakukan tindakan (baik fisik diagnostiksampai tindakan terapetiknya). Karena, yang diserahkan terapist pada pasiennya adalah ilmu dan ketrampilan terapinya. Hanya saja terapist dalam menyarahkan barang –ilmu- tadi tidak seperti menyerahkan barang dan terapist tidak seperti menyimpan barang dalam arti material seperti yang disebut jelas pasal 1235 tersebut. Terapist akan memelihara ilmunya terus menerus, walaupun saat itu tidak ada e.
Pasal 1235: dalam perikatan untuk mememberi sesuatu, termaktub kewajiban untuk menyerahkan barang yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan.
hubungan terapist pasien. Pada prinsipnya penyerahan barang –ilmu- terapist itu selalu dalam keadaan „segar‟ dan „akan selalu diserahkan langsung tanpa penundaan‟. Untuk itu terapist harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan terapinya agar dapat memberikan barang yang terbaru dan yang terpelihara dengan baik kepada pasiennya. Mengenai istlah „sebagai seorang kepala keluarga yang baik‟ dalam hubungan terapist pasien dapat diartikan bahwa terapist senantiasa memperbaiki ilmunya untuk akhirnya dapat memberikan pengetahuanya yang terbaik kepada pasiennya. -Perikatan Untuk Berbuat Sesuatu atau Tidak Berbuat SesuatuSeperti telah diterangkan dimuka sesuatu didalam hubungan terapist pasien adalah bentuk jasa. Jasa mana adalah terkait dengan pelayanan kesehatan. Terapist di dalam hubungan dengan pasien dituntut melakukan sesuatu yaitu berupa anamnesa, pemeriksaan fisik diagnostik, dan seterusnya sampai pasien pulang. Juga, .. dalam hubungan itu terapist dituntut juga untuk tidak berbuat sesuatu, yaitu seperti tidak membocorkan rahasia apapun yang terkait pasien. Terapist tidak boleh menyampaikan masalah penyakit pasiennya kepada istrinya sekalipun. Jadi, .. pada prinsipnya ada perbuatan yang dijanjikan oleh terapist kepada pasiennya yaitu berupa berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu sebagaimana sepeeti yang diatur dalam pasal 1239 KUH 4 Perdata. Jika kemudian terapist sampai tidak memenuhi kewajibannya maka dapat dituntut malpraktik dari aspek hukum perdata dan dapat dikenai sanksi 56
ganti rugi. , . -Wanprestasi dan MalpraktikTerapist yang tidak melaksanakan kewajiban yang sudah dijanjikan kepada pasien disebut wanprestasi. Bentuk dari wanprestasi sendiri ada 3 macam yaitu tidak melaksanakan prestasi, melaksanakan sebagian dari prestasi, dan melaksnakan prestasi tapi salah.
6.
7. 8.
9.
7
Pasal 1239. Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. (KUH Perdata) Baca, Konsep Malpraktik Terapist 1243. Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena takdipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atxi jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya h;mya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan. 1244. Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikat buruk kepadanya. . (KUH Perdata) Baca Pasal 1243. (KUHPerdata)
Akibat dari wanprestasi adalah terapist harus memberi ganti rugi kepada pasien. Konsep wanprestasi ini merupakan salah satu konsep dari munculnya dugaan malpraktik terapist. -Adipaksa (overmacht)Kondisi adipaksa adalah kondisi dimana salah satu pihak atau semua pihak yang melakukan ikatan menghadapi situasi yang tidak memungkinkan untuk dihindari hal mana berakibat terjadinya wanprestasi. Adanya adipaksa tidak mengakibatkan terapist menghadapi tuntutan ganti rugi. Kejadian adipaksa menghadapkan terapist pada kondisi tanpa alternatif. Apa yang dimaksud dengan adipaksa banyak contohnya, sehingga keadaan adipaksa harus difahami sebagai kasus yang bersifat kausistis dan harus ditafsirkan hal demi hal menurut keadaan tempat dan waktu. Pada saat terjadi keadaan darurat (peperangan; bencana alam, kerusuhan massa) maka kondisi adipaksa akan lebih banyak jika dibanding dengan kondisi damai atau tenang. Adanya kekacauan moneter internasional menimbulkan kondisi adipaksa. Kenyataan peristiwa yang dilatar belakangi oleh adanya adipaksa dapat juga dalam istilah lain yaitu kejadian tak laik bayang (resiko tak laik bayang = 8 RTLB) , yaitu suatu peristiwa dimana terapist tidak mungkin dapat membayangkan akan adanya peristiwa tersebut. 9 Seperti pada pasal 1245 disebutkan „tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, …‟. Pada praktik ilmu terapi yang mendasarkan pada aspek ilmiah, maka pendekatan yang dilakukan adalah berdasar dari kenyataan empirik/faktual yang ada di masyarakat atau berdasarkan penelitian. Hal mana peneliti dalam hal ini ilmuwan termasuk terapist tidak boleh bekerja tanpa adanya dasar penelitian yang telah dilakukan dari tindakan yang akan dilakukannya. Pada setiap kondisi terapist yang mendasarkan pada aspek ilmiah tidak mungkin akan menetapkan angka kepastian 100 persen sembuh dari tindakan yang akan diberikan pada pasiennya. Jika terapist sudah melakukan tindakan sesuai prosedur maka tindakan itu adalah benar sedang tindakan itu tidak menjamin 100 persen akan berhasil. Tafsiran tentang adipaksa dapat beraneka ragam tergantung dari para pihak melihat kasus tersebut. Hanya saja Mahkamah Agung-lah yang akan memberi ketentuan terakhir dari tafsiran adipaksa tersebut.
8
9
RTLB merupakan salah satu resiko yang dapat terjadi pada pasien. RTLB merupakan kejadian tak diinginkan (KTD) tapi yang no error, sehingga bukan merupakan ‘malpraktik’. Selanjutnya baca Konsep Malpraktik. 1245. Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
-Menentukan Jumlah Ganti RugiDi dalam pasal 1246 ditentukan jumlah ganti rugi terdiri dari: a) kehilangan yang dialami, dan b) keuntungan yang tidak dinikmati. Untuk kasus pelayanan kesehatan maka pemberian ganti rugi tersebut dapat dihubungkan dengan jumlah biaya yang telah dikeluarkan oleh pasien dan kerugian dari kesempatan yang hilang akibat ketidakmampuan pasien untuk melakukan tindak produktif dari aspek ekonomi akibat sakitnya. Hanya saja dapat dimengerti betapa sulitnya menentukan kerugian pasien akibat dari kelalaian yang dilakukan terapist, kalau hanya dihitung dari aspek finansial. -Iktikad Baik pada IkatanSeperti pada pelaksanaanya yang diatur agar timbul ketertiban, maka ikatan itu harus dilakukan dengan iktikad baik. Seperti dimaksud pada pasal 10 1257 , pada pemenuhhan syarat hal mana harus dipenuhi dengan cara yang dikehendaki dan dimaksudkan oleh para pihak yang bersangkutan. Memahami „apa yang dimaksudkan‟ oleh para pihak, hal ini menunjukkan bahwa para pihak harus memahami betul apa yang akan dijanjikan dalam perikatan yang akan dibentuk itu. Di dalam hubungan terapist dengan pasien, secara umum hubungan itu adalah upaya untuk memperoleh kembali kesehatan pasien. Pengertian umum „memperoleh kembali kesehatan psien‟ dalam hal ini dapat ditafsirkan dengan sangat luas. Untuk itu maka terapist dan pasien harus mampu membuat suatu penjelasan yang lebih dekat dari tujuan hubunganyang dibentuk itu. Dari pihak pasien menerangkan dengan jelas dan jujur dari maksud datangnya ke terapist dan lebih konkrit menjelaskan masalah kesehatan yang mana yang menjadi daya dorongnya untuk mendatangi pasien. Sedang dari terapist harus berusaha untuk dapat menerangkan secara sederhana sehinggga pasien menjadi faham permasalahan yang dihadapinya. Sehingga, .. pasien menjadi mengerti konsep dari tindakan atau pelayanan terapist yang akan dilakukan kepada pasien-nya. -Ikatan Yang Lahir Dari KontrakAturan perihal ikatan yang muncul akibat adanya kontrak terdapat di Bab II dari Buku III KUHPerdata. Pada Bagian 1 berisi ketentuan-kententuan umum perihalikatan yang lahir dari kontrak. Pada pasal 1313 diterangkan apa yang dimaksud dengan kontrak atau persetujuan. Digambarkan pada pasal 1313 tersebut kontrak ataupersetujuan itu adalah perbuatan, dalam mana seorang atau lebih mengikatkan diri pada pada seorang lain atau lebih.
10
Pasal 1257. Semua syarat harus dipenihu dengancara yang dikehendaki dan dimaksudkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Kemudian pada pasal 1314 diterangkan sifat dari ikatan. Ada 2 sifat persetujuan yaitu 1) persetujuan Cuma-Cuma, dan 2) persetujuan 11 memberatkan. Kedua bentuk sifat ikatan tersebut mungkin sekali terjadi pada hubungan terapist pasien. Pada sifat hubungan yang pertama boleh jadi seperti pada peristiwa terapist memberikan palayanan gratis pada pasiennya. Pada umumnya hubungan terapist pasien terjadi dengan pola yang kedua, yaitu persetujuan memberatkan. Pada kasus ini maka terapist memberikan keuntungan atau kemanfaatan pada pihak lain berupa pemeriksaan (dan lain-lainnya) kepada pihak pasien, sedang pasien memberi keuntungan pada terapist dengan membayar jasa pemeriksaan. Memberikan “sesuatu” disini sesuai seperti pada pasal 1234, maka berwujud: memberi sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Oleh karena berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu merupakan suatu tindakannya seseorang, maka akibatnya bahwa yang berbuat atau tidak berbuat akan terikat dirinya. Dengan lain perkataan, orang lain tidak dapat diikat karena perbuatannya seorang, walaupun dalam hal ini terdapat pengecualian. Ketentuan ini terdapat dalam pasal 1315, dalam mana, dapat dibaca bahwa pada umumnya seorang hanya dapat mengikat dirinya sendiri atau hanya dapat menuntut sesuatu untuk dirinya sendiri. Oleh karena terdapat perkataan "pada umumnya", maka sudah jelas adanya pengecualian, yakni yang diatur dalam pasal 1316. Pasal tersebut menentukan hahwa dapat diadakan persetujuan dalam mana diadakan jaminan bahwa pihak ketiga akan berbuat sesuatu tanpa mengurangi kewajiban si penjamin untuk membayar ganti rugi pada pihak lawan, apabila pihak ketiga tadi menolak untuk memenuhi ikatannya. Contohnya demikian: A mengadakan ikatan dengan B. C memberi jaminan pada B bahwa A akan memenuhi kewajibannya. Apabila A menolak untuk melaksanakan ikatan tersebut, maka C memberi ganti rugi pada B. Dengan demikian maka C mengadakan ikatan dengan B, tidak untuk dirinya sendiri, melainkan untuk pihak ke-tiga, yakni untuk A. Dapat juga dikatakan bahwa C mengadakan ikatan B tidak untuk kepentingannya sendiri, melainkan 12 untuk kepentingannya orang lain. Pihak ketiga dalam hubungan terapist pasien contohnya adalah asuransi kesehatan. Asuransi kesehatan akan menjamin biaya pengobatan pasien yang berobat kepada terapist. -Syarat Sah untuk berlakunya IkatanSistem yang dianut dalam ikata adalah sistem terbuka –asas kebebasan-. Artinya, siapapun dapat melakukan ikatan, tanpa pengecualian 11
12
Pasal 1314. Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Pihak ketiga dapat terlibat dalam sebuah ikatan yang sudah terbentuk sebelumnya, hal ini dapat dilihat dalam pasal 1316 dan 1317 KUHPerdata.
dan dengan syarat apapun. Kemudian, agar ikatan yang ditutup berlaku sah dan tidak timbul permasalahan di kemudian hari maka pada pasal 1320 KUHPerdata terdapat syarat-syarat sahnya suatu kontrak. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut: 1). kata sepakat dari masingmasing pihak, 2). kecakapan untuk mengadakan /menutup ikatan, 3). Suatu 13 14
soal –masalah- tertentu, dan 4) suatu kausa yang halal , . 15
-Saling SetujuKata sepakat dari masing-masing pihak, menunjukkan kalau para pihak yang akan melakukan ikatan sudah saling setuju, untuk melakukan ikatan terhadap sesuatu yang menjadi obyek ikatan. Munculnya kesepakatan saling setuju tersebut harus muncul dari para pihak secara suka-rela tidak boleh ada unsur paksaan, penipuan, atau tidak 16 boleh ada unsur dari luar terhadap pernyataan kesepatan yang terbentuk. . Jika muncul adanya paksaan atau penipuan maka ikatan tadi dapat batal. Selain itu adanya kekhilafan juga dapat membatalkan ikatan. Kekhilafan adalah unsur pengaruh dari dalam, dan paksaan dan penipuan merupakan unsur pengaruh dari luar yang tidak dibenarkan ada dalam kesepakatan. -Pengaruh Kekhilafan17 Menurut pasal 1322 , kekhilafan tidak akan membatalkan ikatan kecuali jika kekhilafan itu terjadi pada pokok „sesuatu‟ yang menjadi persetujuan. Misalnya pasien menebus resep ke apotik. Sipenjual yaitu apotik mengira pasien akan membeli obat itu seluruhnya. Ternyata sipembeli yaitu pasien hanya akan membeli separo dari jumlah obat yang tertulis di resep. Karena kekhilafannya sipenjual, maka ikatan tersebut batal, sebab mengenai langsung “sesuatu hal‟ yang mengenai jenisnya barang yang menjadi persetujuan. Pada ayat kedua dari pasal 1322, kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya ikatan jika mengenai diri orang. Sebagai contoh adalah sebagai berikut: A telah mengadakan ikatan dengan B dan mengira bahwa B adalah pihak lawan sebenarnya. Kemudian ternyata, bahwa B hanya bertindak atas 13 14
15 16 17
Pada catatan kuliah biasa saya sebut dengan istilah 1. saling setuju; 2. cakap; 3. hal tertentu; dan 4. hal yang halal, dan disingkat dengan SS, C, HT, HH. Pasal 1320: Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;1). kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;2). kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3). suatu pokok persoalan tertentu.4). suatu sebab yang tidak terlarang. Dibicarakan lagi nanti dalam bab Informed Consent. Juga terkait dengan pasal 45 Undang-undang Praktik terapi (uupradok). Pasal 1321. Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Pasal 1322. Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan. Kekhilafan tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan itu diberikan terutama diri orang yang bersangkutan.
namanya C, berdasarkan suatu kuasa secara diam-diam. Dalam pada ini, ikatan yang bersangkutan tidak batal karenanya. Lain halnya jika yang terjadi adalah A menutup ikatan dengan B, karena dikira B adalah yang berwenang. Contohnya adalah: C mempunyai sebuah rumah, yang disuruh menjaga oleh B karena C diberi tugas di Iuar negeri untuk beberapa tahun lamanya. B menempati rumah itu dan bertindak seolah-olah dialah si pemiliknya. A menghubunginya dan bermaksud menyewa sebagian dari rumah itu, karena kelihatan bagian tersebut kosong. Dalam hal ini, ikatan sewa-menyewa antara A dan B adalah batal, karena kekhilafan mengenai diri orang yang sebenarnya berwenang. 18
-PaksaanMengenai paksaan yang dapat membatalkan ikatan ini terdapat di pasal 19 1325. Paksaan yang dilakukan kepada salah pihak dan juga kepada keluarganya akan membatalkan ikatan tersebut. Paksaan dapat juga dilakukan oleh pihak ketiga, maka yang demikian juga akan mengakibatkan batalnya ikatan tersebut. Pada paksaan ini tidak tertutup pula kemungkinan kejadian paksaan „batin‟. Misalnya seorang terapist yang dipaksa oleh seorang pasien untuk membuat surat keterangan sakit, kalau tidak maka terapist akan menghadapi kehilangan seorang anaknya. Ancaman demikian dapat juga dilakukan oleh pihak ketiga, atau menyuruh orang lain. Hal ini diatur dalam pasal 1323 dan 20 1324 KUHPerdata.
-Berhentinya PaksaanMengenai paksaan ini, terdapat ketentuan dalam pasal 1327 sebagai berikut: Setelah diadakan ikatan di hawah paksaan dan setelah paksaan hapus, serta ikatan tadi masih tetap berlaku, maka tidak dapatlah dibatalkan ikatan tersebut. Hanya saja berlakunya harus diperkuat oleh yang dipaksa, baik secara diam-diam, maupun dengan membiarkan berlalu jangka waktu yang diberikan oleh undang-undang untuk memulihkan seluruh persoalan dalam keadaan semula.
18
Masalah paksaan diatur di KUHPerdata pasal 1323 sampai dengan 1327. 1325. Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau isteri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah 20 1323. Paksaan yang diakukan terhadap orang yang mengadakan suatu persetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu diiakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu. 1324. Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat. 19
-PenipuanPenipuan merupakan salah satu alasan untuk batalnya ikatan selain 21 paksaan dan khilaf. Mengenai penipuan diatur dalam pasal 1328 . Penipuan yang dilakukan oleh salah satu pihak tentunya disebut juga sebagai suatu tipu musihat sehingga jika pihak yang tertipu itu tahu, maka tidak akan sudi untuk menutup ikatan tersebut. Adanya penipuan tidak dapat hanya dengan diperkirakan saja, tetapi harus dapat dibuktikan, bahwa benar adanya penipuan tersebut.
-Cakap-
,
Siapa pun yang oleh undang-undang dianggap cakap; dapat menutup suatu ikatan, demikian dapat dibaca dalam pasal 1329. Siapa yang dianggap tidak cakap, ditentukan dalam pasal 1330 iyalah: 1. Mereka yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditempatkan di bawah pengampuan (curatele) 3. Seorang wanita yang telah bersuami, dalam hal yang ditentukan oleh undangundang: Dalam pada itu, mereka yang disebutkan dalam pasal 1330 dapatlah mengganggu-gugat suatu ikatan, dalam semua hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang, demikian ditentukan dalam pasal 1331. Ayat ke-2 dari pasal tersebut menentukan "bahwa sebaliknya mereka yang cakap, tidak dapat mengemukakan ketidak-cakapannya pihak lawannya: Dengan perkataan lain, mereka yang dianggap cakap untuk mengadakan suatu ikatan, tidak dapat membatalkannya kemudian, apabila mereka telah melakukan sesuatu 22 dalam rangka ikatan tadi dan kemudian ternyata bahwa mereka dirugikan. -Suatu Hal TertentuApa itu „suatu hal tertentu‟ dijelaskan dalam pasal 1332, yaitu barang yang dapat diedarkan/diperdagangkan. Hanya saja perlu difahami bahwa barang itu
21
22
1328. Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat. Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan. 1329. Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu. 1330. Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah; 1°. anak yang belum dewasa; 2°. orang yang ditaruh di bawah pengampuan; 3°. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu. 1331. Oleh karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk membuat persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam hal kuasa untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang. Orang-orang yang cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan sangkalan atas dasar ketidakcakapan seorang anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan dan perempuan-perempuan yang bersuami.
dapat juga barang material atau pun immaterial. Hubungan ikatan yang terjadi 23 antara terapist dan pasien maka suatu hal tertentunya adalah „pemeriksaan‟ . Kajian suatu hal tertentu dalam pelayanan kesehatan adalah sangat luas dan tidak dapat dengan pasti ditetapkan di depan sebelum terapist melakukan pemeriksaan. Padahal, .. pemeriksaan itu sendiri sudah merupakan tindakan yang juga harus difahami sebagai „sesuatu hal tertentu‟. -Sesuatu Sebab yang Tidak DilarangSesuatu yang diperjanjikan dalam sebuah ikatan adalah hal yang secara hukum tidak dilarang. Jika hal yang diperjanjikan tersebut adalah hal yang dilarang oleh hukum, maka ikatan yang terbentuk batal dan tidak sah. Selain karena dilarang hukum, „sesuatu hal‟ yang diperjanjikan juga tidak boleh menyimpang dari asas kesusilaan dan ketertiban umum.
24
-Akibat PersetujuanPada pasal 1338 disebutkan bahwa suatu ikatan yang sah, berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan. Ikatan yang sudah terbentuk tidak dapat dibatalkan, kecuali oleh permufakatan dari para pihak yang bersangkutan, atau berbagai alasan yang menurut peraturan atau alasan-alasan yang dipndang cukup oleh undang-undang. 25 Pada pasal 1338 ayat 2, memungkinkan untuk membuat perkecualian, yang artinya ikatan dapat juga dibatalkan secara sepihak. Juga persetujuaan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Apa yang dimaksud dengan iktikad baik harus disesuaikan dengan ketentuan yang ada. Menurut AHR (Arrest Hoge Raad) : untuk menilai apakah suatu ikatan dilakukan dengan iktikad baik, haruslah dipertimbangkan cara pelaksanaannya dan bukan tabiat si pelaksana. Pada pasal 1339 juga disebutkan bahwa ikatan yang terbentuk tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang nyata, secara tegas, akan tetapi juga untuk segala yang wajib dilakukan berdasarkan kepatutan, kebiasaan, dan atau undang-undang. Sehingga iktikad baik ditafsirkan selain seperti yang dikatakan oleh AHR juga sesuai dengan seperti yang terdapat di pasal 1339. Ikatan yang terbentuk sesuai pasal 1340, ditegaskan hanya berlaku untuk para pihak yang terikat dapat pada perjanjian tersebut. Sehingga pihak ketiga tidak akan mendapat kewajiban dari adanya ikatan yang terbentuk, juga pihak ketiga tidak dapat menarik manfaat, juga ikatan tersebut tidak boleh merugikan pihak ketiga. Jika ada manfaat pada pihak ketiga maka mengikuti ketentuan yang terdapat di pasal 1317. 23
Pemeriksaan yang dimaksud tidak hanya pemeriksaan saja tapi adalah seluruh pelayanan kesehatan. Oleh karena luasnya jenis pelayanan kesehatan tersebut, maka nantinya perlu dirinci dan diperjelas apa yang dimaksud suatu hal tertentu dalam ikatan terapist pasien itu. 24 Pasal 1337: suatu sebab adalah dilarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. 25 Pasal yang membahas akibat dari munculnya kontrak adalah pasal 1338 sampai dengan 1341 KUHPerdata.
-Penafsiran PersetujuanPada pasal 1342 menentukan jika kata-kata dalam perjanjian sudah jelas maka tidak boleh menyimpang dari padanya dengan jalan penafsiran. Hanya saja jika kata-kata yang ada memungkingkan untuk ditafsikan maka menurut pasal 1343 lebih baik harus diselidiki terlebih dahulu apa yang dimaksud oleh pihakpihak yang bersangkutan, daripada memegang teguh perkataan-perkataan dalam 26 arti katanya. Jika kemudian terdapat dua arti atau lebih maka janji itu harus dimengerti menurut arti yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, bukan menurut arti yang tidak memungkinkan janji itu untuk dilaksanakan. Tidak hanya „janji‟ yang ditafsirkan, juga „kata-kata‟. Sehingga jika tedapat kata-kata yang memungkinkan untuk ditafsirkan maka harus ditafsirkan 27 sedemikian rupa hingga „sesuai‟ dengan sifatnya ikatan yang bersangkutan. Misalnya: ikatan sewa menyewa kamar kost yang diserahkan dalam keadaan „baik‟. Oleh karena sifat dari sewa-menyewa kamar kost adalah untuk kost adalah untuk tidur beristirahat, maka tidak dibenarkan jika istilah keadaan „baik‟ tersebut ditafsirkan „baik untuk menerima tamu‟ sebagaimana lazimnya sebuah „kamar tamu‟ Jika ada pasien datang untuk berobat karena sakit gigi, karena giginya berlubang maka setelah diperiksa maka terapist memberi advis dan resep untuk pasien „itu‟. Maka tidak berarti advis dan resep tersebut dapat dipergunakan oleh pasien „itu‟ untuk „semua orang/pasien‟ guna mengobati semua orang dengan kasus yang sama. -Syarat lazimJika kemudian
masih
menimbulkan
disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku. 26
28
keraguan
maka
tafsirannya
Mengingat ada “kebiasaan‟ sebagai
1342. Jika kata-kata suatu persetujuan jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran. 1343. Jika kata-kata suatu persetujuan dapat diberi berbagai penafsiran, maka lebih baik diselidiki maksud dari kedua belah pihak yang membuat persetujuan itu, daripada dipegang teguh arti kata menurut huruf. 1344. Jika suatu janji dapat diberi dua arti, maka janji itu harus dimengerti menurut arti yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, bukan menurut arti yang tidak memungkinkan janji itu dilaksanakan.
27
Pasal 1345. Jika perkataan dapat diberi dua arti, maka harus dipilih arti yang paling sesuai dengan sifat persetujuan.
28
1346. Perikatan yang mempunyai dua arti harus diterangkan menurut kebiasaan di dalam negeri atau di tempat persetujuan dibuat. 1347. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam persetujuan. 1348. Semua janji yang diberikan dalam satu persetujuan harus diartikan dalam hubungannya satu sama lain, tiap-tiap janji harus ditafsirkan dalam hubungannya dengan seluruh persetujuan. 1349. jika ada keragu -raguan, suatu persetujuan harus ditafsiran atas kerugian orang diminta diadakan perjanjian dan atas keuntungan orang yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian itu. 1350. Betapa luas pun pengertian kata-kata yang digunakan untuk menyusun suatu persetujuan, persetujuan itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan kedua belah pihak sewaktu membuat persetujuan.
pedoman yang di-normatif-kan oleh aturan ini maka syarat-syarat yang berlaku lazim dalam hubungan masyarakat „secara diam-diam‟ telah tercakup dalam sebuah ikatan, walaupun tidak pernah secara tegas diucapkan atau dituliskan. -Hubungan antar syaratPada sebuah ikatan dapat dibuat berbagai syarat. Hanya harus diperhatikan bahwa semua syarat tadi harus ada hubungannya satu sama lain, dan tafsiran syarat-syarat itupun juga harus berhubungan. Itulah yang dimakud pasal 1348. Walaupun sudah dibuat sedemikian rupa perjanjian tersebut, mungkin masih terdapat keragu-raguan yang terselip. Untuk itu pada pasal 1349, sampai dengan 1351, merupakan jalan keluar yang dapat dipakai oleh para pihak. -Ikatan yang Lahir Karena Undang-undangIkatan selain lahir karena kontrak, juga dapat lahir karena undang-undang. 29 Dengan kata lain sumber dari ikatan ialah undang-undang. Pada pasal 1352 menyebutkan bahwa suatu ikatan yang lahir dengan sumber undang-undang dapat terjadi oleh karena undang-undang saja, dan dapat juga ikatan itu lahir dengan sumber undang-undang sebagai akibat dari karena perbuatan orang. Ikatan Terlahir Karena UU 1. sebab undang-undang 2. sebab perbuatan orang Ikatan akibat undang-undang karena perbuatan orang dapat terjadi dari suatu perbuatan itu halal atau darisuatu perbuatan yang melanggar undangundang. Hal demikian dapat dilihat dari pasal 1353. Sedang pada pasal 1354 adalah contoh dari bentuk perbuatan sebagaimana disebut dalam pasal 1353, yaitu suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sukarela tanpa mendapat 1351. jika dalam suatu persetujuan dinyatakan suatu hal untuk menjelaskan perikatan, hal itu tidak dianggap mengurangi atau membatasi kekuatan persetujuan itu menurut hukum dalam hal-hal yang tidak disebut dalam persetujuan. 29
1352. Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul dari undang-undang sebagai undangundang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang. 1353. Perikatan yang lahir dari undang -undang sebagai akibat perbuatan orang, muncul dari suatu perbuatan yang sah atau dari perbuatan yang melanggar hukum. 1354. Jika seseorang dengan sukarela tanpa ditugaskan, mewakili urusan orang lain, dengan atau tanpa setahu orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. la harus membebani diri dengan segala sesuatu yang termasuk urusan itu. la juga harus menjalankan segala kewajiban yang harus ia pikul jika ia menerima kekuasaan yang dinyatakan secara tegas. 1355. la diwajibkan meneruskan pengurusan itu, meskipun orang yang kepentingannya diurus olehnya meninggal sebelum urusan diselesaikan, sampai para ahli waris orang itu dapat mengambil alih pengurusan itu. 1356. Dalam melakukan pengurusan itu, ia wajib bertindak sebagai seorang kepala rumah tangga yang bijaksana. Meskipun demikian Hakim berkuasa meringankan penggantian biaya, kerugian dan bunga yang disebabkan oleh kesalahan atau kelakuan orang yang mewaki pengurusan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan pengurusan itu.
perintah mewakili orang lain atau mengurus persoalannya.orang lain, baik diketahui maupun tidak diketahui oleh orang yang bersangkutan, maka ia itu mengikat dirinya secara diam-diam untuk melanjutkan perwakilan tadi dan menyelesaikannya sampai orang yang bersangkutan dapat mengerjakannya sendiri. Sebagai contoh: seorang perawat A sedang menjalankan tugas mengurus pasien. Tiba-tiba dia mendapat panggilan telepon, karena bingung maka perawat tadi kemudian meningggalkan pasien dan menerima telepon. Seorang perawat B yang kebetulan disitu tapi tidak sedang tidak jatah jaga, melihat itu kemudian dengan sukarela mengerjakan pekerjaan perawat A tadi seolah-olah dia sedang berjaga di bangsal itu, dan melanjutkan perkerjaan merawat pasien yang ada di bangsal itu. Hal demikian berarti B telah mewakili A, seolah-olah dia adalah perawat jaga bangsal tanpa mendapat perintah atau permintaan dari A, dan B harus melanjutkan perwakilannya itu, sampai A kembali lagi dan dapat bekerja seperti sediakala. Selanjutnya dalam ayat ke-2 ditentukan bahwa yang melakukan perwakilan tadi berkewajiban pula untuk membereskan segala sesuatu yang ada hubungan dengan persoalan yang diurusnya. Selain daripada itu demikian ditentukam dalam ayat ketiga ia harus pula mengindahkan atau mentaati segala kewajiban yang seharusnya diindahkan atau ditaati, apabila kepadanya diberi kuasa secara tegas. Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan apabila seorang secara sukarela mewakili orang lain, tanpa, adanya pemberian surat kuasa, maka ia harus bertanggung- jawab terhadap segala sesuatunya seakan-akan kepadanya diberikan suatu surat kuasa. Melakukan suatu perwakilan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1354 harus dilanjutkan juga apabila orang yang diwakili meninggal dunia, sampai para ahli warisnya dapat mengambil alih pekerjaan itu, demikianlah diatur dalam pasal 1355. -Perbuatan Melanggar HukumPasal 1365 memuat ketentuan tentang "perbuatan melanggar hukum" (Onrechtmatige daad). Barang siapa melakukan suatu perbuatan melanggar hukum, yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian pada pihak lain, diwajibkan mengganti kerugian itu. Mengenai istilah "melanggar hukum" (onrechtmatige daad) terdapat Arrestnya Hoge Raad tertanggal 31 Januari 1919, W. 10365, yang berbunyi: Melanggar hukum tidak hanya berarti melanggar undang-undang, tetapi pula berarti melanggar segala apa yang bertentangan dengan kesusilaan atau dengan kepantasan/ kepatutan yang harus diperhatikan dalam hubungan kemasyarakatan. -Unsur-unsur Pasal 1365Memperhatikan bunyi pasal 1365, maka dapat dilihat bahwa suatu perbuatan melanggar hukum itu memiliki unsur-unsur: - melanggar undang-undang
-
kerugian pihak lawan kesalahan pihak yang berbuat Agak identik dengan konsep wanprestasi seperti yang terdapat pada pasal 1234 bahwa ikatan itu bertujuan untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Maka istilah melanggar hukum dapat diartikan dengan tidak berbuat sesuatu, hal mana itu berarti wanprestasi dan disebut melanggar hukum. -PertanggungjawabanAdapun pasal 1365 dapat dihubungkan dengan pasal-pasal mengenai pertanggungan jawab menurut perundang-undangan. Hubungan itu dimulai dengan pasal 1366, yang menentukan: semua orang harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulan, tidak hanya karena perbuatannya, sendiri, melainkan pula karena ditimbulkan, oleh kelalaiannya atau karena kurang hatihatinya. Selanjutnya oleh pasal 1367 ayat 1 ditentukan bahwa semua orang harus bertanggungjawab terhadap kerugian yang tidak hanya ditimbulkan oleh perbuatannya sendiri (ulangan dari ketentuan dalam pasal 1366). melainkan pula oleh perbuatannya orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, atau diakibatkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Ayat ke 2; 3 dan 4 menjelaskan siapa-siapa yang harus bertanggung jawab dan terhadap siapa, yakni : ,ayat 2 : para orang tua.atau wali terhadap, anak-anak yang belum dewasa, yang bertempat tinggal bersama dan terhadap siapa dilakukan penguasaan orang tua / wali; ,ayat 3 : para majikan, terhadap perbuatannya pembantu mereka dalam bidangnya masing-masing. ,ayat 4 : para guru dan kepala tukang (werk meester), masing-masing terhadap anak muridnya dan terhadap tukang-tukang selama murid dan tukang itu berada di bawah pengawasannya. -Force majeureNamun demikian, apabila orang-orang yang bertanggung jawab tadi dapat membuktikan bahwa perbuatan tadi dilakukan di luar kesalahannya, maka tanggung jawab tadi tidak dapat dibebankan kepada mereka. Dengan perkataan lain, si guru dan si kepala-tukang harus membuktikan bahwa mereka tidak, dapat mencegah perbuatan-perbuatan tadi, demikian, dapat dibaca dalam ayat ke-4. Jika pada pelayanan kesehatan, kejadian diluar kemampuan tenaga kesehatan untuk mencegah, atau perbuatan yang terjadi pada pasien itu dapat dikatakan sebagai kejadian diluar kesalahannya, maka tanggung jawab tersebut tidak dapat dibebankan kepada mereka. Kejadian seperti ini masuk dalam resiko 30
komplikasi, resiko tak laik bayang atau resiko terikut tindakan. . 30
Resiko tak laik bayang, resiko terikut tindakan, dan komplikasi merupakan kejadian yang tidak dapat dikatakan kesalahan tenaga kesehatan, tetapi tenaga kesehatan harus dapat membuktikan bahwa kejadian itu tidak dapat dicegah. Selanjutnya baca di ‘Konsep Malpraktik’
-Masalah PenghinaanSuatu tindakan yang juga disebut sebagai tindakan pelanggaran hukum adalah menghina orang. Masalah ini diatur dalam pasal 1372 sampai dengan 1380 31 KUHPerdata . Meskipun masalah penghinaan ini diatur dalam pasal 1372 namun demikian perihal penghinaan ini tidak dapat dilepaskan dari masalah pidana, seperti diatur dalam Bab XVI KUHP. -Hapusnya IkatanIkatan tidak mungkin berlaku secara terus menerus, atau dengan perkataan lain, tidak ada. Suatu ikatan yaug abadi, maka harus pula diatur cara penghapusannya atau penggugurannya. Dalam Bab ke-IV terdapat ketentuanketentuan tentang penghapusan ikatan. Pasal 1381 mengandung ketentuan tentang hapusnya suatu ikatan. Akan tetapi harus diperhatikan pula bahwa, untuk menghapuskan suatu ikatan harus pula didasarkan atas pasal 1320. Pasal 1381, tersebut tidak memuat secara lengkap cara cara penghapusan suatu ikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa pasal 1381 tadi memuat suatu ketentuan secara "enuntiatief" (secara menerangkan). Selain cara-cara yang disebut. dalam pasal itu, masih ada cara penghapusan yang lain, misalnya saja penghapusan karena sudah waktunya untuk dihapuskan: Misalnya : perihal kontrak suatu rumah 31
Pasal 1372 Tuntutan perdata tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. Dalam menilai satu sama lain, Hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan keadaan. 1373. Selain itu, orang yang dihina dapat menuntut pula supaya dalam putusan juga dinyatakan bahwa perbuatan yang telah dilakukan adalah perbuatan memfitnah. Jika ia menuntut supaya dinyatakan bahwa perbuatan itu adalah fitnah, maka berlakulah ketentuanketentuan dalam Pasa1314 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penuntutan perbuatan memfitnah. Jika diminta oleh pihak yang dihina, putusan akan ditempelkan di tempatkan di tempat umum, dalam jumlah sekian lembar dan tempat, sebagaimana diperintahkan oleh Hakim atas biaya si terhukum. 1374. Tanpa mengurangi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi, tergugat dapat mencegah pengabulan tuntutan yang disebutkan dalam pasal yang lalu dengan menawarkan dan sungguh-sungguh melakukan di muka umum di hadapan Hakim suatu pernyataan yang berbunyi bahwa ia menyesali perbuatan yang telah ia lakukan, bahwa ia meminta maaf karenanya, dan menganggap orang yang dihina itu sebagai orang yang terhormat. 1375. Tuntutan-tuntutan yang disebutkan dalam ketiga pasal yang lalu dapat juga diajukan oleh suami atau istri, orangtua, kakek nenek, anak dan cucu, karena penghinaan yang dilakukan terhadap istri atau suami, anak, cucu, orangtua dan kakek nenek mereka, setelah orang-orang yang bersangkutan meninggal. 1376. Tuntutan perdata tentang penghinaan tidak dapat dikabulkan jika tidak ternyata adanya maksud untuk menghina. Maksud untuk menghina tidak dianggap ada, jika perbuatan termaksud nyata-nyata dilakukan untuk kepentingan umum atau untuk pembelaan diri secara terpaksa. ` 1377. Begitu pula tuntutan perdata itu tidak dapat dikabulkan, jika orang yang dihina itu dengan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, telah dipersalahkan melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Akan tetapi jika seseorang terus-menerus melancarkan penghinaan terhadap seseorang yang lain, dengan maksud semata-mata untuk menghina, juga setelah kebenaran tuduhan ternyata dari suatu putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau dari sepucuk akta otentik, maka ia diwajibkan memberikan kepada orang yang dihina tersebut penggantian kerugian yang dideritanya. 1378. Sepala tuntutan yang diatur dalam ketentuan keenam pasal yang lalu, gugur dengan pembebasan orang dinyatakan secara tegas atau diam-diam, jika setelah penghinaan terjadi dan diketahui oleh orang yang dihina, ia melakukan perbuatan-perbuatan yang menyatakan adanya perdamaian atau pengampuan, yang bertentangan dengan maksud untuk menuntut penggantian kerugian atau pemulihan kehormatan. 1379. Hak untuk menuntut ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam pasal 1372, tidak hilang dengan meninggalnya orang yang menghina ataupun orang yang dihina. 1380. Tuntutan dalam perkara penghinaan gugur dengan lewatnya waktu satu tahun, terhitung mulai dari hari perbuatan termaksud dilakukan oleh tergugat dan diketahui oleh penggugat.
untuk satu tahun lamanya. Apabila sudah lewat satu tahun, maka ikatan pengkontrakan hapus. Dalam beberapa pasal lainnya di KUHPerdata terdapat pula 32
penghapusan suatu ikatan, yarig tidak disebutkan dalam pasal 1381 .
B. Landasan Hukum Berdasar Undang-undang Pratik Terapi -Praktik TerapiBerdasarkan Undang-undang Praktik terapi (UUPradok), pengertian praktik terapi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh terapist dan terapist gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Kemudian, asas dari praktik terapi (terdapat dalam pasal 2 Undang-undang Praktik Terapi), yaitu: praktik terapi dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien. Pada pasal 3 diterangkan lebih lanjut tindakan pengaturan praktik terapi bertujuan untuk; a) memberikan perlindungan kepada pasien; b) mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh terapist dan terapist gigi; dan 3) memberikan kepastian hukum kepada masyrakat, terapist dan terapist gigi. Memperhatikan pasal 2 dan 3 dari Undang-undang Praktik Terapi tersebut maksud yang muncul dari hubungan terapist pasien tidak sama persis seperti yang muncul dalam konsep hubungan terapist pasien pada konsep perdata. Pada konsep perdata hubungan terapist pasien yang lahir sebagai ikatan atau perjanjian yang kemudian disebut sebagai kontrak terapetik, bertujuan untuk mewujudkan „sesuatu‟ yang telah mereka perjanjikan. Sesuatu yang diperjanjikan antara pasien dengan terapist adalah pelayanan kesehatan. Hal mana pasien akan menerima pelayanan kesehatan sedang terapist akan memberi pelayanan kesehatan. Dapat juga dikatakan kalau dari KUHPerdata menjelaskan terjadinya ikatan sedang dalam Undang-undang Pradok menerangkan isi perjanjian-nya atau sesuatu yang diperjanjikan dalam hubungan terapist pasien tersebut. Disebutkan juga dalam pasal 30 Undang-undang Pradok, bahwa praktik terapi diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara doker dengan pasien dalam upaya untuk: 1. pemeliharaan kesehatan, 2. pencegahan penyakit, 3. peningkatan kesehatan, 4. pengobatan penyakit dan 5. pemulihan kesehatan. 32
Pasal 1381: perikatan hapus karena pembayaran; karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan barang; karena pembaharuan utang; karena perjumpaan utang atau kopensasi; karena percampuran utang; karena musnahna barang yang terutang; karena berlaku syarat pembatalan yang diatur dalam Bab I buku ini; dan karena lewat waktu, yang akandiatur dalam bab tersendiri.
Terpenting dari pasal 30 tersebut adalah adanya kesepakatan antara terapist dengan pasien. Kesepakatan itu merupakan pintu masuk untuk berlangsungnya pelayanan terapist selanjutnya. Kesepakatan ini identik dengan persyaratan saling setuju (antara terapist dengan pasien) dalam pasal 1320 KUHPerdata. Masalah persetujuan yang terjadi dalam proses pelayanan kesehatan tersebut selanjutnya diatur dalam pasal 45 ayat (1), disana disebutkan bahwa setiap tindakan terapi yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. -PasienTerapist dalam menerapkan ilmu terapi dan ketrampilannya dalam masyarakat maka pasti membutuhkan pasien. Pasien dalam hal ini adalah pihak lain yang diperlukan terapist untuk terbentuknya hubungan terapist pasien. Menurut Undang-undang Pradok pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperolah pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada terapist atau terapist gigi. Pelayanan yang diperoleh secara langsung berarti pasien akan datang langsung ke tempat praktik terapist dan mendapatkan langsung saran atau tindakan yang diperlukan. Pelayanan yang tidak langsung dapat saja dilakukan oleh pasien melalui telepon atau cara lainnya sebatas permasalahan pasien itu dapat dimengerti oleh terapist yang bersangkutan.
Kuliah 8 INFORMED CONSENT Informed artinya sudah mendapat informasi, sudah memperoleh informasi, sudah diberi informasi. Consent artinya persetujuan. Sehingga arti informed consent adalah persetujuan yang sudah didasari adanya informasi, sudah didasari pengertian dan pemahaman akan tindakan yang akan disetujui. Jadi,.. jika pasien menandatangani blanko informed consent akan sebuah tindakan yang akan dilakukan pada dirinya, berarti pasien memberikan persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan pada dirinya, dan sudah mendapat informasi tentang tindakan yang akan dilakukan oleh terapist pada dirinya, untung ruginya dilakukannya tindakan itu, resikonya, biaya dan lain sebagainya. Masalah informasi dalam HDP merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu penanganan perihal informasi medis perlu pertimbangan untuk dibentuk suatu badan khusus.
-DefinisiDefinisi informed consent adalah Persetujuan yang sudah didasari adanya informasi, sudah didasari pengertian dan pemahaman akan tindakan yang akan disetujui. Pernyataan setuju terhadap tindakan diagnostik/terapetik, setelah mendapat penjelasan tentang tujuan, resiko, alternatif tindakan yang akan dilakukan, serta prognosis penyakit jika tindakan itu dilakukan/tidak dilakukan. Pada Bab I butir Id. Pedoman Persetujuan Tindakan Medik, disebutkan bahwa: Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapat informasi dan Consent berarti persetujuan (ijin). Ada perbedaan penekanan antara informed consent ini dengan persetujuan dalam kontrak terapetik (sesuai pasal 1320 KUH perdata). Informed Consent dalam profesi terapii (juga tenaga kesehatanan lainnya) adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari pasien yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan terapii yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan terapii yang dimaksud. -Dasar hukum informed consentM Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585 / MENKES/ PER / IX / 1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik, yang pedoman pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor:
HK.00.063.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik ( Informed Consent ) tanggal 21 April 1999. f. SK. Dirjen YANMED. No. YM 00.03.2.6.956 Tentang Hak dan Kewajiban Pasien Dan Perawat. g. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Nomor: YM.02.04.3.5.2504 tanggal 10 Juni 1997 Tentang Pedoman Hak Dan Kewajiban Pasien, Terapist Dan Rumah Sakit. h. Pasal 45 (1) UUPRADOK. - Persetujuan tindakan medikPersetujuan tindakan medik (PERTINDIK) wujud formalnya merupakan lembaran, disitu pasien bertanda-tangan sebagai bukti persetujuan.(SK dirjen pelayanan medik no HK 00.06.3.5.1866, tentang Persetujuan Tindakan Medik). Pertindik sebagai pengganti istilah informed consent, sebenarnya kurang lengkap karena tidak tuntas mencerminkan isi informasi yang harus diberikan oleh terapist.
- Informed consentKonsil Terapii Indonesia tahun 2006 menerbitkan istilah informed consent . Hanya saja istilah tersebut hanya merupakan namalain dari informed consent, hal ini dapat dilihat di Buku Kemitraan yang juga telah diterbitkan oleh KKI. Disebutkan di dalam Manual Informed consent: Informed consent : a. Adalah persetujuan pasien atau yang sah mewakilinya atas rencana tindakan terapi yang diajukan oleh terapist atau terapist gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan. b. Informed consent adalah pernyataan sepihak dari pasien dan bukan perjanjian antara pasien dengan terapist atau terapist gigi, sehingga dapat ditarik kembali setiap saat. 10. Informed consent merupakan proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang efektif antara pasien dengan terapist atau terapist gigi, dan bukan sekedar penandatanganan formulir persetujuan. Sebagai tambahan juga di dalam Buku Kemitraan KKI menyebutkan, informed consent (Informed consent) adalah proses komunikasi antara pasien dan terapist, dimulai dari pemberian informasi kepada pasien tentang segala sesuatu mengenai penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan, pasien memahaminya, dan kemudian memutuskan persetujuannya. Disebutkan dalam manual informed consent tersebut bahwa informed consent adalah pernyataan sepihak pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan terapi yang diajukan oleh terapist atau, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan.
-Penatalaksanaan informed consentPetaksanaan informed consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan (Bab lI butir 3 Pertindik): 10 Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will be actually performed) 11 Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medik diberikan tanpa paksaan (voluntary). 12 Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya dari segi hukum. 13 Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan.
-Isi informed consentMenurut Bab II butir 4 Pedoman di atas informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika paling sedikit enam hal pokok di bawah ini disampaikan dalam memberikan informasi dan penjelasan, yaitu : 11 Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik yang akan dilakukan (purpose of medical procedures). 12 lnformasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (contemplated medical prosedures). 13 Informasi dan penjelasan tentang tentang risiko (risk inherent in such medical prosedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi. 14 Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan serta risikonya masing-masing (alternative medical prosedure and risk), 15 Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan (prognosis with and without medical procedure). 16 Diagnosis. -Kapan informed consent dilakukan?Informed consent akan dilakukan pasien setelah pasien melakukan saling setuju untuk yang pertama kali dengan terapist. Persetujuan pasien di dalam ‟saling setuju yang kedua dan seterusnya‟ terhadap tindakan terapist yang akan dilakukan pada pasien, itulah yang nantinya disebut informed consent. Sehingga, terjadinya informed consent adalah setelah ada deal antar pasien dan terapist untuk melakukan hubungan. Informed consent itu adalah persetujuannya pasien terhadap tindakan 1 medik yang akan dilakukan terapist pada tubuhnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa informed consent itu adalah persetujuan sepihak, yaitu persetujuan yang dibuat pasien. Memperhatikan hal tersebut maka, informed consent dapat dilakukan berkali-kali dan dilakukan setiap akan ada tindakan terapist pada pasiennya. - Sampai Berapa Lama Persetujuan Berlaku? Perlu ditegaskan lagi bahwa persetujuan pada waktu pertama kali bukanlah informed consent, melainkan persetujuan untuk melakukan kontrak terapetik. Pada peristiwa ini maka persetujuan akan ditutup bersamaan dengan ditutupnya kontrak terapetik, hal mana ditandai dengan adanya pelunasan dari biaya pemeriksaan terapist oleh pasien (dilihat dari konsep kontrak jual beli jasa). Bilamana pasien datang lagi, misalnya waktu kontrol maka tetap akan dikenai biaya jasa pemeriksaan lagi oleh terapist, karena merupakan bentuk kontrak baru lagi. Kemudian bagaimana dengan informed consent? Jelas disebutkan disini adalah persetujuan untuk tindakan terapii, bukan persetujuan untuk kontrak 13
Tindakan medik dapat bersifat diagnostik (tindakan medik diagnostik) dan dapat juga bersifat terapetik (tindakan medik terapetik).
terapetik. Pada peristiwa kedua ini maka adanya persetujuan didasarkan adanya peristiwa informasi sehingga disebut dengan informed consent. Pada buku Pedoman Informed consent/ Gigi , KKI menyebutkan: ”Tidak ada satu ketentuan pun yang mengatur tentang lama keberlakuan suatu informed consent‟. Teori menyatakan bahwa suatu persetujuan akan tetap sah sampai dicabut kembali oleh pemberi persetujuan atau pasien. Namun demikian, bila informasi baru muncul, misalnya tentang adanya efek samping atau alternatif tindakan yang baru, maka pasien harus diberitahu dan persetujuannya dikonfirmasikan lagi. Apabila terdapat jeda waktu antara saat pemberian persetujuan hingga dilakukannya tindakan, maka alangkah lebih baik apabila ditanyakan kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku. Hal-hal tersebut pasti juga akan membantu pasien, terutama bagi mereka yang sejak awal memang masih ragu-ragu atau masih memiliki pertanyaan.” Untuk keterangan KKI tersebut, penulis setuju, karena yang dimaksud adalah persetujuan dalam rangka ”tindakan medik”. Untuk hal seperti ini istilah informed consent lebih penulis sukai, mengingat aspek informasi memegang peranan pokok untuk munculnya saling setuju dalam hubungan terapist pasien. - Bentuk informed consentBentuk informed consent dapat tersembunyi (implied conset) dan yang terwujud (express consent). Bentuk dari informed consent yang tersembunyi, merupakan bentuk yang paling sering terjadi, karena di dalam hubungan terapist pasien proses pelayanan terapist kepada pasien berupa anamnesa, pemeriksaan, dan tindakan-tindakan medis yang sering terjadi sudah dianggap sebagai kebiasaan oleh pasien dan terapist sehingga perwujudan informed consent merupakan hal yang tidak umum. Bentuk informed consent yang tersembunyi tersebut tidak menghilangkan hakekat dari adanya saling setuju antara terapist dengan pasien. Bahkan dengan tersembunyinya bentuk informed consent tersebut menunjukkan adanya kedalaman dari masing-masing pihak akan pemahaman dari tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak. Hanya saja, pada perkembangannya seiring dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknolgi terapii mengakibatkan beberapa kondisi yang menuntut semakin seringnya mewujudkan informed consent tersebut. Hal tersebut misalnya adalah: 18 Semakin jauhnya masyarakat dari iptek terapii. Hal ini terjadi karena perkembangan iptek terapii yang cepat. 19 Semakin banyaknya alternatif pilihan terapi dan diagnostik. 20 Semakin tingginya kesadaran masyarakat akan hak-hak pasien. 21 Perkembangan ilmu hukum yang mendorong masyarakat untuk sadar akan posisinya dalam hubungan terapist pasien. 22 Kesadaran terapist akan aspek hukum dari tindakan medis. Informed consent yang terwujud dapat berupa oral consent (terucap) dan writen consent (tertulis). Bentuk oral consent ini terwujud dengan kata-kata
persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh terapist. Bentuk oral consent ini lebih sering terdapat jika dibanding dengan yang writen consent. Bentuk yang tertulis ini banyak dipakai untuk tidakan yang bersifat infasiv, seperti tindakan operasi, tindakan diagnostik (foto dengan kontras), dan tindakan dengan biaya mahal dan lain sebagainya. Untuk kepentingan rekam medik ada baiknya untuk selalu mencatat persetujuan dari pasien yang berupa kata ‟setuju‟ ke dalam lembaran rekam medik saat terapist visite. Demikian juga misalnya tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat dalam rangka pelayanan keperawatannya harus menyertakan adanya informed consent dalam setiap tindakan keperawatannya. Baik dalam bentuk yang tersembunyi ataupun bentuk yang terwujud. -Kewajiban memberi penjelasanBab II butir 5 Kep Dirjen Yanmed Pedoman Pertindik menyebutkan bahwa: Terapist yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada terapist lain dengan sepengetahuan terapist yang bersangkutan. Pasal 6 PERMENKES TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK menyebutkan: 21 Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus diberikan oleh terapist yang akan melakukan operasi itu sendiri 22 Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada terapist sebagaimana dimaksud ayat informasi harus diberikan oleh terapist lain dengan sepengetahuan atau petunjuk terapist yang bertanggung jawab. 23 Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasif lainnya, informasi dapat diberikan oleh terapist lain atau perawat dengan sepengetahuan atau petunjuk terapist yang bertanggung jawab. -Sahnya suatu informed consentSuatu persetujuan dianggap sah apabila: 4. Pasien telah diberi penjelasan/ informasi 5. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan/persetujuan. 6. Persetujuan harus diberikan secara sukarela (tidak ada unsur paksaan) 7. Tidak boleh ada unsur penipuan. Seperti pada syarat sahnya suatu kontrak, hal mana di dalamnya disebutkan salah satu unsur untuk sahnya suatu kontrak yaitu adanya saling setuju. maka untuk sahnya informed consent itu juga mengacu pada ketentuan yang sama dengan konsep saling setuju seperti yang terdapat dalam kontrak terapetik. Menekankan hanya pada adanya tanda-tangan informed consent akan menjebak terapist hanya bekerja secara formal tanpa ada beban moral dari pekerjaannya. Bahkan terapist dapat saja terbawa oleh susana formalitas dari
pekerjaannya itu. Padahal yang terpenting adalah munculnya kesadaran dari pasien tindakan terapist itu tidak menjanjikan hasil, terapist hanya berusaha dengan iptek yang saat ini ada. Memang bukti formal berupa selembar kertas yang ditanda-tangi itu sangat penting, terlebih jika dikaitkan dengan aspek hukum perdata, tetapi dilihat dari aspek pidana, yang melihat kebenaran tidak hanya dari aspek formal, tapi kebenaran adalah kebenaran material, maka bukti formal saja tidak mencukupi. Maka, perhatian terapist terhadap masalah informed consent ini harus proporsional. Kemudian juga harus disampaikan resiko-resiko yang mungkin dapat terjadi dari tindakan yang akan dilakukan terapist. Untuk itu sangat penting diupayakan agar persetujuan juga mencakup apa yang harus dilakukan jika terjadi peristiwa yang tidak diharapkan dalam pelaksanaan tindakan terapii tersebut. Persetujuan harus diberikan secara bebas, tanpa adanya tekanan dari manapun, termasuk dari staf medis, saudara, teman, polisi, petugas rumah tahanan/Lembaga Pemasyarakatan, pemberi kerja, dan perusahaan asuransi. Bila persetujuan diberikan atas dasar tekanan maka persetujuan tersebut tidak sah. Pasien yang berada dalam status tahanan polisi, imigrasi, LP atau berada di bawah peraturan perundangundangan di bidang kesehatan jiwa/ mental dapat berada pada posisi yang rentan. Pada situasi demikian, terapist harus memastikan bahwa mereka mengetahui bahwa mereka dapat menolak tindakan bila mereka mau. -Cara memberi informasiBab II butir 6 Pedoman Persetujuan Tindakan Medik menyebutkan: Informasi dan penjelasan disampaikan secara lisan. Informasi dan penjelasan secara tulisan dilakukan hanya sebagai pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara lisan. Pada pasal 4 dan 5 PERMENKES TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK disebutkan dalam pasal 4 dan 5 bahwa: Pasal 4. 23 Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta. 24 Terapist harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali biIa terapist menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kesehatan pasien atau pasien menolak diberi informasi. 25 Dalam hal sebagaimana dimaksud aya (2) terapist dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh perawat sebagai saksi. Pasal 5. 26 Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik. 27 Informasi diberikan secara lisan
28 Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila terapist menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. 29 Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) terapist dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien. CATATAN Istilah terapii tidak boleh dipakai dalam memberikan informasi dan penjelasan karena mungkin tidak dimengerti oleh orang awam agar supaya tidak terjadi salah pengertian sehingga mengakibatkan masalah yang serius. Informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi dan situasi pasien. - Pihak yang memberikan informasi. Pihak yang wajib memberikan informasi adalah terapist atau tenaga kesehatan lain yang akan langsung memberikan tindakan tersebut kepada pasien. Adalah tanggung jawab terapist pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/tindakan untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak. Terapist memang dapat mendelegasikan proses pemberian informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada terapist pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar dan layak. Jika seseorang terapist akan memberikan informasi dan menerima persetujuan pasien atas nama terapist lain, maka terapist tersebut harus yakin bahwa dirinya mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasien berkenaan dengan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat secara benar dan layak. -Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan. Dalam Pedoman Persetujuan Tindakan medik hal ini diatur dalam pasal 7. yaitu : 2 Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau telah 2 menikah. 3 Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetujuan (informed consent) atau Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut: 1. Ayah / ibu kandung. 2. Saudara-saudara kandung. 4 Bagi yang dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir, Persetujuan (informed consent) atau 3.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka seseorang yang berumur 21 tahun atau lebih atau telah menikah dianggap sebagai orang dewasa dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan.
-
-
-
Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut : (l) Ayah/ibu adopsi. Saudara-saudara kandung. Induk semang. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, Persetujuan (informed consent) atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut : Ayah/ibu kandung. Wali yang sah. Saudara-saudara kandung. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medik di berikan menurut urutan hak sebagai berikut: Wali. Curator Bagi pasien dewasa yang telah menikah / orang tua, persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut : a) Suami/istri. b) Ayah/ibu kandung. c) Anak-anak kandung. d) Saudara-saudara kandung.
CATATAN. Yang dimaksud dengan beberapa pengertian dibawah ini berdasarkan Bab I butir 4 Pedoman Persetujuan Tindakan Medik : l. Ayah: -Ayah kandung. Termasuk "Ayah" adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan Hukum Adat. - Ibu :-Ibu kandung. Termasuk " lbu " adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan Hukum Adat. - Suami:- Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang perempuan berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku. - Isteri:- Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang lakilaki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari l (satu) isteri, persetujuan /penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari mereka.
31 Wali: - Adalah yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua. 32 Induk semang: adalah orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa. Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah bukan anak-anak. Dengan demikian mereka dapat diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang kompeten, dan oleh karenanya dapat memberikan persetujuan. Meskipun demikian untuk anak yang berumur dibawah 18 tahun, jika memerlukan tindakan darurat maka pertolongan tetap harus diberikan dalam rangka mencegah timbulnya kecacatan, atau kerusakan lebih lanjut jika tidak diberi tindakan segera. Kemudian jika usianya dibawah 18 tahun, tapi memungkinkan untuk dapat mengerti dan memahami sifat dari persetujuan itu (dalam rangka untuk memenuhi hak asasi manusia) maka dibolehkan untuk melakukan persetujuan asal dilakukan pada tindakan yang tidak beresiko tinggi. - Kompetensi pasien dalam persetujuan Berkaitan dengan masalah kompetensi dalam memberikan persetujuan, maka pengertian kompeten dari pasien itu perlu diurai, sampai sejauh mana sehingga dapat disebut kompeten, perlu ditetapkan pedoman garis besarnya demi untuk kepastian hukum. Di dalam pedoman informed consent KKI menyebutkan ada 3 kriteria, yaitu seseorang (pasien) dianggap kompeten untuk memberikan persetujuan, apabila: 32 Mampu memahami informasi yang telah diberikan kepadanya dengan cara yang jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan tanpa istilah yang terlalu teknis. 33 Mampu mempertahankan pemahaman informasi tersebut untuk waktu yang cukup lama dan mampu menganalisisnya dan menggunakannya untuk membuat keputusan secara bebas. 34 Mampu mempercayai informasi yang telah diberikan. Meskipun pada pasien sudah disampikan informasi, ada baiknya untuk tetap dilakukan cek silang dengan keluarganya akan sikap dari pasien tersebut. Hal ini untuk memberikan kepastian juga pada keluarga bahwa apa yang disampaikan pasien itu benar, sudah disadari dan dimaklumi juga oleh keluarga. Karena, penuntutan tidak selalu muncul dari pasien, tapi dapat juga termotivasi oleh sikap keluarga yang merasa tidak puas terhadap pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien.
Sehingga tetap diperlukan kehadiran dari pihak keluarga untuk menjadi saksi atas persetujuan tindakan yang akan dilakukan terapist kepada pasien..
- Cara Memberikan Persetujuan. Bab II butir 8 Pedoman Persetu,juan Tindakan Medik menyebutkan bahwa cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara: C. tertulis (express) maupun, D. lisan (implied). Persetujuan tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang mengandung risiko tinggi, sedangkan persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung risiko tinggi. Lebih lanjut KKI dalam buku petunjuknya menjelaskan memberikan petunjuk bahwa persetujuan tertulis diperlukan pada keadaan-keadaan sbb: 6. Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek samping yang bermakna. 7. Bila tindakan terapii tersebut bukan dalam rangka terapi. 8. Bila tindakan terapii tersebut memiliki dampak yang bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan pribadi dan sosial pasien 9. Bila tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian. Pasal 45 UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Terapii ayat (5) menyatakan bahwa “Setiap tindakan terapi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.” -Penolakan Tindakan Terapii (Informed Refusal) Persetujuan akan tindakan yang sedang direncanakan mutlak ada ditangan pasien. Jadi setelah pasien menerima informasi dari terapist atau yang bertugas untuk memberikan keterangan, maka selanjutnya pasien akan bersikap, menerima atau menolak. Penolakan (refusal) pasien tersebut dapat disebut juga dengan istilah penolakan tindakan terapii atau penolakan tindakan medik atau informed refusal. Pada pasien yang kompeten (dia memahami informasi, menahannya dan mempercayainya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk menolak suatu pemeriksaan atau tindakan terapii. Penolakan itu boleh logis boleh juga tidak, sebab penolakan yang terjadi merupakan resiko pasien, hal mana resiko akibat dari penolakan itu diterangakan sebelumnya oleh terapist kepada pasien atau keluarganya.. Kalau hal seperti ini terjadi dan bila konsekuensi penolakan tersebut berakibat serius maka keputusan tersebut harus didiskusikan dengan pasien, tidak dengan maksud untuk mengubah pendapatnya tetapi untuk mengklarifikasi situasinya. Untuk itu perlu dicek kembali apakah pasien telah mengerti informasi
tentang keadaan pasien, tindakan atau pengobatan, serta semua kemungkinan efek sampingnya. Kenyataan adanya penolakan pasien terhadap rencana pengobatan yang terkesan tidak rasional bukan merupakan alasan untuk mempertanyakan kompetensi pasien. Meskipun demikian, suatu penolakan dapat mengakibatkan terapist meneliti kembali kapasitasnya, apabila terdapat keganjilan keputusan tersebut dibandingkan dengan keputusan-keputusan sebelumnya. Dalam setiap masalah seperti ini rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan baik. -Penundaan dan Pembatalan Persetujuan Berhubungan dengan perihal penolakan tindakan terapii, pasien juga memiliki hak untuk menunda bahkan membatalkan persetujuan yang telah dibuatnya. Hal ini semata-mata menghormati hak pasien yang berdiri atas dasar hak untuk menentukan nasibnya sendiri (right to self determination). Pedoman tentang yang dikeluarkan KKI juga menyebutkan, persetujuan suatu tindakan terapii dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh pasien atau yang memberikan persetujuan dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota keluarga yang masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut cukup lama, maka perlu di cek kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak. Pengecekan diperlukan untuk menilai lagi adakah tindakan medik yang dilakukan itu masih layak mengingat perjalanan waktu sakit, sehingga dimungkinkan adanya perubahan kondisi dari pasien. Selain itu, juga diperlukan apakah pasien masih ingat akan resiko dari tindakan yang akan dilakukan. Memperhatikan hal ini, jika ditemukan hal-hal yang kurang pas karena adanya perubahan, maka ada baiknya dibuat bentuk persetujuan baru sesuai dengan kondisi yang ada sekarang. Selain penundaan juga dimungkin pasien melakukan pembatalan terhadap tindakan medik yang sudah disetujuinya. Pada dasarnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka dengan membuat surat atau pernyataan tertulis pembatalan informed consent. Pembatalan tersebut dapat dilakukan selama pasien memiliki kesadaran penuh. Jika pasien sudah dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh pembiusan tentunya pembatalan tidak akan dapat dilakukan. Pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat dari pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus kompeten untuk dapat membatalkan persetujuan. Menentukan kompetensi pasien pada beberapa situasi seperti pasien menderita nyeri, syok atau pengaruh obat-obatan dapat mempengaruhi kompetensi pasien dan kemampuan terapist dalam menilai kompetensi pasien. Terapist dalam hal situasi sulit seperti ini dituntut untuk memiliki ketrampilan dalam membangun landasan etik yang tepat.
Bila pasien dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan persetujuannya, maka terapist harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau pengobatannya. Kadang-kadang pembatalan tersebut terjadi pada saat tindakan sedang berlangsung. Bila suatu tindakan menimbulkan teriakan atau tangis karena nyeri, tidak perlu diartikan bahwa persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi persetujuan secara lisan yang didokumentasikan di rekam medis sudah cukup untuk melanjutkan tindakan. Tetapi apabila pasien menolak dilanjutkannya tindakan, apabila memungkinkan, terapist harus menghentikan tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan akibatnya apabila tindakan tidak dilanjutkan. Dalam hal tindakan sudah berlangsung sebagaimana di atas, maka penghentian tindakan hanya bisa dilakukan apabila tidak akan mengakibatkan hal yang membahayakan pasien. - Pembukaan Informasi Berdasar Undang-undang Praktik Terapii Paragraf 4: Rahasia Terapii, pasal 48 ayat (2) disebutkan: ”Rahasia terapii dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan 3 ketentuan perundang-undangan” Oleh karena segala hal yang berkaitan dengan pasien adalah termasuk dalam pengertian ”segala hal yang harus dirahasikan oleh terapist atau yang disebut rahasia medik”, maka ketentuan untuk membuka rahasia ini harus memenuhi aturan yang ada. Informasi tentang pasien yang diperoleh terapist dalam proses hubungan terapist pasien menjadi rahasia terapii. Pada umumnya pembukaan informasi pasien kepada pihak lain memerlukan persetujuan pasien. Persetujuan tersebut harus diperoleh dengan cara yang layak sebagaimana diuraikan di atas, yaitu melalui pemberian informasi tentang baik-buruknya pemberian informasi tersebut bagi kepentingan pasien. No 29 tahun 2004 tentang Praktik Terapii mengatur bahwa pembukaan informasi tidak memerlukan persetujuan pasien pada keadaankeadaan: a. Untuk kepentingan kesehatan pasien b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, misalnya dalam bentuk visum et repertum c. Atas permintaan pasien sendiri
3. Paragraf 4: Rahasia Terapii, Pasal 48 (1) Setiap terapist atau terapist gigi dalam melaksanakan praktik terapii wajib menyimpan rahasia terapii. (2) Rahasia terapii dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia terapii diatur dengan Peraturan Menteri.
d. Berdasarkan ketentuan undang-undang, misalnya UU Wabah dan UU Karantina Setelah memperoleh persetujuan pasien maka terapist tetap diharapkan memenuhi prinsip “need to know”, yaitu prinsip untuk memberikan informasi kepada pihak ketiga tersebut hanya secukupnya, yaitu sebanyak yang dibutuhkan oleh peminta informasi. - Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi tidak hanya melibatkan individu tetapi melibatkan pasangan dan janin yang dikandungnya terutama bagi wanita. Oleh karena itu, persetujuan tindakan di bidang kesehatan reproduksi memiliki dimensi yang agak berbeda dengan kondisi tindakan medis terhadap organ lainnya. Permasalahan utama pada pemberian persetujuan dalam lingkup kesehatan reproduksi adalah kapan dan bagaimana persetujuan cukup diberikan oleh pasien wanita saja, orang tua, suami saja dan suami isteri. - Format Isian Informed Consent. Formad isian Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) atau Penolakan Tindakan Medik, digunakan seperti contoh formulir terlampir, dengan ketentuan sebagai berikut : - Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak sebagai salah satu saksi ; - Materai tidak diperlukan ; - Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien ; - Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan. - Terapist harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa telah diberikan informasi dan penjelasan secukupnya. - Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanan.
CATATAN • Ibu jari pasien atau keluarganya yang berhak membubuhkan cap ibu jari tersebut tidak boleh dipegang oleh tenaga kesehatan yang mendampingi (untuk menghindari tuduhan adanya paksaan dari pihak rumah sakit dan atau tenaga kesehatan) • Apabila pasien atau keluarganya yang berhak membubuhkan cap ibu tersebut buta aksara dan tuna netra (tidak dapat melihat sama sekali) petugas yang mendapingi boleh memegang ibu jarinya, tetapi harus disertai berita acara dan ditandatangani oleh dua orang saksi seperti berita acara dan ditanda tangani
oleh dua orang saksi seperti pada formulir persetujuan atau penolakan tindakan medik. - Sanksi Hukum Sarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan-peraturan tersebut diatas dapat dijatuhi sanksi hukum maupun sanksi administratif apabila pasien dirugikan oleh kelalaian tersebut. Di dalam pedoman informed consent disebutkan juga sanksi yang akan dapat menimpa terapist jika tidak melakukan informed consent dalam praktiknya. Jika seorang terapist tidak memperoleh informed consent yang sah, maka dampaknya adalah bahwa terapist tersebut akan dapat mengalami masalah: 1. Hukum Pidana Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat dikategorikan sebagai “penyerangan” (assault). Hal tersebut dapat menjadi alasan pasien untuk mengadukan terapist ke penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang terjadi. 2. Hukum Perdata Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap terapist, maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud - padahal apabila dia telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya, atau menunjukkan bahwa terapist telah melakukan tindakan tanpa persetujuan (perbuatan melanggar hukum). 3. Pendisiplinan oleh MKDKI Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang terapist atau terapist gigi yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya dan dapat memberikan sanksi disiplin terapii, yang dapat berupa teguran hingga rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi. - Sanksi Pidana Seorang tenaga kesehatan yang melakukan tindakan medik terhadap pasien tanpa persetujuan pasien atau keluarganya, dapat dianggap melakukan penganiayaan yang sanksinya diatur dalam pasal 351 KUHP. Yang berbunyi: 1. Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah 2. Jika penganiayaan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun 3. Jika perbuatan itu berakibat matinya orang, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun 4. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja 5. Percobaan melakukan kejahatan itu tidak dipidana.
- Kewajiban Mengganti Kerugian A. Kewajiban Tenaga Kesehatan untuk mengganti kerugian. Disebutkan pada pasal 55 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan menyebutkan: ” (1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
PENJELASAN ayat (1). Pemberian hak atas ganti rugi merupakan suatu upaya untuk memberikan perlindungan bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun nonfisik karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Perlindungan ini sangat penting karena akibat kelalaian atau kesalahan itu mungkin dapat menyebabkan kematian atau menimbulkan cacat permanen. Yang dimaksud dengan kerugian fisik adalah hilangnya atau tidak berfungsinya seluruh atau sebagian organ tubuh, sedangkan kerugian nonfisik berkaitan dengan martabat seseorang. - Pasal 1366 KUHP Perdata berbunyi : Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hatihatinya. CATATAN Gugatan terhadap terapist secara pribadi dapat dilakukan apabila: Terapist tersebut melakukan kelalaian di tempat praktek pribadi atau sebagai terapist tamu di sebuah rumah sakit yang tidak menggaji dia. B. Kewajiban Sarana Kesehatan Apabila pasien dirugikan oleh tenaga kesehatan yang bekerja di sebuah sarana kesehatan misalnya sebuah rumah sakit, yang digugat untuk mengganti rugi adalah rumah sakit tersebut, berdasarkan azas respondeat superior dan azas tanggung renteng yang diatur dalam pasal 1367 KUHP Perdata. Sedangkan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati tersebut dapat dijatuhi sanksi administratif. - Sanksi Administratif Bagi Terapist Pasal 13 PERMENKES Tentang INFORMED CONSENT, mengatur tentang Sanksi Administratif yang berbunyi: Terhadap terapist yang melakukan tindakan medik tanpa persetujuan pasien atau keluarganya, dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin praktek.
- Hal Dimana Persetujuan Medik Tidak Diperlukan Meskipun persetujuan dari pasien mutlak diperlukan sebelum dilakukan dan ada sanksinya bila melakukan tindakan medik tanpa seijin pasien, ada tiga hal dimana persetujuan medik tidak sama sekali tidak diperlukan. Hal ini diatur dalam 7, pasal 11 dan pasal 14 PERMENKES Tentang Informed Consent. Pasal 7. (1) Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi. (2) Perluasan operasi yang tidak diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien. (3) Setelah perluasan operasi sebagaimanadimaksud ayat (2) dilakukan, terapist harus memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya. Pasal 11. Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapapun. Pasal 14. Dalam hal tindakan medik yang harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan tindakan medik tidak diperlukan. CATATAN Meskipun pasien atau keluarganya telah menyetujui tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya, apabila terjadi kematian, luka berat atau sakit untuk sementara akibat kelalaian tenaga kesehatan, tenaga kesehatan tetap dapat dituntut atau digugat karena kelalaian tersebut. Ringkasnya, informed consent tidak wajib dilakukan jika mengadapi kondisi seperti: 1) pada penelitian pemberian plasebo, 2) jika informasi akan merugikan pasien atau akan memperburuk kondisi pasien. Hanya saja dalam masalah ini diperlukan juga informasi kepada keluarga pasien, guna mempertegas bahwa pemberian informasi kepada pasien secaralangsung akan berdampak buruk pada kondisi pasien. 3) jika pasien tidak cakap, yaitu belum dewasa, mengalami gangguan kesadaran. 4) pasien dalam pengampuan (order curatele). 5) perluasan operasi. Pada kasus perluasan operasi sebaiknya terapist sudah memberi informasi kepada pasien sebelum dilakukan operasi, bahwa jika ada perluasan operasi demi keselamatan maka tindakan tersebut akan dilakukan. Kemudian, terapist segera memberi tahu keluarganya dan pasien setelah pasien cukup mampu untuk menerima informasi. Meskipun disebutkan ada pengecualian, penulis pikir akan lebih baik tetap ada pemberitahuan ke pihak ketiga yang menjadi pengampu pasien. Seperti
misalnya pasei belum dewasa maka kewajiban memberi informed consent akan diberikan kepada walinya. Sedang untuk pasien atau subyek penelitian yang akan mendapat obat plasebo sebaiknya diberikan informasi diawal penelitian bahwa korban akan diberi obat yang mungkin obat tersebut adalah kosong (plasebo). Jika pasien ada dibawah pengampuan maka informasi diberikan kepada kuratornya. Jadi menurut penulis, bahwa pengecualian masalah informed consent ini tidaklah dapat mutlak diadakan, karena tetap ada pihak yang bertanggung jawab. Perkecualian hanya akan dilakukan jika kondisi memang tidak memungkinkan untuk dilakukan informed consent, seperti pada pasien darurat, tidak sadar, tidak ada keluarga, tidak ada identitas, maka tndakan medik ditujukan untuk keselamatan kehidupan pasien informed consent tidak dapat dilaksanakan. - Mengapa masih ada permasalahan? Permasalahan dalam hubungan terapist pasien, tetap masih dapat terjadi. Khususnya terkait tindakan medis yang dilakukan oleh terapist. Permasalahan tersebut tetap masih ada karena adanya “misinformasi”. Kemungkinan karena kurangnya fasilitas komunikasi (terapist / RS dengan pasien). Masalah informasi ini penting untuk dijadikan obyek kajian mengingat tenaga kesehatan dengan pola pelayanan paternalisitiknya, mungkin akan melakukan tindakan yang tidak benar seperti : - Tidak memberi informasi - Informasi tidak benar - Informasi lewah - Informasi tidak lengkap -kapan informed consent diperlukanInformed consent diperlukan tidak hanya untuk kasus tindakan terapii yang akan dilakukan terapist pada pasien saja. Beberapa tindakan selain tindakan terapii juga memerlukan informed consent yaitu: • Kerahasiaan dan pengungkapan informasi Terapist membutuhkan persetujuan pasien untuk dapat membuka informasi pasien, misalnya kepada kolega terapist, pemberi kerja atau perusahaan asuransi. Prinsipnya tetap sama, yaitu pasien harus jelas terlebih dahulu tentang informasi apa yang akan diberikan dan siapa saja yang akan terlibat. • Pemeriksaan skrining Memeriksa individu yang sehat, misalnya untuk mendeteksi tanda awal dari kondisi yang potensial mengancam nyawa individu tersebut, harus dilakukan dengan perhatian khusus. • Pendidikan Pasien dibutuhkan persetujuannya bila mereka dilibatkan dalam proses belajar-mengajar. Jika seorang terapist melibatkan mahasiswa (co-ass) ketika sedang menerima konsultasi pasien, maka pasien perlu diminta
•
persetujuannya. Demikian pula apabila terapist ingin merekam, membuat foto ataupun membuat film video untuk kepentingan pendidikan. Penelitian Melibatkan pasien dalam sebuah penelitian merupakan proses yang lebih memerlukan persetujuan dibandingkan pasien yang akan menjalani perawatan. Sebelum terapist memulai penelitian terapist tersebut harus mendapat persetujuan dari Panitia etika penelitian. Dalam hal ini Departemen Kesehatan telah menerbitkan beberapa panduan yang berguna.
- Bagaimana cara pasien memperoleh informasiPada dasarnya pasien bebas untuk memperoleh informasi apa saja terkait dengan penyakitnya. Di dalam informed consent pasien mendapat informasi dari terapist yang akan melakukan tindakan medik tersebut. Padahal boleh jadi terapist tidak akan melakukan tindakan itu sendiri. Pada kasus terapist berkehendak untuk dilakukan foto ronsen guna mengetahui adakah fraktur pada sebuah tulang, maka terapist yang memberi pengantar foto akan menerangkan seperlunya terkait penyakitnya tujuan penggunaan foto ronsen untuk kasus pasiennya tersebut, kemudian perihal masalah teknis praktis foto ronsen menjadi tanggung jawab bagian ronsent untuk memberikan keterangan. Di dalam manual KKI disebutkan cara memberi informasi kepada pasien dapat melalui berbagai cara, seperti: langsung diberikan oleh terapist yang akan melakukan tindakan, melalui orang yang ditugaskan untuk memberikan keterangan atas pelimpahan wewengang terapist, melalui leaflet atau alat publikasi lain. - Pertimbangan dalam memberi informasi Konsil Terapii Indoensia di dalam ”Manual Informed consent” memberikan saran pertimbangan untuk membantu pasien terkait dengan informed consent. Untuk membantu pasien membuat keputusan diharapkan mempertimbangkan hal-hal di bawah ini: a. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang mereka. Sehingga menghadirkan seorang interpreter mungkin merupakan suatu sikap yang penting, baik dia seorang profesional ataukah salah seorang anggota keluarga. Ingat bahwa dibutuhkan persetujuan pasien terlebih dahulu dalam mengikutsertakan interpreter bila hal yang akan didiskusikan merupakan hal yang bersifat pribadi. b. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain apabila hal itu dapat membantu memberikan informasi yang bersifat rinci. Pastikan bahwa alat bantu tersebut sudah berdasarkan informasi yang terakhir. Misalnya, sebuah leaflet yang menjelaskan tentang prosedur yang umum. Leaflet tersebut akan membuat jelas kepada pasien karena dapat ia
c.
d.
e.
f. g.
bawa pulang dan digunakan untuk berpikir lebih lanjut, tetapi jangan sampai mengakibatkan tidak ada diskusi. Apabila dapat membantu, tawarkan kepada pasien untuk membawa keluarga atau teman dalam diskusi atau membuat rekaman dengan tape recorder Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan (distress ) agar diberikan dengan cara yang sensitif dan empati. Rujuk mereka untuk konseling bila diperlukan Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam diskusi, misalnya perawat, baik untuk memberikan dukungan kepada pasien maupun untuk turut membantu memberikan penjelasan Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas. Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang diberikan, dan kesempatan bertanya tentang hal-hal yang bersifat klarifikasi, sebelum kemudian diminta membuat keputusan.
- Informasi yang disampaikan kepada pasienDi dalam Undang-undang Praktik Kedoteran, memberikan gambaran informasi apa saja yang minimal diberikan kepada pasien dalam upaya untuk membentuk informed consent. Pasal 45 ayat (3) Undang Undang Praktik Terapii memberikan batasan minimal informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu: a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan c. Alternatif tindakan lain dan risikonya d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan Dengan mengacu kepada KKI melalui buku Manual Informed consent, memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada pasien: a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang serius e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan
f. g. h. i.
j.
k. l.
diskusi tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai kembali Nama terapist yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya Bila melibatkan terapist yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas konsekuensi pembatalan tersebut. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari terapist lain Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.
- Perlunya ada informed consentDengan mengingat bahwa ilmu terapi bukanlah ilmu pasti, maka keberhasilan tindakan terapi bukan pula suatu kepastian, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat berbedabeda dari satu kasus ke kasus lainnya. Sebagai masyarakat yang beragama, perlu juga disadari bahwa keberhasilan tersebut ditentukan oleh izin Tuhan Yang Maha Esa. Adanya „asas bahwa ilmu terapii adalah bukan ilmu pasti‟ maka, dasar penerapan dari ilmu terapii bukanlah menjanjikan hasil, tetapi menjanjikan usaha yang sebaik-baiknya. Usaha sebaik-baiknya ini, kemudian didasarkan pada pertimbangan ilmiah dan diwujudkan dengan adanya standart pelayanan. - Informed Consent untuk Penelitian Segala bentuk kegiatan apapun yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian dan melakukan interfensi pada subyeknya baik berbentuk fisik (pemberian material: obat-obatan, pakaian, makanan, dan lain sebagainya), mental (pemberian pertanyaan, kuesner yg dibagikan, dan lain sebagainya), dan sosial (mengisolasi subyek dari tempat tinggalnya), maka wajib memberi tahu dahulu kepada sampel subyek penelitian dari maksud dan tujuan dari penelitian itu. Dari informasi yang telah diberikan tersebut maka subyek penelitian itu akan memutuskan bersedia atau tidak menjadi sampel penelitian. Juga subyek tidak boleh di-intervensi keputusannya dengan pemberian imbalan atau janji, hal mana dapat dikatakan subyek calon sampel penelitian akan terarah memberi persetujuannya. Pada prinsipnya terapist dan terapist gigi dalam melakukan penelitian dengan menggunakan manusia sebagai subjek harus memperoleh persetujuan dari mereka yang menjadi subjek dalam penelitian tersebut secara bebas dan sukarela.
Persetujuan harus diperoleh dengan suatu proses, yaitu proses komunikasi antara pihak peneliti dan calon subjek penelitian (informed). Komunikasi dalam hal ini adalah berupa pemberian informasi tentang segala sesuatu mengenai tindakan dan berisi hal-hal yang sesuai dengan keperluan maupun penapisan yang akan dilakukan, juga informasi tentang kompensasi yang akan diterima pasien jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dalam proses penelitian. Sedang informasi yang diberikan, kecuali lisan sebaiknya juga tertulis agar bukti yang ada dapat didokumentasikan Code of Nuremberg serta Declaration of Helsinki yang sejak 1964, diperbaiki dalam World Medical Assembly dan terakhir di Afrika Selatan tahun 1996, telah menyatakan hal tersebut. Kaidah dasar moral yang mendasari keharusan adanya informed consent pada penelitian adalah otonomi, maka jika akan memberikan perlakuan pada subyek penelitian diharuskan adanya persetujuan. Baik itu tindakan medik, maupun tindakan yang hanya mencari data dengan suatu kuesioner, serta tindakan penapisan (skrining) untuk memilih subjek yang akan digunakan dalam penelitian. Semua penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitiannya maka diharuskan untuk lolos uji dari Tim Etika Penelitian. Pastikan bahwa penelitian tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan terbaik pasien, dan bahwa subyek penelitian tahu bahwa ia sedang mengikuti penelitian, dan keterlibatan subyek penelitian adalah secara sukarela. Konsil Terapii Indoneia dalam Buku Pedoman Informed consent merinci hal-hal yang seharusnya diinformasikan pada subyek penelitian yaitu, informasi seharusnya berisi: 1. Tujuan penelitian atau penapisan 2. Manfaat penelitian dan penapisan 3. Protokol penelitian dan penapisan, serta tindakan medis 4. Keuntungan penelitian dan penapisan 5. Kemungkinan ketidaknyamanan yang akan dijumpai, termasuk risiko yang mungkin terjadi 6. Hasil yang diharapkan untuk masyarakat umum dan bidang kesehatan 7. Bahwa persetujuan tidak mengikat dan subyek dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri. 8. Bahwa penelitian tersebut telah disetujui oleh panitia etika penelitian. Tidak jauh berbeda dengan kegiatan penelitian, kegiatan skrining atau penapisan dapat merupakan upaya yang penting untuk dapat memberikan informasi tindakan yang efektif. Sehingga persetujuan dari subyek tetap diperlukan. Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan: a. Terdapat kemungkinan bahwa uji skrining tersebut memiliki ketidakpastian, misalnya false positive dan false negative b. Beberapa uji skrining tertentu berpotensi mengakibatkan hal yang serius bagi pasien dan keluarganya, tidak hanya dari segi kesehatan, melainkan juga segi sosial dan ekonomi.
Oleh karena itu persetujuan dilakukannya uji skrining harus didahului dengan penjelasan yang tepat dan layak, serta pada keadaan tertentu memerlukan tindak lanjut, misalnya dengan konseling dan support group. - Mitos informed consentPersetujuan pasien akan diberikan jika pasien sudah faham akan manfaat, resiko dan segala hal yang terkait dengan tindakan yang akan dilakukan terapist. Benarkan jika pasien kemudian sudah faham akan memberikan persetujuannya? Pertanyaan ini akan membawa impliksi lebih lanjut, bahwa benarkah informed consent itu hanya mitos? Tidak menutup kemungkinan karena pasien dan kelurganya aham akan tindakan tersebut, maka mereka akan tidak jadi memberikan ijin. Misalnya saja tindakan itu memerlukan biaya yang ternyata cukup besar untuk kemampuan keuangan mereka. Hanya karena aspek finansial maka boleh jadi mereka tidak akan melakukan atau tidak jadi memberi persetujuan. Otomatis tindakan medik tidak akan dilakukan. Padahal tindakan medik tadi perlu untuk kesehatan pasein. Kemudian bagaimana kebenaran akan perlunya keberadaan informed consent itu? Sejauh mana arti batas memberi penjelasan ini sehingga pasein menjadi tidak akan menarik keputusan untuk tidak menyetujui tindakan medis. Ataukah tetap sebaiknya pasien diberi penjelasan yang lengkap dan soal resiko tetap ada pada pasiennya (seperti takut karena mendapat informasi akan efek samping yang terjadi jika tindakan itu dilakukan)? Atau yang terbaik pasien diberi penjelasan seperlunya, dengan mana penjelasan tersebut akan membawa pasien pada sikap setuju, sehingga tujuan dari tindakan medik yang akan dilakukan itu dapat terlaksana, yang pada pokoknya usaha terbaik sudah dilakukan terapist? Kalau yang terjadi demikiian .., maka tidak lain informed consent itu adalah mitos. Mengapa demikian ... , karena adanya informed consent itu sebenarnya tidak ada. Terapist membatas informasi dengan bijak pada hal-hal yang positif saja, dan sedikit pada hal yang negatif, denganmana harapan akhir dari penjelasan itu adalah persetujuan dari pasien. Bahkan .. kemudian jika pasien menolak, maka pasien juga diminta untuk menandatangini adanya refusal consent yaitu pernyataan untuk tidak mau (menolak) melakukan tindakan yang sudah disarankan. Maka, dapat dikatakan disini ... pasien ada pada posisi tersulit. Mundur kena maju kena. Inilah mitos informed consent.