Mata_case_keratitis_myopia.docx

  • Uploaded by: rezky
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mata_case_keratitis_myopia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,656
  • Pages: 30
Case Besar OD Keratitis + OS Myopia

Pembimbing dr. Djoko Heru, SpM

Oleh Martinus V. Tjandra 11.2015.177 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus Periode 5 Desember 2016– 7 Januari 2017

I.

II.

IDENTITAS PASIEN Nama

: Ny. S

Umur

: 50 Tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Karangrowo RT 5, Kudus

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal pemeriksaan

: 9 Desember 2016

PEMERIKSAAN SUBJEKTIF Autoanamnesis tanggal

: 9 Desember 2016

Keluhan utama Kontrol mata kanan terasa perih sejak 1 bulan SMRS.

Riwayat penyakit sekarang Pasien datang untuk kontrol dengan keluhan mata kanan terasa perih sejak 1 bulan SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus sepanjang hari, terutama jika beraktivitas di luar rumah. Keluhan juga disertai penglihatan yang kabur. Pasien mengatakan kesulitan untuk melihat jauh, pada mata kanan melihat seperti terdapat bayangan. Selain itu pasien juga merasa pegal yang dirasakan pada mata kanan. Tidak ada riwayat trauma pada mata pasien. Pasien merasa mata kanan berair kadang – kadang. Keluhan tidak disertai mata merah, tidak terasa nyeri hebat, tidak merasa pusing atau sakit kepala, tidak dirasakan gatal atau rasa mengganjal pada kedua mata. Pasien mengatakan sering mengkucek mata dengan tangan kotor. Pekerjaan pasien sebagai ibu rumah tangga, sering terpapar sinar matahari, tidak pernah memakai kacamata pelindung.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi. Tidak ada riwayat kencing manis sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga Ayah pasien memiliki riwayat diabetes melitus

Riwayat Sosial Ekonomi Pengobatan ditanggung BPJS, status ekonomi cukup.

III.

PEMERIKSAAN FISIK Status Ganeralis Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 82 x / menit

Pernafasan

: 22 x / menit

Suhu

: 37.3ᵒ C

Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Status Gizi

: Cukup

STATUS OPHTHALMOLOGIS

(Pasien menolak)

OD

OD 1/60 Tidak Dikoreksi

OS

PEMERIKSAAN Visus Koreksi

OS 0,63 Tidak Dikoreksi

Gerak bola mata normal Kedudukan di tengah

Gerak bola mata normal Bulbus Oculi

Kedudukan di tengah

Enopthalmus (-)

Enopthalmus (-)

Exopthalmus (-)

Exopthalmus (-)

Strabismus (-)

Strabismus (-)

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Edema (-)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Blefarospasme (-)

Palpebra

Blefarospasme (-)

Lagopthalmus (-)

Lagopthalmus (-)

Ektropion (-)

Ektropin (-)

Entropion (-)

Entropion (-)

Edema (-)

Edema (-)

Injeksi konjungtiva (-)

Injeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)

Injeksi siliar (-)

Bangunan patologis (-)

Konjungtiva

Bangunan patologis (-)

Infiltrat (-)

Infiltrat (-)

Kemosis (-)

Kemosis (-)

Sekret (+)

Sekret (-)

Tenang

Sklera

Tenang

Bulat, keruh

Bulat, jernih

edema (-),

edema (-),

arkus senilis (-)

Kornea

arkus senilis (-)

keratik presipitat (+),

keratik presipitat (-),

infiltrat (-), sikatriks (+)

infiltrat (-), sikatriks (-)

Jernih, kedalaman cukup,

Jernih, kedalaman cukup,

hipopion (-), hifema (-)

Camera Oculi Anterior

hipopion (-), hifema (-)

Kripta(N)

Kripta(N)

Atrofi (-)

Atrofi (-)

Warna coklat

Iris

Warna coklat

Edema (-)

Edema (-)

Sinekia (-)

Sinekia (-)

Atrofi (-)

Atrofi (-)

Letak sentral

Letak sentral

Diameter 3 mm

Pupil

Refleks pupil + Kejernihan

: Jernih

Letak

: Tengah

Diameter 3 mm Refleks pupil +

Lensa

Shadow test : Negatif

Kejernihan

: Jernih

Letak

: Tengah

Shadow test : Negatif

Sulit dinilai

Vitreous

Jernih

Positif

Refleks Fundus

Positif

Normal Normal

TIO digital Sistem Lakrimasi

Normal Normal

Tes Sensibilitas OD (+)

OS (+)

Tes Lapang Pandang (Tes Konfrontasi) +

+

+ +

+

+

+

+

+

+

+

OD

IV.

+

+ +

+

+

OS

RESUME Pasien mengatakan sering mengkucek mata dengan tangan kotor. Keluhan juga disertai

penglihatan yang kabur. Pasien mengatakan kesulitan untuk melihat jauh, pada mata kanan melihat seperti terdapat bayangan. Pasien merasa mata kanan berair kadang – kadang. Keluhan tidak disertai mata merah, tidak terasa nyeri hebat Pasien datang untuk kontrol dengan keluhan mata kanan terasa perih sejak 1 bulan SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus sepanjang hari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tidak tampak sakit, kesadaran compos mentis, tanda – tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan opthalmologis didapatkan : Bulat, keruh

Bulat, jernih

edema (-),

edema (-),

arkus senilis (-)

Kornea

keratik presipitat (+),

keratik presipitat (-),

infiltrat (-), sikatriks (+)

infiltrat (-), sikatriks (-)

Kejernihan

: Jernih

Letak

: Tengah

Lensa

Shadow test : Negatif Sulit dinilai Positif

V.

arkus senilis (-)

Kejernihan

: Jernih

Letak

: Tengah

Shadow test : Negatif Vitreous

Jernih

Refleks Fundus

Positif

DIAGNOSIS KERJA OD Keratitis Dasar diagnosis -

Keluhan mata kanan terasa perih, disertai penglihatan yang kabur

-

Kesulitan untuk melihat jauh, pada mata kanan melihat seperti terdapat bayangan

-

Pasien mengatakan sering mengkucek mata dengan tangan kotor

-

Pada pemeriksaan optalmologis didapatkan visus pasien 1/60, terdapat keratik presipitat dan cicatrix pada kornea

OS Myopia simplex Dasar diagnosis -

Keluhan kesulitan umtuk melihat jauh

-

Pada pemeriksaan didapatkan visus pasien 0,63

VI.

DIAGNOSA BANDING OD Conjunctivitis OD Uveitis anterior OD Keratoconjunctivitis OS Astigmatisme myopi

VII.

TERAPI

Preventif 

Hindari mengkucek mata



Memakai kacamata pelindung



Membaca di tempat dengan penerangan yang cukup



Tidak membaca sambil tiduran berbaring



Membaca dengan jarak yang tepat (+/- 33 cm)

Kuratif Non medika mentosa: memakai kacamata

Medika mentosa: Erlamycetin plus (chloramphenicol + dexamethasone) ED 4 gtt 2 OD Hervis (acyclovir) EO 2 dd OD Rehabilitatif 

Memakai kacamata pelindung



Memeriksakan diri ke dokter mata apabila dengan penggunaan kacamata, pasien timbul keluhan-keluhan lain.



Penerangan yang cukup, istirahat jika mata mulai lelah



Membaca dengan jarak tepat , ± 33 cm

VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam

OKULI DEKSTRA (OD)

OKULI SINISTRA(OS)

ad bonam

ad bonam

:

Ad Fungsionam

:

ad bonam

dubia ad bonam

Ad Sanationam

:

ad bonam

ad bonam

Ad Kosmetikan

IX.

:

ad bonam

Usul dan Saran Usul: Pemeriksaan fourescein Pemeriksaan kerokan kornea

Saran: Kontrol teratur ke dokter mata Menggunakan kacamata pelindung Menggunakan obat sesuai aturan

ad bonam

Tinjauan Pustaka

Keratitis Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang tidak memiliki pembuluh darah dan bersifat transparan yang dilalui cahaya dalam perjalanan pembentukan cahaya di retina. Kornea terdiri dari beberapa lapisan berupa epitel, membran bowman, stroma, membran descement, dan endotel. Kerusakan pada bentuk dan kejernihan kornea dapat menyebabkan gangguan pembentukan bayangan di retina. Apabila lapisan epitel mengalami kerusakan biasanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan cepat menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat.1 Lapisan kornea terdiri dari:1 1. Epitel - Tebalnya 50 mm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih yang terdiri dari satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. - Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden.Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. - Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. - Epitel berasal dari ektoderm permukaan. 2. Membran Bowman - Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 mm. 5. Endotel - Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40 mm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula

okluden.

Gambar 1. Lapisan Kornea Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. 1 Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Namun jika endotel yang mengalami kerusakan maka dapat terjadi edema kornea dan hilangnya sifat transparan yang cenderung lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel. Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis.2 Keratitis merupakan kelainan pada kornea berupa inflamasi pada kornea akibat terjadinya infiltrasi sel radang yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh, edema, serta terdapat injeksi siliar. Penyebab keratitis bermacam-macam yaitu bakteri, virus, dan jamur. Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan tersebut

dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk.

Berdasarkan distribusinya, keratitis

dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal.3

Gambar 2. Mata dengan Keratitis Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi epitelial, subepitelial, stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya. Keratitis mikrobial atau infektif disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme, yaitu bakteri, jamur, virus dan parasit, yang menimbulkan inflamasi dan destruksi jaringan kornea. Kondisi ini sangat mengancam tajam penglihatan dan merupakan kegawatdaruratan di bidang oftalmologi.3 Pada satu penelitian, keratitis merupakan penyebab kedua terbanyak (24,5%) untuk tindakan keratoplasti setelah edema kornea (24,8%).Membedakan etiologi keratitis infektif sulit dilakukan secara klinis dan membutuhkan pemeriksaan diagnosis penunjang. Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik. Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip,

fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap. Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Streptokokus pneumonia merupakan pathogen kornea bakterial, patogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.3 Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu: 4  Lesi pada kornea  Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea  Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen  Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea  Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)  Patogen akan menginvasi seluruh kornea.  Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana hanya membaran descement yang intak.  Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak. Terdapat bermacam-macam pembagian dari keratitis yaitu:4 1. Menurut penyebabnya : a. Keratitis bakterial Bakeri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :  Streptokokus pneumonia  Pseudomonas aeroginosa

 Streptokokus hemolitikus  Moraxella liquefaciens  Klebsiella pneumoniae b. Keratitis viral Virus lain yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :4  Herpes simpleks  Herpes zoster  Variola (jarang) c. Keratitis jamur Jamur - jamur yang biasa ditemukan pada keratitis, diantaranya :  Candida  Aspergilin  Nocardia  Cephalosporum d. Keratitis lagoftalmus Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga mata terpapar dan terjadi kekeringan pada kornea dan konjungtiva yang memudahkan terjadinya infeksi. Dapat dikarenakan parese Nervus VII. e. Keratitis neuroparalitik akibat kerusakan Nervus V Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.Gangguan saraf ke-5 ini dapat terjadi akibat Herpes zoster, tumor fosa posterior kranium dan keadaan lainnya. Pada keadaan anestesi kornea kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi dari luar. Hal ini dapat menyebabkan kornea mudah terjadi infeksi sehingga mengakibatkan terbentuknya ulkus kornea. f. Keratokonjungtivitis sika Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan: 1. Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya blefaritis menahun

2. Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjorgen, alakrimal kongenital, obat diuretik, atropin, dan usia tua.

Gambar 3. Lesi pada Jenis – Jenis Penyebab Keratitis 3. Defisiensi komponen musin: defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom Stevens Johnson. 4. Penguapan yang berlebihan, misalnya pada keratitis neuroparalitik, hidup di padang

gurun, keratitis lagoftalmus. 2. Menurut tempatnya :4 a. Keratitis superfisial  Keratitis epitelial Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis serta pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat (misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan pada epitel sangat bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembentukan filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-lesi ini juga bervariasi pada lokasinya di kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting.  Keratitis subepitelial Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat subepitelial pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19).Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga dikenali pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelial.  Keratitis stromal Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea, pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat berakibat perforasi, dan vaskularisasi. b. Keratitis profunda  Keratitis interstitial Merupakan keratitis yang ditemukan pada jaringan yang lebih dalam, yaitu keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi. Terjadi akibat alergi, infeksi lues, dan tuberkulosis.  Keratitis sklerotikans Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea, terlokalisasi, berbatas tegas unilateral yang menyertai radang sklera atau skleritis. Kadang-kadang mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih menyerupai sklera. Diduga terjadi karena perubahan susunan serat kolagen yang menetap.

 Keratitis disiformis Disebut juga keratitis sawah karena banyak mengenai petani. Keratitis memberikan kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di jaringan kornea.Diduga merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap virus Herpes simpleks.

Selain keratitis yang dijelaskan di atas, masih terdapat beberapa jenis keratitis lainnya:3 1. Keratitis pungtata superfisial Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran infiltrat halus bertitik- titik pada permukaan kornea, memberikan hasil positif pada tes fluorescein. Etiologinya adalah sindrom dry eye, blefaritis, keratopati, lagoftalmus, keracunan obat topikal (neomycin, tobramycin), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak.

Gambar 4. Keratitis Punctata Superficial 2. Keratitis numularis atau dimmer Keratitis numularis merupakan bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrate yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat dan sering ditemukan pada petani sawah. 3. Keratokonjungtivitis epidemika Keratitis ini terjadi akibat peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi adenovirus tipe 8. Penyakit ini dapat timbul sebagai suatu epidemik. 4. Keratitis marginal Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus akibat infeksi lokal konjungtiva. Bila tidak diobati dapat menyebabkan ulkus kornea.

5. Keratokonjungtivitis flikten Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Terdapat daerah berwarna keputihan yang merupakan degenerasi hialin. Terjadi pengelupasan lapis sel tanduk epitel kornea. 6. Keratokonjungtivitis vernal Merupakan penyakit rekuren, dengan peradangan tarsus dan konjungtiva bilateral. Penyebab belum diketahui, namun terutama terjadi pada musim panas mengenai anak sebelum berumur 14 tahun. Mengenai kelopak atas dan konjungtiva pada daerah limbus berupa hipertrofi papil yang kadang-kadang berbentuk Cobble stone. 7. Gonore Kuman diplokokus gonore menyebabkan konjungtivitis purulenta yang akut disertai blefarospasme. Adanya blefarospasme menyebabkan sekret yang purulen dan penuh dengan gonokok tertumpuk di bawah konjungtiva palpebra superior, ditambah lagi gonokok mempunyai enzim proteolitik dan hidupnya intra seluler, sehingga dapat menimbulkan kerusakan kornea yang hebat tanpa harus didahului dengan kerusakan epitel. Ulkus yang dibentuk dalam dan dapat menimbulkan perforasi yang juga dapat berakhir dengan kebutaan.

Manifestasi Klinis Keratitis Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra.5 Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair

mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen.5

Tabel 1. Jenis Keratitis dan Bentuknya

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit- penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi

penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus. 5 Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan.6 Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan. Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan melihat tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea. Pada keratitis akibat infeksi fungi, mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelitsatelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 5. Keratitis Fungi Pemeriksaan fisik pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati – hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat. Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit. Tatalaksana Keratitis Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Sebagian besar pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang. Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri.

Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus. Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaucoma terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain.4 Penggunaan

kortikosteroid

pada

keratitis

menurut

beberapa

jurnal

dapat

dipertimbangkan untuk diganti dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid. Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-

5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 2090 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai setelah 2030 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli. Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lemcyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar. Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.

Komplikasi Keratitis Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, leukoma, leukoma adherens dan stafiloma kornea.3 Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp. Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa menggunakan kaca pembesar.

Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak yang agak jauh sekalipun.

Gambar 6. Ulcus Kornea Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan kornea, terdapat penempelan iris pada bagian belakang kornea (sinekia anterior). Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi, maka pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut kornea yang disertai dengan sinekia anterior. Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris dapat menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi perforasi, tekanan intraokular menurun.

Myopia Miopia adalah ketidakmampuan untuk melihat objek pada jarak jauh dengan jelas. Pada orang dengan miopia, bola mata akan lebih panjang dari normal sehingga sinar yang datang dari objek yang jauh difokuskan di depan retina. Miopia dapat diklasifikasikan menjadi miopia simpleks (miopia yang fisiologik) dan miopia degeneratif (miopia patologik). Mata dengan miopia simpleks mempunyai kelainan refraksi kurang dari 6 Dioptri dan tidak

terdapat perubahan patologis sedangkan mata dengan miopia degeneratif mempunyai kelainan refraksi paling sedikit 6 Dioptri dan berhubungan dengan perubahan degeneratif terutama di segmen posterior bola mata. Miopia merupakan kelainan optik yang sering dijumpai. Pada fisiologi miopia, kekuatan lensa kurang dari -6 D, hal ini dianggap variasi biologi yang normal. Keadaan mata yang ”eror” yaitu dengan kekuatan lensa lebih dari – 6 D disebut sebagai miopia tinggi. Dimana pada keadaan ini, panjang aksial miopia tersebut tidak dapat stabil selama dewasa muda. Patofisiologi dari progresivitas kelainan ini sebagai bentuk degeneratif miopi yang tidak diketahui. Etiologi myopia antara lain:5 1.

Miopia aksial

Jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang, dapat merupakan kelainan kongenital maupun didapat, juga ada factor herediter. Sebab-sebab aksis lebih panjang, karena:  Konvergensi berlebihan menyebabkan polus posterior mata memanjang  Muka yang lebar menyebabkan konvergensi yang berlebihan  Kelemahan dari lapisan sklera bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi

Gambar 7. Myopia Axial

2. Miopi refraktif Disebabkan oleh kelainan komponen-komponen refraksi mata.Penyebabnya dapat terletak pada :6  Kornea yang terlalu cembung, misalnya pada kelainan congenital (keratokonus dan keratoglobus) maupun didapat (keratektasia akibat menderita keratitis sehingga kornea menjadi lemah, dimana tekanan intraokuler menyebabkan kornea menonjol di depan).  Lensa yang terlalu cembung akibat terlepas dari zunula zinii, pada luksasi lensa atau subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung.  Cairan mata, dimana pada seseorang yang menderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik menyebabkan tingginya kadar gula dalam humor aqueous, akibatnya indeks bias cairan meninggi pula Terjadinya miopi dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan maupun kombinasi keduanya.6 1. Faktor genetik Dari suatu penelitian menunjukkan bahwa gen memiliki peranan pada terjadinya miopi. Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya miopi. Akibat defek tersebut, maka akan terjadi perubahan ukuran antero-posterior bola mata selama fase perkembangan yang menyebabkan bayangan jatuh pada fokus di depan retina. Faktor genetik menyebabkan perubahan jalur biokimia yang menimnbulkan kelainan pada pembentukan jaringan ikat termasuk pada mata. 2. Faktor lingkungan Selain faktor genetik, ternyata lingkungan juga memiliki peranan yang penting dalam menyebabkan terjadinya miopi. Miopi disebabkan oleh kelemahan pada otot-otot silier bola mata yang mengontrol bentuk lensa mata. Kelemahan otot silier bola mata mengakibatkan lensa tidak mampu memfokuskan objek yang jauh, sehingga objek terlihat kabur. Terjadinya kelemahan otot ini, akibat dari banyaknya kerja mata pada jarak dekat, misalnya membaca buku atau bekerja di depan komputer. Karena mata jarang digunakan untuk melihat jauh, otot-otot tersebut jarang digunakan akibatnya menjadi lemah. 3. Kombinasi faktor genetik dan lingkungan

Miopi terjadi tidak hanya akibat faktor genetik atau faktor lingkungan saja, tetapi dapat juga merupakan kombinasi keduanya. Miopi lebih sering terjadi pada orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dan dari beberapa penelitian diduga bahwa pekerjaan yang membutuhkan pandangan dengan jarak dekat menyebabkan eksaserbasi dari faktor genetik yang merupakan faktor predisposisi terjadinya miopi. Tingginya pengaruh faktor keturunan dibuktikan dengan adanya angka kejadian yang berbeda-beda pada satu populasi pada saat yang sama akibat perbedaan faktor genetik. Adanya perubahan kebiasaan, kerja dengan menggunakan komputer dan membaca pada jarak dekat, menyebabkan peningkatan insidensi miopi

Klasifikasi Myopia Miopi diklasifikasikan berdasarkan pada tingginya tingkat dioptri dan gambaran klinis. Klasifikasi miopi berdasarkan tingkatan tinggi dioptri:2 1. Miopi ringan = sampai 3 dioptri 2. Miopi sedang = 3-6 dioptri 3. Miopi berat = 6-9 dioptri 4. Miopi sangat berat = > 10 dioptri Klasifikasi miopi berdasarkan klinis :7

Gambar 8. Myopia Simplex

1. Miopia simpleks/stasioner/fisiologik : Miopi simpleks sering terjadi pada usia muda, kemudian berhenti. Miopi ini akan naik sedikit pada waktu pubertas dan bertambah lagi hingga usia 20 tahun. Besar dioptri pada miopi ini kurang dari –5D atau –6D.

2. Miopia progresif : Miopi progresif merupakan kelainan miopi yang jarang. tetapi dapat ditemukan pada semua umur. Kelainannya mencapai puncak pada waktu masih remaja dan bertambah terus sampai umur 25 tahun atau lebih. Besar dioptri dapat diperoleh melebihi 6 dioptri. Kelainan ini juga dapat meningkat rata-rata lebih dari 4 dioptri per tahun. 3. Miopi Maligna Miopi maligna merupakan miopi progresif yang lebih berat. Miopi progresif dan miopi maligna sering juga disebut miopi degeneratif, karena kelainan ini disertai dengan degenerasi koroid, vitreous floaters, degenerasi likuifaksi dan bagian mata yang lain

Manifestasi Klinis Myopia Gejala pada miopi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala subjektif dan gejala objektif :  Gejala subjektif terdiri dari :6 1. Penglihatan jauh kabur, lebih jelas dan nyaman apabila melihat dekat karena membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada emetrop. 2. Kadang seakan melihat titik-titik seperti lalat terbang karena degenerasi vitreus. 3. Mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk (merupakan gejala asthenophia). 4. Memicingkan mata agar melihat lebih jelas agar mendapat efek pinhole.  Gejala objektif terdiri dari : 1. Bilik mata depan dalam karena otot akomodasi tidak dipakai. 2. Pupil lebar (midriasis) karena kurang berakomodasi. 3. Mata agak menonjol pada miopi tinggi. 4. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, retina dan koroid tipis disebut fundus tigroid.

Komplikasi pada miopi dapat ditemukan : 1. Ablasio retina . Strabismus 3. Perubahan pigmentasi dan perdarahan pada makula

4. Corpus vitreus menjadi lebih cair

Tatalaksana Myopia - Kacamata Meskipun masih sedikit bukti ilmiah untuk menyatakan bahwa pemakaian kacamata koreksi secara terus menerus progresivitas miopia atau mempertahankan visus namun dapat mengurangi kelelahan pada mata dan melatih mata terutama pada anak-anak. Miopi dikoreksi dengan lensa konkaf atau lensa negatif. Pada kasus dengan miopi tinggi koreksi yang penuh jarang diberikan. Pengurangan koreksi dilakukan sampai tercapai penglihatan binokuler yang masih nyaman. Jika sudah terdapat perubahan patologis pada fundus maka sedikit sekali keuntungan yang didapat pada pemakaian kacamata.Kacamata yang terbuat dari bahan kaca dan plastik dengan indeks yang tinggi dan lensa polikarbonat cocok digunakan. Bahkan lensa polikarbonat dapat memberikan derajat proteksi yang lebih tinggi.6 - Penggunaan Lensa kontak Lensa kontak telah menjadi pilihan yang baik untuk miopia tinggi selama bertahun-tahun karena disamping dapat mengurangi berat dan ketebalan lensa pada kacamata, juga mengeliminasi kesulitan akibat pemakaian lensa yang tebal tersebut. Pasien miopia biasanya akan memiliki mengatasi masalah yang timbul pada pemakaian kacamata. Lensa kontak yang sering digunakan yaitu lensa kontak yang soft dan lensa kontak gas-permeabel. Lensa kontak yang soft dapat menimbulkan kenyamanan namun harus dimonitor pemakaiannya karena dapat menyebabkan terjadinya hipoksia. Lensa gas-permeabel memberikan optik yang penuh dan fisiologi yang baik.Lensa gas-permeabel memberikan optik yang penuh dan fisiologi yang baik. - Bedah Refraktif / LASIK (Laser Assisted In-Situ Keratomileusis) LASIK(Laser Assisted In-situ Keratomileusis) adalah suatu prosedur untuk mengubah bentuk lapisan kornea mata dengan menggunakan sinar excimer laser. Prosedur LASIK dapat dilakukan untuk mengoreksi miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat) maupun astigmatisme (silinder). Tindakan ini bertujuan untuk membantu melepaskan diri dari ketergantungan pada kacamata dan lensa kontak.

LASIK konvensional menggunakan alat mikrokeratom untuk membuka lapisan permukaan kornea mata. Kemudian dilakukan excimer laser untuk menghilangkan sebagian lapisan kornea. Lapisan permukaan kornea yang dibuka (flap), dikembalikan ke posisi semula. Karena prosedur LASIK hanya dikerjakan pada lapisan dalam kornea saja (permukaan kornea sama sekali tidak disentuh), maka tidak ada rasa sakit pasca tindakan. Flap akan secara alami melekat kembali setelah beberapa menit tanpa perlu dijahit sama sekali. - Alternatif lain untuk pasien miopia adalah penanaman lensa intraokular yaitu suatu lensa yang ditanam bilik mata depan melalui insisi kecil sedangkan lensa yang asli masih tetap ada terutama dilakukan untuk mengoreksi miopi yang berat. Akan tetapi keamanan penggunaan pada beberapa kasus dapat dilakukan ekstraksi lensa tapi lensa intraokular tidak dipasang. Dengan mengangkat lensa maka sekitar 15 D dari miopi secara otomatis akan terkoreksi. Namun harus diingat bahwa teknik ini dapat menimbulkan komplikasi berupa ablasio retina sehingga jarang digunakan.7 Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah dari kelainan mata sejak dari anak dan menjaga jangan sampai kelainan mata menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata. Tindakan pencegahan yang lain adalah dengan cara : 1. Jarak baca 40 – 45 cm. 2. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya setelah membaca atau melihat gambar atau menggunakan komputer 45 menit, berhenti dahulu untuk 15 – 20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas lain. 3. Gizi yang berimbang bila diperlukan sesuai aktifitas. 4. Melihat atau merasakan adanya posisi kepala miring atau torticollis terutama pada aktifitas lihat televisi atau komputer tepat waktu pemberian kaca mata. 5. Mengatur program harian anak (sekolah,ekstra kurikuler). Seharusnya diharuskan aktifitas luar misalnya kegiatan olah raga, musik dan lain - lain.

Daftar Pustaka 1. Sherwood L. Eye:Vision.Human Physiology.Sixth Edition. Thomson Higher Education. United States of America. 2007. h. 190-208 2. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San Fransisco 20062007. h. 8-12, 157-60. 3. Ilyas S. Keratitis. In: Ilmu Penyakit Mata ed 3. Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2010. h. 149 57. 4. Wijaya N. Keratitis. In: Ilmu Penyakit Mata cetakan ke-5. Jakarta; 1989. p. 86 -102. 5. Biswell D. Kornea. In: Vaughan & Ausbury. Oftalmologi Umum edisi ke-

17.

Jakarta:EGC; 2010. h. 125-49. 6. Kanski JJ. Kornea. In: Clinical Ophthalmology a Sysyematic Approach edisi ke- 6. London: Elsevier; 2007. h. 254-66. 7. Bruce J, Chris C, Anthony B. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. Blackwell Science. 2003.

More Documents from "rezky"