Materi Combustio.docx

  • Uploaded by: ratih emasia putri
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Materi Combustio.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 24,024
  • Pages: 104
LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR

A. DEFINISI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR 

  



Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002). Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong, 2003). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003).



Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004)



Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).





Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2008) Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)

B. KLASIFIKASI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR 1. Berdasarkan penyebab: a.

Luka bakar karena api

b. Luka bakar karena air panas c.

Luka bakar karena bahan kimia

d. Luka bakar karena listrik e.

Luka bakar karena radiasi

f.

Luka bakar karena suhu rendah (frost bite) 2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:

a.

Luka bakar derajat I Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.

Gambar 1. Luka bakar derajat I b. Luka bakar derajat II Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua: 1) Derajat II dangkal (superficial) Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari. 2) Derajat II dalam (deep) Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 2. Luka bakar derajat II c.

Luka bakar derajat III Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

Gambar 3. Luka bakar derajat III 3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka a.

Luka bakar ringan/ minor

1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa 2) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut 3)

Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.

b. Luka bakar sedang (moderate burn) 1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 % 2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 % 3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum. c.

Luka bakar berat (major burn)

1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun 2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama 3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum 4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar 5) Luka bakar listrik tegangan tinggi 6) Disertai trauma lainnya 7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

C. ETIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi: 1. Paparan api  Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai

tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.  Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak. 2. Scalds (air panas) Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan. 3. Uap panas Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru. 4. Gas panas Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema. 5. Aliran listrik Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan. 6. Zat kimia (asam atau basa) 7. Radiasi 8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

D. ANATOMI FISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi

utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan. 1. Lapisan epidermis, terdiri atas: a.

Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh. b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. c.

Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.

d.

Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).

e.

Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.

2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu: a.

Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris) Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen. b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis). Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut. 3. Jaringan subkutan atau hipodermis Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.

Kelenjar Pada Kulit Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.

Gambar 4. Anatomi Kulit

E. PATOFISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.

Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial. Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.

Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme Pathway

Pathway Combusio (Luka Bakar)

F. MANIFESTASI KLINIS COMBUSTIO/ LUKA BAKAR Kedalaman Dan Bagian Kulit Penyebab Luka Yang Gejala Bakar Terkena Kesemutan, Derajat Satu Epidermis

Memerah,

(Superfisial):

hiperestesia

menjadi

tersengat matahari,

(supersensivitas),

ketika

terkena api dengan

rasa

intensitas rendah

jika didinginkan

Derajat

Dua Epidermis

(Partial-

dan

Thickness):

dermis

tersiram

nyeri

Nyeri,

Penampilan Luka

Kesembuhan putih lengkap

atau terjadi

tanpa edema

hiperestesia, Melepuh, terhadap luka

udara yang dingin

pengelupasan kulit

dasar Kesembuhan dalam

berbintik- waktu 2-3 minggu,

bintik

air

dalam

ditekan waktu satu minggu,

mereda minimal

bagian sensitif

Perjalanan Kesembuhan

merah, pembentukan parut

epidermis

retak, dan depigmentasi,

mendidih, terbakar

permukaan

oleh nyala api

basah,

luka infeksi

dapat

terdapat mengubahnya

edema

menjadi

derajat-

tiga Derajat Tiga (Full- Epidermis, keseluruhan

Thickness):

terbakar nyala api, dermis

Tidak terasa nyeri, Kering, syok,

hematuria bakar

dan (adanya darah dalam putih

luka Pembentukan berwarna eskar,

diperlukan

seperti pencangkokan,

terkena

cairan kadang-

urin)

dan bahan kulit atau pembentukan parut

mendidih

dalam kadang

kemungkinan

pula gosong,

waktu yang lama, jaringan

hemolisis (destruksi retak

tersengat arus listrik

sel

subkutan

darah

merah), bagian

kemungkinan

hilangnya

dengan kontur serta fungsi lemak kulit, hilangnya jari tampak, tangan

terdapat luka masuk terdapat edema

ekstrenitas

dan keluar (pada luka

terjadi

bakar listrik) .

yang

kulit dan

atau dapat

G. PENYEMBUHAN LUKA COMBUSTIO/ LUKA BAKAR Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam 3 fase: 1. Fase inflamasi Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul epitelisasi. 2. Fase proliferasi Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah proses pematangan. 3. Fase maturasi Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.

H. LUAS LUKA BAKAR Berat luka bakar (Combustio) bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar. Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,

tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme. Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu: 1.

Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

2. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa. Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu: a.

Kepala dan leher

b. Lengan masing-masing 9% c.

: 9% : 18%

Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

d. Tungkai maisng-masing 18%

: 36%

e.

: 1%

Genetalia/perineum Total

: 100% Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak

jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Gambar 5. Luas luka bakar 3. Metode Lund dan Browder Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia: o

Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.

o

Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

Luas luka bakar I.

KOMPLIKASI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR

1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal 2. Sindrom kompartemen Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. 3. Adult Respiratory Distress Syndrome Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. 4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi

sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling. 5.

Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.

6. Gagal ginjal akut Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG COMBUSTIO/ LUKA BAKAR 1.

Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.

2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi. 3.

GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.

4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis. 5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan. 6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium. 7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress. 8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan. 9.

BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera. 11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia. 12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

K. PENATALAKSANAAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi. Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal. Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul. Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar 1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas: a.

Intubasi

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas. b. Krikotiroidotomi Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi. c.

Pemberian oksigen 100% Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.

d. Perawatan jalan nafas e.

Penghisapan sekret (secara berkala)

f.

Pemberian terapi inhalasi Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)

g. Bilasan bronkoalveolar h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi i.

Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru

2. Tatalaksana resusitasi cairan Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya

resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin. Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini: a.

Cara Evans

1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam 2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam 3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. b. Cara Baxter Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. 3. Resusitasi nutrisi Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 5060% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.

Perawatan luka bakar Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar (Combustio) digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan „maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar 1. Eksisi dini Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah: a.

Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.

b.

Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

c.

Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit. Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

 Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3 minggu.  Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.  Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.  Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul. Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan. Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:  Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang lebih mudah ditentukan  Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi 2. Skin grafting Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah: a.

Menghentikan evaporate heat loss

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu c.

Melindungi jaringan yang terbuka Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split

thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin „dermatome‟ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi. Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:  Kulit donor setipis mungkin  Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara : o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan) o Drainase yang baik o Gunakan kasa adsorben

L. PENGKAJIAN KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR 1. Biodata Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan 2. Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru. 3. Riwayat penyakit sekarang Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatanketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang) 4. Riwayat penyakit masa lalu Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol 5. Riwayat penyakit keluarga Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan 6. Pola ADL Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri . 7. Riwayat psiko sosial

Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut. 8. Aktifitas/istirahat: Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. 9. Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar). 10. Integritas ego: Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. 11. Eliminasi: Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. 12. Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. 13. Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

14. Nyeri/kenyamanan: Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. 15. Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). 16. Keamanan: Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

17. Pemeriksaan fisik a.

keadaan umum Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat

b. TTV Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama c.

Pemeriksaan kepala dan leher

 Kepala dan rambut Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar  Mata Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar  Hidung Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok.  Mulut Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang  Telinga Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen  Leher Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan d. Pemeriksaan thorak / dada Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi e.

Abdomen Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.

f.

Urogenital Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.

g. Muskuloskletal Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri h. Pemeriksaan neurologi Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik) i.

Pemeriksaan kulit Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut : BAG TUBUH

DEWA

1 TH

2 TH

18%

14%

9%

18%

18%

18 %

Badan depan

18%

18%

18%

Badan belakang

18%

18%

18%

27%

31%

30%

1%

1%

1%

Kepala leher Ekstrimitas atas (kanan dan kiri)

Ektrimitas (kanan dan kiri) Genetalia

bawah

SA

Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka . M. DIAGNOSA KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR 1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan .

Kriteria hasil : 1) Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol 2) Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks 3) Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan tepat Intervensi : 1)

Tutup luka sesegera mungkin, kecuali perawatan luka bakar metode pemejanan pada udara terbuka Rasional : Suhu berubah dan tekanan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.

2) Ubah pasien yang sering dan rentang gerak aktif dan pasif sesuai indikasi Rasional : Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan kekuatan otot tetapi tipe latihan tergantung indikasi dan luas cedera. 3) Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat dan penutup tubuh Rasional : Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor, sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil. 4) Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10) Rasional : Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya, keterlibatan jaringan atau kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridement. 5) Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri Rasional : Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping. 6)

Dorong penggunaan tehnik manajemen stress, contoh relaksasi, nafas dalam, bimbingan imajinatif dan visualisasi. Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memperhatikan relaksasi dan meningkatkan rasa control yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologi.

7) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Dapat menghilangkan nyeri

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit Kriteria Hasil : 1) Menunjukkan regenerasi jaringan 2) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar Intervensi : 1) Kaji atau catat ukuran warna kedalaman luka, perhatikan jaringan metabolik dan kondisi sekitar luka Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area grafik. 2) Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan control infeksi Rasional : Menyiapkan jaringan tubuh untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi.

3.

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal luka. Kriteria Hasil : Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran urine individu, tandatanda vital stabil, membran mukosa lembab. Intervensi :

1) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer. Rasional : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler . 1) Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi warna dan hemates sesuai indikasi Rasional :

Secara umum penggantian cairan harus difiltrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran urine 3050 ml / jam (pada orang dewasa). Urine bisa tampak merah sampai hitam pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin. 2) Perkirakan deranase luka dan kehilangan yang tak tampak Rasional : Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urine, khususnya selama 24-72 jam pertama setelah terbakar. 3) Timbang berat badan tiap hari Rasional : Pergantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya. Peningkatan berat badan 15-20% pada 72 jam pertama selama pergantian cairan dapat diantisipasi untuk mengembalikan keberat sebelum terbakar kira-kira 10 hari setelah terbakar. 4) Selidiki perubahan mental Rasional : Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidakadekuatan volume sirkulasi atau penurunan perfusi serebral. 5) Observasi distensi abdomen, hematemesess, feses hitam, hemates drainase NG dan feses secara periodik. Rasional : Stress (curling) ulkus terjadi pada setengah dan semua pasien pada luka bakar berat (dapat terjadi pada awal minggu pertama). 6) Kolaborasi kateter urine Rasional : Memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan menengah stasis atau reflek urine, potensi urine dengan produk sel jaringan yang rusak dapat menimbulkan disfungsi dan infeksi ginjal.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi :

Intervensi : 1) Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi Rasional : Tergantung tipe atau luasnya luka untuk menurunkan resiko kontaminasi silang atau terpajan pada flora bakteri multiple. 2) Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak ke pasien Rasional : Mencegah kontaminasi silang 3) Cukur rambut disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci dari batas yang terbakar Rasional : Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri 4) Periksa area yang tidak terbakar (lipatan paha, lipatan leher, membran mukosa ) Rasional : Infeksi oportunistik (misal : Jamur) seringkali terjadi sehubungan dengan depresi sistem imun atau proliferasi flora normal tubuh selama terapi antibiotik sistematik. 5) Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan forcep. Rasional : Meningkatkan penyembuhan 6) Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan Kriteria Hasil : Menyatakan dan menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas, mempertahankan posisi, fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktor, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau menunjukkan tehnik atau perilaku yang memampukan aktivitas. Intervensi : 1) Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau khususnya untuk luka bakar diatas sendi. Rasional : Meningkatkan posisi fungsional pada ekstermitas dan mencegah kontraktor yang lebih mungkin diatas sendi. 2) Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali pasif kemudian aktif Rasional :

Mencegah secara progresif, mengencangkan jaringan parut dan kontraktor, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot atau sendi dan menurunkan kehilangan kalsium dan tulang. 3) Instruksikan dan Bantu dalam mobilitas, contoh tingkat walker secara tepat. Rasional : Meningkatkan keamanan ambulasi

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik Kriteria Hasil : Menunjukkan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik dibuktikan oleh berat badan stabil atau massa otot terukur, keseimbangan nitrogen positif dan regenerasi jaringan. Intervensi : 1) Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif atau tidak ada bunyi Rasional : Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya dalam 36-48 jam dimana makanan oral dapat dimulai. 2)

Pertahankan jumlah kalori berat, timbang BB / hari, kaji ulang persen area permukaan tubuh terbuka atau luka tiap minggu. Rasional : Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat, sesuai penyembuhan luka, persentase area luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.

3) Awasi massa otot atau lemak subkutan sesuai indikasi Rasional : Mungkin berguna dalam memperkirakan perbaikan tubuh atau kehilangan dan keefektifan terapi. 4) Berikan makan dan makanan sedikit dan sering Rasional : Membantu mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.

7. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran darah. Intervensi : 1) Tinggikan ekstermitas yang sakit dengan tepat Rasional :

Meningkatkan sirkulasi sistematik atau aliran baik vena dan dapat menurunkan odema atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstriksi jaringan oedema. 2) Pertahankan penggantian cairan Rasional : Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan

8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi : kecacatan . Kriteria Hasil : 1) Menyatakan kesadaran, perasaan dan menerimanya dengan cara sehat 2) Mengatakan ansietas atau ketakutan menurun sampai tingkat yang dapat ditangani. 3) Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang efektif. Intervensi : 1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, memperjelas kesahalan konsep dan meningkatkan kerjasama. 2) Libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan kapanpun mungkin Rasional : Meningkatkan rasa kontrol dan kerjasama menurunkan perasaan tak berdaya atau putus asa 3) Dorong pasien untuk bicara tentang luka bakar bila siap Rasional : Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus-menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan. 4) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka atau jujur. Rasional : Pertanyaan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien atau orang terdekat menerima realita dan mulai menerima apa yang terjadi.

9. Gangguan citra tubuh berhubungan krisis situasi kecacatan. Kriteria Hasil : 1) Menyatakan penerimaan situasi diri

2) Bicara dengan keluarga atau orang terdekat tentang situasi perubahan yang terjadi. 3) Membuat tujuan realitas atau rencana untuk masa depan 4) Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif Intervensi : 1) Kaji makna kehilangan atau perubahan pada pasien atau orang terdekat Rasional : Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tak diantisipasi membuat perasaan kehilangan aktual yang dirasakan. 2)

Bersikap realistik dan positif selama pengobatan pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam keterbatasan. Rasional : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan baik antara pasien dan perawat.

3) Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan keyakinan yang salah. Rasional : Meningkatkan pandangan positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Crowin,E.J.2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius

Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC. http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-combustio-lukabakar.html#.WtM79JouDDc

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM INTEGUMEN Anatomi dan Fisiologi Integumen Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari.

Gambar I. Anatomi Integumen Kulit tersusun dari tida apisan, yaitu: epidermis, dermis, dan jaringan subkutan. • Epidermis Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Fungsi epidermis adalah proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) : 1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti. 2. Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. 3. Stratum Granulosum. Mengandung protein kaya akan histidin. 4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. 5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. pidermis diperbaharui setiap 28 hari. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit. • Dermis Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Dermis terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang, dan lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis adalah struktur penunjang, suplai nutrisi dan respon inflamasi. • Jaringan Subkutan Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini

terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis /hipodermis adalah melekat ke struktur dasar, isolasi panas dan cadangan kalori. Fungsi Kulit Brunner dan Suddarth (2002) membagi fungsi kulit ke dalam enam fungsi, yaitu fungsi perlindungan, fungsi sensibilitas, fungsi keseimbangan air, fungsi pengatur suhu, dan fungsi prodeksi vitamin. • Perlindungan Kulit memberikan perlindungan invasi bakteri dan benda asing lainnya. Bagian sternum korneum epidermis meripakan barrier yang paling efektif terhadap berbagai faktor lingkungan, seperti zatzat kimia, sinar matahari, virus, fungus, gigitan serangga, luka karena gesekan angin, dan trauma. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan mekanis dan keuletan lewat jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya. Serabut elastic dan kolagen yang saling berjalin dengan epidermis memungkinkan kulit untuk berperilaku sebagai satu unit. • Sensibilitas Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan. Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap stimuli yang berbeda. • Keseimbangan Air Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air sehingga lapisan tersebut dapat mencegah kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Selain itu, kulit juga akan mengalami evaporasi secara terus-menerus dari permukaan kulit. Evaporasi ini yang dinamakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari untuk orang dewasa yang normal. Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat. Ketika terendam dalam air, kulit dapat menimbun air tiga sampai empat kali berat normalnya. • Pengatur Suhu Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai proses metabolisme makanan yang memproduksi energi. Tiga proses fisik yang penting terlibat dalam kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan, yaitu radiasi (perpindahan panas ke banda lain yang suhunya lebih panas), konduksi (pemindahan panas dari tubh ke benda lain yang lebih dingin), dan konveksi (pergerakkan massa molekul udara hangat yang meninggalkan tubuh). Dalam kondisi normal, produk panas dari metabolism akan diimbangi oleh kehilangan panas, dan suhu internal tubuh akan dipertahankan agar tetap konstan pada suhu kurang-lebih 37oC. Pengeluaran keringat merupakan proses lainnya yang digunakan tubuh untuk mengatur laju kehiangan panas. Pada hawa lingkungan yang sangat panas, laju produksi keringat dapat setinggi 1 L/jam. Dalam keadaan tertentu, misalnya pada stress emosional, perspirasi dapat terjadi secara refleks dan tidak ada hubungannya dengan keharusan untuk menghilangkan panas dari tubuh. • Produksi Vitamin Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. Vitamin D merupakan unsur esensial untuk mencegah penyakit riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta fosfor dan yang menyebabkan deformitas tulang (Morton, 1993 dalam Brunner and Suddarth, 2002). • Fungsi Respons Imun Hasil-hasil penelitian terakhir (Nicholoff, 1993 dalam Brunner dan Suddarth, 2002)

menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel-sel Langerhans, IL-1 yang memproduksi keratinosit, dan sub kelompok limfosit-T) merupakan komponen penting dalam sistem imun. Pemeriksaan Fisik Teknik pengkajian penting untuk mengevaluasi integumen yang mencakup teknik inspeksi dan palpasi. Inspeksi 1. Warna / adanya perubahan pigmentasi Warna kulit di setiap bagian seharusnya sama, kecuali jika ada peningkatan vaskularisasi. Variasi normal warna kulit antara lain: Variasi normal Deskripsi 1. Tahi lalat Kecoklatan – coklat tua, bisa datar atau sedikit menonjol 2. Stretch mark (striae) Keputihan atau pink, dapat disebabkan karena berat yang berlebih atau kehamilan. 3. Freckles (bintik-bintik di tubuh) Datar dimanapun bagian tubuh. 4. Vitiligo Area kulit tak terpigmentasi, prevalensi lebih pada orang kulit gelap. 5. Tanda lahir Umumnya datar, warnanya bisa kecoklatan, merah, atau coklat. Warna kulit yang abnormal yaitu kekuningan atau jaudis. Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya kelainan fungsi hati atau hemolisis sel darah merah. Pada orang berkulit gelap, jaundis terlihat sebagai warna kuning-hijau pada sklera, telapak tangan, dna kaki. Pada orang berkulit cerah, jaundis terlihat berwarna kuning pada kulit, sklera, bibir, palatum, dan dibawah lidah. Warna kulit abnormal lainnya yaitu eritema. Eritema dimanifestasikan sebagai kemerahan pada orang berkulit cerah dan coklat atau ungu pada orang berkulit gelap. Hal ini mengindikasikan peningkatan temperatur kulit karena inflamasi (proses vaskularisasi jaringan). 2. Adanya lesi Lesi pada kulit dideskripsikan dengan warnanya, bentuk, ukuran, dan penampilan umum. Selain itu batas luka apakah luka datar, menonjol juga harus dicatat. Tipe Lesi Kulit Deskripsi Blister Adanya cairan – vesikel terisi atau bullae Bulla Blister lebih dari 1 cm. komedo Karena dilatasi pori-pori Crust (kerak) Eksudat kering yang merusak epitel kulit, Cyst (kista) Semisolid atau masa berisi cairan, enkapsulasi pada lapisan kulit yang lebih dalam. Deskuamasi Peluruhan atau hilangnya debris pada permukaan kulit. Erosi Kehilangan epidermis, dapat dikaitakan dengan vesikel, bulae, atau pustula. Eksoriasi Erosi epidermal n=biasanya karena peregangan kulit. Fissura Retak pada epidermis biasanya sampai ke dermis Makula Area datar pada kulit dengan diskolorisasi, diameter kurang dari 5 mm. Nodul Solid, peningkatan lesi atau masa, diameter 5 mm- 5 cm Papula Solid, peningkatan lesi dengan diameter kurang dari 5 mm Plaque Timbul, lesi datar diameter lebih besar dari 5 mm Pustula Papula berisi eksudat purulen Scale Debris kulit pada permukaan epidermis Tumor Masa padat, diameter lebih besar dari 5 cm, biasanya berlanjut ke dermis.

Ulserasi Kehilangan epidermis, berlanjut sampai dermis atau lebih dalam. Urticaria berhubungan dengan reaksi makanan dan obat.Timbul wheal– seperti lesi Vesikel Lesi terisi sedikit cairan, diameter kurang dari 1 cm Wheal Transient, timbul, pink, tidak rata dengan edema disekitarnya. Tabel Jenis-Jenis Lesi Lesi vaskular mencakup petekie, purpura dan ekimosis (berdasarkan ukurannya). Petekie Purpura Ekimosis

3. Adanya ruam Munculnya ruam kulit mengindikasikan adanya infeksi atau reaksi obat. Beberapa jenis ruam dapat dilihat pada tabel diatas. Keberadaan ruam berhubungan dengan perubahan farmako terapi yang penting untuk membantu identifikasi adanya reaksi hipersensitivitas alergi. Perkembangan urtikaria terjadi karena adanya reaksi obat atau makanan. Infeksi kulit dapat disebabkan oleh jamur atau ragi. Misalnya infeksi oleh Candida Albicans yang meninvasi jaringan yang lebih dalam.

4. Kondisi rambut Kuantitas, kualitas, distribusi rambut perlu di catat. Kulit kepala seharusnya elastis dan terdistribusi rambut merata. Alopesia berhubungan dengan adanya kehilangan rambut dan menyebar, merata, dan lengkap, biasanya dikarenakan terapi obat seperti kemoterapi. Hirsutism atau meningkatnya pertumbuhan rambut pada wajah, tubuh, atau pubis merupakan salah satu penemuan abnormal. Hal ini dapat ditemukan pada wanita menopause, gangguan endokrin, dan terapi obat tertentu (kortikosteroid, androgenik). 5. Kondisi kuku Kuku seharusnya berwarna pink dengan vaskularisasi yang baik dan dapat dilakukan tes kapilari refil. Kuku yang membiru dan keunguan dapat mengindikasikan terjadinya sianosis. Jika warnanya pucat, bisa saja terjadi penurunan aliran darah ke perifer. Ketika ditemukan adanya clubbing, sudut kuku ≥180°, mengindikasikan adanya hipoksia kronik. pada sirosis, gagal jantung, dan DM tipe II.Terry’s nail Kuku berwarna keputihan dengan bagian distal berwarna coklat kemerahan gelap. Koilonychias defisiensi zat besi.anemia defisiensi protein.adanya garis –garis tipis pada kuku defisiensi zinc.adanya spot putih pada kuku 6. catat bau badan dan adanya bau pada pernapasan, berhubungan erat dengan kualitas perawatan diri klien.Bau Palpasi

1. palpasi kelembutan permukaan kulit. Kulit kasar terjadi pada pasien hipitiroidisme.Tekstur 2. Kelembaban Dideskripsikan dengan kering, berminyak, berkeringat, atau lembab. Kulit berminyak dengan jerawat dan dengan peningkatan aktivitas kelenjar minyak dna pada penyakit parkinson. Diaforesis sebagai respon meningkatnya suhu atau melabolisme tubuh. Hiperhidrosis istilah terhadap perspirasi berlebihan. 3. Temperatur 4. Mobilitas dan turgor Ketika mengkaji secara terpusat, diatas klavikula, kulit seharusnya mudah untuk dicubit, dan cepat kembali ke posisi awal. Mobilitas kulit menurun pada scleroderma atau pada pasien dengan peningkatan edema. Turgor kulit menurun pada pasien dehidrasi. 5. nonpitting atau pitting edemaEdema Nonpitting edema, tidak terdepresi dengan palpasi, terlihat pada pasien dengan respon inflamasi lokal dan disebabkan oleh kerusakan endotel kapiler. Kulit terlihat merah, keras, dan hangat. Pitting edema biasanya pada kulit ekstremitas dan dapat menimbulakan depresi ketika dilakukan palpasi. Skala (1+ to 4+) Pengukuran Deskripsi Waktu kembali /41 2 mm Nyaris dapat terdeteksi Segera /42 4 mm Pitting Lebih dalam Beberapa detik /43 6 mm Pitting dalam 10-20 detik 4+/4 10 mm Sangat dalam >20 detik Tabel Skala Pitting Edema Pengkajian kulit pada lansia • Terjadi kehilangan jaringan lemak bawah kulit dan penurunan vaskularisasi lapisan dermis memicu penipisan kulit, keriput, kehilangan turgor kulit dan actinic purpura. • Terpapar matahari dalam waktu lama memicu kulit menguning dan menebal dan perkembangan solar lentigo. • Menurunnya aktivitas kelenjar sebase dan kelenjar keringat memicu pengelupasan kulit dan kekeringan. • Menurunnya melanin menyebabkan rambut menjadi abu-abu – putih. • Menurunnya kadar hormon menyebabkan penipisan rambut kepala. • Penurunan sirkulasi perifer menyebabkan pertumbuhan yang lambat pada kuku dan kuku menjadi rapuh Referensi: Davenport, Joan. Patient Assessment:Integumentary System Chapter 51. http://connectiondev.lww.com/Products/morton/documents/pdfs/morton_ch51.pdf (diunduh pada 28 November 2010) __________. Physical Assessment - Chapter 2 Integumentary System. http://nursinglink.monster.com/training/articles/297-physical-assessment---chapter-2integumentary-system http://smartanddelicious.blogspot.co.id/2010/11/pemeriksaan-fisik-sistem-integumen.html

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI

BAB II PEMBAHASAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK A.PENGERTIAN Pemeriksaan diagnostic adalah penilaian klinis tentang respon individu,keluarga,dan komunikan terhadap

suatu

masalah

kesehatan

dan

proses

kehidupan

actual

maupun

potensial.

A. PERSIAPAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

Terdapat 3 faktor utama yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu : 1. Pra instrumentasi

Pada tahap ini sangat penting diperlukan kerjasama antara petugas, pasien dan dokter. Hal ini karena tanpa kerja sama yang baik akan mengganggu/mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Yang termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi :

a. Pemahaman instruksi dan pengisian formulir

Pada tahap ini perlu diperhatikan benar apa yang diperintahkan oleh dokter dan dipindahkan ke dalam formulir. Hal ini penting untuk menghindari pengulangan pemeriksaan yang tidak penting, membantu persiapan pasien sehingga tidak merugikan pasien dan menyakiti pasien. Pengisian formulir dilakukan secara lengkap meliputi identitas pasien : nama, alamat/ruangan, umur, jenis kelamin, data klinis/diagnosa, dokter pengirim, tanggal dan kalau diperlukan pengobatan yang sedang diberikan. Hal ini penting untuk menghindari tertukarnya hasil ataupun dapat membantu intepretasi hasil terutama pada pasien yang mendapat pengobatan khusus dan jangka panjang.

b. Persiapan penderita 1) Puasa Dua jam setelah makan sebanyak kira2 800 kalori akan mengakibatkan peningkatan volume plasma, sebaliknya setelah berolahraga volume plasma akan berkurang. Perubahan volume plasma akan mengakibatkan perubahan susunan kandungan bahan dalam plasma dan jumlah sel darah.

2) Obat

Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan hematologi misalnya : asam folat, Fe, vitamin B12 dll. Pada pemberian kortikosteroid akan menurunkan jumlah eosinofil, sedang adrenalin akan meningkatkan jumlah leukosit dan trombosit. Pemberian transfusi darah akan mempengaruhi komposisi darah sehingga menyulitkan pembacaan morfologi sediaan apus darah tepi maupun penilaian hemostasis. Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil pemeriksaan hemostasis.

3) Waktu pengambilan

Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi hari tertutama pada pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam urin akan menjadi lebih pekat pada pagi hari sehingga lebih mudah diperiksa bila kadarnya rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi khusus atas perintah dokter. Selain itu juga ada pemeriksaan yang tidak melihat waktu berhubung dengan tingkat kegawatan pasien dan memerlukan penanganan segera disebut pemeriksaan sito. Beberapa parameter hematologi seperti jumlah eosinofil dan kadar besi serum menunjukkan variasi diurnal, hasil yang dapat dipengaruhi oleh waktu pengambilan. Kadar besi serum lebih tinggi pada pagi hari dan lebih rendah pada sore hari dengan selisih 40-100 ug/dl. Jumlah eosinofil akan lebih tinggi antara jam 10 pagi sampai malam hari dan lebih rendah dari tengah malam sampai pagi.

4) Posisi pengambilan

Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma 10% demikian pula sebaliknya. Hal lain yang penting pada persiapan penderita adalah menenangkan dan memberitahu apa yang akan

dikerjakan sebagai sopan santun atau etika sehingga membuat penderita atau keluarganya tidak merasa asing atau menjadi obyek.

a) Persiapan alat

Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan profesional dalam bekerja.

b) Pengambilan darah

Yang harus dipersiapkan antara lain : - kapas alkohol 70 %, karet pembendung (torniket) semprit sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5 ml, penampung kering bertutup dan berlabel. Penampung dapat tanpa anti koagulan atau mengandung anti koagulan tergantung pemeriksaan yang diminta oleh dokter. Kadang-kadang diperlukan pula tabung kapiler polos atau mengandung antikoagulan.

c) Penampungan urin

Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar, berlabel, kering, bersih, bertutup rapat dapat steril (untuk biakan) atau tidak steril. Untuk urin kumpulan dipakai botol besar kira-kira 2 liter dengan memakai pengawet urin.

d) Penampung khusus

Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan khusus yang lain. Yang penting diingat adalah label harus ditulis lengkap identitas penderita seperti pada formulir termasuk jenis pemeriksaan sehingga tidak tertukar.

c. Cara pengambilan sampel

Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus dikerjakan, lakukan pendekatan dengan pasien atau keluarganya sebagai etika dan sopan santun, beritahukan apa yang akan dikerjakan. Selalu tanyakan

identitas pasien sebelum bekerja sehingga tidak tertukar pasien yang akan diambil bahan dengan pasien lain. Karena kepanikan pasien akan mempersulit pengambilan darah karena vena akan konstriksi.

Darah dapat diambil dari vena, arteri atau kapiler. Syarat mutlak lokasi pengambilan darah adalah tidak ada kelainan kulit di daerah tersebut, tidak pucat dan tidak sianosis. Lokasi pengambilan darah vena : umumnya di daerah fossa cubiti yaitu vena cubiti atau di daerah dekat pergelangan tangan. Selain itu salah satu yang harus diperhatikan adalah vena yang dipilih tidak di daerah infus yang terpasang/sepihak harus kontra lateral. Darah arteri dilakukan di daerah lipat paha (arteri femoralis) atau daerah pergelangan tangan (arteri radialis). Untuk kapiler umumnya diambil pada ujung jari tangan yaitu telunjuk, jari tengah atau jari manis dan anak daun telinga. Khusus pada bayi dapat diambil pada ibu jari kaki atau sisi lateral tumit kaki.

d. Penanganan awal sampel dan transportasi

Pada tahap ini sangat penting diperhatikan karena sering terjadi sumber kesalahan ada disini. Yang harus dilakukan :

1) Catat dalam buku expedisi dan cocokan sampel dengan label dan formulir. Kalau sistemnya memungkinkan dapat dilihat apakah sudah terhitung biayanya (lunas)

2) Jangan lupa melakukan homogenisasi pada bahan yang mengandung antikoagulan

3) Segera tutup penampung yang ada sehingga tidak tumpah

4) Segera dikirim ke laboratorium karena tidak baik melakukan penundaan

5) Perhatikan persyaratan khusus untuk bahan tertentu seperti darah arteri untuk analisa gas darah, harus menggunakan suhu 4-8° C dalam air es bukan es batu sehingga tidak terjadi hemolisis. Harus segera sampai ke laboratorium dalam waktu sekitar 15-30 menit.

Perubahan akibat tertundanya pengiriman sampel sangat mempengaruhi hasil laboratorium. Sebagai

contoh penundaan pengiriman darah akan mengakibatkan penurunan kadar glukosa, peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat mengakibatkan salah pengobatan pasien. Pada urin yang ditunda akan terjadi pembusukan akibat bakteri yang berkembang biak serta penguapan bahan terlarut misalnya keton. Selain itu nilai pemeriksaan hematologi juga berubah sesuai dengan waktu B. PERSIAPAN DAN PENGAMBILAN SPESIMEN 1) Pemeriksaan Darah a. Tempat pengambilan darah untuk berbagai macam pemeriksaan laboratorium. 1) Perifer (pembuluh darah tepi) 2) Vena 3) Arteri 4) Pada orang dewasa diambil pada ujung jari atau daun telinga bagian bawah 5) Pada bayi dan anak kecil dapat diambil pada ibu jari kaki atau tumit

b.

Bentuk 1)

pemeriksaan

Jenis/golongan

darah

2)

HB

3)

Gula

darah

4)

Malaria

5) Filaria dll

c.

Persiapan

1)

Lanset

darah

alat atau

jarum

khusus

2)

Kapas

alkohol

3)

Kapas

kering

4)

Alat

pengukur

Hb/kaca

objek/botol

pemeriksaan,

tergantung

macam

5)

pemeriksaan Bengkok

6)

Hand

scoon

Prosedur

kerja

7) Perlak dan pengalas

d. 1) 2)

Mendekatkan Memberitahu

klien

dan

menyampaikan

alat tujuan

serta

langkah

prosedur

3)

Memasang

4)

perlak

dan

Memakai

5)

Mempersiapkan

6)

Kulit

7)

Bekas

bagian

pengalas

hand

yang

akan

ditusuk,

dihapushamakan tusukan

tergantung

dengan

ditekan

8)

scoon jenis

pemeriksaan

kapas

dengan

alkohol

kapas

alkohol

Merapikan

alat

9) Melepaskan hand scoon

2)

Pemeriksaan

Urine

a.

Kegunaan 1)

Menafsirkan

proses-proses

metabolisme

2) Mengetahui kadar gula pada tiap-tiap waktu makan (pada pasien DM)

b.

Jenis 1)

pemeriksaan

Urine Urine

yang

dikeluarkan

sewaktu

sewaktu-waktu

2)

bilamana

diperlukan

pemeriksaan.

Urine Urine

yang

pertama

3)

pagi

dikeluarkan

sewaktu

Urine

pasien

bangun

pasca

prandial

Urine yang pertama kali dikeluarkan setelah pasien makan (1,5-3 jam sesudah 4)

Urine

tidur.

24

makan) jam

Urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam.

c. 1) 2)

Persiapan Formulir Wadah

khusus

untuk urine

alat pemeriksaan dengan

urine tutupnya

3)

Hand

scoon

4)

Kertas

etiket

5)

Bengkok

6) Buku ekspedisi untuk pemeriksaan laboratorium

d.

Prosedur

tindakan

1)

Mencuci

tangan

2)

Mengisi

formulir

3)

Memberi

4)

etiket

pada

Memakai

wadah

hand

scoon

5) Menuangkan 100 cc urine dari bengkok ke dalam wadah kemudian ditutup rapat. 6)

Menyesuaikan

7) 8)

Menuliskan Meletakkan

9)

data data

wadah

formulir dari

ke

formulir

dalam

Membereskan

bengkok dan

dengan ke atau

data

pada

dalam tempat

etiket

buku

ekspedisi

khusus

bertutup.

merapikan

alat

10) Melepas hand scoon 11) Mencuci tangan

3) Pemeriksaan Faeces

a. Pengertian

Menyiapkan feses untuk pemeriksaan laboratorium dengan cara pengambilan yang tertentu.

b. Tujuan Untuk menegakkan diagnosa

c. Pemeriksaan tinja untuk pasien dewasa Untuk pemeriksaan lengkap meliputi warna, bau, konsistensi, lendir, darah, dan telur cacing. Tinja yang diambil adalah tinja segar.

d. Persiapan alat 1) Hand scoon bersih 2) Vasseline 3) Botol bersih dengan penutup 4) Lidi dengan kapas lembab dalam tempatnya 5) Bengkok 6) Perlak pengalas

7) Tissue 8) Tempat bahan pemeriksaan 9) Sampiran

e.

Prosedur

1)

tindakan

Mendekatkan

alat

2)

Memberitahu

pasien

3)

Mencuci

tangan

4)

Memasang

perlak

5)

Melepas

6)

Mengatur

7)

pengalas

dan

pakaian

sampiran

bawah

posisi

pasien

dorsal

Memakan

recumbent

hand

scoon

8) Telunjuk diberi vaselin lalu dimasukkan ke dalam anus dengan arah keatas kemudian diputar kekiri

dan

kekanan

sampai

teraba

tinja

9) Setelah dapat , dikeluarkan perlahan – lahan lalu dimasukkan ke dalam tempatnya. 10)

Anus

dibersihkan

11)

dengan

kapas

lembab

Melepas

12)

dan

keringkan

dengan

hand Merapikan

tissue. scoon pasien

13) Mencuci tangan

Untuk pemeriksaan kultur (pembiakan) pengambilan tinja dengan cara steril. Caranya sama dengan cara thoucer, tetapi alat-alat yang digunakan dalam keadaan steril.

4) Pengambilan sputum a. Pengertian Sputum atau dahak adalah bahan yang keluar dari bronchi atau trakhea, bukan ludah atau lendir yang keluar dari mulut, hidung atau tenggorokan. b. Tujuan Untuk mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme yang ada dalam tubuh pasien sehingga diagnosa dapat ditegakkan. c. Indikasi Pasien yang mengalami infeksi/peradangan saluran pernafasan (apabila diperlukan).

d. Persiapan alat 1) Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup 2) Botol bersih dengan penutup 3) Hand scoon 4) Formulir dan etiket 5) Perlak pengalas 6) Bengkok 7) Tissue e. Prosedur tindakan 1) Menyiapkan alat 2) Memberitahu pasien 3) Mencuci tangan 4) Mengatur posisi duduk 5) Memasang perlak pengalas dibawah dagu dan menyiapkan bengkok. 6) Memakai hand scoon 7) Meminta pasien membatukkan dahaknya ke dalam tempat yang sudah disiapkan (sputum 8)

pot)

Mengambil

5cc

9)

bahan,

lalu

Membersihkan

10)

ke

mulut

Merapikan

11)

masukkan

pasien

Melepas

dalam

botol pasien

dan hand

alat scoon

12) Mencuci tangan

5)

Pengambilan

spesimen

a.

cairan

vagina/hapusan

Persiapan

1)

Kapas

2)

alat lidi

steril

Objek

gelas

3)

Bengkok

4)

Sarung

tangan

5) 6)

genetalia

Spekulum Kain

kassa,

kapas

sublimat

7)

BengkoK

8) Perlak

a.

Prosedur 1) Memberitahu dan memberi penjelasan pada klien tentang tindakan yang akan dilakukan 2)

Mendekatkan

3)

alat

Memasang

sampiran

4) Membuka dan menganjurkan klien untuk menanggalkan pakaian bagian bawah (jaga 5) 6)

privacy Memasang

Mengatur

pengalas

posisi

pasien

dibawah

dengan

7)

pasien)

kaki

bokong ditekuk

(dorsal

Mencuci

8)

pasien recumbent) tangan

Memakai

sarung

tangan

9) Membuka labia mayora dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang tidak dominan 10) Mengambil sekret vagina dengan kapas lidi dengan tangan yang dominan sesuai kebutuhan 11)

Menghapus

12)

sekret

Membuang

vagina

pada

objek

kapas

gelas

lidi

yang

pada

disediakan bengkok

13) Memasukkan objek gelas ke dalam piring petri atau ke dalam tabung kimia dan ditutup 14) Memberi label dan mengisi formulir pengiriman spesimen untuk dikirim ke laboratorium 15) 16)

Membereskan Melepas

17) 18)

C. 1. Pemeriksaan USG

alat sarung

Mencuci Melakukan

PERSIAPAN

tangan tangan

dokumentasi

UNTUK

tindakan

PEMERIKSAAN

Perkembangan Ultrasonografi (USG) sudah dimulai sejak kira-kira tahun 1960, dirintis oleh Profesor Ian Donald. Sejak itu, sejalan dengan kemajuan teknologi bidang komputer, maka perkembangan ultrasonografi juga maju dengan sangat pesat, sehingga saat ini sudah dihasilkan USG 3 Dimensi dan Live 3D (ada yang menyebut sebagai USG 4D).

a.Indikasi

1). Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan USG dilakukan begitu diketahui hamil, penapisan USG pada trimester pertama (kehamilan 10 – 14 minggu), penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 – 20 minggu), dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk memantau tumbuh kembang janin.

2). Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan kelainan secara fisik atau dicurigai ada kelainan tetapi pada pemeriksaan fisik tidak jelas adanya kelainan tersebut.

3). Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari kausa gangguan hormon, pemantauan folikel dan terapi infertilitas, dan pemeriksaan pada pasien dengan gangguan haid.

4). Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang dicurigai berasal dari disiplin ilmu lain, misalnya dari bagian pediatri, rujukan pasien dengan kecurigaan metastasis dari organ ginekologi dll.

b. Cara Pemeriksaan Pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) Pervaginam a) Memasukkan probe USG transvaginal/seperti melakukan pemeriksaan dalam. b) Dilakukan pada kehamilan di bawah 8 minggu. c) Lebih mudah dan ibu tidak perlu menahan kencing. d) Lebih jelas karena bisa lebih dekat pada rahim. e) Daya tembusnya 8-10 cm dengan resolusi tinggi. f) Tidak menyebabkan keguguran.

2) Perabdominan a) Probe USG di atas perut. b) Biasa dilakukan pada kehamilan lebih dari 12 minggu. c) Karena dari atas perut maka daya tembusnya akan melewati otot perut, lemak baru

menembus

rahim.

c.

Jenis

Pemeriksaan

USG

1) USG 2 Dimensi

Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar yang baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan.

2). USG 3 Dimensi

Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut koronal. Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda (dalam hal ini tubuh janin) dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar (bukan janinnya yang diputar).

3). USG 4 Dimensi

Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat bergerak (live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis, sementara pada USG 4 Dimensi, gambar janinnya dapat “bergerak”. Jadi pasien dapat melihat lebih jelas dan membayangkan keadaan janin di dalam rahim.

4).USG Doppler

Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah terutama aliran tali pusat. Alat ini digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan janin. Penilaian kesejahteraan janin ini meliputi: Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit), Tonus (gerak janin), Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20 cm), Doppler arteri umbilikalis, Reaktivitas denyut jantung janin.

2. Pemeriksaan Rontgen

Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu. Tepatnya sejak 8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman, Conrad Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi label sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi dunia kedokteran, banyak nyawa bisa diselamatkan, hingga ia mendapat penghargaan Nobel di tahun 1901. Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke format film agar bisa dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini foto rontgen juga sudah bisa diproses secara digital tanpa film. Sementara hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau bahkan dikirim ke berbagai belahan dunia menggunakan teknologi e-mail.

a.Persiapan pemeriksaan

1)Radiografi konvensional tanpa persiapan. Maksudnya, saat anak datang bisa langsung difoto. Biasanya ini untuk pemeriksaan tulang atau toraks.

2) Radiografi konvensional dengan persiapan. Pemeriksaan radiografi konvensional yang memerlukan persiapan di antaranya untuk foto rontgen perut. Sebelum pelaksanaan, anak diminta untuk puasa beberapa jam atau hanya makan bubur kecap. Dengan begitu ususnya bersih dan hasil fotonya pun dapat dengan jelas memperlihatkan kelainan yang dideritanya.

3) Pemeriksaan dengan kontras Sebelum dirontgen, kontras dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum, atau dimasukkan lewat anus, atau disuntikkan ke pembuluh vena.

b. Indikasi pemeriksaan 1) Sesak napas pada bayi.

Untuk memastikan ada tidaknya kelainan di toraksnya (rongga dada), dokter membutuhkan foto rontgen agar penanganannya tepat.

2)

Bayi

muntah

hijau

terus-menerus.

Bila dokter mencurigai muntahnya disebabkan sumbatan di saluran cerna, maka pengambilan foto rontgen pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter untuk melakukan tindakan ini tidak semata-mata berdasarkan usia, melainkan lebih pada risk and benefit alias risiko dan manfaatnya.

3) Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya. Bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya dimanfaatkan untuk mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam lainnya.

3.

Kardiotokografi a.

(CTG). Pengertian

1) Secara khusus CTG adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada saat kontraksi maupun tidak.

2) Secara umum

CTG merupakan suatu alat untuk mengetahui kesejahteraan janin di dalam rahim, dengan merekam pola denyut jantung janin dan hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.

Jadi bila doppler hanya menghasilkan DJJ maka pada CTG kontraksi ibu juga terekam dan kemudian dilihat perubahan DJJ pada saat kontraksi dan diluar kontraksi. Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya gawat janin akibat fungsi plasenta yang sudah tidak baik . Cara pengukuran CTG hampir sama dengan doppler hanya pada CTG yang ditempelkan 2 alat yang satu untuk mendeteksi DJJ yang satu untuk mendeteksi kontraksi, alat ini ditempelkan selama kurang lebih 10-15 menit

b. Indikasi Pemeriksaan CTG

1) Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing manis, tiroid, penyakit infeksi kronis, dll) 2) Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine Growth Retriction) 3) Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali) 4) Polihidramnion (air ketuban berlebih)

c. Pemeriksaan CTG

1)

Sebaiknya

2)

Waktu

dilakukan pemeriksaan

2

jam

setelah

makan.

20

menit,

selama

3) Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak menyakitkan ibu maupun bayi. 4) Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan dan dapat segera diberikan pertolongan yang sesuai. 5)

Konsultasi

langsung

dengan

dokter

kandungan

Jenis-Jenis Pemeriksaan Diagnostik Yang Berhubungan Dengan SIH a. Pemriksaan Fisik  Inspeksi Adalah metode observasi yang digunakan saat pemeriksaan fisik. Teknik ini mengguanakan penglihatan, penciuman dan pendengaran untuk mengetahui kondisi normal atau adanya deviasi dari bagian tubuh yang diperiksa. Metode ini adalah langkah pertama dalam pemeriksaan fisik. Dalam pengkajian fisik, lakukan pemeriksaan dengan melihat penampilan umum. Perhatikan penampilan umum, setelah penampiilan ini lanjutkan pemeriksaan dengan pengkajian yang sistematis selanjutnya. Ketika melakukan pemeriksaan ini, pastikan bahwa penerangan dan sinar cahaya cukup untuk melakukan pemeriksaan.  Palpasi Merupakan metode untuk ‘merasakan’ dengan tangan saat pemeriksaan fisik. Dengan pemeriksaan ini anda dapat menentukan: 

Tekstur (kasar/halus)



Suhu (hangat / panas / dingin)



Kelembaban (kering, basah atau lembab)



Gerakan (diam atau tremor otot)



Konsistensi jaringan (padat atau berair)

A. Pemeriksaan fisik pada system imun 1. Pengkajian pada system imun Penilaian fungsi imun dimulai dari hasil anamnesis riwayat kesehatan pasien dan pemeriksaan fisik. Riwayat kesehatan pasien harus mengandung informasi yang rinci mengenai factor – factor dimasa lalu serta sekarang dan berbagai kejadian yang menunjukan status system imun disamping factor – factor dan kejadian yang dapat mengetahui fungsi sistem imun. Faktor – faktor dan kejadian ini mencakup infeksi, kelainan alergi, kelainan autonium, penyakit neoplasma, keadaan sakit yang kronis, riwayat pembedahan, imunisasi, dan penggunaan obat – obatan, transfuse darah, faktor – faktor lain yang mempengaruhi fungsi imun dan hasil pemeriksaan laboratorium serta tes diagnostic lainnya. Pengkajian fisik pasien palpasi nodus limfatikus dan pemeriksaan kulit, membrane mukosa dan sistem respiratorius, gastrointestinal, urogenital, kardiovaskuler serta neurosensorik. Pada pemeriksaan jasmani,kondisi kulit dan membrane mukosa pasien harus di nilai untuk menemukan lesi,dermatitis,purpura(pendarahan sub kutan),urtikaria,inflamasi,ataupun pengeluaran secret. Selain itu, tanda-tanda infeksi perlu di perhatikan. Suhu tubuh pasien di catat dan observasi di lakukan untuk mengamati gejala mengigil serta perspirasi.kelenjar limpe servikal anterior serta posterior,aksilaris dan ingminalis harus di palpasi untuk menemukan pembesaran;jika kelenjar limpe atau nodus limpatikus teraba, maka lokasi,ukuran,konsistensi,dan keluhan nyeri tekan saat palpasi harus di catat. Pemeriksaan sendi-sendi di lakukan untuk menilai nyeri tekan serta pembengkakan dan keterbatasan kisaran gerak. Status respiratorius pasien di evaluasi dengan memantau frekuensi pernapasan dan menilai adanya gejala batuk(kering/produktif) serta setiap suara paru yang abnormal(mengi,krepitasi,ronchi). Pasien juga di kaji untuk menemukan rhinitis,hiperventilasi dan bronkospasme.

Status kardiovaskuler Sensitivitas Bagian Tangan Bagian tangan yang dipakai

Hal Yang Dapat Dirasakan

Jari-jari (ujung jari)

Adanya gerakan halus jaringan atau pulsasi

Permukaan tangan

Getaran yang mungkin terjadi (i.e., thrills, fremitus)

Punggung tangan

Suhu kulit

Palpasi Jenis

Tujuan

Palpasi Ringan

Digunakan abnomalitas

untuk

Teknik ada

tidaknya Tekan kulit ½ hingga ¾ inci dengan

permukaan

(contoh, ujung jari

tekstur, suhu, kelembaban, elastisitas, pulsasi, organ-oran superfisial, dll) Palpasi Dalam

Digunakan untuk meraba organ dalam Tekan kulit sedalam 1½ hingga 2 inci dan

masa

untuk

melihat

ukuran, dengan tekanan yang mantap.

bentuk, simetris atau mobiltasnya

Mungkin

diperlukan

juga

tangan

lainnya untuk membantu penekanan Palpasi Bimanual

Digunakan

untuk

mengkaji

organ Gunakan dua tangan, satu tangan pada

(gunakan teknik ini dalam di rongga abdomen.

sisi masing-masing bagian tubuh atau

dengan

organ yang diperiksa

hati-hati

karena mungkin akan

Tangan yang di bagian atas digunakan

merangsang

untuk

atau

nyeri

mengganggu

organ internal tubuh)

memberikan

tekanan

ketika

tangan yang di bawah digunakan untuk memeriksa jaringan yang dalam Gunakan satu tangan untuk menekan secara dalam dinding perut abdominal untuk menggerakkan jaringan dalam arah tangan yang lainnya, dan gunakan tangan

tersebut

untuk

merasakan

jaringan yang diperiksa B. Pemeriksaan Labolatorium Untuk memastikan diagnosis harus ditunjang dengan pemeriksaan labolatorium dan pemeriksaan spesifik. Pemeriksan yang dapat dilakukan ialah : 1. Pemeriksaan darah rutin feses dan kemih, serta kimia dara 2. Pemeriksaan sediaan apus basah seperti pemeriksaan terhadap hiva ( dengan KOH 10% ) trikomonas ( NaCI 0,9% ) 3. Periksaan sekret/ bahan-bahan dari kulit dengan pewarnaan kusus, seperti gram ( untuk bakteri ), Ziehl Nielsen untuk hasil tahan asam, gentian violet untuk virus, microscop lapangan gelap untuk spiroketa, pemeriksaan cairan gelembung( untuk menghitung eosinofil ) dan pemriksaan sel tzanck. 4. Pemeriksaan serologik untuk sefilis, frambusia.

5. Pemeriksaan dengan sinar wood terhadap infeksi jamur kulit. 6. Pemeriksaan terhadap alergi: uji gores, tetes, tempel, tusuk, dan uji suntik 7. Pemeriksaan Lab yang berhubungan dengan hematologi adalah sebagai berikut : Pemeriksaan Hemaglobin, Jumlah Leokosit, Eritrosit, Trombosit, Hemaorit, Retikulosit, Fibrinogen, Gol. Darah dan Rh-faktor. 8. Pemeriksaan Lab yang berhubungan dengan imunolgi adalah sebagai berikut : Widal, ASTO, Rheumatoid, C-Reactive Protein, Seramoeba, V.D.R.L, T.P.H.A, R.P.R, Anti-HIV, HbsAG, AntiHbeAG, Anti-HBc totall, IgM Anti-HBc dan IgM Anti-HAV.

C. Diagnostik pada penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan berat yang tidak dikehendakiyang melampaui 10% dari berat badan dasar, diare yang kronis selama lebih 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang menjelaskan gejala ini. Malnutrisi protein – energy yang terjadi bersifat multifactor pada sebagian keadaan sakit yang berkaitan dengan AIDS, pesiennya akan mengalami keadaan hipermetabolik dimana terjadi pembakaran kalori yang berlebihan dan kehilangan leanbodymass keadaan ini serupa dengan keadaan stress seperti sepsis serta trauma dan dapat menimbulkan kegagalan organ. Pembedaan anatra keadaan kakeksia ( pelisutan) adan malnutrisi atau antara kakeksia dan penurunan berat badan yang biasa terjadi sangat penting mengingat ganaguan metabolik pada sindrom pelisutan tidak dapat diubah dengan dukungan nutrisi saja. D. Evaluasi diagnostic 1. Tes laboratorium. Sejak ditemukannya HIV pada tahun 1983, para ilmuan telah belajar banyak tentang karakteristik dan patogenisita virus tersebut. Berdasarkan pengetahuan ini telah dikembangakan sejumlah tes diagnostik yang sebagian masih bersifat penelitian tes atau pemeriksaan laboratorium kini digunakan untuk mengdiagnostik HIV dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi pada orang terinfeksi HIV. 2. Tes antibody HIV. Kalau seseorang terinfeksi virus HIV, system imunnya akan beraksi dengan memproduksi antibody terhadap virus. Antibody umumnya terbentuk dalam waktu 3-12 minggu setelah terkena infeksi,kendati pembentukan antibody ini dapat memerlukan waktu sampai 6-14 bulan; kenyataan ini menjelaskan mengapa seseorang dapat terinfeksi tetapi pada mulanya tidak memperlihatkan hasil test yang positif. Sayangnya, antibody untuk hiv tidak efektif dan tidak dapat menghentikan perkembangan infeksi hiv. Kemampuan untuk mendeteksi antibody hiv dalam darah telah memungkinkan pemeriksaan skring

produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic pada pasien-pasien terinfeksi hiv. Pada 1985, food and drug administration(fda) mengeluarkan lisensi untuk uji kadar antibody hiv bagi semua pendonoran darah dan plasma. Ada 3 buah test untuk memastikan danya antibody terhadap hiv dan membantu mendiagnostik infeksi hiv. 1. Test enzyme linket immunosorbent assay(elisa) mengidentifikasi antibody secara spesifik yang di tujukan pada virus hiv. Pemeriksaan westernblot assay : merupakan test yg dapat mengenali antibody hiv dan digunakan untuk memastikan seropositifitas seperti yang teridentifikasi lewat prosedur elisa. 2.

Indirect immonofluorescene assay (IFA) yang saat ini sering digunakan dokter sebagai pengganti pemeriksaan western blot untuk seropositifitas.

3. Radioimmunoprecipitation assay (RIFA) tes ini lebih mendeteksi protein HIV ketimbang antibbodi.

B. Pemeriksaan diagnostic pada system hematologi 1. Pemeriksaan Fungsi Hemostasis Kelainan hemostasis dengan perdarahan abnormal dapat merupakan kelainan pembuluh darah, trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit, dan kelainan koagulasi. Sejumlah pemeriksaan sederhana dapat dikerjakan untuk menilai fungsi trombosit, pembuluh darah, serta komponen koagulasi dalam hemostasis. Pemeriksaan penyaring ini meliputi pemeriksaan darah lengkap (Complete Blood Count/CBC), evaluasi darah apus, waktu perdarahan (Bleeding Time/ BT), waktu protrombin (Prothrombin Time/PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan agregasi trombosit. CBC dan evaluasi darah apus. Pasien dengan kelainan perdarahan pertama kali harus menjalani pemeriksaan CBC dan pemeriksaan apusan darah perifer. Selain memastikan adanya trombositopenia, dari darah apus dapat menunjukkan kemungkinan penyebab yang jelas seperti misalnya leukemia. Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi. Meliputi penilaian jalur intrinsik dan ekstrinsik dari sistem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin. PT (Prothrombin Time) mengukur faktor VII, X, V, protrombin, dan fibrinogen. aPTT (activated Partial Prothrombin Time) mengukur faktor VIII, IX, XI, dan XII. TT (Thrombin Time) cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau hambatan terhadap trombin. Pemeriksaan faktor koagulasi khusus. Pemeriksaan fibrinogen, faktor vW, dan faktor VIII. Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT). Memeriksa fungsi trombosit abrnormal misalnya pada defisiensi faktor Von Willebrand (VWf). Pada trombositopenia, waktu perdarahan juga akan memanjang,

namun pada perdarahan abnormal akibat kelainan pembuluh darah, waktu perdarahan biasanya normal. Pemeriksaan fungsi trombosit. Tes agregasi trombosit mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya trombosit sebagai agregat trombosit. Pemeriksaan fibrinolisis. Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan memendeknya euglobulin clot lysis time. (Suharti, 2007).

2. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) ITP adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi ternyata diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun, karena itu disebut juga autoimmune thrombocytopenic purpura. Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan untuk reseptor GP IIb/IIIa pada trombosit. Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya terjadi trombositopenia. Gambaran klinik ITP, yaitu 1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa peteki, ekimosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis atau perdarahan gusi; 2) perdarahan SSP jarang, tetapi fatal; dan 3) splenomegali, terjadi pada 10% kasus. Pada ITP kelainan laboratorium yang terjadi: 1) darah tepi: trombosit paling sering antara 10.000-50.000/mm3; 2) sumsum tulang: megakariosit meningkat, multinuklear, disertai lobulasi; dan 3) imunologi: adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gp IIb/IIIa atau gp Ib. Diagnosis ITP ditegakkan bila dijumpai: 1) gambaran klinik berupa perdarahan kulit atau mukosa; 2) trombositopenia; 3) sumsum tulang: megakariosit normal atau meningkat; 4) antibodi antiplatelet (IgG) positif, tetapi tidak harus demikian; dan 5) tidak ada penyebab trombositopenia sekunder (Bakta, 2006). a. Penatalaksanaan ITP

1. Terapi untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit. a) Terapi kortikosteroid à menekan aktivitas makrofag, mengurangi pengikatan IgG oleh trombosit, dan untuk menekan sintesis antibodi. b) Jika dalam 3 bulan tidak memberi respon pada kortikosteroid (trombosit <30×10 9/l) atau perlu dosis pemeliharaan yang tinggi maka diperlukan splenektomi, atau obat-obatan immunosupresif lain seperi vincristine, cyclophospamide, atau azathiprim. 2. Terapi suportif , terapi untuk mengurangi pengaruh trombositopenia. a) Pemberian androgen (danazol). b) Pemberian high dose immunoglobulin untuk menekan fungsi makrofag.

b.Pemeriksaan laboratorium lanjutan. Untuk memastikan diagnosis ITP, maka perlu pemeriksaan apusan darah tepi, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan imunologi. Sebaiknya pasien diberi terapi kortikosteroid untuk mengurangi proses imun sehingga mengurangi perusakan trombosit. Apabila kortikosteroid tidak menghasilkan respon, maka dilakukan splenektomi atau pemberian obat-obat immunosupresif lain. Selain itu, juga dapat dilakukan terapi suportif untuk mengurangi pengaruh trombositopenia, seperti pemberian androgen, pemberian high dose immunoglobulin, dan transfusi konsentrat trombosit. 3. Pemeriksaan dan Diagnosis Leukemia       

Hematologi rutin dan Hitung darah lengkap digunakan untuk mengetahui kadar Hb-eritrosit, leukosit, dan trombosit. Apus darah tepi digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah, berupa bentuk, ukuran, maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan kelainan hematologi. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang digunakan untuk mengetahui kondisi sumsum tulang, apakah terdapat kelainan atau tidak. Karyotipik digunakan untuk mengetahui keadaan kromosom dengan metode FISH (Flurosescent In Situ Hybridization). Immunophenotyping mengidentifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya dengan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat pada permukaan membran sel. Sitokimia merupakan metode pewarnaan tertentu sehingga hasilnya lebih spesifik daripada hanya menggunakan morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang. Analisis sitogenetik digunakan untuk mengetahui kelainan sitogenetik tertentu, yang pada leukemia dibagi menjadi 2: kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan yang menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom.

1. Penatalaksanaan Leukemia

Pengobatan utama untuk keganasan hematologi selama beberapa dekade adalah pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi (Baldy, 2006). Saat ini, pengobatan yang lain tersedia terbatas tetapi penggunaannya meningkat, dengan kemajuan dalam uji klinis, yang dikenal sebagai Biological. Kelompok obat ini adalah zat alami yang diambil dari sumber alami atau disintesis dalam laboratorium untuk menyerang target biologi tertentu (Finley, 2000). Biological dianggap menjaga sel induk hematopoietik dan oleh karena itu kurang toksik dan bersifat kuratif (Baldy, 2006). Kemoterapi atau Terapi Obat Sitotoksik. Obat sitotoksik merusak kapasitas sel untuk reproduksi. Tujuan terapi sitotoksik mula-mula menginduksi remisi dan selanjutnya mengurangi populasi sel leukemik yang tersembunyi, dan memulihkan sumsum tulang dengan kombinasi siklik dua, tiga atau empat obat. Pemulihan ini tergantung pada pola pertumbuhan kembali (differential regrowth pattern) sel hemopoietik normal dan sel leukemik. Transplantasi Sumsum Tulang. Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk memulihkan sistem hemopoietik pasien setelah penyinaran seluruh tubuh dan kemoterapi intensif diberikan dalam usaha membunuh semua leukemmik yang tinggal (Hoffbrand and Petit, 1996). Terapi ALL dibagi menjadi: 

Induksi remisi Terapi ini biasanya terdiri dari prednisone, vinkristin, antrasiklin dan L-asparaginase.



Intensifikasi atau konsolidasi Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan tergantung protocol yang dipakai.



Profilaksis SSP Terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi cranial, dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavailabilitas yang tinggi seperti metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi.



Pemeliharaan jangka panjang Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2 tahun (Fianza, 2007).

Daftar

Pustaka

Bobak,

Elly,

K.

Jensen,

Nurrachmah,

Depkes

2005,

2001,

RI.

Nutrisi

2000.

Engenderhealt.

Perawatan

dalam

keperawatan,

Keperawatan

2000.

Maternitas.

Infection

CV

Dasar

Jakarta.

EGC

Seto,

Jakarta.

Sagung

Ruangan

Prevention,

Jakarta.

New

York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas.

Johnson,

Jakarta

Ruth,

:

Taylor.

Yayasan

2005.

Buku

Bina

Ajar

Pustaka

Praktek

Sarwono

Kebidanan.

Prawiroharjo.

Jakarta.

EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park,

Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI

OLEH: 1. SUPARMANTO 2. NOVARIANI YUSAN 3. ZULHAIRU 4. YULIANA 5. SUMBAWATI PUTRI MELATI 6. RESTY MAYLIA DWI 7. SUHAINI 8. YETI SUHANA 9. RANDY MULYA PUTRA 10.

BUDI SURAHMI

11.

LUSIANA

STIK MUHAMMADIYAH PONTIANAK S1 REGULER KEPERAWATAN TAHUN AKADEMIK 2010/2011

BAB 1

PENDAHULUAN A. Latar belakang

Dalam melakukan asuhan keperawatan dibutuhkan konsep pengkajian diagnostic. Pengkajian diagnostik dimulai dari hasil anamnesis riwayat kesehatan pasien dan pemeriksaan fisik. Riwayat kesehatan pasien harus mengandung informasi yang rinci mengenai factor-faktor dimasalalu serta sekarang dan berbagai kejadian yang menunjukkan status system imun dan hermatologi disamping factor-faktor dan kejadian yang dapat mempengaruhi fungsi system imun dan hermatologi.

B. Masalah

Masalah yang kami angkat dalam makalah ini adalah membahas tentang pemeriksaan diagnostic system imun dan hermatologi.

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar pembaca dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostic system imun dan hermatologi. http://suparmantoskepners.blogspot.co.id/2011/04/pemeriksaan-diagnostik-sistem-imun-dan.html

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN

STRUKTUR DAN FUNGSI INTEGUMEN Kulit merupakan jaringan pembuluh darah, saraf, dan kelenjar yang tidak terujung, semuanya memiliki potensi untuk terserang penyakit. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% dari berat badan. Secara mikroskopis struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu: 1. Lapisan epidermis

Lapisan paling atas dari kulit, tidak mengandung pembuluh darah dan syaraf. Sel mendapat makanan melalui proses difusi dari jaringan dibawahnya. Bagian terluar terdiri dari stratum korneum, stratum lusidum, stratum granolusum, stratum spinosum, dan stratum basale. 2. Lapisan dermis a. Pars papilare, bagian yang menonjol ke epidermis. Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis. b. Pars retikulare, bagian bawah yang menonjol ke arah subkutis. Terdiri atas serabut-serabut kolagen, elastin, dan retikulin. 3. Lapisan subkutis Bantalan untuk kulit, isolasi untuk mempertahankan suhu tubuh, dan tempat penyimpanan energi.

Fungsi Kulit a. Fungsi proteksi Melindungi tubuh dari trauma, benteng pertahanan terhadap gangguan kimiawi bakteri, virus, dan jamur. b. Fungsi absorpsi Sifat permiabel-selektif, kulit menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut dalam lemak, sedangkan air dan elektrolit sukar masuk melalui kulit. c. Fungsi ekskresi Kelenjar kulit mengeluarkan sisa metabolisme dalam bentuk sebum dan keringat. Sebum dan keringat dapat merangsang pertumbuhan bakteri pada permukaan kulit. d. Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis yang peka terhadap rangsangan panas , dingin, rabaan,dan tekanan. e. Fungsi pengaturan suhu tubuh Kemampuan vasokonstriksi pada suhu dingin sehingga meningkatkan suhu tubuh, kemampuan vasodilatasi pada suhu panas sehingga menurunkan suhu, serta kemampuan termorigulasi melalui evaporasi atau berkeringat. f. Fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen di sebut melanosit. Dengan bantuan sinar matahari dan beberapa enzim dalam tubuh, melanosit akan di ubah menjadi melonosom, selanjutnya di ubah lagi menjadi melanin. Jumlah melanin inilah yang akan menentukan warna kulit seseorang. g. Fungsi pembentukan vitamin D Dihidroksi kolestrol dapat terjadi dengan pertolongan sinar matahari sehingga terbentuk vitamin D.

GANGGUAN SISTEM INTEGUMENT Efek Psikologis Masalah Kulit Apabila kulit mengalami kelainan atau timbul penyakit pada kulit, akan terjadi perubahan penampilan. Perubahan penampilan tersebut dapat menimbulkan reaksi psikologis. Sebagian besar klien dengan masalah kulit memiliki perasaan yang lebih sensitive sehingga timbul perasaan kurang dihargai, rendah diri, dianggap jijik dan perasaan dikucilkan. Ketika hal itu terjadi, perawat tidak boleh memperlihatkan gerakan nonverbal maupun verbal yang negative. Masalah Utama Kulit Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Di antaranya adalah faktor kebersihan, daya tahan tubuh (imunitas), kebiasaan, atau perilaku sehari-hari (makanan, pergaulan, atau pola hubungan) seksual, faktor fisik, bahan kimia, mikrobiologi, serta faktor lingkungan. Banyak klien dengan masalah penyakit kulit lebih senang berobat jalan dan dirawat dirumah, karena merasa tdak bermasalah secara klinis, dan baru mau menjalani perawatan dirumah sakit jika kondisi penyakitnya sudah parah. Ini perlu diperhatikan oleh perawat maupun klien menjalani peawatan dirumah. Klien perlu dibekali dengan pengetahuan tentang proses penyakit., cara perawatan lesi, prosedur pengobatan, maupun pola hidupnya. Hal ini perlu dilakukan agar penyakit klien tidak menjadi kronis dan klien dapat berobat secara tuntas sehingga tidak menulari angota keluarga atau orang lain.

PENCEGAHAN GANGGUAN KULIT Untuk mencegah gangguan kulit tindakan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mempertahankan kulit sehat. a. Hindari penggunaan sabun, deterjen, atau bahan allergen yang dapat menimbulkan iritasi.

b. Pertahankan kulit cukup hidrasi, gunakan krim pada daerah yang kering, dan jangan terusmenerus menggunakan tatarias yang tebal. c. Cegah menggaruk kulit yang keras dan kasar. d. Keringkan daerah yang selalu lembab. e. Pakai pakaian yang longgar dan dapat menyerap keringat pada hari-hari yang panas. 2. Menghindari bahan penyebab penyakit kulit: a. Menghindari bahan-bahan yang merusak kulit pada kebanyakan orang. Contohnya sinar matahari yang terik, sebaiknya gunakan payung untuk melindungi kulit. b. Mencegah bahan spesifik yang diketahui merusak kulit atau menimbulkan alergi untuk orang tertentu (mis, bahan-bahan kosmetik). c. Gunakan krim tabir surya. 3. Observasi perubahan kulit: a. Amati kulit secara keseluruhan dan sering. Gunakan cermin untuk melihat seluruh tubuh. b. Catat dan konsultasikan perubahan warna, ukuran, dan keadaan cedera kulit yang sudah ada. 4. Hindari terapi sendiri: a. Jangan gunakan resep lama pada cedera kulit baru atau lesi yang lain, serta jangan gunakan obat yang tidak diketahui secara pasti kegunaannya. b. Segera dapatkan nasihat medis atau kunjungi tempat pelayanan kesehatan bila terjadi gangguan kulit (Long, 1996).

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Biopsi kulit. Mengambil contoh jaringan dari kulit yang terdapat lesi. Apabila jaringan yang diambil cukup dalam, kita perlu menggunakan anestesi local. Digunakan untuk menentukan ada keganasan atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. Uji kultur dan sensitivitas. Untuk mengetahui adanya virus, bakteri, atau jamur pada kulit yang diduga mengalami kelainan. Uji ini juga digunakan untuk mengetahui mikroorganisme tersebut resisten terhadap obat-obatan tertentu. Cara pengambilan bahan untuk uji kultur adalah dengan mengambil eksudat yang terdapat pada permukaan lesi. Alat yang digunakan untuk mengambil eksudat harus steril. Pemeriksaan dengan

menggunakan pencahayaan khusus.

Mempersiapkan lingkungan

pemeriksaan dengan pencahayaan khusus sesuai dengan kasus yang dihadapi. Hindari ruangan

pemeriksaan yang menggunakan lampu berwarna-warni karena hal ini akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pada kasus tertentu, pencahayaan dengan menggunakan sinar matahari (sinar untraviolet) justru sangat membantu dalam menentukan jenis lesi kulit. Uji temple. Dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi untuk mengetahui apakah lesi tersebut ada kaitannya dengan faktor imunologis, juga untuk mengidentifikasi respon alerginya. Misalnya, untuk membedakan apakah klien menderita dermatitis kontak alergi atau dermatitis kontak iritan. Uji ini menggunakan bahan kimia yang ditempelkan pada kulit. Selanjutnya, kita lihat bagaimana reaksi local yang ditibulkan. Apabila ditemukan kelainan atau ada perubahan pada kulit, hasil uji ini positif.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN

A. Pengkajian Anamnesis -

Tanggal dan waktu pengkajian

-

Biodata: nama, umur (penting mengetahui angka prevelensi), jenis kelamin, pekerjaan (pada beberapa kasus penyakit kulit, banyak terkait dengan factor pekerjaan, [misalnya, dermatitis kontak alergi]).

-

Riwayat kesehatan: meliputi masalah kesehatan sekarang, riwayat penyakit dahulu, status kesehatan keluarga, dan status perkembangan. Menurut Bursaids (1998), disamping menggali keluhan-keluhan diatas, anamnesis harus menyelidiki 7 ciri lesi kulit yang membantu anda membuat diagnosis, yaitu :

1. Lokasi anatomis, tempat lesi pertama kali timbul, jika perlu digambar. 2. Gejala dan riwayat penyakit yang berhubungan. 3. Urutan waktu perkembangan perubahan kulit atau gejala sistemik yang berkaitan. 4. Perkembangan lesi atau perubahan lesi sejak timbul pertama kali. 5. Waktu terjadinya lesi, atau kondisi seperti apa yang menyebabkan lesi. 6. Riwayat pemaparan bahan kimia dan pemakaian obat-obatan.

7. Efek terpapar sinar matahari. -

Riwayat pengobatan atau terpapar zat: obat apa saja yang pernah dikonsumsi atau pernahkah klien terpapar faktor-faktor yang tidak lazim. Terkena zat-zat kimia atau bahan iritan lain, memakai sabun mandi baru, minyak wangi atau kosmetik yang baru, terpapar sinar matahari.

-

Riwayat pekerjaan atau aktifitas sehari-hari: bagaimana pola tidur klien, lingkungan kerja klien untuk mengetahui apakah klien berkontak dengan bahan-bahan iritan, gaya hidup klien (suka begadang, minum-minuman keras, olah raga atau rekreasi, pola kebersihan diri klien).

-

Riwayat psikososial: Stress yang berkepanjangan

Pemeriksaan Kulit -

Peubahan menyeluruh Kaji ciri kulit secara keseluruhan. Informasi tentang kesehatan umum klien dapat diperoleh dengan memeriksa turgor, tekstur, dan warna kulit. Turgor kulit umumnya mencerminkan status dehidrasi. Pada klien yang dehidrasi dan lansia, kulit terlihat kering. Pada klien lansia, turgor kulit mencerminkan hilangnya elastisitas kulit dan keadaan kekurangan air ekstrasel. Tekstur kulit pada perubahan menyeluruh perlu dikaji, karena tekstur kulit dapat berubah-ubah di bawah pengaruh banyak variabel. Jenis tekstur kulit dapat meliputi kasar, kering atau halus. Perubahan warna kulit juga dipengaruhi oleh banyak variabel. Gangguan pada melanin dapat bersifat menyeluruh atau setempat yang dapat menyebabkan kulit menjadi gelap atau lebih terang dari pada kulit yang lainnya. Kondisi tanpa pigmentasi terjadi pada kasus albino. Ikterus adalah warna kulit yang kekuningan yang disebabkan oleh endapan pigmen empedu didalam kulit, sekunder akibat penyakit hati atau hemolisis sel darah merah. Sianosis adalah perubahan warna kulit menjadi kebiruan; paling jelas terlihat pada ujung jari dan bibir. Sianosis ini disebabkan oleh desiturasi hemoglobin. Pada teknik palpasi, gunakan ujung jari untuk merasakan permukaan kulit dan kelembapannya. Tekan ringan kulit dengan ujung jari untuk menentukan keadaan teksturnya. Secara normal, tekstur kulit halus, lembut dan lentur pada anak dan orang dewasa. Kulit telapak tangan dan kaki lebih tebal, sedangkan kulit pada penis paling tipis. Kaji turgor dengan mencubit kulit pada punggung tangan atau lengan bawah lalu lepaskan. Perhatikan seberapa mudah kulit kembali seperti semula. Normalnya, kulit segera kembali ke posisi awal . pada area pitting tekan kuat area

tersebut selama 5 detik dan lepaskan. Catat kedalaman pitting dalam millimeter, edema +1 sebanding dengan kedalaman 2 mm, edema +2 sebanding dengan kealaman 4 mm. -

Perubahan setempat Mula-mula, lakukan pemeriksaan secara sepintas ke seluruh tubuh. Selanjutnya, anjurkan klien untuk membuka pakaiannya dan amati seluruh tubuh klien dari atas kebawah, kemudian lakukan pemeriksaan yang lebih teliti dan evaluasi distribusi, susunan, dan jenis lesi kulit. Distribusi lesi dan komposisi kulit sangat bervariasi dari satu bagian tubuh kebagian tubuh lainnya. Lesi yang timbul hanya pada daerah tertentu menandakan bahwa penyakit tersebut berkaitan dengan keistimewaan susunan kulit daerah tersebut. Pada daerah kulit yang lembab permukaan kulit bergesekan dan mengalami maserasi dan mudah terinfeksi jamur superficial. Kondisi ini banyak kita jumpai pada daerah aksila, lipat paha, lipat bokong, dan lipatan di bawah kelenjar mamae. Pada daerah kulit yang kaya keratin, seperti siku, lutut, dan kulit kepala, sering tejadi gangguan keratinisasi. Misalnya psoriasis, yaitu kelainan kulit pada bagian epidermis yang berbentuk plak bersisik. Mengenai susunan lesi, tanyakan bagaiman pola lesinya. Lesi kulit dengan distribusi sepanjang dermatom menunjukan adanya penyakit herpes zoster. Disini, lesi vesikuler timbul tepat pada daerah distribusi saraf yang terinfeksi. Linearitas merupakan lesi yang terbentuk garis sepanjang sumbu panjang suatu anggota tubuh yang mungkin mempunyai arti tertentu. Garukan pasien merupakan penyebab tersering lesi linear. Erupsi karena poison iny, seperti dermatitis kontak, berbentuk linear karena iritannya disebabkan oleh garukan yang bergerak naik-turun. Peradangan pembuluh darah atau pembuluh limfe dapat menyebabkan lesi linear berwarna merah. Sedangkan parasit scabies dapat membuat liang-liang pendek pada lapisan epidermis, terutama pada kulit di antara jari-jari tangan, kaki, atau daerah lain yang memiliki lapisan epidermis tipis dan lembap sehingga akan membentuk lesi linear yang khas berupa garis kebiru-biruan. Lesi satelit adalah suatu lesi sentral yang sangat besar yang dikelilingi oleh dua atau lebih lesi serupa tetapi lebih kecil yang menunjukan asal lesi dan penyebarannya, seperti yang dijumpai pada melanoma malignum atau infeksi jamur. Tapi lesi merupakan cirri penting yang berguna dalam menegakkan diagnosis. Lesi berbatas tegas adalah lesi yang mempunyai batas yang jelas, sedangkan lesi terbatas tidak tegas adalah lesi kulit yang menyatu tanpa batas tegas dengan kulit yang normal.

-

Ruam kulit

Untuk mempelajari ilmu penyakit kulit, mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam kulit atau ilmu yang mempelajari lesi kulit. Ruam kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi oleh keadaan dari luar, misalnya trauma garkan dan pengobatan yang diberikan., sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Perawat perlu menguasai pengetahuan tentang ruam primer atau ruam sekunder untuk digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan pengkajian serta membuat diagnosis penyakit kulit secara klinis. Ruam primer adalah kelainan yang pertama timbul, berbentuk macula, papula, plak, nodula, vesikula, bula, pustule, irtika, dan tumor. Ruam sekunder adalah kelainan berbentuk skuama, krusta, fisura, erosion, ekskoriasio, ulkus, dan parut. Tabel 1.1 bentuk-bentuk ruam primer Gambaran

Keterangan

Makula

Macula adalah kelainan kulit yang sama tinggi dengan permukaan kulit, warna berubah dan berbatas jelas, contoh : meladonema, petekie.

Papula

Papula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, padat, berbatas jelas, ukuran kurang dari 1 cm. contoh : dermatitis, kutil.

Plak

Plak adalah kelainan kulit yang melingkar, menonjol, lesi menonjol lebih dari 1 cm. contoh

:

Fugoides

mikosis

terlokalisasi,

neurodermatitis. Nodula

Nodula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, padat berbatas jelas, ukurannya lebih dari 1 cm. contoh ; epitelioma.

Vesikula

Vesikula adalah gelembung berisi cairan, berukuran kurang ari 1 cm. contoh ; cacar air, dermatitis kontak.

Bula

Bula adalah sama dengan vesikula, tapi ukurannya lebih dari 1 cm, contoh ; luka bakar.

Pustule

Postula adalah sama dengan vesikula tapi berisi nanah, contoh ; scabies.

Urtika

Urtika adalah kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, edema, warna merah jambu, bentuknya bermacam-macam. Contoh ; gigitan serangga.

Tumor

Tumor adalah kelainan kulit yang menonjol, ukurannya lebih besar dari 0,5 cm.

Tabel 1.2 Bentuk-bentuk ruam sekunder Gambaran

keterangan

Skuama

Skuama adlah jaringan mati dari lapisan tanduk

yang

menyerupai

terlepas,

sisik.

sebagian

Contoh

:

kulit

ketombe,

psoriasis. Krusta

Krusta adalah kumpulan eksudat atau sekret diatas kulit. Contoh : impetigo, dermatitis terinfeksi.

Fisura

Fisura adlah epidermis yang retak, hingga dermis yerlihat, biasanya nyeri. Contoh : sifilis konginetal, kaki atlet.

Erosio

Erosion

adalah

kulit

yang

bagian

epidermisnya bagian atas terkelupas, contoh : abrasi. Eksrosio

Eksrosio adalah kulit yang epidermisnya terkelupas, lebih dalam dari pada erosion.

Ulkus

Ulkus adalah kulit (epidermis dan dermis)

terlepas karena destruksi penyakit. Pelepasan ini dapat sampai kejaringan subkutan atau lebih dalam. Parut

Parut adalah jaringan ikat yang kemudian terbentuk menggantikan jaringan lebih dalam yang telah hilang. Contoh : keloid

Pemeriksaan kulit yang harus dilakukan 1.

Lakukan pemeriksaan kulit secara menyeluruh, periksa tekstur, elastisitas, warna dan turgor kulit.

2. Jika terdapat lesi, amati jenis lesi, lokasi, distribusi, ukuran, dan bagaimana permukaan serta tepi lesi. 3. Periksa bagaimana permukaan kulit yang ada disekitar lesi. Apakah ada kemerahan? Jika ada apakah local atau menyeluruh? 4. Amati apakah timbul lesi akibat garukan klien. 5. Apakah ada perubahan temperature pada daerah lesi baik panas maupun dingin? 6.

Jika terdapat sekret pada daerah lesi, perhatikan karekteristik, warna, viskositas, maupun jumlahnya.

7.

Apabila diperlukan data penunjang, konsultasikan untuk melakukan pemeriksaan kulit lain sesuai dengan ketentuan dan catat hasilnya

Data objektif yang mungkin ditemukan 1. Terjadi perubahan warna kulit, turgor, elastisitas, kelembapan, kebersihan, dan bau. 2. Terdapat lesi primer misalnya macula, papula, vesikula, pustule, bula, nodula, atau urtikaria. 3. Terdapat lesi sekunder, misalnya krusta, skuama/sisik, fisura, erosi, atau lkus. 4. Ditemukannya tanda-tanda radang (rubor/kemerahan, dolor/nyeri, kalor/panas, tumor/benjolan dan fungsieolesa/perubahan bentuk). 5.

Dari pemeriksaan penunjang (kultur kulit, biopsy, uji alergi atau pemeriksaan darah) didapatkan kelainan. Keluhan :

1.

Mengeluh kulit gatal, nyeri, kemerahan, berminyak, kering, kasar, tidak rata, terkelupas, lepuh, panas, dingin, perubahan warna kulit dan timbul borok.

2. Adanya riwayat alergi, kontak dengan bahan-bahan tertentu (kosmetik, sabun, obat, tanaman, bahan kimia) 3. Riwayat keluarga atau tetangga dengan penyakit kulit. 4. Adanya perubahan pola kebiasaan sehari-hari. 5. Ditemukan data psikologis yang berkaitan dengan masalah kulit (rasa malu, dikucilkan orang lain, harga diri rendah, takut tidak sembuh, dan cemas).

B. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan masalh integument adalah : 1. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, gangguan kekebalan tubuh, atau infeksi. 2. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan proses peradangan, terbukanya ujung-ujung saraf kulit, atau tidak adekuatnya pengetahuan tentang pelaksanaan nyeri. 3. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan anatomi kulit atau bentuk tubuh. 4. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit yang tidak teratasi dengan mudah. 5. Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis, perubahan kulit, atau potensial keganasan. 6. Resiko infeksi yang berhubungan dengan tidak adanya perlindungan kulit. 7.

Defesiensi pengetahuan tentang factor penyebab timbulnya lesi, cara pengobatan, dan perawatan diri.

8. Gangguan istirahat tidur yang berhubungan dengan rasa gatal atau nyeri pada kulit. 9. Isolasi sosial yang berhubungan dengan penolakan dari oranglain karena perubahan bentuk kulit. 10. Potensial kecacatan sekunder yang berhubungan dengan hilangnya sensasi rasa/anastesi, kurangnya pengetahuan tentang perawatn diri. C. Rencana Keperawatan

Tujuan yang harus dicapai pada klien dengan masalah kulit dapat ditentukan berdasarkan tujuan jangka pendek atau jangka panjang. Tujuan keperawatan secara umum adalah sebagai berikut. 1. Kulit menjadi normal kembali. 2. Berkurangnya rasa nyeri atau gatal 3. Terlindungnya kulit dari trauma. 4. Tidak terjadi infeksi 5. Konsep diri positif 6. Tidak terjadi penularan 7. Kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi. Pendidikan kesehatan untuk pengkajian kulit secara mandiri 1. Periksa kulit anda minimal setiap bulan. 2. Pada area yang tidak dapat dijangkau, minta bantuan keluarga atau teman dekat. 3.

Hal yang harus diamati dari kulit adalah adanya perubahan warna, peningkatan diameter lesi, perubahan bentuk lesi, pembengkakan/kemerahan pada daerah sekitar lesi, rasa gatal atau perubahan sensasi, pengelupasan, bau tidak sedap, luka atau perubahan lain pada kulit

4. Ingat, apakah anda pernah kontak dengan bahan/zat alergen. 5. Jika ada perubahan, segera konsultasikan ke dokter atau ke tempat pelayanan kesehatan.

Dalam pengobatan penyakit kulit cukup banyak digunakan obat-obat topical. Macam dan jenisjenis obat topical ini banyak sekali, diantaranya saleb dan bedak, minyak, gel, krem, solusi, atau astringen. Perawat perlu mempelajari sifat dan jenis, obat-obat topical ini karena dalam proses perawatan kulit, perawat banyak memegang peranan, baik pada tahap promotif, preventif, kuratif, maupun pada tahap rehabilitative. Pada penggunaan obat-obatan topical, jagan oleskan obat terlalu tebal karena dapat menyebabkan iritasi bahan kimia dan akan menghambat proses penyembuhan. Di samping itu, obat jadi banyak terbuang. Sediaan topical umumnya terdiri dari dua bahan pokok, yaitu: 1. Bahan aktif, bahan ini umumnya berasal berbagai golongan obat, antara lain golongan antibiotic, kortikostiroid, analgesi, dan lain-lain. 2. Bahan dasar, adalah suatu bahan yang berfungsi sebagai : a.

Pemberi bentuk, menentukan bentuk dari sediaan yang akan dibuat.

b. Distributor, membawa bahan aktif baik untuk diratakan atau dipenetralisasikan ke dalam kulit.

c.

Pengawet, mempertahankan khasiat bahan aktof yang lebih lama. Dibawah ini akan dijelaskan karekteristik dari beberapa bahan topical.

1. Salep ialah bahan aktif yang dicampur dengan bahan dasar vaselin atau lanonin. Fungsi vaselin adalah sebagai bahan dasar pembentuk salepdan mendistribusikan bahan aktif dipermkaan kulit dan memasukkannya kedalam kulit. Contohnya, salep kemisitin, bahan aktifnya berasal dari dari golongan antibiotic, yaitu kloramfenikol yang dicampur dengan bahan dasar vaselin. 2.

Krim ialah bahan aktif yang dicampur dengan bahan dasar emulsi. Contohnya, krim hidrokortison 2%, bahan aktifnya dari steroid yang dicampur dengan bahan dasar emulsi (emulgade cream)

3. Bedak ialah bahan aktif yang dicampur dengan bahan dasar talcum atau talek. Misalnya, talcum asidum borikum yang biasa dikenal dengan boortalek, bahan aktifnya asidum borikum yang dicampur dengan bahan dasar dasar talcum. Talcum asidum salisikum adalah bahan aktif asidum salisikum (asam salisilat) yang dicampur dengan talk sehingga menjadi sediaan bedak yang lebih dikenal dengan nama salisil. Talcum atau talk itu sendiri merupakan bedak dengan sifat kimia netral/tidak aktif. Pada saat memberi bedak, keringkan dahulu lesi untuk menghindari terjadinya kerak, dan jangan memberi bedak pada lesi yang basah dan kotor. 4.

Gel ialah bahan dasar yang banyak dipakai untuk dicampur dengan bebagai bahan aktif atau hanya untuk pelicin. Gel ini mudah diabsorbsi dan cepat kering serta tidak lengket. Harus digunakan secara hati-hati, karena ada beberapa gel yang menggunakan bahan dasar alcohol sehingga jika diberikan pada area yang sensitive / abrasi dapat menyebabkan rasa terbakar.

5.

Solusio ialah satu sediaan topical dengan bahan dasar “air”. Jenis obat ini banyak digunakan untuk kompres basah pada kulit atau mandi, tergantung pada luas dan lokasi kelainan kulit. Dalam melakukan perawatn kulit, prinsip umum yang perlu diperhatikan meliputi kondisi kulit, obat topical, dan cara pemberiannya. Disamping itu, pengobatan topical harus dengan mempertimbangkan stadium, luas, kedalaman, dan lokalisasi penyakit. Stadium, pada stadium akut jenis lesi eritema, edema, papul, vesikel, erosi, atau ekskoriaio, dapat digunakan obat cair (solusio) untuk kompres atau mandi, bergantung pada luas dan lokasinya. Pemberian bahan aktif perlu dperhatikan, makin akut penyakitnya makin ringan konsentrasi obat yang digunakan.

Pada stadium subakut ketika eritema dan edema sudah berkurang, erosi dan ekskoriasi sudah menjadi krusta, dapat digunakan bahan dasar/vesikulum berbentuk krim atau pasta. Pada stadium kronis biasanya kulit menebal (hyperkeratosis) sehingga perlu dibentuk salep atau gel. Luas atau distribusi. Luas permukaan tubuh yang terkena perlu pertimbangan dalam pemilihan obat topical yang akan digunakan. Bila sangat luas, dapat digunakan bedak, bedak kocok, mandi rendam, atau krim sesuai dengan stadiumnya. Sedangkan pada lokasi yang terbatas penggunaan jenis obat lebih leluasa kecuali pada daerah tertentu. Kedalaman lesi. Kedalaman lesi perlu menjadi bahan pertimbangan untuk pemilihan bahan dasar obat topical. Untuk lesi yang dalam atau tebal, misalnya dermatitis kronis atau psoriasis, bahan dasar yang sesuai adalah salep karena penetrasinya dalam. Pada lesi yang inflamasinya dangkal, bahan dasar yang sesuai adalah bedak atau bedak kocok. Lokasi lesi. Lokasi lesi perlu diperhatikan, terutama di daerah wajah, skrotum, atau bagian kulit yang tipis, bagian kulit yang tebal (palmo-plantar), atau daerah berambut. Pada daerah yang kaya vaskularisasi, selain memperhatikan konsentrasi, bahan aktif yang digunakan juga harus berbahan dasar krim. Sedangkan salep dapat digunakan dengan peryimbangan tertentu. Demikian pula pada daerah berambut, solusio atau krim lebih mudah diberikan dan dibersihkan. Untuk daerah yang memeiliki kulit yang tebal sebaliknya digunakan salep agar obat dapat berpenetrasi lebih baik. I. GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT INFEKSI VIRUS

A. HARPES ZOSTER Radang kulit akut dengan sifat khas yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral. Diperkirakan kurang lebih terdapat 1,3-5 penderita per 1000 orang/tahun. Lebih dari 2/3 penderita berusia >50 tahun dan <10% usia dibawah 20 tahun. Penyebab herpes zoster adalah virus varisela zoster,virus ini masuk kedalam tubuh melalui lesi pada kulit, mukosa saluran napas atas, dan orofaring. Virus ini berkembang biak serta menyebar keberbagai organ, terutama kekulit dan lapisan mukosa, selanjutnya masuk keujung saraf sensoris, dan menuju ganglion saraf tepi dan kornu posterior. Saat virus masuk pertama kali kedalam tubuh disebut infeksi primer yang kemudian menimbulkan vesikel. Pertahanan tubuh dan kekebalan tubuh yang menurun dapat menjadi faktor utama penyebab virus aktif.

Faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya herpes zoster adalah (hal33) 1. Penurunan imunitas tubuh 2. Pemakaian kortikosteroid 3. Radio terapi 4. Obat-obat imunosupresif 5. Stres emosi ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian -

Biodata Cantumkan semua identitas klien: umur,jenis kelamin

1. Keluhan utama Alasan yang sering membawa klien penderita herpes datang berobat ke rumah sakit atau berobat ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain adalah nyeri pada daerah terdapatnya vesikel berkelompok 2. Riwayat penyakit sekarang Biasanya klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa gatal/nyeri pada dermatom yang terserang,klien juga mengeluh nyeri kepala dan badan terasa lelah.Pada daerah yang terserang mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk urtika,setelah 1-2 hari timbul gerombolan vesikula. 3. Riwayat penyakit keluarga Biasanya keluarga atau teman dekat ada yang menderita penyakit herpes zoster,atau klien klien pernah kontak dengan penderita varisela atau herpes zoster. 4. Riwayat psikososial Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang gambaran/citra diri dan harga diri 5. Kebutuhan sehari-hari Dengan adanya rasa nyeri,klien akan mengalami gangguan tidur/istirahat dan juga aktivitas.Perlu juga dikaji tentang kebersihan diri klien dan cara perawatan diri,apakah alat-alat mandi/pakaian bercampur dengan orang lain 6. Pemeriksaan fisik Pada klien dengan herpes zoster jarang ditemukan gangguan kesadaran keculi jika sudah terjadi komplikasi infeksi lain.Tingkatan nyeri yang dirasakan oleh klien bersifat individual sehingga

perlu dilakukan pemeriksaan tingkat nyeri dengan skala nyeri.Apabila nyeri terasa hebat tandatanda vital cenderung akan meningkat.pada inspeksi kulit ditemukan adanya vesikel berkelompok sesuai dengan alur dermatom.vesikel ini berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu),dapat menjadi pustula dan krusta.Kadang ditemukan vesikel berisi nanah dan darah yang disebut herpes zoster hemoragik.Apabila yang terserang adalah ganglion kranialis,dapat ditemukan adanya kelainan motorik.Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas,misalnya kelainan pada wajah karena gangguan pada nerous trigeminus,nerous fasialis,dan oligus. 7. Pemeriksaan laboratorium Sitologi (64% zanck smear positif ) adanya sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel okantolitik. 8. Penatalaksanaan Terapi pada kasus herpes zoster bergantung pada tingkat keparahannya.Terapi sistemik umumnya bersifat sistomatik,untuk nyerinya diberikan analgesik.Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik asiklovir.Herpes zoster sangat cocok dengan obat asiklovir yang diminum.Dengan cepat obat akan menghentikan munculnya lepuhan kecil,memperkecil ukurannya,mengurangi rasa gatal,dan membunuh virus yang ada pada cairan lepuhan.Sebaiknya diberikan dalam 24-27 jam setelah terbentuknya lepuhan. Akupuntur dan obat oles juga bisa membantu pengobatan DIAGNOSIS DAN INTERVENSI KEPERAWATAN Dx 1: Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan respon peradangan Hasil yang diharapkan: 1. Lesi mulai pulih,integritas jaringan kembali normal.dan area bebas dari infeksi lanjut 2. Kulit bersih dan area sekitar bebas dari edema Rencana tindakan: 1. Kaji kembali tentang lesi,bentuk,ukuran,jenis,dan distribusi lesi. 2. Anjurkan klien untuk banyak istirahat 3. Pertahankan integritas jaringankulit dengan jalan mempertahankan kebersihan dan kekeringan kulit. 4. Laksanakan perawatan kulit setiap hari.Untuk mencegah pecahnya vesikel sehingga tidak terjadi infeksi sekunder,diberikan bedak salisil 2% bila erosis dapat diberikan kompres terbuka. 5. Pertahankan kebersihan dan kenyamanan tempat tidur

6. Jika terjadi ulserasi,kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian salep antibiotik

Dx 2: Perubahan kenyamanan yang berhubungan dengan erupsi dermal dan pruritus Hasil yang diharapkan: 1. Klien mengatakan nyeri dan ketidaknyamanan berkurang dalam batas yang dapat ditoleransi 2. Menampakkan ketenangan,ekspresi muka relaks 3. Kebutuhan istirahat tidur/istirahat terpenuhi Rencana tindakan: 1. Kaji lebih lanjut intensitas nyeri dengan menggunakan skala/peringkat nyeri 2. Jelaskan penyebab nyeri dan pruritus 3. Bantu dan ajarkan penanganan terhadap nyeri,penggunaan teknik imajinasi,teknik relaksasi,dan lainnya. 4. Tingkatkan aktivitas distraksi 5. Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien 6. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi: a. Analgesik untuk pereda/penawar rasa sakit b. Larutan kalamin untuk mengurangi rasa gatal c. Steroid untuk mengurangi serangan neuralgia

B. HERPES SIMPLEKS Herpes simpleks adalah penyakit yang mengenai kulit dan mukosa, bersifat kronis dan residif, disebabkan oleh virus herpes simpleks/herpes virus hominis (FK Unair,1993). Herpes simpleks disebabkan oleh virus DNA. Herpes simpleks ada 2 tipe: 1. Herpes simpleks I, mengenai bibir, mulut, hidung,dan pipi. Diperoleh dari kontak dekat dengan anggota keluarga atau teman yang terinfeksi, melalui ciuman, sentuhan, atau memakai pakaian/handuk bersama,dan tidak ditularkan melalui hubungan seksual. 2. Herpes simpleks tipe II, menginfeksi daerah genital dan didahului oleh hubungan seksual. Akan tetapi,sesuai dengan perkembangan pola hubungan seksual, kasus ini dapat timbul tanpa harus melalui hubungan seksual.

ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1. Biodata Dapat terjadi pada remaja dan dewasa muda.jenis kelamin dapat terjadi pada pria dan wanita.Pekerjaan berisiko tinggi pada penjaja seks komersil. 2. Keluhan utama Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul. 3. Riwayat penyakit sekarang Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.Pada beberapa kasus,timbul lesi/vesikel berkelompok pada penderita yang mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis.Penderita merasakan nyeri hebat,terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang luas. 4. Riwayat penyakit dahulu Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes simpleks atau memiliki riwayat penyakit seperti ini. 5. Riwayat penyakit keluarga Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini. 6. Kebutuhan psikososial Klien dengan penyakit kulit,terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang,biasanya mengalami gangguan konsep diri.Hal itu meliputi perubahan citra tubuh,ideal diri,harga diri,penampilan peran,atau identitas diri.Reaksi yang mungkin timbul adalah: a. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh b. Menarik diri dari kontak sosial c. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang

7. Kebiasaan sehari-hari

Dengan adanya nyeri,kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami gangguan,terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas.Terjadi gangguan buang air besar dan buang air kecil pada penderita herpes genitalia 8. Pemeriksaan fisik Keadaan umum klien bergantung pada luas lokasi timbulnya lesi,dan daya tahan tubuh klien.Pada kondisi awal/saat proses peradangan dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital.Pada pengkajian kulit ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema disekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.Perhatikan mukosa mulut,hidung,dan penglihatan klien.Pada pemeriksaan genitalia pria,daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glans penis,batang penis,uretra,dan anus.pada wanita daerah yang perlu diperhatikan adalah labia minora dan mayora,klitoris,intratus vaginal,dan serviks.Jika timbul lesi catat jenis,bentuk,ukuran/luas,warna,dan keadaan lesi.Palpasi kelenjar limfe regional,periksa adanya pembesaran.Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional. 9. Pemeriksaan laboratorium Ditemukan hasil uji tzank positif DIAGNOSIS DAN INTERVENSI Dx 1:nyeri akut yang berhubungan dengan inflamasi jaringan Hasil yang diharapkan: 1. Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang 2. Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol nyeri secara benar. 3. Klien menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya nyeri Rencana keperawatan 1. Kaji kembali faktor yang menurunkan toleransi nyeri 2. Kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan pengalaman nyeri 3. Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responnya terhadap nyeri,akui adanya nyeri,dengarkan dan perhatikan klien saat mengungkapkan nyeri,sampaikan bahwa mengkaji nyerinya bertujuan untuk lebih memahaminya. 4. Kaji adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atau tindakannya 5. Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab rasa nyeri

6. Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi distraksi,relaksasi dan imajinasi,dan ajarkan teknik/metode yang dipilih. 7. Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien 8. Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesik 9. Pantau tanda-tanda vital 10. Kaji kembali respon klien terhadap tindakan penurunan rasa sakit/nyeri Dx 2: Gangguan citra tubuh/gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan,sekunder akibat penyakit herpes simpleks. Hasil yang diharapkan: 1. Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya 2. Menunjukkan keinginan kemampuan untuk melakukan perawatan diri 3. Melakukan pola-pola penanggulangan baru Rencana keperawatan: 1. Ciptakan hubungan saling percaya antara klien dan perawat 2. Dorong klien untuk menyatakan perasaannya,terutama tentang ia merasakan,berpikir,atau memandang dirinya 3. Jernihkan kesalahan konsepsi individu tentang dirinya,penatalaksanaan,atau perawatan dirinya 4. Hindari mengkritik 5. Jaga privasi dan lingkungan individu 6. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan diperjelas informasi yang telah diberikan 7. Tingkatkan interaksi sosial a. Dorong klien untuk melakukan aktivitas b. Hindari sikap untuk selalu melindungi,tetapi terbatas pada permintaan individu 8. dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan 9. beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain 10. lakukan diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan penilaian klien dan pentingnya sistem daya dukungan bagi mereka. 11. dorong klien untuk berbagi rasa masalah,kekhawatiran,dan persepsinya. Dx 3: Resiko penularan infeksi yang berhubungan dengan pemajanan melalui kontak (langsung,tidak langsung,droplet) Hasil yang diharapkan :

1. Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi menularkan infeksi 2. Klien dapat menjelaskan penularan penyakit Rencana keperawatan 1. Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks,penyebab,cara penularan,dan akibat yang ditimbulkan 2. Anjurkan klien untuk menghentikan kegiatan hubungan seksual selama sakit dan jika perlu menggunakan kondom 3. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual dengan satu orang (satu sama lain saling setia) dan pasangan yang tidak terinfeksi (hubungan seks yang sehat) 4. Lakukan tindakan pencegahan yang sesuai: a. Cuci tangan sebelum dan sesudah ke semua klien atau kontak dengan spesimen b. Gunakan sarung tangan setiap kali melakukan kontak langsung dengan klien c.

Anjurkan klien dan keluarga untuk memisahkan alat-alat mandi klien,dan tidak menggunakannya bersama (handuk,pakaian,baju dalam,dll)

d. Kurangi transfer patogen dengan cara mengisolasi klien selama sakit (karena penyakit ini disebabkan oleh virus yang dapat menular melalui udara)

II. GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT INFEKSI BAKTERI (KUSTA) Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks,tidak hanya dari segi medis (mis.penyakit atau kecacatan fisik ), tetapi juga meluas sampai masalah sosial dan ekonomi. Di samping itu, ada stigma negatife dari masyarakat yang mengatakan penyakit kusta adalah penyakit yang menakutkan, bahkan ada beberapa masyarakat yang mengaggap penyakit ini adalah penyakit kutukan. Ini karena dampak yang di timbulkan dari penyakit tersebut cukup parah, yaitu adanya deformitas/kecacatan yang menyebabkan perubahan bentuk tubuh. Kusta adalah penyakit infeksi kronis. Penyebabnya adalah mycobacterium leprae ,yang intraseluler obligat (Djuanda,1999). Kusta adalah penyakit kronis mycobacterium leprae,yang primer menyerang saraf tepi, dan sekunder menyerang kulit, otot saluran pernapasan bagian atas, mata, dan testis. (RSUD Dr.Soetomo 1994). Timbulnya penyakit kusta adalah pada seorang tidak mudah sehingga tidak perlu di takuti.hal ini bergantung pada beberapa factor,antara lain. a.

Patogenitas kuman penyebab,

b. Cara penularan c.

Higiene dan sanitasi

d. Varian genetic yang berhubungan dengan kerentanan e.

Sumber penularan

f.

Daya tahan tubuh Tanda pasti kusta :

1. Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa 2. Penebalan pada saraf tepidi sertai kelainan fungsinya berupa mati rasa dan kelemahan pada otot tangan ,kaki,dan mata. 3. Adanya kuman tahan asampada pemeriksaan kerokan kulit TBA positif.

Ridley dan jopling (1960), dalam buku ilmu penyakit kulit dan kelamin ,fakultas keddoteran UI memperkenalkan istilah determina spectrum pada penyakit kusta yang terdiri atas berbagai tipe atau bentuk,yaitu; TT: tuberkoloid polar ,merupakan bentuk yang stabil tidak mungkin berubah Ti :tuberkoloid indefinite BT: Mid borderline lepromatus BL: Borderline leproumatus Li:Lepromatosa indifinit LL: lepramatosa polar, bentu yang stabil

Menurut WHO ,kusta dibagi menjadi multibasiler dan pausibasiler: 1. Multibasiler (MB) berarti mengandung banyak basil. Tipenya adanya BB,BL,dan LL. 2. Pausibasiler (PB) berarti mengandung sedikit basil.tipenya adalah TT,BT,dan I. Tuberkoloid polar (TT) terjadi pada penderita dengan resistensi tubuh cuckup tinggi.tipe TT adalah bentuk yang stabil. Gambaran histopologisnya menunjukan granuloma epitetoloid dengan banyak sel limfosit dan sel raksasa ,zona epidermal yang bebas ,erosi epidermis karena gangguan pada saraf kulit yang sering disertai penebalan serabut saraf . karena resistensi tubuh cukup tinggi ,maka infiltrasi kuman akan terbatas dan lesi yang muncul terlokalisasi di bawah kulit dengan gejala: 1. Hipopigmentasi karena sratum basal yang mengandung pigmen rusak

2. Hipo atau anastesi karena ujung ujung saraf rusak 3. Batastegas karena kerusakan terbatas (marwali Harahap,1990) Jenis pengobatan yang di berikan pada penerita kusta adalah : a. Tipe pausbasiler (PB). b. Tipe mulitibasiler (MB)

ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1. Biodata 2. Keluhan Utama 3. Riwayat Penyakit sekarang 4. Riwayat penyakit dahulu 5. Riwayat penyakit keluarga 6. Riwayat psikososial 7. Kebiasaan sehari hari 8. Pemeriksaan fisik a. Uji kulit b. Uji keringat c. Uji lepromin 9. Pemeriksaan penunjang

DIAGNOSIS DAN INTERVENSI Dx 1: Kemungkinan cedera yang berhubungan dengan anestesia atau hilang rasa akibat neuritis. Hasil yang diharapkan: 1. Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko cedera pada dirinya. 2. Klien dapat menjelaskan tujuan tindakan keamanan untuk mencegah cedera. Rencana keperawatan: 1. Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab ansietas atau hilang rasa serta akibat yang ditimbulkannya. 2. Kaji faktor-faktor penyebab atau pendukung terjadinya cedera. 3. Kurangi atau hilangkan faktor-faktor penyebab jika mungkin.

4. Ajari cara-cara pencegahan. a. Gunakan selalu alas kaki b. Jika merokok, gunakan pipa rokok dan jangan merokok sambil tiduran. c. Kaji suhu air mandi, jika mandi menggunakan air panas, dengan termometer air mandi. d. Gunakan pelindung tangan saat mengangkat barang dari kompor. e. Jangan gunakan baju panjang ketika sedang memasak. f. Hati-hati dan waspada selalu jika beraktivas di dapur. 5. Diskusikan dengan keluarga tentang cara pencegahan di rumah.

Dx 2: Penatalaksanaan aturan terapeutik: ketidakefektifan, yang berhubungan dengan rumitnya program pengobatan.

Hasil yang diharapkan: 1. Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang perilaku sehat yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhannya, serta mencegah kekambuhan atau komplikasi yang ditimbulkan. 2. Klien/keluarga dapat menjelaskan proses terjadinya penyakit, penyebab dan faktor yang mendukung gejala, dan perturan untuk mengontrol penyakit. Rencana Keperawatan: 1. Identifikasi faktor penyebab ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik . a. Kurang percaya. b. Kurang pengetahuan. c. Kurangnya sumber-sumber pendukung. 2. Bina hubungan saling percaya dengan klien/keluarga. 3. Jelaskan tentang penyebab penyakit, proses penyakit, dan risiko yang terjadi jika tidak diobati. 4. Beri penyuluhan tentang perawatan penderita kusta sebelum pengobatan, selama pengobatan, dan setelah pengobatan. a. Perlunya pengobatan yang teratur b. Cara makan obat c. Lama pengobatan

d. Hal-hal yang dapat timbul selama pengobatan, antara lain efek samping obat dan reaksi yang ditimbulkan. e. Perawatan luka di rumah. f. Pentingnya gizi/nutrisi. g. Perubahan gaya hidup/aktivitas.

III.

GANGGUAN INTEGUMEN AKIBAT PARASIT

A. SCABIES Skabies banyak diderita masyarakat dengan hiegenenyang buruk dan juga lingkungan yang padat karena disebabkan oleh parasit sejenis kutu. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scbiei yang menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gatal-gatal dan merusak kulit penderita (Soedarto 1992). Skabies adalah penyakit kulit yang mudah menular dan ditimbulkan oleh investasi kutu Sarcoptes scabiei var homini yang membuat terowongan pada startum korneum kulit, terutama pada tempat predileksi (Wahidayat, 1998). Skabies adalah penyakit kulit menular dengan keluhan gatal-gatal terutama pada malam hari. Cara penularan (transmisi) penyakit ini ada 2 macam, yaitu: 1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. 2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dsb.

ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1. Biodata 2. Keluhan utama, biasanya klien datang dengan keluhan gatal dan ada lesi dikulit. 3.

Riwayat penyakit sekarang. Biasanya klien mengeluh gatal terutama pada malam hari dan timbul lesi berbentuk pustule pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, ketiak, aerola mammae, bokong, atau peru bagian bawah.

4. Riwayat penyakit terdahulu. Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan skabies kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita.

5. Riwayat penyakit keluarga. Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau mempunyai keluhan dan gejala yang sama. 6. Psikososial. Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi yang berbentuk pastula. 7.

Pola kehidupan sehari-hari. Pada saat anamnesis, perlu ditanyakan secara jelas tentang pola kebersihan diri klien maupun keluarga.

8.

Pemeriksaan fisik. pada saaat inspeksi ditemukan lesi yang khas berbentuk, papula, pustule, vesikel, urtikaria, dll.

9.

Pemeriksaan laboratarium. Sarcoptes scabiei ditemukan dengan membuka terowongan postula atau vesikula dengan pisau insisi atauujung jarum sambil mengorek dasarnya. Hasil kerokan diletakkan di kaca sediaan, kemudian diberi beberapa tetes gliserin dan ditutup dengan gelas pentup, selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Hasil dianggap positif bila dianggap positif bila didapatkan sarcoptes scabiei atau telurnya.

10. Terapi. Kolaborasikan dengan tim medis, biasanya jenis obat topical a.

Sulfur presipitatum

b. Emulsi benzyl-benzous c.

Gama benzene heksa klorida

d. Krotamiton 10% e.

Permetrin 5%

f.

Antibiotil jika ditemukan adanya infeksi sekunder

Dx 1: gangguan pola tidur b/d pruritus/ gatal Intervensi : a. Identifikasi faktor-faktor penyebab tidak bisa tidur dan penunjang keberhasilan tidur b. Beri penjelasan pada kx dan keluarga penyebab gangguan pola tidur. c. Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan d. Atur prosedur tindakan medis atau keperawatan untuk member sedikit mungkin gangguan selama periode tidur. e. Hindari prosedur yang tidak penting selama waktu tidur. f. Anjurkan kx mandi air hangat sebelum tidur dan mengoleskan obat salep pada daerah lesi. Dx 2: resiko gangguan konsep diri (harga diri rendah) b/d penampilan dan respons orang lain.

a. Jalin komunikasi teraupetik antara perawat, px dan keluarga b. Bantu individu mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaannya. c. Bantu kx mengidentifikasi evaluasi diri yang positif maupun perasaan negative d. Bantu kx dalam mempelajari koping baru.

IV.

GANGGUAN SITEM INTEGUMEN KARENA KEGAGALAN KERATINASI

(PSORIASIS) Psioriasis adalah penyakit kulit kronis dengan bentuk lesi-lesi yang khas berupa penebalan epidermis dengan pergantian epidermis yang cepat. (Harahap, M, 1990). Suatu dermatosis kronis residif dengan gambaran klinis yang khas, yaitu adanya makula eritematosa yang berbentuk bulat dan bulat lonjong, diatasnya ada skuama yang tebal, berlapis-lapis dan berwarna putih transparan seperti mika (Sastrawijaya, 1993). Etiologi penyakit ini secara pasti belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhinya, yaitu: 1. Genetic/herediter Penyakit ini diturunkan melalui suatu gn dominan. 2. Infeksi Merupakan faktor pencetus dan faktor yang memperberat timbulnya psoriasis. Misalnya, infeksi kronis tonsillitis, faringitis, dermatokosis, dan TB paru. 3. Faktor cuaca Biasanya penyakit ini sering kambuh terutama pada musim dingin. Hal ini terjadi karena pada suhu dingin, proses eksresi atau pengeluaran zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh melalui kulit tidak berlangsung lancar. 4. Trauma Adanya gesekan atau tekanan serta trauma pada kulit dapat menyebabkan timbulnya lesi psoriasis.

5. Faktor psikologis Sebagian besar (68%) stress dan gangguan emosi yang berlebih dapat memicu kekambuhan dan eksaserbasi.

ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian a. Biodata Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, penyakit psioriasis dapat menyerang semua kelompok umur tetapi umumnya pada orang dewasa, jenis kelamin insidens pada pria lebih banyak daripada wanita, suku bangsa, lebih banyak diderita orang kulit putih daripada kulit berwarna. b. Keluhan utama Biasanya klien dating ketempat pelayanan kesehatan dengan keluhan timbul lesi bersisik pada kulit, terasa agak gatal, dan panas. c. Riwayat penyakit sekarang Faktor pencetus dapat disebabkan oleh adanya infeksi sehingga tanda-tanda infeksi dapat ditemukan, apat juga karena faktor psikologis. Biaanya klien sedang mengalami psikologis yang tidak menyenangkan (stress, sedih, marah, dll). Lesi yang timbul semakin menghebat pada cuaca dingin, dan rasa gatal semakin terasa tterutama pada daerah predileksi. d. Riwayat penyakit dahulu Prosis adalah penyakit kronis residif/hilang timbul, sehingga pada riwayat penyakit dahulu sebagian besar lklien pernha menderita penyakit yang sama dengan kondisi yang dirasa sekarang. Riwayat penyakit infeksi juga perlu dikaji (mis, tosilitis, faringitis, atau TB paru). Pada klien yang menderita infeksi, terutama infeksi kronis, dapat terjadi penurunan daya tahan tubuh/imunitas. e. Riwayat penyakit keluarga Etiologi penyakit psoriasis belum dpat diketahu pasti. Namun diduga faktor genetic/herediter juga mempengaruhi sehingga perlu dikaji riwayat keluarga yang menderita psoriasis. f. Riwayat psikososial Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun penyakit ini menyebabkan gangguan kosmetik karena psoriasis dapat mengenai seluruh tubuh sehingga tidak enak dipandang mata. Oleh karena itu, perlu dikaji respons klien tentang penyakitnya, pandangan diri klien, identitas diri, tanggung jawab terhadap peran/tugas yang dipikul, masalah somatic yang timbul selama sakit, dan suasana batin klien, karena salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit ini adalah

stress atau emosi yang labil. Disamping itu, perlu juga dikaji tentang hubungan sosial klien karena penyakit ini dapat menggangg interaksi sosial. g. Kebiasaan sehari-hari Perlu dikaji kebiasaan memberihkan diri klien, cara mandi (lesi psoriasis tidak boleh digosok secara kasar karena dapat menimbulkan trauma (fenomena koebner)) dan dapat merangsang pertumbuhan kulit lebih cepat. Jika lesi psoriasis mengenai telapak tangan/tumit kaki dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Kebersihan lingkungan klien, terutama tempat tidur, perlu dikaji karena skuama lesi sering di jumpai di tempat tidur terutama saat klien bangun tidur pagi. h. Pemeriksaan fisik Saat inspeksi pada beberapa tempat lesi di temukan adanya perubahan struktur kulit. Tampak adanya makula dan papil eritematosa yang jika terkumpul akan membentuk lesi yang lebar pada daerah predileksi, dapat ditemukan ruam dan keropeng/skuama yang berlapis-lapis sperti lilin atau mika berwarna putih perak berbentuk bulat dan lonjong. Pada palpasi teraba skuama yang kasar, tebal, dan berlapis-lapis. i. Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan histopatologi untuk menentukan kepatian diagnosis dari psoriasis dapat ditemukan:  Pemanjangan dan pembesaran pada papilla dermis.  Penipisan ampai hilangnya stratum granulosum.  Peningkatan mitosis pada stratum basalis.  Edema dermis disertai infiltrasi limfosit dan monosit. Diagnosis Dx 1: Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan diri sekunder akibat penyakit kronis. Hasil yang diharapkan :  Klien menilai keadaan dirinya terhadap hal-hal yang realistic tanpa menyimpang.  Dapat menyatakan dan menunjukan peningkatan konsep diri.  Dapat menunjukan adaptasi yang baik dan menguasai kemampuan diri. Rencana keperawatan:  Bina hubungan saling percaya antara perawat dank lien.

 Dorong klien untuk menyatakan perasaannya, terutama cara ia merasakan sesuatu, berpikir, atau memandang dirinya sendiri. 

Dorong klien untuk mengajukan pertanyaan mengenai masalah kesehatan, pengobatan, dan kemajuan pengobatan dan kemungkinan hasilnya.

 Beri informasi yang dapat dipercaya dan meguatkan informasi yang telah diberikan.  Jernihkan kesalahan persepsi individu tentang dirinya, mengenai perawatan dirinya.  Hindari kata-kata yang mengecam dan memojokan klien.  Lindungi privasi (hak-hak pribadi) dan jamin lingkungan yang kondusif. 

Kaji kembali tanda dan gejala gangguan harga diri, gangguan citra tubuh, dan perubahan penampilan peran.

 Beri penjelasan dan penyuluhan tentang konsep diri yang positif.

Dx 2: Kerusakan interaksi sosial yang berhubungan dengan keadaan yang memalukan pada psoriasis. Hasil yang diharapkan:  Klien dapat megidentifikasi perilaku yang bermaalah yang menghalangi hubungan sosial.  Klien dapat menunjukan perilaku yang konstruktif dalam hubungan sosial.  Klien dan keluarga dapat menjelaskan strategi untuk meningkatkan sosialisasi yang efektif.

Rencana keperawatan :  Beri dukungan untuk mempertahankan dasar keterampilan sosial dan mengurangi isolasi sosial.  Ciptakan hubungan yang baik dengan klien: 1. Kaji kemampuan klien dalam mengelola stress kehidupannya. 2. Ajak klien untuk berpikir realitas, berfokus pada kondisi saat ini. 3. Bantu klien mengidentifikasi massalah pencetus stress. 4. Bantu klien untuk mengidentifikasi alternative tindakan.  Beri dukungan untuk melakukan aktivitas kelompok:  Dorong pperilaku sosial baru.  Beri model peran yang pasti dalam perilaku sosial (mis, menjawab salam, teman melawan tidak ditanggapi).

 Bantu perkembangan hubungan di antara anggota melalui pengungkapan diri dan kesungguhan.  Gunakan pertanyaan dan observasi untuk mendorong klien dengan keterbatasan interaksi.  Dorong anggota untuk memvalidasi persepsi mereka dengan yang lain.  Pantau perkembangan keterampilan sosial klien.  Libatkan keluarga dan anggota masyarakat dalam memahami dan memberikan dukungan pada klien.  Beri informasi yang nyata tentang penyakit, pengobatan, dan kemajuan pada anggota keluarga.

V. ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR Patofisiologi Luka Bakar Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran napas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agens penyebab (Burning agent). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.

Respon Sistemik Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka-bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Pasien yang luka bakarnya tidak melampaui 20% dari luas total permukaan tubuh akan memperlihatkan respons yang terutama bersifat local. Insidensi, intensitas dan durasi perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya luka bakar dengan respon maksimal terlihat pada luka bakar yang mengenai 60% atau lebih dari luas permukaan tubuh. Kejadian luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidak stabilan hemodinamika bukan hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler

tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit, volume darah, mekanisme pulmoner dan berbagai mekanisme lainnya.

Respon Kardiovaskuler Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respons, system saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (Vasokonstriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung-tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis-tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan tidak adekuat, akan terjadi syok distributif. Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume Darah Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka-bakar. Di samping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3 hingga 5L atau lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang terbakar ditutup. Selama syok luka-bakar, respons kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hiponatremia (deplesi natrium) terjadi. Hiponatremia juga sering dijumpai dalam minggu pertama fase akut karena air akan pindah dari ruang interstisial ke dalam ruang vakuler. Segera setelah terjadi luka bakar, hiperkalemia (kadar kalium yang tinggi) akan dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang massif. Hipokalemia (deplesi kalium) dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati terjadi keadaan ini, nilai hematokrit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan, perawatan luka dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis serta tindakan hemodialisis lebih lanjut turut menyebabkan anemia. Transfusi darah diperlukan secara periodik untuk mempertahankan kadar hemoglobin yang memadai yang diperlukan guna membawa oksigen. Abnormalitas koagulasi,

yang mencakup penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) dan masa pembekuan serta waktu protrombin yang memanjang juga ditemukan pada luka

Respon Pulmoner Sepertiga dari pasien-pasien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner yang berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi cedera pulmoner, hipoksia (starvasi oksigen) dapat dijumpai. Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh pasien akan meningkatkan dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon local (White, 1993). Cidera Inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran. Diperkirakan separuh dari kematian ini seharusnya bisa dicegah dengan alat pendeteksi asap. Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori: 1. Cedera saluran napas atas; 2. Cedera inhalasi di bawah glottis; 3. Keracunan karbon monoksida; 4. Defek restriktif. Lebih dari sepuluh korban luka bakar yang menderita gangguan paru pada mulanya tidak memperlihatkan gejala dan tanda-tanda pulmoner. Penurunan kelenturan paru, penurunan kadar oksigen serum dan asidosis respiratorik dapat terjadi secara berangsur-angsur dalam 5 hari pertama setelah luka bakar. Indikator kemungkinan terjadinya kerusakan paru mencakup hal-hal berikut ini:  Riwayat yang menunjukkan bahwa luka bakar terjadi dalam suatu daerah yang tertutup,  Luka bakar pada wajah atau leher,  Rambut hidung yang gosong, 

Suara yang menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering, stridor, sputum yang penuh jelaga,

 Sputum yang berdarah,  Pernapasan yang berat atau takipnea (pernapasan yang cepat) dan tanda-tanda penurunan kadar oksigen (hipoksemia) yang lain,  Eritema dan pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring.

Respons Sistemik Lainnya Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat ari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi kerusakan otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan dari sel-sel otot dan diekskresikan oleh ginjal. Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan kadar immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami sepsis. Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhunya. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama pasca-luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel kembali suhu inti tubuh, pasien luka bakar akan mengalami hipertermia selama sebagian besar periode pasca-luka bakar kendati tidak terdapat infeksi. Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu: ileus paralitik (tidak adanya peristalsis usus) dan ulkus Curling. Berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan mausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan tindakan dekompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung).

Respon local dan luas luka bakar Kedalaman luka bakar  Luka bakar derajat satu (super ficial partial-thickness) Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami lepuh/bullae.  Luka bakar derajat dua (deep partial-thickness) Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.

 Luka bakar derajat tiga (full-thickness) Meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada sebagian kasus, jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur. DIAGNOSA

KEPERAWATAN.

Hipotermia

yang berhubungan

dengan

gangguan

mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka SARAN. Pemeliharaan suhu tubuh yang adekuat 1.

Berikan lingkungan yang 1.

Lingkungan

yabf

hangat dengan penggunaan mengurangi perisai

pemanas,

stabil 

Suhu tubuh tetap pada

kehilangan rentang 36,10 sampai 38,30

selimut panas lewat evaporasi



berongga, lampu atau selimut

Tidak ada mengigil atau gemetar

pemanas. 2.

Bekerja dengan cepat kalau lukanya terpajan udara dingin 2.

3.

Pajanan

yang

Kaji suhu inti tubuh dengan mengurangi sering

minimal kehilangan

panas dari luka. 3.

Kaji

suhu

tubuh

yang

frekuen

membantu

mendeteksi

terjadinya

hipotermoa DIAGNOSA KEPERAWATAN. Nyeri yang berhubungan dengan dan saraf serta dampak emosional cedera SARAN. Pengendalian rasa nyeri 1.

Gunakan skala nyeri untuk 1.

Tingkat nyeri memberikan 

menilai tingkat nyeri (yaitu data 1-10)

bedakan

keadaan hipoksia

dasar

dengan mengevaluasi

Menyatakan tingkat nyeri

untuk menurun efektivitas 

Tidak

ada

petunjuk

tindakan mengurangi nyeri. nonverbal tentang nyeri Hipoksia dapat menimbulkan tanda-tanda serupa dan harus disingkirkan terlebih dahulu

sebelum pengobatan nyeri dilaksanakan. 2.

Penyuntikan

preparat

analgetik 2.

intravena

Berikan preparat analgetik diperlukan karena terjadinya opioid

menurut

program perubahan perfusi jaringan

medik. Amati kemungkinan akibat luka bakar. supresi

pernapasan

pada

pasien yang tidak memakai ventilasi mekanis. Lakukan penilaian

respon

pasien

terhadap pemberian analgetik3.

Dukungan emosional sangat

3. Berikan dukungan emosional penting untuk mengurangi dan

menentramkan ketakutan dan ansietas akibat

kekhawatiran pasien.

luka bakar. Ketakutan dan ansietas akan meningkatkan presepsi nyeri.

DIAGNOSA KEPERAWATAN. Ansietas yang berhubungan dengan rasa takut dan dampak emosional luka bakar SASARAN. Pengurangan ansietas pasien dan keluarga 1.

Kaji pemahaman pasien dan 1.

Strategi koping sebelumnya 

keluarganya terhadap luka yang

berhasil

Pasien

dan

keluarga

dapat mengungkapkan pemahaman

bakar, keterampilan koping dikuatkan untuk digunakan tentang perawatan luka bakar dann dinamika keluarga.

pada

krisis

Pengkajian

sekarang. darurat.

memungkinkan 

Mampu

menjawab

perncanaan intervensi yang pertanyaan sederhana. sesuai. 2.

Beri terhadap

respons

individual 2.

tingkat

pasien dan keluarga.

Reaksi terhadap cedera luka

koping bakar

sangat

Intervensi

bervariasi.

harus

sesuai

dengan tingkat koping pasien

dan keluarganya yang ada sekarang 3. 3.

Perningkatan pemahaman

Jelaskan semua prosedur akan

menghilangkan

rasa

kepada pasiean dan keluarga takut terhdap sesuatu yang dengan istilah sederhana dan tidak di ketahui. Tingkat jelas.

ansietas yang tinggi dapat menggangu tentang

pemahaman

penjelasan

yang

kompleks. 4. 4.

Mempertahankan peredaan ansietas nyeri

5.

Nyeri akan meningkatkan

5. Tingkat ansietas selama fase

Pertimbangkan pemberian darurat preparat

antiansietas

diprogramkan

jika

dapat

melampawi

yang kemampuan koping pasien. pasien Pengobatan

dapat

tampak sangat cemas kendati menurunkan

respon

sudah dilakukan intervensi fisiologik dan psikologik dan non-farmakologi

psokilogik ansietas.

PROGRAM KLOBORASI. Gagal napas akut, syok sirkulasi, gagal ginjal akut, sindrom kompartemen, ileus paralitik, tukak curling. SASARAN. Tidak ada komplikasi Gagal napas akut 1.

Kaji gejala dispnea, stridor, 1. perubahan

pada

pola mencerminkan

respirasi. 2.

Tanda-tanda semacam itu 

gas

darah,

batas yang dapat diterima

Tanda-tanda semacam itu pO2 >80 mm Hg.

oksimetri denyut nadi, hasil mencerminkan analisa

status arteri berada dalam batas-

respirasi yang memburuk.

Pantau hasil pemeriksaan 2.

oksigenisasi 

arteri yang memburuk.

untuk mendeteksi penurunan pO2, saturasi oksigen dan

Hasil pemeriksaan gas darah

Bernapas spontasn dengan tidal volume yang memadai



Foto

ronsen

toraks

peningkatan pCO2

menunjukan

3. Memonitor hasil foto toraks3. 4.

kebingungan, kesulitan untuk 4.

yang

Pemeriksaan sinar x dapat normal

kegelisahan, mengungkapkan cedera baru

Kaji

hasil

Tidak adanya tanda-tanda

Menifestasi semacam itu hipoksia pada otak.

memahami pertanyaan atau dapat menunjukan hipoksia penurunan tingkat kesadaran 5.

sendiri

Laporkan dengan segera status

respirasi

yang

memburuk kepada dokter. 5. Gagal napas akut merupakan 6.

Siap membantu pelaksanaan keadaan

yang

dapat

intubasi atau eskaratomi jika menimbulkan kematian dan diperlukan

diperlukan intervensi segera 6.

Intubasi

memungkinkan

pelaksanaan mekani. memungkinkan

ventilasi Eskarotomi perbaikan

eksursi dada saat respirasi. Syok sirkulasi/distribusi 1.

Kaji penurunan haluaran 1.

Tanda-tanda

itu

dapat 

Haluaran

urin

berkisar

urin, tekanan arteri pulmunal, menunjukan syok sirkulasi antara 0,5 ml/kg/jam dan 1,0 tekanan polmunalis,

2.

baji curah

kapiler dan

volume

jantung yang tidak stabil

intravaskular ml/kg/jam 

Tekanan

atau peningkatan frekuensi

normal

denyut nadi.

>90/60mmhg

dalam

pasien

darah

(biasanya

Ketika cairan berpindah ke  Frekuensi jantung berada ketikak terjadi perpindahan ruang intersisial pada syok pada kisaran normal pasien cairan. luka baka, edema akan terjadi (>110/menit) Kaji edema yang progresif 2.

dan

dapat  PAP, PCWP, CO tetap menggangguperfusi jaringan. dalam keadaan normal. 3. Resusitasi cairan yang 3. Atur resusitasi cairan melalui optimal akan mencegah syok

kaloborasi sebagai

dengan respon

dokter sirkulasi dan memperbaiki terhadap prognosa pasien.

gambaran fsikologik. Gagal ginjal akut 1.

Pantau haluaran urin, kadar 1. Nilai-nilai ini mencerminkan 

Haluaran urin yang memadai



Kadar BUN dan kreatin

BUN dan kreatin. 2.

fungsi ginjal

Lapor penurunan haluaran 2.

Nilai

laboratorium

ini tetap dalam kemungkinan normal

urin atau peningkatan kadar menunjukan

batas-batas

BUN dan kreatinin pada gagal ginjal dokter 3.

3.

Kaji urin untuk mengkaji dalam hemoglobin atau mioglobin

urin

meningkatkan

resiko terjadinya gagal ginjal 4.

4.

Hemoglobin ataumioglobin

Cairan membantu membilas

Biarkan infus cairan dengan keluar hemo dan mio dari jumlah yang di tingkatkkan

dalam

tubulus

mengurangi

renal

dan

kemungkinan

terjadinya gagal ginjal Sindrom kompartemen 1.

Kaji nadi perifer setiap satu 1. jam

sekali

dengan

menunjukan

karakteristik otot

Kaji kehangatan pengisian aliran darah arteri



kembali kapiler, sensibilitasi 2. dan

gerakan

setiap

jam

sekali.

terbakar dengan ekstermitas yang normal Lepaskan menset transmeter 3.

Menset tensimeter dapat

setiap kali selesai mengukur bekerja seperti torniket ketika tekanan darah

Denyut nadi prifer dapat

Pengkajian ini menunjukan terdeteksi dengan dopler ekstremitas karakteristik perfusi perifer

Bandingkan ekstermitas yang

3.

Tidak adanya parestesia atau

alat menggantikan auskultasi dan gejala iskemia pada saraf dan

ultrasound dofler 2.

Pengkajian dengan dopler 

terjadi

pembengkakan

4.

Tinggikan ekstermitas yang akstermitas terbakar

5.

4.

Akan

mengurangi

Laporkan dengan segera pembentukan edema kepada dokter jika denyut 5.

Tanda-tanda dan gejala ini

nadi pasien tidak teraba atau dapat menunujukan perfusi bila

terjadi

gangguan jaringan yang tidak memadai

sensibilitas atau terdapat rasa nyeri 6.

Siap

membantu

dalam 6. Eskaratomi akan mengurangi

pelaksanaan eskaratomi

konstriksi yang disebabkan oleh pembengkakan di bawah luka bakar yang melingkar dan

akan

memperbaiki

perfusi jaringan Usus paralitik 1.

Pertahankan nasogastrik

selang 1. Tindakn ini akan mengurangi  dengan distensi

dan 

lambung

Tidak ada distensi abdomen Bising usu kembali normal

pengisapan intermiten rendah abdomen selain mencegah dalam waktu 48 jam sampai bising usus terdengar terjadinya vomitus kembali 2.

2. Ketika bising usus terdengar

Lakukan auskultasi untuk kembali pemberian nutrisi mendengar bising usus dan oral dapat dimulai secara mendeteksi detensi abdomen

bertahap.

Distensi

abdomenmencerminkan tindakan dekompresi yang tidak memadai Tukak curling 1.

Kaji hasil anspirasi lambunr 1.

Ph

yang

menunjukan 

untuk menentukan ph dan perlunya pemberian preparat  adanya darah

antasid

atau

Tidak ada distensi abdomen Bising usus yang norma

penyakit dalam waktu 48 jam histamin. Keberadaan darah

menunjukan

kemungkinan 

danya perdarahan lambung 2.

feses

tidak

mengandung

Darah pada feses akan darah menunjukan

2.

Hasil aspirasi lambung dan

tukak

pada

Kaji feses untuk mendeteksi lambung atau duodenum darah okulta

3.

Pengobatan semacam itu akan mengurangi keasaman

3.

Berikan preparat penyakit lambung

dan

resiko

histamin dan antasid sesuai terjadinya ulserasi program medik

http://meidalestarie.blogspot.co.id/2014/03/askep-klien-dengan-sistem-integumen.html

Related Documents

Materi
August 2019 84
Materi
December 2019 69
Materi
June 2020 39
Materi
June 2020 53
Materi Phbs.docx
October 2019 15
Materi Kbi.docx
June 2020 5

More Documents from "Tria Maya"