Mater Klp 2.docx

  • Uploaded by: Adinda Della Noprika
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mater Klp 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,187
  • Pages: 33
1

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang ini dengan baik . kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Maka dari itu kami mengharapkan saran dan kritik pada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan bagi kita semua.

Palembang, oktober 2018

Penyusun

2

Daftar isi 1.

Kata Pengantar……………………………………………… 2

2.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………….. 4 B. Tujuan…………………………………………………… 5

3.

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi post partum. .…………………………….....

6

B. Etiologi post partum…….……………………………

6

C. Cara terjadinya infeksi post partum .………………..

7

D. Faktor predisposisi…………………………...………. 8 E. Manisfestasi klinis ………………………..…………. 9 F. Patofisiologi …………………………………………. 10 G. Jenis jenis infeksi post partum………………………. 12 H. Komplikasi …………………………………………... 18 I. Perencanaan …………………………………………. 18 4.

BAB III konsep Dasar Askep A. Pengkajian………………………………………………. 21 B. Analisis data .………. ………………………………….. 25 C. Diagnosa keperawatan ……… …………………………

27

D. Intervensi …………… …………………………………. 28 E. Implementasi …………………………….....................

29

F. Evaluasi ………………………………………………… 30 5.

BAB IV PENUTUP Kesimpulan………………………………………………….. 31 Daftar Pustaka………………………………………………. 33

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dinegara maju, kebanyakan perempuan hamil dalam keadaan sehat dan bergizi baik. Mereka melahirkan bayinya dirumah sakit atau rumah sakit bersalin dan sedikit yang menjadi subjek dari berbagai prosedur diagnostic yang infasif seperti dialami oleh kebanyakan pasien rumah sakit. Bahkan untuk mereka yang memerlukan secsio sesarea, pembedahannya berlangsung singkat (kurang dari satu jam), biasanya tidak ada komplikasi, kateterisasi urin, kalau perlu sebentar (1-2 hari), dan jarang sekali memerlukan bantuan ventilasi pasca bedah. Disamping itu, kebanyakan perempuan hamil tidak menggunakan antibiotic sistemik dan tidak memerlukan perawatan lama sebelum persalinan (Tietjen, L, Bossemeyer, D & McIntosh, N, 2004). Dinegara-negara yang sedang berkembang infeksi pasca persalinan tetap menjadi nomor dua dari perdarahan pasca persalinan yang menjadi penyebab kematian maternal, dan menjadi penyebab utama komplikasi maternal dari persalinan. Hal ini masih tetap terjadi sekalipun lebih dari 150 tahun yang lalu. Semmelweis dan holmes secara terpisah mengatakan bahwa tidak hanya demam anak, sepsis puerperalis, juga disebarkan dari perempuan lain keperempuan dari tangan dokter (Tietjen, L, Bossemeyer, D & McIntosh, N, 2004). Morbiditas postpartum dikatakan ada bila seorang ibu bersalin mengalami demam yang bersuhu sekurangnya 380C (100,4F) pada dua kesempatan atau lebih dalam masa 10 hari setelah melahirkan, tidak termasuk 24 jam pertama (Rayburn,WF& Carey, JC, 2001).

Infeksi pascapartum terjadi pada sekitar 6 % kelahiran di Amerika serikat dan kemungkinan besar merupakan penyabab utama morbiditas dan mortalitas

4

maternal diseluruh dunia. Organism yang paling sering menginfeksi ialah organisme streptococcus dan bakteri anaerobic. Infeksi staphylococcus aureus, gonococcus, koliformis, dan klosrtidia lebih jarang terjadi, tetapi merupakan organism pathogen serius yang menyebabkan infeksi pascapartum. Insidensi morbiditas demam berpariasi besar, berkisar dari 1% untuk wanita yang tergolong tidak miskin yang melahirkan melalui vagina sampai setinggi 87% untuk wanita miskin yang melahirkan melalui bedah sesar. Factor-faktor yang secara pasti telah dikenali dan yang dapat meninggikan resiko infeksi adalah bedah sesar darurat, persalinan darurat, dan ketuban pecah sudah 6 jam atau lebih, dan status sosio ekonomi yang rendah. Factor-faktor lain yang bisa mempengaruhi risiko infeksi tetapi yang korelasinya terbukti kurang kuat adalah anemia, anastesia umum, keadaan gizi yang buruk, obesitas, dan banyak kali mengalami pemeriksaan melalui vagina. Semua factor-faktor lain serupa, pemakaian monitoring janin secara internal tampaknya tidak mempengaruhi risiko infeksi rahim (Rayburn,WF & Carey, JC, 2001). Seratus tahun yang lalu sekitar satu dalam 50 wanita yang melahirkan dirumah sakit, meninggal karena infeksi yang biasanya terjadi pada masa puerperium. Hal ini sekarang sudah jauh berkurang, pertama akibat pengertian asepsis dan antisepsis yang lebih baik dan kedua karena diperkenalkannya kemoterapi dan antibiotika (Chamberlain,G & Dewhurst, SJ, 1994).

B. Tujuan 1. Menjelaskan pengertian infeksi post partum 2. Menjelaskan etiologi dari infeksi post partum 3. Menjelaskan factor predisposisi 4. Menjelaskan manifestasi klinis infeksi post partum 5. Menjelaskan patifisiologi infeksi post partum 6. Menjelaskan jenis-jenis infeksi postpartum.

5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ). Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).

B. Etiologi Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan. Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus) (Bobak, 2004). Namun biasanya infeksi ini tidak menimbulkan penyakit pada persalinan, kelahiran, atau pascapersalinan. Hampir 30 bakteri telah diidentifikasi ada disaluran genital bawah (vulva, vagina dan sevik) setiap saat (Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya, termasuk beberapa fungi, dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan sekurangkurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan clebsiela pneumonia, adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004). Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih

6

dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.

Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah : 1. Streptococcus haemoliticus anaerobic Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain). 2. Staphylococcus aureus Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum. 3. Escherichia Coli Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius 4. Clostridium Welchii Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.

C. Cara terjadinya infeksi post partum

Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :

1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.

7

2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin. 3. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alatalat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas. 4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.

D. Faktor predisposisi

Beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi pascapersalinan antara lain : 1. Anemia Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal ini juga terjadi pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah putih kurang untuk menghambat masuknya bakteri. 2. Ketuban pecah dini Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan masuknya kuman keorgan genital. 3. Trauma Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen, seperti operasi. 4. Kontaminasi bakteri Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga rahim. Selain itu, pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau saat dilakukan tindakan persalinan dapat menjadi salah satu

8

jalan masuk bakteri. Tentunya, jika peralatan tersebut tidak terjamin sterilisasinya.

5. Kehilangan darah Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan dengan pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan jaringan luka, merupakan factor yang dapat menjadi jalannya masuk kuman.

E. Manifestasi klinis Infeksi postpartum dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu : 

Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.



Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan endometrium.

1. Infeksi perineum , vulva, vagina ,dan serviks : a. Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadangkadang perih saat kencing. b. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38 derajat selsius dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka yang terinfeksi, tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40 derajat selsius, kadang-kadang disertai menggigil. 2. Endometritis : a. Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. b. Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek. 3. Septikemia : a. Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah.

9

b. Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil. c. Suhu sekitar 39-40 derajat selsius, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat (140-160 kali per menit atau lebih). d. Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan.

4. Piemia : a. Tidak lama pasca persalinan, pasien sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat. b. Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman dengan emboli memasuki peredaran darah umum. c. Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil lalu diikuti oleh turunnya suhu. d. Lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis. 5. Peritonitis : a. Pada peritonotis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire. b. Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat fasies hippocratica. c. Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis umum. d. Peritonitis yang terbatas : pasien demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum tidak baik. e. Bisa terdapat pembentukan abses. 6. Selulitis pelvik : a. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvika. b. Gejala akan semakin lebih jelas pada perkembangannya. c. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus.

10

d. Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang mula-mula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai menggigil

F. Patofisiologi Infeksi post partum setelah pervaginam terutama mengenai tempat implantasi plasenta dan desidua serta miometrium didekatnya. Pada sebagian kasus, duh yang keluar berbau, banyak, berdarah dan kadang-kadang berbusa. Pada kasus lain duh hanya sedikit. Involusi uterus dapat terhambat. Potongan mikroskopis munghkin memperlihatkan lapisan bahan nkrotik di superficial yang mengandung bakteri dan sebukan leukosit padat. Sewaktu persalinan, bakteri yang mengkoloni servik dan vagina memperoleh akses ke cairan amnion, dan post partum bakteri-bakteri ini akan menginvasi jaringan mati di tempat histerektomi. Kemudian terjadi seluletis para metrium dengan infeksi jaringan ikat fibroareolar retroperitonium panggul. Hal ini dapat disbabkan oleh penyebaran limfogen ogranisme dari tempat laserasi servik atau insisi/ laserasi uterus yang terinfeksi. Proses biasanya terbatas jaringan para vagina dan jarang meluas kedalam panggul

Perjalanan penyakit

Apabila timbul demam post partum kita harus mencurigai kemungkinan infeksi uterus. Demam mungkin setara dengan luas infeksi, dan apabila terbatas di endometrium (desidua) dan miometrium superficial, kasus biasanya ringan dan demamnya minimal. Biasanya suhu lebih dari 38 sampai 39 0C. demam dapat disertai menggigil dan mengisyaratkan adanya bakterimia, yang terbukti yang terjadi pada 10-20 % wanita dengan infeksi panggul setelah seksio sesaria. Denyut nadi biasanya mengikuti kurva sushu. Wanita yang bersangkutan biasanya mengeluh nyeri abdomen, dan pada pemeriksaan abdomen dan bimanual di jumpai nyeri tekan tekan parametrium. Karena nyeri insisi, nyeri tekan abdomen dan fundus uterus mungkin lebih bermanfaat

untuk

memastikan

diagnosis

pervaginam daripada seksio sesaria.

11

metrititis

setelah

perlahiran

Bahkan pada tahap awal sudah dapat timbuh duh berbau; namun, pada banyak wanita dijumpai lokea berbau tidak enak tanpa tanda-tanda infeksi yang lain. Sebagian infeksi dan terutama yang disebabkan oleh streptokokus β hemolitikus grup A, sering disertai dengan lokea yang sedikit dan tidak berbau. Lekositosis dapat berkisar dari 15000-30000 sel/μl. Rata-rata peningkatan hitung leukosit post partum adalah 22 % (hartmann dkk.,2000). Dengan demikian, setelah mengeksklusi kausa lain, demam merupakan criteria terpenting untuk diagnosis metrititis post partum. Apabila proses terbatas diuterus, sushu dapat kembali ke normal tanpa terapi antimikroba. Memang metritis local mungkin salah didiagnosis sebagai infeksi saluran kemih, pemmbengkakan payudara, atau atelektaksisi paru. Tanpa terapi, selulitis uterus dan panggul akan memburuk: namun, dengan terapi antimikroba yang sesuai penyebuhan biasanya cepet terjadi.

G. Jenis-jenis infeksi post partum 1. Infeksi uterus 

Endometritis Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim).

infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008). Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva. Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi

12

pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan. Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008). Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008). Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadangkadang disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau. Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat. 

Miometritis (infeksi otot rahim)

13

Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.

Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses. Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi. 

Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).

Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi beberapa jalan: 1. Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis. 2. Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai ke dasarligamentum. 3. Penyebaran sekunder dari tromboflebitis.Proses ini dapat tinggal terbatas

pada

dasar

ligamentum

latum

atau

menyebar

ekstraperitoneal ke semua jurusan. Jika menjalar ke atas, dapat diraba pada dinding perut sebelah lateral di atas ligamentum inguinalis.

14

Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan parametritis. Pada perkembangan proses peradangan lebih lanjut gejala-gejala parametritis menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap menjadi naik turun disertai dengan menggigil. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri. Dalam ⅔ kasus tidak terjadi pembentukan abses, dan suhu menurun dalam beberapa minggu. Tumor di sebelah uterus mengecil sedikit demi sedikit, dan akhirnya terdapat parametrium yang kaku. Jika terjadi abses selalu mencari jalan ke rongga perut yuang menyebabkan peritonitis, ke rectum atau ke kandung kencing.

2. Syok bakteremia Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang menderita endometritis selama periode pascapartum. Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.

Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah menunjukian bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative. Pemeriksaan tambahan bisa menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis,

15

dan koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan adanya perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti hipoksia jantung, paru-paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.

Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan oksigen untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vascular. Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan yang cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan mortilitas maternal diturunkan dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi dan DIC (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

3. Peritonitis Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya,

ada

kemungkinan

bahwa

abses

pada

sellulitis

pelvika

mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis. Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.

16

4. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi. Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih disukai pada kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga minggu, disertai peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius.

5. Septicemia dan piemia Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempattempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia. Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat,

17

biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 – 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 – 160 kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia. Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan absesabses di beberapa tempat lain.

H. Komplikasi 1. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut) 2. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya emboli pulmoner. 3. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian. I. Penatalaksanaan 1. Pencegahan a. Masa Persalinan a) Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah. b) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama. c) Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci hama. d) Perlukaan-perlukaan

jalan

lahir

karena

tindakan

baik

pervaginam maupun perabdominal dibersihkan, dijahit sebaikbaiknya dan menjaga sterilitas.

18

e) Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan penderita harus terjaga kesuci-hamaannya. f) Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan transfusi darah. g) Masa Nifas h) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kndung kencing harus steril. i) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat. j) Tamu yang berkunjung harus dibatasi.

b. Masa Kehamilan Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.

c. Pencegahan infeksi postpartum : a) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang. b) Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat. c) Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang berada dalam masa nifas.

19

2. Penanganan umum a. Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses

persalinan)

yang

dapat

berlanjut

menjadi

penyulit/komplikasi dalam masa nifas. b. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas. c. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan. d. Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui. e. Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera. f. Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.

3. Pengobatan secara umum a. Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan., b. Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat. c. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium. d. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai.

4. Penanganan infeksi postpartum : a. Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.

20

b. Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perineum.

21

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas Klien 2. Status kesehatan a. Keluhan Utama Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Biasanya klien akan mengeluh nyeri pada daerah luka. subjektif: Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi b. Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien. Biasanya nyeri akan bertambah bila bergerak/mengubah posisi, nyeri berkurang jika klien diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diirisiris/disayat-sayat, skala nyeri bervsariasi dari 2-4 (0-5). Dijabarkan dengan PQRST. c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu ada apakah pernah mengalami operasi sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi obatobatan, hypertensi, penyakit system pernafasan, diabetes mellitus. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hypertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental. 3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien masih lemah, tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis, tanda-tanda vital biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu mulai masuk dalam fase taking hold. BB biasanya mendekati BB sebelum hamil.

22

b. Sistem Respirasi Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon tubuh terhadap nyeri, perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan secret akibat anesthesi. c. Sistem Kardiovaskuler Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah biasanya mengalami penurunan. Bila terjadi peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg diastolic kemungkinan terjadi pre eklampsia dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Observasi nadi terhadap penurunan sehingga kurang dari 50x/menit kemungkinan ada shock hypovolemik, kaji apakah konjungtiva anemis sebagi akibat kehilangan darah operasi, kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga fungsi jantung. Pada tungkai bawah kaji adanya tanda-tanda tromboemboli periode post partum, seperti kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar betis perasaan tidak nyaman pada ekstremitas bawah, kaji ada tidaknya tanda-tanda humans positif dorso fleksi pada kaki. d. Sistem Saraf Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi pada tungkai bawah pada klien dengan spinal anesthesi. e. Sistem Pencernaan Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua keadaan mulut biasanya kering arena klien puasa pada klien dengan anesthesi umum, fungsi menelan baik, kecuali klien merasa tenggorokan terasa kering. Berbeda pada klien dengan anesthesi spinal tidak perlu puasa, kaji bising usus, apakah ada tanda distensi pada saluran cerna, apakah klien sudah BAB, atau flatus. f. Sistem Urinaria Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali frekuensinya, kaji keadaan blass apakah ada distensi, bagaimana pola BAK klien, kecuali terpasang kateter, kaji warna urine, jumlah dan bau urine.

23

g. Sistem Reproduksi Kaji

bagaimana

keadaan

payudara,

apakah

simetris,

adakah

hyperpigmentasi pada areola, putting susu menonjol, apakah ASI sudah keluar. Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena pada bagian tengah abdomen terdapat luka, kaji kontraksi uterus, perasaan mulas adalah normal karena proses involusi. Tinggi fundus uteri pada post partum seksio sesarea hari kedua adalah 1-2 jari dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis dan umbilical. Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da baunya. Biasanya lochea berwarna merah, bau amis dan agak kental (lochea rubra). Kaji pengetahua klien tentang cara membersihkannya, berapa kali mengganti pembalut dalam sehari. h. Sistem Integumen Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien belum melakukan aktivitas seperti biasa, kaji muka apakah ada hyperpigmentasi, kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi, balutan dan kebersihannya, luka balutan biasanya dibuka pada hari ke tiga. i. Sistem Muskuloskletal Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah pergerakan klien kaku, apakah ekstremitas simetris, apakah klien mampu melakukan pergerakan ROM, tonus otot biasanya normal, tapi kekuatan masih lemah, terutama karena klien dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan sendi-sendi biasanya tidak ada keterbatasan. Kaji apakah ada diastasis rektus abdominalis. j. Sistem Endokrin Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana produksi ASI, pada post

partum

progesterone

akan terjadi sehingga

penurunan hormone estrogen dan hormone

prolaktin

meningkatyang

menyebabkan terjadinya produksi ASI dan hormone oksitosin yang merangsang pengeluaran ASI. Sehingga pada masa ini akan terjadi

24

peningkatan produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara bila bay tidak segera diteteki. 4. Pola Aktivitas sehari-hari Pola aktivitas yang perlu dikaji adalah : sebelum hamil, selama hamil, selama dirawat di rumah sakit. a. Nutrisi Kaji frekuensi makan, jenis makanan yang disukai dan tidak disukai, apakah makanan pantangan atau alergi, bagaimana nafsu makan klien, porsi makan (jumlah). b. Eliminasi Kaji frekuensi BAB, warna, bau dan kosistensi feses serta masalah yang dihadapi klien saat BAB. Kaji frekuensi BAK, warna, bau dan jumlah urine. Pola tidur dan istirahat Klien post partum seksio sesarea membutuhkan waktu tidur yang cukup, tapi sering mengalami masalah tidur karena perasaan yeri dan suasana rumah sakit. c. Personal hygiene Data yang perlu dikaji adalah mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku. Pada klien dengan post partum seksio sesarea hari ke 1-2 masih memerlukan bantuan dalam personal hygiene. d. Ketergantungan fisik Apakah klien suka merokok, minum-minuman keras, serta kaji apakah klien mengkonsumsi obat-obatan terlarang. 5. Aspek Psikososial a. Pola pikir dan persepsi Yang perlu dikaji adalah hubungan ibu dan bayi, respon ibu mengenai kelahiran,

kaji

pengetahuan

klien

tentang

kondisi

setelah

melahirkan/setelah seksio sesarea. Dan hal apa yang perlu dilakukan setelah operasi seksio sesarea, kaji pengetahuan klien tentang laktasi, perawatan payudara dan perawatan bayi.

25

b. Persepsi diri Kaji tingkat kecemasan dan sumber yang menjadi pencetus kecemasan, kaji rencana ibu setelah pulang dari rumah sakit untuk merawat bayi dan siapa yang membantunya dalam merawat bayi di rumah. c. Konsep diri Terdiri dari body image, peran diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri klien setelah menjalani seksio sesarea. d. Hubungan komunikasi Kesesuaian antara yang diucapakan dengan ekspresi, kebiasaan bahasa dan adat yang dianut. e. Kebiasaan seksual Kaji pengetahuan klien tentang seksual post partum, terutama setelah seksio sesarea. Biasanya dapat dilakukan setelah melewatiperiode nifas (40 hari). f. Sistem nilai dan kpercayaan Kaji sumber kekuatan klien, kepercayaan klien terhadap sumber kekuatan, kaji agama yang klien anut, apakah klien suka menjalankan ibadah selama sakit. g. Pemeriksaan penunjang Klien post partum dengan seksio sesarea perlu pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan leukosit. h. Therapi Biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik dan vitamin.

26

B. Analisa Data No Data Etiologi Masalah 1 Ds : Nyeri Akut Perdarahan Klien mengatakan mengeluh Postpartum nyeri pada luka Do : Involusi Uterus Klien tampak Meringis merintih dan gelisah. Dengan Skala nyeri 3-4 (0-10) Terjadi atau 7-9 (0-10) Kontraksi Uterus lambat

Atonia Uteri

Robekan Jalan Lahir Nyeri Akut 2

Resiko infeksi berhubungan dengan trauma Daya tahan jaringan tubuh menurun

Ds: Klien mengatakan

HB, O2 Turun

Terdapat nanah Do: Tampak Ada luka Insisi Suhu :38°C R: 22 x/menit

Kuman mudah masuk

TD: 110/80 mmhg N: 80 x/menit

Resiko Infeksi 3

Ds: Klien mengatakan Aktivitas dibantu keluarga

Hipoksia

Kelemahan Umum

Do: Tampak lemas Otot tonus melemah

Intoleransi Aktivitas

27

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik

C. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik

G. Intervensi No. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih.  Batasan Karakteristik - Perubahan Selera makan - Perubahan Tekanan Darah - Perubahan frekuensi jantung - Perubahan frekuensi pernapasan 2.

Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

3.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik Batasan Karakteristik -Respon tekanan darah



Tujuan NOC Kriteria Hasil:  - Mampu mengontrol nyeri (penyebab nyeri, mampu  menggunakan tehnik non farmakologi - Mampu mengenali nyeri  (skala, Intensitas, Frekuensi dan tanda nyeri) - Menyatakan rasa  nyaman Setelah berkurang 

Intervensi NIC Tentukan skala nyeri dan intensitas nyeri, monitor tekanan darah, nadi dan pernafasan setiap 4 jam. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi dan nafas dalam serta teknik distraksi (untuk nyeri ringan dan sedang). Gunakan Teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri Check intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Berikan obat analgetik sesuai Anjuran Dokter Kriteria Hasil:  Cuci tangan setiap sebelum -klien bebas dari dan sesudah tindakan tanda dan gejala keperawatan infeksi  Pertahankan teknik isolasi -menunjukan  Monitor kerentanan perilaku hidup terhadap infeksi sehat Kriteria hasil:  Bantu klien untuk -mampu mengidentifikasi aktivitas melakukan yang mampu dilakukan aktivitas sehari Bantu untuk memilih hari (ADLs) aktivitas konsisten yang secara mandiri sesuai dengan kemampuan

28

abnormal terhadap aktivitas -Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas -Menyatakan merasa lemah

Tanda-tanda fisik, psikologi dan social  Bantu untuk mendapatkan vital normal alat bantuan aktivitas seperti -mampu berpindah dengan kursi roda, kruk atau tanpa bantuan alat

E. Implementasi No 1.

2.

Diagnosa Keperawatan Implementasi Nyeri Akut berhubungan dengan luka  Menentukan skala nyeri insisi, distensi abdomen, after pains, dan intensitas nyeri, distensi kandung kemih. monitor tekanan darah, nadi dan pernafasan setiap 4 jam.  Meganjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi dan nafas dalam serta teknik distraksi (untuk nyeri ringan dan sedang).  Menggunakan Teknik komunikasi trapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri  Mengecheck intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi  Memberikan obat analgetik sesuai Anjuran Dokter Resiko infeksi berhubungan dengan trauma  Mencuci tangan setiap jaringan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan  Mempertahankan teknik isolasi  Memonitor kerentanan terhadap infeksi

29

3.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan  Membantu klien untuk hambatan mobilitas fisik mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan  Membantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social  Membantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, kruk

F. Evaluasi Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih a. Klien Dapat mengenal faktor penyebab, onset nyeri , tindakan pencegahan dan penanganan nyeri b. Klien dapat melaporkan nyeri, Frekuensi nyeri c. Klien tidak gelisah, tidak ada perubahan respirasi, nadi dan tekanan darah Diagnosa keperawatan: Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan a. Klien dapat Mengetahui Sumber infeksi b. Klien dapat mencegah faktor infeksi Diagnosa Keperawatan: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik  Klien Dapat melakukan Aktivitas Sehari

30

BAB IV PENUTUP Kesimpulan

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ).

Infeksi pacapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan. Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus), (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).

Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah Streptococcus haemoliticus anaerobic, Staphylococcus aureus, Escherichia Coli, Clostridium Welchii. Selain itu ada juga beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi pascapersalinan antara lain : anemia, KPD, trauma, kontaminasi bakteri dan kehilangan darah.

Adapun jenis-jenis infeksi pasca partum adalah : infeksi uterus (endometritis, miometritis, dan parametritis), syok bakteremia, peritonitis,infeksi saluran kemih dan septicemia. Penanganan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pasca partum dapat berupa : Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakitpenyakit yang diderita ibu, Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu, Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan,

31

dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas, Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan tranfusi darah, Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin, Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama, Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.

32

DAFTAR PUSTAKA

Rayburn, WF dan Carey, JC. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Jakrta: Widya Medika Chamberlain, G dan Dewhurst, SJ. (1994). Obstetri dan Ginekologi Praktis, Jakarta: Widya Medika Tiejen, L, Bossemeyer, D dan Mcintosh, N. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakrta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Kasdu dan Dini. (2005). Solusi Problem Persalinan. Jakarta : Puspa Swara http://bk17s.wordpress.com/2008/06/11/infeksi-alat-genital/ FIK UI (2002) Materi Kuliah: Pemeriksaan Postnatal & Komplikasi post partum Huliana, M (2003) Perawatan ibu pasca melahirkan, Jakarta: Puspa Sehat Irene M, Bobak (1996). Buku Ajar Keperewatan Maternitas. Alih Bahasa: Maria A. Wijayarini Jakarta: EGC

33

Related Documents

Mater Klp 2.docx
November 2019 9
Mater Pkn.docx
June 2020 18
Redemptoris Mater
November 2019 19
Mater Iubilaei.docx
December 2019 20
Mater I.docx
May 2020 17
Stabat Mater
May 2020 13

More Documents from ""

Mater Klp 2.docx
November 2019 9
Cv Magang Dan Surat.docx
November 2019 41
Baju.docx
June 2020 29
Bab I Magang.docx
December 2019 22