Materi Fisiologi Topik 4
SISTEM SIRKULASI Fungsi dan regulasi sistem sirkulasi
Mekanisme kerja jantung dan pembuluh darah Sistem respirasi
FISIOLOGI OTOT JANTUNG Jantung merupakan suatu organ yang bekerja seperti pompa, yang didalamnya terdiri dari 4 ruang yaitu dua atrium dan dua ventrikel (gambar). Secara fisiologis jantung dibentuk oleh dua jenis otot, yaitu : (1) myokardium dan (2) serabut-serabut otot perangsang dan penghantar khusus.
Gambar 1. Bagian-bagian jantung
Pada dasarnya fungsi atrium adalah sebagai tempat lewat untuk masuknya darah ke ventrikel. Tetapi atrium juga dapat memompa dengan lemah untuk membantu aliran darah dari atrium ke dalam ventrikel. Selanjutnya ventrikel mensuplai tenaga utama yang mendorong darah ke paru-paru dan ke sistem sirkulasi perifer. Otot atrium dan ventrikel yang disebut myokardium, berkontraksi dengan cara yang banyak persamaannya dengan otot rangka hanya masa kontraksi otot tersebut lebih lama sehingga jantung dapat bekerja sebagai pompa. Sebaliknya, serabut-serabut perangsang dan penghantar khusus hanya berkontraksi secara lemah karena mereka mengandung sedikit fibril-
fibril kontraktil. Dan sebagai gantinya, mereka merupakan sistem penghantaran untuk menghantarkan impuls-impuls dengan cepat ke seluruh jantung. Otot jantung mempunyai sifatsifat fisiologis tertentu, diantaranya : 1. Rhytmicity; kontraksi atrium dan ventrikel terjadi secara bergantian sehingga tampak seperti gerakan yang kompak silih berganti dalam irama ritmis sebuah tarian. 2. Otomasi; otot jantung dapat berkontraksi tanpa rangsang dari luar dan dapat membentuk rangsang. Btetila dikeluarkan dari tubuh (binatang percobaan) lalu diletakkan dalam suatu tempat yang diberi oksigen dan makanan cukup, maka akan tetap berdenyut diluar tubuh. 3. Otot jantung memperlihatkan fenomena tangga (treppe phenomenon). Bila sediaan otot jantung dirangsang dengan rangsangan listrik, maka otot akan berkontraksi. Bila dirangsang berturut-turut dengan intensitas yang sama, kekuatan kontraksi berangsurangsur meningkat dan menetap pada kekuatan tertentu. 4. Otot jantung tidak dapat berkontraksi tetanik. Hal ini disebabkan karena masa refrakter absolut sel otot jantung berlangsung lama. Masa refrakter artinya sel yang telah mengalami depolarisasi menjadi tidak peka rangsang sampai kira-kira pertengahan akhir periode repolarisasi. Mulai dari titik permulaan potensial aksi sampai tempat tidak peka rangsang berakhir disebut masa (periode) refrakter absolut. 5. Kekuatan kontraksi jantung dipengaruhi oleh panjang awal serabut otot jantung (hukum Frank-Starling). Serabut otot jantung akan bertambah panjang bila volume diastoliknya ditambah. Bila volume diastoliknya ditingkatkan sampai batas tertentu, maka kontraksi jantung akan bertambah kuat. Bila peningkatan volume diastoliknya melampaui batas tertentu, maka kekuatan kontraksinya akan menurun. Hal ini sesuai dengan “Hukum Starling” yang berbunyi : kekuatan kontraksi otot ventrikel sampai batas tertentu berbanding langsung dengan isi diastoliknya, tetapi bila batas ini dilampaui kekuatan kontraksi akan menurun. Supaya jantung dapat bekerja dengan normal, diperlukan ion-ion seperti : 1. Kalsium (Ca); kekurangan kalsium akan menghambat kontraksi jantung. Jantung akan berhenti dalam keadaan diastolik (relaksasi). Bila kadar kalsium ditingkatkan, kontraksi jantung menjadi lemah karena tidak dapat berelaksasi dan akan berhenti dalam keadaan sistolik. 2. Kalium (K); bila kadar kalium diturunkan, jantung akan berdenyut lebih cepat dan berhenti dalam keadaan sistolik. Bila kadar kalium berlebihan, jantung akan berhenti dalam keadan diastolik. 3. Narium (Na); berperan untuk menimbulkan keadaan isotonik, maka natrium dibutuhkan untuk otomasi jantung. Bila kadar natrium rendah, jantung akan berhenti berdenyut. Kelebihan natrium pada umumnya tidak berpengaruh.
SISTEM SIRKULASI (HEMODINAMIKA)
Sirkulasi pada jantug dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu : 1. Sirkulasi sistemik; yaitu aliran darah ke dan dari seluruh tubuh melalui aorta dan vena cava. Darah yang teroksigenasi meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta, yaitu arteri yang paling besar dengan diameter 2,5 cm dan tebal dinding 2 mm. Arteri ini kemudian akan bercabang-cabang lagi menjadi arteriol (diameter 4 cm dan tebal dinding 4 mm), berfungsi sebagai katup pengendali darah yang akan dialirkan ke kapiler. Arteriol lalu bercabang menjadi kapiler yang mengitari sel jaringan, berdinding tipis dan permeabel. Melalui kapiler inilah dialirkan makanan dan O2 ke jaringan dan pada waktu yang sama CO2 dan sisa-sisa produksi dikeluarkan dari jaringan ke dalam darah. Kapiler berkonvergensi membentuk pembuluh darah yang lebih besar yang disebut venula, kemudian menjadi pembuluh darah yang lebih besar lagi yang disebut vena. Vena berfungsi sebagai saluran penampung darah dari jaringan yang akan dibawa ke jantung. Vena juga mampu berkontraksi dan berdilatasi, mempunyai dinding yang tipis. Sistem vena pararel dengan arteri yang besar dengan arah yang berlawanan, membawa darah dengan kadar O2 yang rendah ke jantung dan sistem ini berakhir di atrium kanan, yaitu vena cava superior dan vena cava inferior. 2. Sirkulasi pulmonal; yaitu aliran darah ke dan dari jaringan paru melalui arteri dan vena pulmonalis. Darah yang berada di ventrikel kanan yang mengandung CO 2 akan dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis untuk buang dan dalam waktu yang bersamaan udara masuk ke paru-paru melalui saluran pernafasan dan darah dialirkan dari paru-paru ke atrium kiri melalui vena pulmonalis yang telah mengandung O2. Dari sini darah lalu dialirkan ke ventrikel kiri dan dari ventrikel kiri kemudian darah dipompakan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi sistemik.
Gambar 2. Bagian dalam jantung sistem sirkulasi
MEKANISME KERJA JANTUNG Dalam keadaan normal darah mengalir terus dari vena-vena besar ke dalam atrium dan kira-kira 70 % aliran ini langsung mengalir dari atirum ke ventrikel walaupun atrium belum berkontraksi. Akan tetapi, kemudian, kontraksi atrium menyebabkan pengisian tambahan 30 %. Oleh karena itu, atrium berfungsi sederhana sebagai pompa primer yang meningkatkan efektivitas ventrikel sebagai pompa kira-kira 30 %. Jantung dapat terus bekerja dengan sangat memuaskan dalam keadaan istirahat normal walaupun tanpa ekstra efektivitas 30 % karena dalam keadaan normal jantung mempunyai kemampuan memompa lebih dari 300 sampai 400 % darah yang dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu, orang biasanya tidak menunjukkan perbedaan kecuali ia bekerja dimana pada keadaan ini ia akan memberikan tanda-tanda akut payah jantung, khususnya pernafasan yang pendek. Selama sistolik ventrikel, sejumlah besar darah tertimbun dalam atrium karena katup AV yang tertutup dan tekanan atrium sangat meningkat. Oleh karena itu tepat setelah sistolik berakhir dan tekanan ventrikel turun kembali sampai ke tekanan diastoliknya yang rendah, tekanan pada atrium yang tinggi dengan segera mendorong katup A-V membuka dan memungkinkan darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel. Inilah yang dinamakan periode pengisian cepat ventrikel. Tekanan atrium turun beberapa milimeter di bawah tekanan ventrikel karena pembukaan katup A-V normal demikian besar sehingga hampir tidak mempunyai resistensi terhadap aliran darah. Periode pengisian cepat, berlangsung kira-kira sepertiga pertama diastolik. Selama sepertiga tengah diastolik dalam keadaan normal hanya sedikit darah yang mengalir ke dalam ventrikel. Ini adalah darah yang terus masuk ke dalam atrium dari vena-vena dan berjalan melalui atrium langsung ke ventrikel. Sepertiga tengah diastolik ini, bila aliran darah yang masuk ke dalam ventrikel hampir berhenti dinamakan diastasis. Selama sepertiga diastolik selanjutnya, atrium berkontraksi dan menambah daya mengalir masuknya darah ke dalam ventrikel; ini merupakan kira-kira 30 persen pengisian ventrikel selama setiap kali siklus jantung. Selama diastolik, pengisian
ventrikel dalam keadaan normal meningkatkan volume
setiap ventrikel sekitar 120 sampai130 ml. Volume ini dikenal sebagai volume akhir diastolik. Kemudian waktu ventrikel kosong selama sistolik, volumenya berkurang sekitar 70 ml yang dinamakan isi sekuncup (stroke volume). Volume yang tersisa dalam tiap-tiap ventrikel sekitar 50 sampai 60 ml; dinamakan volume akhir sistolik. Bila jantung berkontraksi dengan kuat, volume akhir-sistolik dapat turun sampai menjadi 10 – 30 ml. Sebaliknya, selama diastolik bila darah dalam jumlah besar mengalir ke dalam ventrikel, dalam jantung normal volume akhir-diastoliknya dapat menjadi sebesar 200 sampai 250 ml dan dengan peningkatan volume akhir-diastolik dan penurunan volume akhir-sistolik, isi sekuncup dapat meningkat lebih dari dua kali normal. Jadi, volume sekuncup jantung adalah jumlah darah yang dipompa dari tiap-tiap ventrikel pada setiap denyut jantung. Dalam keadaan normal, volume sekuncup sekitar 70 ml tetapi dalam keadaan-keadaan yang sesuai dengan kehidupan (normal) volume sekuncup dapat turun sampai beberapa milimeter perdenyut dan dapat meningkat sampai sekitar 140 ml per denyut pada orang dengan jantung yang sangat besar, seperti pada beberapa atlit.
Gambar 3. Mekanisme kerja jantung
Pengertian kerja jantung, adalah jumlah energi yang oleh jantung diubah menjadi kerja sewaktu memompa darah ke dalam arteri. Kerja jantung ada dua bentuk; pertama, sebagian besar digunakan untuk menggerakkan darah dari vena dengan tekanan rendah ke arteri dengan tekanan tinggi. Ini adalah tenaga potensial tekanan. Kedua, sebagian kecil energi digunakan untuk mempercepat kecepatan ejeksi darah melalui katup-katup aorta dan pulmonal. Ini adalah energi kinetik aliran darah. Katup A-V (katup trikuspidal dan mitral) mencegah pengaliran balik darah dari ventrikel ke atrium selama sistolik, dan katup semilunar (katup aorta dan pulmonal) mencegah aliran balik dari aorta dan arteria pulmonalis ke dalam ventrikel selama diastolik. Semua katup ini, menutup dan membuka secara pasif yaitu menutup bila selisih tekanan yang membalik mendorong darah
kembali dan membuka bila selisih tekanan ke depan mendorong darah ke arah depan. Karena alasan-alasan anatomis yang nyata, katup-katup A-V yang tipis seperti selaput hampir tidak memerlukan aliran balik untuk menyebabkan penutupan, sedang katup semilunar yang jauh lebih berat memerlukan aliran balik yang agak kuat selama beberapa milidetik. Perlu diketahui juga bahwa, Mm. papillares yang melekat pada katup A-V melalui chorda tendineae, berkontraksi bila dinding ventrikel berkontraksi tetapi berlawanan dengan apa yang diharapkan; mereka tidak membantu menutup katup-katup. Sebagai gantinya, mereka menarik katup-katup kearah ventrikel untuk mencegah penonjolan yang terlalu jauh kebelakang kearah atrium, selama kontraksi ventrikel. Bila chorda tendineae putus atau bila salah satu m. papillares paralisis, katup menonjol jauh ke belakang. Kadang-kadang demikian jauhnya sehingga katup menjadi bocor dan mengakibatkan payah jantung berat atau yang mematikan. Katup aorta dan pulmonal berbeda dengan katup A-V dalam bekerja. Pertama, tekanan dalam arteri dan tekanan akhir sistolik yang tinggi menyebabkan katup semilunar lebih menimbulkan bunyi pada waktu menutup dibandingkan dengan penutupan katup A-V yang jauh lebih lunak. Kedua, kecepatan ejeksi darah melalui katup aorta dan pulmonal jauh lebih besar dari pada melalui katup A-V yang jauh lebih besar. Karena penutupan yang cepat dan ejeksi yang cepat, ujung-ujung katup semilunar mengakibatkan abrasi mekanik jauh lebih besar dari pada katup AV yang juga disokong oleh chordae tendineae. Bila seseorang mendengarkan dengan stetoscope pada jantung, ia tidak mendengarkan pembukaan katup-katup karena pembukaan ini merupakan proses yang relatif lambat timbulnya sehingga tidak menimbulkan bunyi. Akan tetapi, bila katup-katup menutup, lempeng-lempeng katup dan cairan sekitarnya bergetar karena pengaruh perbedaan tekanan mendadak yang timbul, menimbulkan bunyi yang berjalan ke segala arah melalui dada. Bila ventrikel pertama kali berkontraksi, seseorang mendengarkan bunyi yang disebabkan oleh penutupan katup-katup A-V. Getarannya bernada rendah dan relatif lama dan dikenal sebagai bunyi jantung pertama. Bila katup-katup aorta dan pulmonal menutup, seseorang mendengarkan bunyi yang relatif cepat karena katup-katup ini menutup dengan cepat sekali dan getaran sekitarnya hanya berlangsung dalam waktu singkat. Bunyi ini dikenal sebagai bunyi jantung ke-dua. Otot jantung memulai berkontraksi beberapa milidetik setelah potensial aksi mulai, tetapi kemudian terus berkontraksi selama beberapa milidetik setelah potensial aksi berakhir. Oleh karena itu lama kontraksi jantung, terutama merupakan fungsi lama potensial aksi sekitar 0,15 detik pada otot atrium dan 0,3 detik pada ventrikel. Periode dari akhir kontraksi jantung sampai akhir kontraksi berikutnya dinamakan siklus jantung, yaitu terdiri atas periode relaksasi yang dinamakan distolik dan diikuti oleh periode kontraksi yang dinamakan sistolik. Tiap-tiap siklus dimulai oleh timbulnya potensial aksi secara spontan pada simpul SA yang terletak pada dinding posterior atrium kanan dekat muara vena cava superior dan potensial aksi berjalan dengan cepat melalui atrium dan kemudian melalui berkas A-V ke dalam ventrikel. Akan tetapi, karena susunan khusus sistem penghantar dari atrium ke dalam ventrikel, terdapat perlambatan yang lebih dari 1/10 detik waktu impuls jantung melalui
atrium dan kemudian melalui ventrikel. Hal ini memungkinkan atrium berkontraksi mendahului ventrikel, karena itu memompa darah ke dalam ventrikel yang sangat kuat. jadi, atrium bekerja sebagai pompa primer bagi ventrikel dan ventrikel kemudian menyediakan sumber tenaga utama bagi pergerakan darah melalui sistem vaskuler. SISTEM HANTARAN KHUSUS Dalam keadaan normal, impuls jantung berasal dari simpul sinoatrial Keith dan Flack (simpul SA) atau disebut pace maker. Simpul SA terletak diatrium kanan-belakang, dekat tempat masuknya vena cava superior dn vena cava inferior. Impuls yang dihasilkan oleh simpul SA adalah impuls yang paling cepat. Dari simpul SA impuls menyebar keseluruh atrium kanan dan kesimpul atrioventrikuler Tawara (simpul AV) yang terletak dibagian infero-posterior atrium kanan. Simpul AV ini merupakan hubungan listrik antara atrium dan ventrikel. Saat impuls sampai di simpul AV, terjadi perlambatan denyut selama 0,08 – 0,12 detik untuk mencegah transmisi yang cepat dari arium ke ventrikel sehingga dalam keadaan normal maksimal hanya 180 impuls/menit yang dapat mencapai ventrikel. Bila pada simpul AV terjadi perlambatan yang terlalu lama atau kegagalan meneruskan impuls disebut sebagai blok jantung. Bila simpul SA tidak berfungsi, maka simpul AV dapat mengambil alih sebagai pacu jantung. Dari simpul AV impuls menyebar ke berkas His (mulai dari simpul AV ke bawah pada sisi kanan menuju ventrikel kanan dan cabang kiri menuju ventrikel kiri). Cabang kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan berakhir pada jaringan serabut Purkinje yang menyebar ke seluruh permukaa dalam kedua ventrikel. Penyebaran gelombang eksitasi melalui serabut Purkinje sangat cepat.
Gambar 4. Hantaran impuls pada jantung
Mungkin timbul pertanyaan, mengapa simpul S-A yang mengatur irama jantung, bukannya simpul A-V atau serabut Purkinje ? Jawabnya adalah, frekuensi simpul S-A jauh lebih
besar dari pada simpul A-V atau serabut Purkinje. Setiap kali simpuls S-A mengeluarkan impuls, impulsnya dihantarkan ke simpuls A-V dan serabut Purkinje sehingga melepaskan muatan membran peka rangsang mereka. Kemudian semua jaringan ini kembali dari potensial aksi dan menjadi sangat terhiperpolarisasi.Tetapi simpul S-A kehilangan hiperpolarisasi ini, jauh lebih cepat dari pada simpul A-V dan serabut Purkinje dan memancarkan impuls baru sebelum salah satu dari dua lainnya dapat mencapai ambang mereka untuk eksitasi sendiri. Impuls baru ini sekali lagi melepaskan muatan simpul A-V dan serabut Purkinje. Proses ini berlangsung terusmenerus, simpul S-A selalu merangsang jaringan-jaringan lain yang mempunyai potensi untuk eksitasi sendiri sebelum eksitasi sendiri itu dapat benar-benar terjadi. Jadi simpul S-A mengatur denyut jantung karena kecepatan impuls beriramanya lebih besar dari pada bagian jantung lainnya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa simpul S-A merupakan pemacu jantung normal atau pace maker.
PERSARAFAN PADA JANTUNG Jantung mendapat persarafan dari cabang saraf simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom. Sistem parasimpatis bekerja menghambat, sebaliknya sistem simpatis menggiatkan kerja jantung. Serabut preganglion simpatis berasal dari segmen torakal 4 – 5 dan serabut ini bersama serabut dari ganglion servikalis (superior, media dan inferior) menuju ke plexus cardiacus kemudian melanjutkan diri ke simpul SA, simpul AV, berkas His dan mensarafi myokardium ventrikel. Seluruh persyarafan otot ventrikel hanya merupakan persarafan simpatis, sedangkan jaringan penghantar mendapat persarafan dari serabut simpatis dan parasimpatis. Serabut parasimpatis (N. X) mempunyai pengaruh : 1. Efek kronotropik negatif (mengurangi frequensi jantung), bila perangsangan N.X ditingkatkan dapat terjadi penghentian seluruh denyut jantung (cardiac errest). 2. Efek inotropik negatif (mengurangi kekuatan kontraksi jantung). 3. Efek dromotropik negatif (menghambat hantaran impuls jantung dari atrium ke ventrikel terutama di simpul AV). N.X termasuk saraf kolinergik, pada ujung serabut post ganglionnya dibentuk asetilkolin. Pada perangsangan N.X secara kuat terjadi cardiac errest. Bila rangsangan ini dipertahankan untuk waktu yang cukup lama, jantung dapat berkontraksi kembali. Peristiwa ini disebut “vagal escape” (lolos vagus). Mekanisme vagal escape adalah sebagai berikut : pada cardiac errest jantung tidak berdenyut tetapi darah tetap mengalir ke jantung sehingga jantung berdilatasi. Dilatasi jantung ini akan merangsang simpul SA, sehingga mengeluarkan impuls dan jantung berdenyut kembali. Perangsangan saraf simpatis akan menimbulkan : 1. Efek kronotropik positif (jantung berdenyut lebih cepat sehingga terjadi takikardia). 2. Efek dromotropik pasitif (hantaran impuls dipercepat)
3. Efek inotropik positif (daya kontraksi otot jantung diperkuat terutama otot ventrikel). Serabut saraf simpatis adalah serabut adrenergik, bila dirangsang akan menghasilkan nor epinefrin diujung serabut post ganglion. Jantung mempunyai otomasi sendiri, tetapi setiap saat kerja jantung diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh oleh N. simpatikus dan N. parasimpatikus. Dalam keadaan istirahat pengaruh N. parasimpatikus lebih besar dari pada N. simpatikus. Sebaliknya, diwaktu kerja otot atau dalam keadaan stres kerja simpatis lebih besar dari pada parasimpatis. Jadi kedua saraf ini saling bekerja sama.
Gambar 5. Jalur saraf jantung
Zat kimia yang beredar dalam darah juga dapat mempengaruhi kerja jantung, yang dapat dianggap sebagai pengatur kerja jantung secara ekstrinsik (misalnya O2, CO2, asetilkolin, epinefrin). -
-
Oksigen; hipoksia ringan (kadar O2 rendah) dapat menyebabkan jantung lebih giat (takikardia) tetapi pada hipoksia berat akan terjadi penghambatan kerja jantung. Carbondioksida; hiperapneu (kadar CO2 tinggi dalam darah) akan menimbul kan efek kronotropik negatif, dromotropik negatif dan aritmia (denyut jantung tidak normal atau tidak teratur). Hormon; epinefrin dan norepinefrin akan menggiatkan kerja jantung, sehingga jantung berdenyut lebih kuat dan lebih cepat. Peristiwa ini terjadi pada keadaan stres atau pada kerja fisik yang berat. Dalam keadaan normal norepinefrin dibentuk diujung saraf simpatis dan epinefrin di medula kelenjar adrenal. Asetilkolin menghambat kerja jantung. Tiroksin yaitu hormon yang dibentuk oleh kelenjar tiroid. Pada hipertiroidea akan terjadi takikardia, sebaliknya pada hipofungsi terjadi bradikardia.
FISIOLOGI DAN FUNGSI PEMBULUH DARAH Pembuluh darah merupakan bagian dari susunan peredaran darah yang secara fungsional dapat digolongkan dalam : 1. Pembuluh arteri (pembuluh nadi) yang berfungsi mengalirkan darah dari jaringan tubuh, disebut sebagai “distributing system”.
jantung ke
2. Pembuluh vena (pembuluh balik) yang berfungsi mengalirkan darah dari jaringan ke jantung, disebut sebagai “collecting system”. 3. Pembuluh kapiler terdapt diantara distributing system dan collecting system. Disini terjadi pertukaran zat antara cairan darah dan cairan interstisiel. Lebih dari 60 % dari semua darah di sistem sirkulasi berada dalam vena-vena sistemik, oleh karena itu seringkali disebut bahwa vena sistemik berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah untuk sirkulasi. Bila terjadi perdarahan, tekanan arteri menurun maka vena akan dirangsang oleh saraf simpatis yang berasal dari sinus caroticus dan lainnya sehingga vena akan berkontraksi dan darah yang ada di dalam sirkulasi dapat menggantikan kekurangan darah tersebut. Komponen yang menyusun dinding pembuluh darah dapat dibedakan dalam 3 bagian, yaitu : 1. Tunica intima (lapisan bagian dalam) yang terdiri dari sel dindingnya disusun oleh satu lapis saja yaitu tunica intima.
endotel. Pada kapiler
2. Tunica media (lapisan bagian tengah) yang terdiri dari serabut elastis, serabut kolagen dan jaringan otot polos. Terdapat pada arteri maupun vena. 3. Tunica adventitia (lapisan paling luar) yang terdiri dari “connective tissue”.
Gambar 6. Pembuluh darah
TEKANAN DARAH DAN PENGUKURANNYA Tekanan darah merupakan salah satu pengukuran parameter fisiologik yang banyak dilakukan. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dan tak langsung. Alat yang dipakai adalah stetoskop dan sphygmomanometer (tensimeter). Pada manusia tekanan darah normal adalah 120 mmHg (sistolik) dan 80 mmHg (diastolik). Pengukuran tekanan darah secara langsung dilakukan dengan memasukkan kateter yang dihubungkan dengan manometer dan hanya dilakukan pada binatang percobaan. Pengukuran tekanan darah secara tak langsung, pada prinsipnya diberikan tekanan yang besarnya kira-kira sama dengan tekanan yang ada dalam pembuluh yang akan diukur tekanannya. Ini dapat dilakukan dengan cara palpasi dan cara auskultasi. Tekanan darah arteri terutama dipengaruhi oleh : (1) Tahanan perifer; bila tahanan tepi besar, maka tekanan darah akan meningkat. (2) Volume; bila volume darah meningkat, maka akan meningkatkan darah. (3) Viskositas darah; makin tinggi viskositas darah, maka tekanan darah akan meningkat. (4) Kerja jantung; pada aktivitas yang tinggi (exercise), aliran darah meningkat, akibatnya tekanan darah juga akan meningkat karena kerja jantung yang bartambah dalam memompa darah. Sebelum melakukan pengukuran, hendaknya lengan atas dibebaskan dari baju atau pakaian (lengan baju disingsingkan), selanjutnya lakukan langkah-langkah berikut : 1. Pasang manset pada lengan atas 2 atau 3 jari diatas fossa cubiti 2. Raba arteri radialis dengan jari tangan kiri pemeriksa, sedang tangan kanan memegang pompa tensimeter (gambar) 3. Sambil tetap meraba a. radialis, pompalah/naikkan tekanan air raksa hingga denyut arteri radialis tidak teraba lagi dan terus naikkan sampai 20 atau 30 mmHg diatasnya 4. Turunkan secara perlahan ketinggian air raksa sambil mulai mengukur besarnya tekanan darah ; Pada saat air raksa mulai diturunkan, catatlah berapa besar (menunjuk angka berapa) pada saat arteri radialis mulai teraba lagi. Itulah nilai besaran tekanan darah sistolik CARA PALPASI Dengan menggunakan alat (stethoscope), dengarkan dan catatlah pada angka berapa denyut arteri brachialis mulai terdengar (ini dinamakan tekanan darah sistolik) dan pada angka berapa suara tersebut tidak terdengar lagi (ini dinamakan tekanan darah distolik) CARA AUSKULTASI
Gambar 7. Pengukuran cara auskultasi
Dengan demikian pengukuran tekanan darah cara palpasi hanya dapat mengukur tekanan darah sistolik saja. Menurut Korotkow, ada fase-fase tertentu pada waktu tekanan dalam manset diturunkan dimana ada 5 fase yang menjadi patokan dalam pengukuran, yaitu : Fase I : munculnya bunyi jantung S1 secara tiba-tiba terdengar jelas, kadang kadang lemah (menjadi lebih keras pada penurunan tekanan antara 10 mmHg); bunyi ini merupakan petunjuk besarnya tekanan darah sistolik Fase II : suara disertai bising selama penurunan tekanan 15 mmHg berikutnya Fase III : bunyi lebih jelas & keras pada penurunan 15 mmHg berikutnya Fase IV : bunyi melemah pada penurunan 5 – 6 mmHg Fase V : suara menghilang; bunyi yang menghilang ini merupakan petunjuk besarnya tekanan darah diastolik.
PROSES TERJADINYA PERNAPASAN Pernapasan bertujuan untuk mengatur O2 dari udara luar ke sel-sel didalam tubuh serta mengangkut CO2 yang dihasilkan dalam pertukaran zat didalam sel-sel ke udara luar. Jadi pernapasan meliputi segala peristiwa yang bersangkutan paut dengan penyediaan O2 bagi sel-sel dan pengeluaran CO2 dari sel-sel. Pada mahluk bersel satu peristiwa ini terjadi secara difusi. Hal ini dapat terjadi oleh karena perbedaan tekanan dari gas-gas yang bersangkutan. Pada mahluk yang bertingkat tinggi peristiwa ini menjadi sangat komplek, dan pada umumnya dapat dibagi menjadi 4 kejadian yang penting : 1. Ventilasi paru-paru (pulponary ventilation) : yaitu masuk serta keluarnya hawa atau pertukaran hawa antara atmosfir dan alveoli. 2. Diffusi dari zat asam dan zat asam arang antara hawa alveoli dan darah-darah kapilaria paruparu. 3. Transport dari O2 dan CO2 oleh darah dan cairan tubuh ke dan dari sel-sel. 4. Pengaturan ventilasi. Udara akan masuk ke dalam paru-paru melewati berturut-turut dari Nares Anterior rongga hidung, pharynx, laring, trachea, bronchus yang utama bronchus yang kecil, bronchioli terminalis, bronchioli respiratorii, ductus alveolaris, kantong hawa (air sacs) dan selanjutnya alveoli.
NARES ANTERIOR Saluran-saluran di dalam lubang hidung bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai (rongga) hidung. Vestibulum dilapisi oleh epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit. Lapisan Nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. 1. Rongga hidung Hawa yang masuk lewat lubang hidung dihangatkan dan dilembabkan serta bagianbagian yang kasar ditahan oleh rambut-rambut yang halus yang terdapat disekitar lubang hidung dan oleh lendir (sekresi Mukus). Rongga hidung yang terdapat didekat lubang hidung (external nares, vestibulum nasi) diselimuti oleh kulit, sedangkan bagian rongga hidung yang lain diselimuti oleh selaput lendir yang menjadi satu dengan selaput lendir yang meliputi sinus-sinus disekitar rongga hidungnya. “Cilliated columnarepithel cellulair” sel-sel goblet. Selaput lendir ini mengandung banyak pembuluh-pembuluh darah yang terdiri dari fleksus vena yang beranastomosa satu dengan lainnya.
Daerah pernapasan dilapisi dewngan epithelium silinder dan sel epithel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi dari sel itu membuat permulaan nares basah dan berlendir. Diatas septum nasalis dan cocha selaput lendir ini paling tebal.
Gambar 1. Anatomi pernapasan
Pembuluh darah ini dapat mengembang (dilatasi oleh karena bermacam-macam keadaan seperti alergi, infeksi dan lain hal dan menyebabkan rongga hidung menjadi lebih sempit dan penderita merasakan hidung itu buntu. Jadi ringkasannya tugas hidung ialah : a. Fleksus vena untuk pemanasan hawa b. Kelenjar lendir untuk melembabkan hawa serta membersihkannya. c. Sinus-sinus dan sekat : menyebabkan terjadinya perluasan permukaan sehingga pemanasan, pembersihan dan melembabkan menjadi lebih baik (memperbesar permukaan). d. Rambut-rambut getar : disini debu akan melekat pada rambut, yang kemudian akan dibersihkan seta dikeluarkan lewat hidung (gambar 1B).
Gambar 2. Rongga hidung
2. Nasopharynx / di belakang hidung Hawa selanjutnya akan melewati pharynx yang juga menjadi jalan makanan. Bila makanan melewati pharynx, maka secara reflek larynx ditarik ke atas dan ditekan pada pangkal lidah yang ditarik ke belakang dan epiglotis akan menutup jalan pernapasan. Pernafasan dihentikan sesaat, selaput lendir dari bagian nasal dari pharynx terdiri dari sel-sel goblet dan berambut getar, pharynx terdiri dari sel-sel goblet dan berambut getar sedangkan bagian oral terdiri dari jenis “stratified squamous”. Udara yang masuk ke dalam rongga hidung akan tiba di pharynx yang merupakan tempat pertemuan dari rongga hidung dengan rongga mulut. Dalam pharynx terdapat pula 2 buah saluran besar yaitu :
Oesophagus yang meneruskan sebagai saluran pencernaan Trachea yang melanjutkan sebagai saluran pernafasan. Di antara perbatasan kedua saluran itu terdapat epiglotis yang dapat menutup dan membuka saluran trachea.
Gambar 3. Nasopharynx
3. Larynx Bagian atas dari larynx masih diliputi oleh selaput lendir dari bentuk statified squamous. Di bagian bawah dari “vestibulum” selaput lendir dari type statified squamous ini berubah menjadi selaput lendir yang bersilia. Pita suara (vocal cords) tertutup oleh selaput lendir macam stratified squamous sedangkan selaput lendir yang meliputi trachea adalah yang mempunyai rambut getar. Fungsi pita-pita suara : (terletak di sebelah dalam larynx) a. b. c. d.
Penutupan larynx pada waktu mengejan Penutupan larynx secara intermiten pada waktu batuk Alat pengamanan yaitu yang secara reflektoris menutup, bila kita bernafas gas beracun. Untuk berbicara. Pita suara ditegangkan dan dikendorkan oleh gerakan tulang rawan dari tiroid oleh otot paringeal. Dengan demikian lebar antara sela-sela antara pita-pita/remaglottidis berubahrubah sewaktu bernafas dan berbicara.
4. Trachea : (batang tengkorak) + 9 cm panjangnya Trachea berjalan dari larynx ketinggian vertebratorchalis kelima. Pada selaput lendir dari trachea juga terdapat sel-sel goblet serta kelenjar-kelenjar serdus dan mucos. Cincin tulang rawan dari trachea tidak sempurna, yaitu menutup pada bagian belakang.
5. Bronchi Pada bronchus yang besar cincin tulang rawan tertutup. Pada bronchioli tulang-tulang rawan mulai hilang dan diganti dengan otot-otot polos. Saraf perangsang (bronchoconstrictorfibres) ke otot-otot bronchioli dari N. vagus dan saraf inhibitor (bronchodilatorfibres) datang dari saraf simpatik. Bronchioli mengecil oleh karena acetylcholine, pilacarpine, histamin dan beberapa protein asing (reaksi anafilaktik). Bronchioli membesar oleh karena adrenaline, spinophrine dan atropine.
Makline membagi pohon bronchioli dalam 2 bagian : a. Bagian mulai dari trachea sampai dengan bronchioli. Alat ini hanya bekerja sebagai pengantar hawa dan tidak mempunyai fungsi respiratorik. Bagian akhir sistem ini ialah bronchioli terminalis. Otot-otot dari dinding bronchioli terminalis lebih sempurna bila dibandingkan dengan lain tempat dari sistem ini. Bila otot tersebut berkontraksi dengan kekuatan penuh maka ia akan bekerja sebagai penutup (sphincter) yang dapat menyebabkan gangguan pada pengambilan maupun pengeluaran napas.
b. Struktur dibawah bronchioli terminalis mempunyai fungsi respiratorik, jadi ada pertukaran gas antara hawa yang terdapat di dalamnya dengan darah dari kapiler yang terdaapt di dindingnya. Bagian ini terdiri dari brochioli respiratoriductus alveolaris, kantong alveoli. Dalam alveoli inilah terutama terjadi pertukaran gas-gas. Alveoli terdiri dari sel-sel pilih yang menjadi satu. Jadi didapatkan serabut-serabut elastik dan pembuluh-pembuluh darah. Diperkirakan adanya 750 juta alveoli dalam paru-paru. Wilson, menafsir luas permukaan paru-paru kira-kira sebesar 70 m2, dimana yang 55 m2 mempunyai fungsi respiratorik. Gerombolan alveoli akan membentuk lobulus, dan lobulus-lobulus akan membentuk lobus. Pada bagian kanan terdapat 3 buah lobus sedangkan pada bagian kiri 2 buah lobus.
6. Pleura Seluruh permukaan paru-paru tertutup oleh suatu selaput yang dinamakan pleura visceralis. Pada hidung pulmonalis, pleuravisceralis ini membalik untuk selanjutnya meliputi dinding rongga dada dan diaphrahma serta mediastium. Selaput ini dinamakan pleura parietalis. Antara pleura visceralis dan pleura parietalis terdapat cavum interpleuralis yang dalam keadaan normal tidak pernah merupakan suatu rongga dan di dalamnya terdapat cairan yang merupakan pelicin untuk gerakan kedua macam pleura.
Gambar 5. Pleura
7. Sirkulasi Paru-paru mendapatkan darah dari 2 sumber yaitu : a. Arteria pulmonalis yang mengalirkan darah vena ke paru-paru yang kemudian melalui vena pulmonalis (arterial blood) ke jantung kiri. b. A. bronchialis yang merupakan cabang aorta yang berguna bagi makanan dari paru-paru, vena bronchialis akan bermuara di V. Azygos, V. Cava superior dan masuk ke dalam vertikel kanan. Shunt : tidak semua darah A. bronchialis melalui V. Bronchialis sebagian kecil menuju V. pulmonalis. Jadi ada shunt antara kedua system sirkulasi tersebut.
VENTILASI PARU-PARU 1. Gerakan pernapasan (respiratory movement) Paru-paru dapat mengembang atau mengempis oleh karena mengikuti gerakan dari rongga dada dan diaphargma. Mekanisme pernapasan : untuk pembersihan udara dalam paru-paru diperlukan udara yang bersih yang dimasukan dari udara luar ke paru-paru dan dapat dikeluarkan lagi. Pembersih dan pengeluaran udara terjadi secara silih berganti. Karena pembesaran rongga dada volume paru-paru juga tambah besar sehingga tekanan dalam paru-paru jadi lebih kecil dari pada tekanan duara luar dan udara mengalir dari luar ke dalam paru-paru. Pada pengecilan rongga dada terjadi hal sebaliknya. Kita menyebutnya inspirasi bila udara didalam paru-paru keluar ke atmosfir.
Batas-batas rongga dada thorax Rongga dada dibatasi oleh ruas tulang belakang, tulang-tulang iga, sternum dan diaphragma.
Gambar 6. Rongga dada
Gerakan rongga terjadi dalam 3 jurusan : a. Vertikal b. Sagital c. Tranversal
Inspirasi : Pembesaran rongga dada, pada waktu inspirasi menurut Keith disebabkan oleh 4 mekanisme yang terjadi oleh karena gerakan dari : a. Operculum (tulang iga costa yang pertama dan manubrium sterni). b. Rangkaian tulang iga atas (yang termasuk disini ialah tulang iga yang kedua sampai yang ke empat) c. Rangkaian tulang iga bawah (termasuk disini ialah tulang iga yang ke 7 sampai dengan yang ke 10 dan diaphragma). d. Rangkaian tulang iga yang melayang dan otot-otot dari rongga perut (the floating rib sories).
Operculum Operculum ini dibentuk oleh tulang-tulang iga yang pertama dan manubrium sterni. Pada bagian belakang melekat pada ruas tulang belakang dan pada bagian depan pada sternum dengan. Pada waktu terangkatnya rongga dada pada inspirasi maka operculum ini bergerak sebagai satu unit dan terletak lebih horizontal yang menyebabkan manubrium terdorong keatas dan ke depan. Dengan gerakan ini maka bagian atas dari thorax menjadi lebih besar dalam diameter interoposterior. Dalam pernapasan biasa geakan ini sangat sedikit dan gerakan dari operculum tidak kelihatan, tetapi pada penderita-penderita dengan sakit asthma bronchiale atau penyakit jantung maka gerakan operculum sangat jelas kelihatan.
Otot-otot yang mengambil bagian dalam pernapasan ialah : Otot-otot inspirasi :
M. Diaphragma M. intercostalis externus M. sternocleido mastoideus - M. Elevator scapulas - M. Serabutus anterior - M. Scaleni - M. Erector trunci
Ventilasi Alveolar (I.2) Udara melewati saluran pernafasan yang terdiri dari hidung atau mulut, pharynx trachea dan brochoili. Pertukaran gas yang cepat hanya terjadi dalam alveoli sedangkan di lain-lain bagian hampir tak terjadi pertukaran gas. Jumlah udara yang dapat masuk ke dalam alveoli setiap menitnya disebut ventilasi alveolar (alveolar ventilation). Besarnya ventilasi alveolar ditentukan oleh tiga faktor : 1. Frekwensi pernafasan 2. Volume tidal 3. Ruang rugi
Ada tiga macam tipe pernafasan : 1. Pernafasan tipe cepat dan dangkal 2. Pernafasan biasa 3. pernafasan pelan dan dalam
KAPASITAS DIFUSI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Adalah jumlah gas yang menembus membran alveoli permenit mmHg (I.I) Oksigen bergerak dari alveoli keseluruh darah merah. PO2 udara alveolar adalah 100 mmHg. PO2 darah vena dalam arteria polmonalis adalah 40 mmHg. Di sini tidak ada peristiwa dalam proses lain, selain difusi pasif yaitu pergerakan O2 ke dalam darah mengikuti tekanan gradiennya. O2 larut dalam plasma dan masuk ke seluruh darah merah, dimana akan bergabung dengan haemoglobin. Difusi ke dalam darah harus sangat cepat karena waktu tiap mm darah berada dalam kapiler sangat singkat. Pada waktu istirahat difusi normal kira-kira 20-21 ml/menit/mmHg (I.I). Selama bekerja atau pada waktu latihan nilai kapasitas difusi ini meningkat sampai 65 ml/menit/mmHg. Hal ini disebabkan karena dilatasi kapiler dan kenaikan jumlah kapiler yang aktif. Kebutuhan O2 pada waktu latihan dapat meningkat sampai kurang lebih 20x. Pengaliran darah dalam paru-paru menjadi bertambah cepat oleh karena cardiac output juga meningkat akibatnya waktu beredarnya darah dalam kapiler paru-paru juga menurun sebetulnya apabila waktu beredar darah dan udara dalam paru-paru berkurang maka difusi dapat berkurang tetapi karena sifat yang sudah hampir jenuh, jauh sebelum akhir kapilaria menyebabkan pada waktu latihanpun darah juga hampir jenuh waktu melewati kapilaria sehingga oleh karena jumlah darah yang mengalir meningkat maka banyaknya O2 yang berdifusi juga meningkat. Jadi faktor yang menyebabkan kenaikan kapasitas difusi pada waktu bekerja/latihan (I.”). a. Permukaan kapilaria yang tadinya menutup, sehingga dataran pertukaran gas menjadi lebih besar. b. Pelebaran dari alveoli yang tadinya mengalami atelektasis CO2 besarnya kira-kira 20 kali kapasitas. Kapasitas difusi paru-paru untuk CO2 jauh lebih beasr, kapasitas difusi CO2 (I.2). Kapasitas difusi O2 menurun pada penyakit seperti sarkoidosis dan keracunan berilium (berilosis) yang menyebabkan fibrosisdindy alveoli dan menimbulkan blok alveolar kapiler (I.I) menurunnya kapasitas difusi CO2. Tergantungnya difusi CO2 terjadi bila ada hypoventilation meskipun kapasitas difusinya masih normal.
ALIRAN DARAH, VENTILASI, DAN KAPASITAS PARU-PARU Kapiler paru-paru bentuknya besar dan banyak anastomose, sehingga alveoli duduk pada keranjang kapiler. Sehingga seluruh sistem vaskuler paru-paru adalah sistem dengan tekanan darah rendah. Volume darah dalam pembuluh paru-paru pada setiap saat adalah kurang lebih 1 liter, dimana kurang dari 100 ml dalam kapiler. Kecepatan rata-rata darah pada ujung arteria pulmonalis adalah sama seperti pada aorta (kira-kira 40 cm/dt). Kecepatan itu turun dengan cepat, kemudian sedikit meningkat lagi pada vena pulmonalis yang lebih besar. Pada waktu istirahat, untuk melewati kapiler paru-paru, sel darah merah memerlukan 0,3 detik atau kurang. Kira-kira 2% darah dalam alteria sistemik adalah darah yang melewati kapiler paru-paru. A. Bronchialis, cabang dari aorta torakalis menyediakan darah yang memberikan ke jantung melalui vena pulmonalis.
VENTILASI PARU-PARU DAN KAPASITAS PARU-PARU Ventilasi di dalam paru-paru terjadi oleh karena kontraksi dari otot pernafasan, karena kontraksi otot beraneka ragam maka terdapat bermacam volume didalam paru-paru dan kapasitas paru-paru. Ventilasi paru-paru : banyak udara yang keluar masuk dari dan ke paru-paru dalam proses pergantian gas dalam waktu semenit. Jadi ventilasi paru-paru merupakan suatu proses siklis yang terjadi dari inspirasi dan ekspirasi dimana udara yang segar masuk ke dalam paruparu dan udara yang terpakai keluar dari paru-paru.
VOLUME PARU-PARU Dibedakan 4 macam : A. Jumlah udara yang bergerak masuk ke dalam paru-paru dalam sekali inspirasi (atau jumlah yang bergerak keluar dalam sekali ekspirasi). Dinamakan : volume tidal (V.T) Jadi volume tidal adalah : volume udara yang masuk pada pernafasan biasa. Biasanya 500 cc. Pada orang dewasa muda. Apabila terlalu kecil maka kita harus curiga akan kemungkinan terlalu pekatnya efeksi pernafasan atau bila bernafas dalam terasa sakit sehingga pernafasan harus dangkal, apabila lebih besar dan terus menerus kita harus menduga dalamnya kenaikan kadar CO2 dan penurunan pH dalam darah yang dapat disebabkan oleh kenaikan paru-paru atau kenaikan metabolisme sepeti diabetes atau penyakit ginjal yang dapat menyebabkan acidosis.
B. Udara inspirasi dengan inspirasi maksimal yang melebihi volume tidal adalah : Volume cadangan inspirasi atau dengan kata lain volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume) adalah : volume udara yang terbesar yang masih dapat dihisap lagi sesudah pengambilan nafas yang biasa besarnya 3.000 cc pada orang dewasa muda. C. Volume yang dikeluarkan oleh usaha ekspirasi aktif setelah ekspirasi pasif adalah volume cadangan ekspirasi atau dengan kata lain volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume) adalah: volume udara yang terbesar yang masih dapat dikeluarkan sesudah pengeluaran nafas biasa besarnya pada orang dewasa muda + 1.000 cc. D. Udara yang tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi maksimal adalah volume residu. Jadi volume residu yaitu volume udara yang masih tinggal dalam paru-paru sesudah pengeluaran nafas yang sedalam-dlamnya pada orang dewasa muda besarnya 1.200 cc.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas dalam membran respiratopik adalah : a. Tebalnya membran b. Luas permukaan membran c. Koefisen difusi dari gas yang bersangkutan dalam membran d. Perbedaan tekanan antara gas didalamnya yang dipisahkan oleh membran.
Ad.a. Tebalnya membran Tebalnya membran respiratopik adalah ½ - 4 micron. Apabila membran tersebut menjadi semakin tebal (misalnya pada oedema dari paru-paru). Maka jarak untuk berdifusi menjadi lebih jauh dara difusi menjadi berkurang. Bila dalam alveoli terdapat cairan maka gas-gas juga harus berdifusi melewati cairan ini. Ad.b. Luas permukaan membran Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya luas permukaan membran : - Pneumectoni/lobektomi - Penyakit T.B.C, radang paru-paru dn neumonia
Ad.c. Koefisien difusi dari gas Koefisien difusi gas untuk menembus permukaan membran tergantung dari daya larut gas dalam membran dan bukan dari berat molekul. CO2 berdifusi 20 x lebih cepat dari O2. O2 berdifusi 2 x lebih cepat dari N2. Ad.d. Perbedaan tekanan/pressure gradient Dengan sendirinya apabila perbedaan tekanan besar maka difusi akan bertambah. Sebaliknya perbeda tekanan kecil difusi juga akan menjadi kecil. Apakah ATPs? Adalah singkatan dari Ambein Temperatur Pressure Saturate With Water Paper. Apakah BTPS ? Adalah singkatn dari body tempeatur pressure saturate with water paper. Fungsi BTPS itu untuk : mengukur volum gas didalam paru-paru.
PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU Oksigen terus menerus berdifusi keluar dari gas dalam alveoli (gas alveolar) ke dalam aliran darah, dan CO2 terus menerus berdifusi ke dalam alveoli dari darah. Dalam keadaan tetap, udara inspirasi bercampur dengan gas alveolar, mengganti O2 yang telah masuk ke dalam alveoli dari darah. Dalam keadaan tetap, udara inspirasi bercampur dengan gas alveolar, menganti O2 yang telah masuk ke dalam darah mengencerkan CO2 yang masuk ke dalam alveoli sebagian campuran ini diekspirasi. Kadar O2 gas alveolar kemudian menurun dan kadar CO2 gas alveolar meningkat sampai inspirasi berikutnya. Oleh karena itu konsentrasi gas dalam udara alveoli dapat berbeda dengan udara luar. Hal ini disebabkan oleh karena : a. Pada waktu udara luar masuk ke dalam jalan pernafasan mengalami pelembaban. b. Udara alveoli hanya sebagian yang diganti-ganti udara luar. c. O2 selalu diabsorpsi oleh darah. d. CO2 selalu berdifusi darah kapilaria alveoli kealveoli.
Gas tersebut berdifusi melewati membran respiratorik satu unit respiratopik terdiri dari : -
Respiratory bronchiale Alveolar ducts Alveolar sacs Alveoli. Karena itulah pertukaran gas hanya terjadi pada bagian terminal. Jalan nafas dan yang paling banyak terjadi pertukaran gas adalah dalam alveoli.
PNEUMOTHORAX DAN ATELECTASIS Paru-paru selalu mempunyai “collaps tendency”, bila oleh karena sesuatu sebab terjadi hubungan antara cavum intrapleuralis dengan udar luar maka tekanan di dalam cavum intrapleuralis sama dengan 1 atmosfir, yang berakibat hawa paru-paru menguncup dan rongga dada akan mengembang. Kejadian hubungan antara cavum intrapleuralis dengan udara luas dinamakan “pneumothorax”. Akibatnya paru-paru akan mengalami collaps dan akan menyebabkan bahwa tahanan terhadap aliran darah (resistance to blood flow) menjadi 5 sampai 10 x lebih besar dari biasa. Ventilasi tidak terjadi pada bagian paru-paru yang mengalami collaps. Hal ini menguntungkan karena dengan mekanisme ini darah selalu mengalir ke paru-paru yang sehat. Collaps dari paru-paru ini disebut atelectasis. Pada penyakit paru-paru kadang-kadang dengan sengaja tekanan intra pleural menjadi kurang negatif. Tindakan memasukkan hawa ke dalam cavum intrapleuralis disebut artificial pneumothorax dan caranya ialah memasukkan jarum antara tulang iga. Bila jarum telah sampai ke dalam cavum intrapleuralis hawa akan masuk dan paru-paru akan collaps. Sesudah beberapa minggu maka hawa yang terdapat didalam cavum intrapleuralis telah diserap kembali oleh darah dan paru-paru akan berkembang lagi. Pada waktu collaps maka lubang luka tadi akan mengecil dan dapat menutup. Bila belum menutup maka dikerjakan artificial pneumothorax lagi.
DAYA PENGEMBANGAN DARI PARU-PARU DAN THORAX / “COMPLIANCE” Paru-paru adalah suatu alat yang viscoelastic. Oleh karenanya kenaikan tekanan intra alveolar akan terjadi pengembangan itu akan lebih besar bila kenaikan tekanan intra alveolar lebih besar. Rongga dada juga mempunyai sifat elastik sehingga bila tekanan didalam paru-paru lebih besar maka rongga dadapun akan mengembang. Sifat elastik dari paru-paru disebabkan oleh karena adanya serabut-serabut elastik didalam paru-paru dan tekanan permukaan surface tension dari cairan dipermukaan alveoli. Sifat elastik dari thorax disebabkan oleh sifat elastik dari otot-otot, tendensi dan jaringan ikat dari rongga dada. Kemampuan mengembang dari paru-paru ini disebabkan compliance dan definisi yang dipakai ialah kenaikan volume paru-paru pada setiap unit kenaikan tekanan intra atau alveolar. Biasanya compliance dari dada dan paru-paru normal besarnya 0,13 1/cm H2O atau 130 cc/cm H2O.
MEKANIK PERNAPASAN Gerakan pernapasan terdiri dari suatu gerakan berurutan yaitu inspirasi dan disusul ekspirasi. Titik tolak dalam mempelajari gerakan ini ialah keadaan pada posisi akhir ekspirasi biasa (resting expiratory level). Pada waktu ini dada diam dan otot pernapasan tidak berkontraksi. Pada inspirasi terjadi perubahan volume alveoli oleh karena struktur lain-lain tidak dapat meregang banyak. Akibat dari penambahan volume alveoli ini terjadilah penurunan tekanan dalam alveoli akibatnya udara dari luar ke dalam, yaitu dari tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Pada ekspirasi terjadi keadaan yang sebaiknya. Kekuatan dari gerakan pernapasan ini tidak dapat diukur secara langsung tetapi dapat diukur dari tekanan yang menyebabkan terjadinya perubahan volume. Dengan mengukur tekanan dan volume dari paru-paru dapat diketahui keadaan elastisitas dan tekanan dari seluruh sistem pernapasan. Contoh yang praktis adalah bila kita buka thorax dari suatu binatang dan terjadi hubungan antara rongga pleura dan udara luas. Terjadilah 3 hal : 1. Pneumothorax terbuka 2. Paru-paru collaps, yaitu paru-paru mengecil bahkan volumenya lebih kecil dari residual volume semula. 3. Dinding thorax kecil menonjol keluar.
Gaya yang menyebabkan paru-paru collaps disebut gaya retraksi dari paru-paru. Pada dada yang sempurna tentulah harus ada gaya yang melawan gaya retraksi ini. Gaya ini tetap akan selama tekanan dalam alveoli lebih tinggi dari tekanan intrapleural. Bila sekarang tekanan alveolar kita anggap nol yaitu sama dengan tekanan barometer maka tekanan intrapleural itu negatif (lebih kecil dari tekanan luar) Dinding thorax dada oleh adanya tekanan intrapleural ini dan akibat dari tekanan yang lebih besar dari luar ditekan masuk ke dalam sepanjang elastisitas dari dinding dada kemungkinannya. Pada volume relaksasi yaitu sebesar hawa residu fungsionil (FRC) maka gaya retraksi paru-paru sama dengan gaya elastik dari dinding thorax (otot-otot pernapasan dalam keadaan relaks). Sebab utama bahwa lapisan-lapisan pleural tidak melepaskan diri satu dengan yang lain adalah karena ruangan antara pleural itu sama sekali tertutup dari luar. Faktor-faktor yang lain yang ikut membantu yaitu ruangan pleura praktis bebas dari udara dan cairan. Suatu yang contoh yang baik adalah mempersamakan keadaan ini dengan dua kaca obyek dengan suatu film air sedikit, sehingga sangat sukar kita pisahkan. Jadi udara tidak dapat masuk diantaranya.
HYPOVENTILATION Banyak hal yang dapat menyebabkan hypoventalation, diantaranya ialah : 1. Depresi pusat pernapasan oleh karena anestesia, pemberian morpin yang terlalu banyak, barbiturat, trauma pada otak, kenaikan tekanan dalam otak, anoxia yang lama, iskhemia otak dan lain-lain. 2. Gangguan konduksi ke otot-otot pernapasan seperti pada kerusakan sumsum tulang belakang, polio-mielitis. 3. Kerusakan dari otot-otot pernapasan 4. Gangguan dari gerakan thorax seperti arthritis, emphysema, deformitas dari thorax. 5. Limitasi dari gerakan paru-paru seperti pada penebalan pleura dan pneumothorax 6. Penyakit paru-paru.
Hypoventilation selalu menyebabkan resistance CO2, anoxia dan acidosis respiraterik bila penderita bernapas dengan udara biasa. Bila penderita diberi O2 dalam hypoventilation semacam ini maka akan terjadi CO2 retensi. Dengan O2 yang tinggi anoxemia dapat dihilangkan tetapi CO2 yang tinggi tidak dapat dihilangkan CO2 tidak dapat dikeluarkan tanpa adanya ventilasi alveolar yang cukup. Hiperventilasi menyebabkan turunnya tekanan CO2 dalam alveoli dan kenaikan tekanan O2.
Penurunan CO2 dalam alveoli menyebabkan turunnya tekanan CO2 dalam darah yang dapat menyebabkan alkalosis respiratorik. Kenaikan tekanan O2 dalam alveoli hanya menyebabkan kenaikan yang sedikit sekali atau hampir-hampir tidak ada perubahan dan saturasi terhadap O2, hal ini disebabkan dalam pernapasan biasa darah hampir jenuh (satu rated) terhadap O2. Dalam pembicaraan ini kita selalu menganggap bahwa ventilasi dalam alveoli itu seragam (uniform), artinya semua alveoli ventilasinya normal atau semuanya mengalami hipoventilasi atau hyperventilasi. Hal ini hanya mungkin bila paru-paru hanya terdiri dari satu ruangan yang besar. Bila septum dalam alveoli mulai tumbuh maka ventilasi dalam alveoli tidak mungkin seragam. Dalam paru-paru manusia kira-kira terdapat 750 juta alveoli. Dalam hal ini meskipun pada orang yang sehat alveolar ventilation tidak dapat uniform, apa lagi kalau mengalami sakit, sehingga ada alveoli yang hiperventilasi, ada yang mengalami hiperventilasi dan ada yang normal ventilasinya. Univen atau non uniform ventilation itu dapat menyebabkan insufisiensi pulmoner meskipun alveolus ventilation yang dihitung dengan minute volume dan dead space adalah normal. Dengan sendirinya ada atau tidaknya non uniform ventilation ini perlu mendapat perhatian. Untuk dapat mengetahui apakah ventilasi itu uniform atau tidak tentu dapat menggunakan pengetahuan bila mengetahui kadar-kadar N2 dalam alveoli. Bila seseorang bernapas dengan udara biasa maka di dalam alveoli terdapat N2 sebanyak 80%. Bila orang tersebut bernapas 2000 cc O2 murni maka O2 ini akan disebarkan keseluruh bagian dan paru-paru. Bila pembagian-pembagian itu merata maka setiap alveoli akan mengandung 40% N2. Bila distribusinya tidak sama maka ada sebagian yang mengandung N2 yang banyak, ada yang sedikit. Untuk mengambil N2 dari setiap alveoli tidak mungkin oleh karena itu dipakai nitrogen meter. Penderita disuruh bernapas dan O2 murni, kemudian disuruh mengeluarkan napasnya melewati N2 meter. Bila terjadi uniform untilation maka kadar N2 yang didapatkan boleh didapatkan konstan atau tidak boleh naik lebih dari 1,5%. Pada empisema kadar N2 ini pada permulaan expirasi dan akhir expirasi dapat berbeda 12%. Hal ini disebabkan oleh karena ada permulaan expirasi kadar N2 rendah oleh karena N2 ini dapat dari alveoli yang mengalami hyperventilation kemudian disusul oleh alveoli yang ventilasinya normal dan pada akhirnya yang mengalami hypoventilasi. Sebab-sebab uneven ventilation : -
Regional changes in elasticity Regional obstruction Regional chek valves Regional disturbance in expamsion.
Pengaruh Uneven Ventilation Hypoventilation menyebabkan anoxemia, CO2 retention dan acidosis. Uneven fentilation menyebabkan anoxemia dan biasanya tidak menyebabkan retensi CO2.
The pulmonary Circulation and Ventilation Blood Flow Ratio / Sirkulasi pulmoner dan ratio ventilasi darah Sirkulasi pulmoner kerap kali kurang mendapat perhatian dalam evaluasi dari fungsi pumoner. Padahal pengetahuan mengenai sirkulasi polmoner ini sama pentingnya dengan ventilasi. Tekanan sistolilik dalam arteria pulmonalis biasanya
= 22 mmHg
Tekanan distolik dalam antera pulmonalis biasanya
= 8 mmHg
Mean pulmonary anterial pressure
= 13 mmHg
Pulse pressure besarnya
= 14 mmHg
Dalam keadaan normal bila pengaliran darah dalam sistem pulmoner naik 2 kali tidak didapatkan kenaikan dari tekanan dalam ventrikel kanan maupun dalam arteria pulmonalis. Hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya tahanan (resistence) oleh karena dilatasi yang terjadi dalam arteri. Ini berarti bahwa urat-urat dalam paru-paru dapat dikurangi menjadi seporanya tanpa menimbulkan penambahan beban bagi ventitikel kanan. Jadi pneumotary penderita yang muda jarang menimbulkan ventricular strain. Pada orang yang lebih tua hal ini kerap kali terjadi ventricular strain. Hal ini disebabkan karena kemampuan mengembang urat-urat darah dari orang-orang tua sudah berkurang. Hubungan antara ventilasi dan perfusi ini dapat dilihat pada komposisi dari hawa alveoli, sebab komposisi hawa ini selain dipengaruhi oleh ventilasi juga oleh banyaknya darah yang mengalir ke dalam paru-paru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gayton AC, 1976, Fisiologi Kedokteran, 5th Ed, EGC, Jakarta, EGC, hal. 207-245. 2. Ganong WF, 1983, Fisiologi Kedokteran, 10th Ed, Jakarta, EGC, hal.462-504. 3. Guyton AC, 1991, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Edisi 3, Jakarta, EGC, hal. 172-189. 4. Guyton AC, 1985, Medical Physiology, 5th Ed, Jakarta, EGC, hal 11-26.