Materi Askep Stroke.docx

  • Uploaded by: nurmaulidina syaiful
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Materi Askep Stroke.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,108
  • Pages: 25
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002). Istilah medis dari stroke adalah "penyakit pembuluh darah otak". Hal ini terjadi ketika pasokan darah ke otak berkurang atau terhambat karena hal-hal tertentu, yang mengarah ke kurangnya kadar oksigen dalam sel-sel otak secara mendadak. Dalam beberapa menit, sel-sel otak bisa rusak dan kehilangan fungsinya. Kerusakan otak ini memengaruhi fungsi tubuh yang dikendalikan oleh bagian sel-sel otak yang rusak tersebut. Stroke adalah suatu keadaan darurat medis yang serius. Sekitar 30% dari penderita stroke meninggal dalam jangka waktu tiga bulan. Namun, lebih dari 50% pasien yang selamat bisa memulihkan kemampuan perawatan diri mereka dan kurang dari 20% pasien yang menderita cacat berat. Faktor yang memengaruhi pemulihan tergantung pada tingkat keparahan kerusakan otak (termasuk jenis stroke dan area tubuh yang terpengaruh), komplikasi yang terjadi, dan kemampuan perawatan diri pasien sebelum stroke terjadi. Selain

itu, sikap pasien dan dukungan dari keluarga/perawat mereka serta perawatan rehabilitasi yang sesuai juga bisa memberikan efek yang signifikan.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dari penyakit Stroke  2. Apa etiologi dari penyakit Stroke  3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Stroke  4. Bagaimana gejala klinik dari penyakit Stroke  5. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Stroke  6. Bagaimana penyimpangan KDM penyakit Stroke  7. Bagaimana Asuhan Keperawatan penyakit Stroke  C. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Stroke. 2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Strokes. 3. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Stroke. 4. Untuk mengetahui gejala klinik dari penyakit Stroke. 5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit Stroke. 6. Untuk mengetahui penyimpangan KDM penyakit Stroke 7. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan penyakit Stroke

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Definisi Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002). Istilah medis dari stroke adalah "penyakit pembuluh darah otak". Hal ini terjadi ketika pasokan darah ke otak berkurang atau terhambat karena hal-hal tertentu, yang mengarah ke kurangnya kadar oksigen dalam sel-sel otak secara mendadak. Dalam beberapa menit, sel-sel otak bisa rusak dan kehilangan fungsinya. Kerusakan otak ini memengaruhi fungsi tubuh yang dikendalikan oleh bagian sel-sel otak yang rusak tersebut.

B. Klasifikasi A. Stroke diklasifikasikan berdasarkan : 1. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a) Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. b) Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. c) Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung. 2. Stroke Hemoragi,Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu: a) Perdarahan intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa

yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum. b) Perdarahan subaraknoid Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan

kesadaran)

maupun

fokal

(hemiparase,

gangguan

hemisensorik, dll) B. Berdasarkan Stadium Klinik a) Transient Ischemik Attack (TIA) Merupakan gangguan peredaran darah otak sepintas yang karena terjadinya vasospasme sehingga terjadi penyumbatan pada pembuluh darah otak. Setelah vasospasme hilang, maka gejala juga akan hilang dan keadaan akan sembuh seperti semula dalam jangka waktu tidak lebih dari 24 jam. Gejalanya yang dapat timbul berupa hemiparese, hemiparestesia ataupun afasia atau dapat juga terjadi kejang. b) Reversible Ischemia Neurologik Defisit (RIND) Defisit neurologik yang bertahan lebih dari satu hari dan kembali ke keadaan semula dalam waktu tiga minggu. c) Stroke In Evolution (SIE) atau Progresive Stroke Merupakan defisit neurologik yang bertambah berat secara kuantitatif dan kualitatif. Terjadi secara bertahap selama jangka waktu menit, jam ataupun hari. Gejala awalnya biasanya penderita merasakan disfungsi ringan yang dapat berupa parestesia hemifasialis saja atau parese ringan

pada lengan atau tungkai satu sisi tergantung pada daerah otak mana yang

mengalami

iskemia.

Apabila

mekanisme

vaskularisasi

kompensatorik tidak juga datang dapat menyebabkan iskemia serebral yang lebih berat dan luas sehingga timbul hemiparesis yang parah. d) Completed Stroke (CS) Iskemia serebri regional akibat trombosis serebri berkembang menjadi infark dan hemoragic. Pada tahap ini maka berkembanglah hemiparesis yang tidak lama kemudian akan menjadi hemiparalisis. Defisit neurologik yang terjadi relatif stabil dan sedikit sekali perubahannya.

C. Etiologi Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008): 1) Thrombosis Cerebral Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak: a. Aterosklerosis Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:  Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.  Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).  Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b. Hyperkoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. c. Arteritis( radang pada arteri d. Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:

 Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).  Myokard infark  Fibrilasi.

Keadaan

aritmia

menyebabkan

berbagai

bentuk

pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolusembolus kecil.  Endokarditis

oleh

bakteri

dan

non

bakteri,

menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

2) Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah

kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. 3) Hipoksia Umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah: a. Hipertensi yang parah. b. Cardiac Pulmonary Arrest c. Cardiac output turun akibat aritmia 4) Hipoksia Setempat Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah : a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid. b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. Patofisiologi Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering ataucenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Areaedema ini menyebabkan disfungsi yang lebih

besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak

akan

mengakibatkan

peningian

tekanan

intrakranial

dan

mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Muttaqin 2008)

E. Manifestasi Klinis Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya. a) Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia) b) Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak. c) Tonus otot lemah atau kaku d) Menurun atau hilangnya rasa e) Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia” f) Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan) g) Disartria (bicara pelo atau cadel) h) Gangguan persepsi i)

Gangguan status mental

j)

Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

F. Penatalaksanaan Medis Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan sebagai berikut: a) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

b) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. c) Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung. d) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihanlatihan gerak pasif. e) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.

Pengobatan Konservatif a) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. b) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. c) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. d) Anti

koagulan

dapat

diresepkan

untuk

mencegah

terjadinya/

memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral : a) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. b) Revaskularisasi

terutama

merupakan

tindakan

pembedahan

manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA. c) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut d) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

dan

G. Penyimpangan KDM

H. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap yang sistematis dalam pengumpulan data tentang individu, keluarga, dan kelompok (Carpenito dan Moyet, 2007). a. Identitas b. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi: pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, sumber pendapatan, dan kecukupan pendapatan. c. Aktivitas rekreasi: hobi, berpergian/wisata, keanggotaan organisasi, dan lain-lain. d. Riwayat kelurga: saudara kandung (nama, keadaan saat ini, dan keterangan), riwayat kematian (nama, umur, dan penyebab kematian), dan kunjungan keluarga. e. Pola kebiasaan sehari-hari f.

Status kesehatan 1) Status kesehatan saat ini: keluhan utama dalam satu tahun terakhir, gejala yang dirasakan, faktor pencetus, timbulnya keluhan (mendadak atau bertahap), waktu timbulnya keluhan, dan upaya mengatasi. 2) Riwayat kesehatan masa lalu: penyakit yang pernah diderita, riwayat alergi (obat, makanan, binatang, debu, dll), riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di rumah sakit, da riwayat pemakaian obat. 3) Pemeriksaan fisik  Sistem Pernafasan. Klien akan didapatkan batuk tidak efektif, pernafasan tidak teratur, kemungkinan cheynes-stokes dan terjadi paralisis otot pernafasan, bunyi nafas ngorok ronchi, adanya sekret dan aspirasi.  Sistem Kardiovaskuler. Adanya hipotensi, denyut nadi perifer berkurang tetapi nadi sentral kuat, terdengar bunyi jantung tambahan seperti mur-mur atau gallop dan irama jantung tidak teratur.

 Sistem Gastro Intestinal. Nafsu makan menurun, kehilangan sensasi pada lidah, paralise pada otot wajah dan kerongkongan (disfagia), sehingga menimbulkan masalah dalam menelan dan mengunyah, serta terjadi peristaltik usus menurun yang mengakibatkan konstipasi. Distensi abdomen dan penembahan berat badan dengan pesat terjadi pada klien stroke disertai penyakit jantung.  Sistem Persarafan. Dapat terjadi penurunan tingkat kesadaran dihitung dari nilai GCS biasanya pada stroke dengan hemoragik, biasanya stroke infark pada hemisfer serebri tetap sadar selama perjalanan penyakitnya. a) Tes Fungsi Serebral.. b) Tes Fungsi Nervus Kranial. c) Pemeriksaan motorik. Dapat terjadi massa otot atropi, tonus otot menjadi kurang baik, terdapat penurunan kekuatan otot. d) Fungsi sensoris. Bila terjadi kerusakan pada neuron sensoriknya kemungkinan klien tidak dapat merasakan sentuhan atau goresan tumpul, tajam dan halus. Tidak dapat membedakan panas dan dingin. e) Fungsi serebelum. Fungsi koordinasi menjadi kurang sempurna dan terdapat gangguan keseimbangan tubuh. f) Tes fungsi refleks. Terjadi penurunan reflek-reflek karena menurunya respon motorik involunter yang ditimbulkan karena adanya rangsangan di sepanjang lengkung reflek . g) Rangsang selaput meningeal. Pada klien dengan stroke perdarahan intra serebral pun tanda meningeal dapat positif apabila stroke tersebut disebabkan karena sebelumnya ada riwayat hipertensi.

 Sistem Perkemihan. Terjadi perubahan pola eliminasi seperti inkontinensia urine karena adanya paralise spinkter uretra.  Sistem Muskuloskeletal. Biasanya terjadi kesulitan dalam aktivitas karena lemah, kehilangan fungsi sensasi, paralisis pada sebagian atau seluruh motorik, perubahan tonus otot, kelelahan, adanya pengurangan massa otot, terbatasnya Range Of Motion.  Sistem Integumen. Pada stroke yang immobilitas lama terjadi kerusakan pada kulit daerah yang tertekan akibat immobilitasi yang menimbulkan perubahan aliran darah ke area yang tertekan dan menonjol. g. Hasil pengkajian khusus: masalah kesehatan kronis, fungsi kognitif, staus fungsional status psikologis, dan risiko jatuh. h. Lingkungan tempat tinggal: kebersihan dan kerapihan ruangan, penerangan, sirkulasi udara, dan keadaan kamar mandi dan WC, pembuangan air kotor, sumber air minum, pembuangan sampah, sumber pencemaran, penataan halaman, privasi, dan risiko injuri. i.

Sistem nilai kepercayaan: aktivitas keagamaan yang dilakukan, pengetahuan tentang praktik keagamaan, kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan, dan kepercayaan tentang kematian.

2.

Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral. 2. Kerusakan

mobilitas

fisik

berhubungan

dengan

kerusakan

neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis spastis, kerusakan perseptual/ kognitif. 3. Kerusakan

komunikasi

neuromuskuler.

verbal

berhubungan

dengan

kerusakan

4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis. 5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot 6. Gangguan

harga

diri

berhubungan

dengan

perubahan

biofisik,

psikososial, perseptual kognitif. 7. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/ perseptual 8. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat.

3. Intervensi Keperawatan a) Diagnosa keperawatan pertama: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral. 1) Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah 2) Kriteria hasil: Tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. 3) Intervensi;  Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.  Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah. Rasional: Autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.  Pertahankan keadaan tirah baring. Rasional: Aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).  Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral). Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.

 Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin) Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan. b) Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan. 1) Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum 2) Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas. 3) Intervensi;  Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas Rasional:

Mengidentifikasi

kelemahan/

kekuatan

dan

dapat

memberikan informasi bagi pemulihan  Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) Rasional: Menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.  Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas Rasional:Meminimalkan

atrofi

otot,

meningkatkan

sirkulasi,

membantu mencegah kontraktur.  Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit. Rasional:Dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.  Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. Rasional: Program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan. c. Diagnosa ke tiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. 1) Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.

2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga 3) Intervensi;  Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral  Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana Rasional:Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik  Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut Rasional:Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik  Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat) Rasional: Bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud  Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara. Rasional:Untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi. d. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis. 1) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi. 2) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan. 3) Intervensi;  Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian. Rasional:Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.  Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh Rasional:Adanya agnosia (kehilangan pemahaman

terhadap

pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)  Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh dan meraba.

Rasional:Membantu

melatih

kembali

jaras

sensorik

untuk

mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.  Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu. Rasional:Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.  Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek. Rasional: Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman. e.

Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot 1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi 2) Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal 3) Intervensi;  Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri. Rasional:Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri  Bantu klien dalam personal hygiene. Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien  Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi  Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene Rasional:Dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien  Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi

Rasional:Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi f.

Diagnosa keperawatan keenam:Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif. 1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri 2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi. 3) Intervensi;  Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya. Rasional:Penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.  Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik. Rasional:Membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.  Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi. Rasional:Mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.  Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri. Rasional:Membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.  Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan. Rasional:Dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.

g.

Diagnosa

keperawatan

ketujuh:Resiko

tinggi

kerusakan

berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/ perseptual. 1) Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.

menelan

2) Kriteria Hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang diinginkan. 3) Intervensi;  Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual. Rasional: Intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktorfaktor ini.  Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan Rasional:Menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.  Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan. Rasional:Menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.  Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan. Rasional:Meningkatkan

pelepasan

endorphin

dalam

otak

yang

meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.  Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang. Rasional :Memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut. h.

Diagnosa keperawatan kedelapan: Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan

berhubungan

dengan

Keterbatasan

kognitif,

kesalahan

interprestasi informasi, kurang mengingat 1) Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya 2) Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar 3) Intervensi;  Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien Rasional: Mengetahui tingkat pengetahuan klien  Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan. Rasional:Mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien

 Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan halhal yang belum jelas. Rasional: Memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya  Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien. Rasional:Mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga  Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir Rasional:Stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.

4. Evaluasi 1) Tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital stabil 2) Kekuatan otot bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, 3) Dapat berkomunikasi sesuai dengan kondisinya, 4) Mempertahankan fungsi perseptual, 5) Dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri, 6) Klien dapat mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan 7) Klien dapat memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya.

BAB 3 PENUTUP

A. KESIMPULAN Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).Berdasarkan Stadium Klinik,Stroke di bedakan menjadi empat, yaitu Transient Ischemik Attack (TIA), Reversible Ischemia Neurologik Defisit (RIND), Stroke In Evolution (SIE) atau Progresive Stroke, Completed Stroke (CS).

B. SARAN Untuk para pembaca disarankan menjaga kesehatan dengan pola hidup yang sehat, rutin memeriksakan tekanan darah, rajin berolahraga untuk menghindari terjadinya serangan stroke.

Related Documents

Materi Askep Stroke.docx
April 2020 17
Materi
August 2019 84
Askep
October 2019 90
Materi
December 2019 69
Materi
June 2020 39

More Documents from ""